Anda di halaman 1dari 32

STASE KEPERAWATAN ANAK

PADA PASIEN INFEKSI BAKTERIAL


RUANG KEMUNING
RSD GUNUNG JATI CIREBON

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktik Belajar Lapangan)

Disusun Oleh :
Dandi Risnandar
(2114901008)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YPIB MAJALENGKA
Jalan Gerakan Koperasi No.003 Majalengka 45411
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI BAKTERIAL

I. PENDAHULUAN
Infeksi bakteri bakteri adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme (bakteri) dalam
jaringan tubuh yang menghasilkan tanda dan gejala seperti respon imun.

Tingkat keparahan infeksi tergantung pada :


1. Patogenisitas
2. jumlah mikroorganisme
3. Daya tahan tubuh

Bakteri masuk ke dalam tubuh melalui :


• Inhalasi
• Ingesti
• Sexsual transmission
• Gigitan serangga atau hewan
• Injeksi

Cara mikroorganisme (bakteri) menyebabkan penyakit:


Agen Infeksi membangun dan merusak jaringan infeksi dalam tiga cara:
1. Mereka dapat kontak atau memasuki sel inang dan langsung menyebabkan
kematian sel.
2. Mereka mungkin melepaskan racun (eksotoksin atau endotoksin) yang merusak
dan membunuh sel-sel, melepaskan enzim yang mendegradasi komponen
jaringan, merusak pembuluh darah, dan menyebabkan nekrosis iskemik.
3. Mereka dapat menginduksi respon seluler host, yang meski ditujukan pada
penginvasi, menyebabkan bertambahnya kerusakan jaringan biasanya dengan
immunemediated mekanisme.
Selama bakteri tumbuh, sel bakteri melepaskan eksotoksin, enzim yang
merusak sel inang, mengubah fungsi atau membunuh sel inang. Enterotoksin adalah
jenis spesifik eksotoksin disekresi oleh bakteri yang menginfeksi saluran gi,
menyebabkan gastroenteritis. Endotoksin yang terkandung di dinding bakteri gram
negatif, dilepaskan selama lisis bakteri.

Perubahan patofisiologi :
• Peradangan
• Merah, panas, nyeri, edema, hilangnya fungsi
• Demam (banyak mikroorganisme tidak dapat bertahan di suatu lingkungan panas)
• Leucosytosis (neu, eos, baso, lymp, mono)
• Peradangan kronis
• ESR
• Stained smear

Infeksi pernafasan dan gastrointestinal terjadi pada orang sehat dan


disebabkan oleh mikroorganisme virulen relatif yang mampu merusak atau menembus
epitel. Sebaliknya, kebanyakan infeksi kulit pada orang sehat disebabkan oleh
mikroorganisme virulen rendah yang masuk ke kulit melalui situs rusak (luka dan
luka bakar).

II. INFEKSI PADA KULIT


A. SELULITIS
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di
bawah kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh
getah bening dan aliran darah. Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke
seluruh tubuh.

Etiologi
Selulitis bisa disebabkan oleh berbagai jenis bakteri yang berbeda, yang paling
sering adalah Streptococcus. Staphylococcus juga bisa menyebabkan selulitis,
tetapi biasanya terbatas di daerah yang lebih sempit. Selulitis paling sering
menyerang wajah dan tungkai bagian bawah.
Pathofisiologi
Bakteri pathogen streptococcus piogenes,
streptococcus grup A dan stapilococcus aureus

Menyerang kulit dan jaringan subkutan

Meluas ke jaringan yang lebih dalam

Menyebar secara sistemik

Terjadi peradangan akut

Eritema local pada kulit oedem kemerahan

Lesi nyeri tekan

Kerusakan integritas kulit gangguan rasa nyeri

Manifestasi klinik
 Gejala
 kemerahan
 nyeri tekan
 panas, bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau
d'orange).
 Demam, menggigil, dan sakit kepala (pada kasus-kasus tertentu)

 Tanda-tanda
 Peningkatan denyut jantung
 Tekanan darah menurun
 pemeriksan fisik akan ditemukan daerah pembengkakan yang terlokalisir
(edema), kadang ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening.
 Pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih
B. IMPETIGO
Impetigo adalah suatu infeksi/peradangan kulit yang terutama disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pyogenes, yang dikenal dengan Streptococcus beta
hemolyticus grup A (GABHS). Kadang-kadang disebabkan oleh bakteri lain
seperti Staphylococcus aureus pada isolasi lesi impetigo

Etiologi
Penyebab impetigo adalah bakteri pyogenes yaitu Streptococcus beta hemolyticus
grup A (GABHS), atau terkadang dapat juga disebabkan oleh Streptococcus
aureus.

Pathofisiologi
Streptococcus masuk melalui kulit yang terluka dan melalui transmisi
kontak langsung, setelah infeksi, lesi yang baru mungkin terlihat pada pasien
tanpa adanya kerusakan pada kulit. Bentuk lesi mulai dari makula eritema yang
berukuran 2 – 4 mm. Secara cepat berubah menjadi vesikel atau pustula. Vesikel
dapat pecah spontan dalam beberapa jam atau jika digaruk maka akan
meninggalkan krusta yang tebal, karena proses dibawahnya terus berlangsung
sehingga akan menimbulkan kesan seperti bertumpuk-tumpuk, warnanya
kekuning-kuningan. Karena secara klinik lebih sering dilihat krusta maka disebut
impetigo krustosa. Krusta sukar diangkat, tetapi bila berhasil akan tampak kulit
yang erosif.
Impetigo bulosa adalah suatu bentuk impetigo dengan gejala utama
berupa lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan dengan dinding tegang, terkadang
tampak hipopion. Mula-mula berupa vesikel, lama kelamaan akan membesar
menjadi bula yang sifatnya tidak mudah pecah, karena dindingnya relatif tebal
dari impetigo krustosa. Isinya berupa cairan yang lama kelamaan akan berubah
menjadi keruh karena invasi leukosit dan akan mengendap. Bila pengendapan
terjadi pada bula disebut hipopion yaitu ruangan yang berisi pus yang
mengendap, bila letaknya di punggung, maka akan tampak seperti menggantung.
Manifestasi klinik
 Gejala
 Gatal, ruam merah yang lembut kulit mengeras/krusta (Honey-colored
crusts), luka yang sulit menyembuh.
 Luka merah yang dengan cepat pecah, mengeluarkan sekret/cairan
berwarna kuning encer.
 Kulit melepuh berisi cairan.
 Dalam bentuk yang lebih serius, menyakitkan cairan atau nanah penuh
luka yang berubah menjadi borok dalam.
 mungkin akan dijumpai gejala; demam, diare, dan kelemahan umum.

 Tanda-tanda
 Leukositosis
 Suhu tubuh meningkat
 ESR

Pemeriksaan fisik tipe dan lokasi lesi:


 Sering terjadi pada wajah (sekitar mulut dan hidung) atau dekat rentan
trauma.
 Makula merah atau papul sebagai lesi awal.
 Lesi dengan bula yang ruptur dan tepi dengan krusta.
 Lesi dengan krusta berwarna seperti madu.
 Vesikel atau bula.
 Pustula.
 Basah, dangkal, dan ulserasi eritematous.
 Lesi satelit.
III. INFEKSI PADA SALURAN PERNAPASAN
A. PNEUMONIA
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat

Etiologi
Pneumonia yang di dapat dari masyarakat (community acquired pneumonia) dapat
disebabkan oleh Staphylococus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, dan
Hemophilus influenza. Sedangkan pneumonia yang didapat di rumah sakit
(nosokomial) disebabkan oleh Klebsiella pneumon dan Staphylococus aureus.
Namun penyebab yang paling sering ialah serangan bakteria
streptococcus pneumoniae, atau pneumokokus.

Pathofisiologi
Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva
(droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek
gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang
khas yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :
1. Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)
Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang
berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih, bakteri dalam
jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam alveolus.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin
dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang terkena
menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.
3. Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)
Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi tampak kelabu
karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan
permukaan pleura yang terserang melakukan fagositosis terhadap
pneumococcus. Kapiler tidak lagi mengalami kongesti.
4. Resolusi (7 s/d 11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali pada strukturnya semula

Manifestasi Klinik
 Gejala
Demam diare
Batuk dahak nyeri dada
malaise nyeri abdomen
sakit kepala mual
myalgia muntah

 Tanda-tanda
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hipertermia, takipnea,
penggunaan otot-otot pernapasan tambahan, takikardi, sianosis sentral,
hiposekmia, peningkatan jumlah leukosit, perubahan status mental, suara
napas tambahan (rhales/crackles, ronchi, wheezing), penurunan intensitas
suara napas, perkusi yang redup, deviasi trakea dan limfadenopati. Pada
pemerikasaan sputum (dahak), apabila sputum berwarna kuning, hijau,
keperangan atau mungkin mengandung darah (mukus di keluarkan dari paru-
paru)

Bakteremia dari pneumonia menyebabkan tiga komplikasi yaitu :


meningitis, endokarditis, dan septic arthritis.

B. TUBERKULOSIS
Penyakit infeksi pada jaringan tubuh (paru dan ekstra paru) yang bersifat kronik
dan dapat menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.

Etiologi
Bakteri penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis.

Patofisiologi
Saat Mycobacterium tuberculosis berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan
segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya
melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat
melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat).
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh
yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel
bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam
paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak).

Manifestasi klinik
 Gejala umum
Demam
Batuk/ batuk darah lebih dari tiga minggu
Penurunan nafsu makan
Malaise

 Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena,
Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-
paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
 Tanda-tanda
Pemeriksaan fisik :
Konjungtiva/ kulit pucat, hipertermia, berat badan turun
Lesi yang dicurigai: Bagian apeks paru
Infiltrat, kavitas, penebalan pleura
Lanjut: fibrosis, korpulmonal
Efusi pleura
Apabila pemeriksaan mikroskopik sputum ditemukan Mycobacterium
tuberculosis seseorang tersebut positif terkena tuberculosis. Pemeriksaan
sputum tersebut yang membedakan tuberculosis dengan penyakit infeksi
saluran pernapasan lainnya.

IV. INFEKSI PADA GASTROINTERTINAL


A. SHIGELLOSIS
Shigellosis adalah suatu penyakit peradangan akut oleh kuman genus Shigella spp.
yang menginvasi saluran pencernaan terutama usus sehingga menimbulkan
kerusakan sel-sel mukosa usus tersebut

Etiologi
Shigellosis disebabkan oleh kuman Shigella spp. Kuman ini tergolong genus
Shigella Dibagi 4 kelompok serologik yaitu S.dysenteri (12 serotipe), S.flexnewri
(6 serotipe), S.boydii (18 serotipe) dan S.sonnei (1 serotipe). Di daerah tropis yang
tersering ditemukan ialah S.dysenteri dan S.flexneri, sedangkan S.sonnei lebih
sering dijumpai di daerah sub tropis atau daerah industri.

Patofisiologi
Pemasukan hanya 200 basil Shigella dapat mengakibatkan infeksi dan Shigella
dapat bertahan terhadap keasaman sekresi lambung selama 4 jam. Sesudah masuk
melalui mulut dan mencapai usus, bakteri invasif ini di dalam usus besar
memperbanyak diri. Shigella sebagai penyebab diare mempunyai 3 faktor
virulensi yaitu :
- Dinding polisakarida sebagai antigen halus
- Kemampuan mengadakan invasi enterosit dan proliferasi
- Mengeluarkan toksin sesudah menembus sel
Struktur kimiawi dari dinding sel tubuh bakteri ini dapat berlaku
sebagai antigen O (somatic) adalah sesuatu yang penting dalam proses interaksi
bakteri shigella dengan sel enterosit. Dupont (1972) dan Levine (1973)
mengutarakan bahwa Shigella seperti Salmonella setelah menembus enterosit dan
berkembang didalamnya sehingga menyebabkan kerusakan sel enterosit tersebut.
Peradangan mukosa memerlukan hasil metabolit dari kedua bakteri dan enterosit,
sehingga merangsang proses endositosis sel-sel yang bukan fagositosik untuk
menarik bakteri ke dalam vakuola intrasel, yang mana bakteri akan
memperbanyak diri sehingga menyebabkan sel pecah dan bakteri akan menyebar
ke sekitarnya serta menimbulkan kerusakan mukosa usus. Sifat invasif dan
pembelahan intrasel dari bakteri ini terletak dalam plasmid yang luas dari
kromosom bakteri Shigella.
Invasi bakteri ini mengakibatkan terjadinya infiltrasi sel-sel
polimorfonuklear dan menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga
terjadilah tukak-tukak kecil didaerah invasi yang menyebabkan sel-sel darah
merah dan plasma protein keluar dari sel dan masuk ke lumen usus serta akhirnya
ke luar bersama tinja. Shigella juga mengeluarkan toksin (Shiga toksin) yang
bersifat nefrotoksik, sitotoksik (mematikan sel dalam benih sel) dan enterotoksik
(merangsang sekresi usus) sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa usus
menjadi nekrosis.

Manifestasi klinik
 Gejala:
Diare cair yang banyak bercampur darah dan lendir.
Demam , Nyeri perut,
Dehidrasi sesuai derajatnya
 Tanda-tanda :
Hipertermia (42 °C)
Takikardi dan takipneu
Leukopenia
Pemeriksaan mikroskopik tinja ditemukan Shigellosis sp
Penderita dengan kasus ringan gejalanya berlangsung selama 3-5 hari,
kemudian sembuh sempurna. Pada tipe fulminant yang berat, penderita dapat
mengalami kolaps dan mendadak diikuti dengan menggigil, demam tinggi dan
muntah-muntah disusul dengan penurunan temperatur, toksemia yang berat dan
diakhiri dengan kematian penderita.

B. GASTRITIS BAKTERIAL (KRONIS)


Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung, yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan
iritan lain.
Etiologi
Infeksi bakteri Helicobacter pylori yang hidup didalam lapisan mukosa yang
melapisi dinding lambung. Diperkirakan ditularkan melalui jalur oral melalui
makanan atau minuman yangg terkontaminasi oleh bakteri ini.

Patofisiologi
Helicobacter pylori merupakan organisme gram-negatif yang
menghambat bagian cekung yang diproteksi yang diaplikasikan dekat pada epitel
permukaan di bawah barier mukus yang mempunyai pH netral. Organisme ini
menyerang sel permukaan, menyebabkan deskuamasi sel yang dipercepat dan
menimbulkan respon sel radang kronis dan polimorfonuklear pada mukosa gaster.
Respon radang akut dibangkitkan oleh Helicobacter pylori yang
diperantarai komponen komplemen yang dibebaskan melalui pengaktifan jalur
alternatif dan bersifat kemotaktik dengan berat molekul rendah yang dilepaskan
oleh bakteri dan interleukin-8 yang di ekskresi oleh sel epitel, magkrofag, dan sel
endotel. Polimorfonuklear kemudian mengeluarkan protease dan metabolit
oksigen reaktif yang menyebabkan destruksi kelenjar (terjadi atrofi) yang
memberi tanda terhadap penyakit yang terjadi. Disamping ituantibodi anti- H.
pylori IgA, IgG dan IgM diproduksi secara lokal oleh sel plasma yang berperan
pencegahan adhesi bakteri dan opsonisasi tetapi tidak berhasil untuk
mengeliminasi infeksi.

Manifestasi Klinis
 Gejala
Demam, sakit kepala dan kejang otot perut.

 Tanda-tanda
Hipertemia
Pemeriksaan Darah
Digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. Pylori dalam darah. Tes
darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa Anemia, yang terjadi akibat
pendarahan lambung akibat Gastritis.
Pemeriksaan Pernafasaan
Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. Pylori
atau tidak.
Pemeriksaan Feses
Tes ini memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil
yang positif mengindikasikan terjadi infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukan adanya
perdarahan pada lambung.

 Gejala
Diare kram otot bagian perut
muntah lemah
dehidrasi

C. KOLERA
peningkatan jumlah garam Kolera adalah suatu infeksi usus kecil yang disebabkan
oleh bakteri Vibrio cholera.

Etiologi
Infeksi Vibrio cholera.

Pathofisiologi
Toksin kolera atau Cholera toxin (CT) secara biologis sangat aktif meningkatkan
sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B.
Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi
cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus
serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

Manifestasi klinis
 Tanda-tanda
Mata cekung
kulit jari-jari tangan menjadi keriput
ketidak seimbangan volume darah dan kekurangan elektrolit
pada feses ditemukan V. cholera

D. DEMAM TYPHOID
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhIi.
Demam tifoid merupakan manifestasi dari adanya infeksi akut pada usus halus
yang mengakibatkan gejala sistemik atau menyebabkan enteritis akut.

Etiologi
Infeksi Salmonella typhIi.

Pathofisiologi
Tanda dari demam typhoid adalah invasi dan multiplikasi bakteri
Salmonella typhiii pada sel mononuklear fagositik pada hati, limpa, nodus limfe,
dan peyer patches dari ileum. Setelah tertelan, organisme ini melalui traktus
gastrointestinal bagian atas hingga ke usus halus, tempat bakteri ini menginvasi
secara langsung atau berganda sebelum invasi. Sel M yaitu sel epitellial yang
melapisi Peyer’s patches merupakan tempat potensial S.typhii untuk menginvasi
dan sebagai portal transportasi menuju jaringan lympoid sekitar. Setelah penetrasi
ini terjadi, organisme ini menuju ke folikel lymphoid usus dan nodus lymphe
mesenterica. Salmonella dapat menghindari asidifikasi dari sel fagosom, sehingga
dapat bertahan pada follikel lymphoid, nodus lymphoid, hati, dan limpa. Pada
keaadan ini terdapat perubahan degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada
villi, kelenjar kript, dan lamina propria pada usus halus dan kelenjar lymphe
mesenterica. Pada keadaan tertentu yang dipengaruhi oleh keadaan imun host,
jumlah dan virulensi bakteri, akan terlepas dari habitat lingkungan intrasel usus
dan masuk ke pembuluh darah sehingga akan memicu mediator yang akan
memicu gejala klinis.
Mukosa yang nekrotik pada usus kemudian membentuk kerak, yang
dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat
atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus.
Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena,
dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai
membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk
ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus.
Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan
penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam
tifoid.

Manifestasi Klinis
 Gejala
Demam, menggigil, nyeri kepala bagian frontal, malaise, anorexia, nausea,
nyeri abdominal yang tidak terlokalisir, batuk kering, dan myalgia.
 Tanda-tanda
Lidah kotor, hepatomegali dan splenomegali , bradikardia , leukopenia,
Thrombositopenia, suhu tubuh meningkat hingga mencapai 390-400C dan
berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok Bahasan : FEBRIS (Demam)

Sub Pokok Bahasan :Pengertian Febris/Demam

Sasaran : Orang tua pasien/ keluarga

Hari/tanggal : Selasa, 28 Desember 2021

Waktu/jam : 10 menit
: Ruang Kemuning
Tempat
RSD Gunung Jati Cirebon
Peserta : Orang tua pasien/ keluarga

A. TUJUAN
1. Tujuan Umum : setelah dilakukan penyuluhan diharapkan orang tua/ pasien
mampu mengetahui tentang febris/ demam

2. Tujuan khusus :
a. Menjelaskan pengertian febris/ demam
b. Menjelaskan penyebab febris/ demam
c. Menjelaskan tentang tanda dan gejala
d. Menjelaskan pencegahan demam/ febris
e. Menjelaskan cara mengatasi demam/ febris

B. MATERI
1. Pengertian febris/demam
2. Penyebab febris/demam
3. Tanda dan gejala febris/ demam
4. Menjelaskan cara pencegahan
5. Menjelaska cara mengatasi demam/ febris

C. MEDIA
Leaflet
D. METODE PENYULUHAN
Ceramah

No Kegiatan Kegiatan
Penyuluh (Mahasiswa) Klien/Pasien
1. Pembukaan - Mengucapkan salam - Menjawab salam
(2 menit) - Memperkenalkan diri - Mendengarkan
- Menjelaskan maksud - Memperhatikan
dan tujuan
- Kontrak waktu
2. Inti - Menyampaikan materi - Mendengarkan,
(5 menit) - Menekankan hal-hal memperhatikan, dan
yang penting menanyakan hal yang
- Menjawab pertanyaan tidak jelas
- Memperhatikan
3. Penutup - Evaluasi - Bertanya
(3 menit) - Memberikan materi - Menjawab pertanyaan
- Ucapan terima kasih - Memperhatikan
- Ucapan salam - Mengucapkan
hamdalah, dan
menjawab salam.

F. EVALUASI

Memberikan pertanyaan secara langsung tentang materi yang sudah diajarkan :

1. Menjelaskan pengertian febris/demam


2. Menjelaskan tentang penyebab febris/demam
3. Menjelaskan tentang tanda dan gejala febris/demam
4. Menjelaskan cara pencegahan
5. Menjelaskan cara mengatasi demam/febris
MATERI PENGAJARAN

A. Pengertian Febris/ Demam


Demam adalah peningkatan suhu tubuh melebihi normal. Temperatur normal
tubuh berkisar antara 36-38 derajat celcius. Anak mengalami demam apabila dengan
pengukuran suhu temperatur :
1. Termometer pada rektum atau anus melebihi 38 derajat celcius
2. Termometer pada mulut melebihi 37,5 derajat celcius
3. Termometer pada ketiak melebihi 37 derajat celcius
Demam adalah keluhan pada anak yang paling sering dijumpai, sekitar 10-30%
dari semua keluhan yang diketemukan pada instalasi gawat darurat di rumah sakit atau
dalam praktek dokter sehari-hari. Sampai usia 2 tahun rata rata anak menderita demam
sekitar empat sampai enam kali serangan. Sebagai manifestasi klinis, maka demam terjadi
pada sebagian besar penyakit infeksi yang ringan dan serius, dari demam saja tak dapat
dipakai untuk memprediksi beratnya penyakit. Memang sebagian besar kejadian demam
pada anak mudah didiagnosa, namun telah diketahui juga demam pada kelompok yang
beresiko tinggi, untuk diagnosa memerlukan evaluasi lebih ekstensif.

B. Penyebab
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas disusul
infeksi saluran pencernaan. Hal tersebut dapat dimengerti karena infeksi saluran
pernafasan merupakan penyakit anak yang paling sering didapatkan. Diagnosa banding
anak dengan demam bisa amat banyak mulai akibat infeksi saluran nafas yang sederhana,
sampai keadaan penyakit yang serius seperti bakteriemi, sepsis, meningitis, dan
sebagainya. Untuk menetapkan diagnosa dari keadaan demam yang kadang
membingungkan, memang diperlukan keahlian dan pengalaman.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala demam antara lain :
1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C – 40 C)
2. Kulit kemerahan
3. Hangat pada sentuhan
4. Peningkatan frekuensi pernapasan
5. MenggigiL
6. Dehidrasi
7. Kehilangan nafsu makan
Banyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala nyeri punggung, anoreksia
dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhu tubuh lebih tinggi dari 37,5 ºC-40ºC, kulit
hangat, takichardi, sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu kulit
kemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan, menggigil/merinding perasaan hangat
dan dingin, nyeri dan sakit yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo),
keletihan, kelemahan, dan berkeringat.

D. Cara Pencegahan
1. Jaga pola makan secara baik dan teratur. Hindari menunda waktu makan karena
akan mengakibatkan produksi asam lambung meningkat.

2. Makan makanan yang bersih, sehat dan bergizi. Hindari makanan yang
merangsang kerja lambung. Contohnya makanan pedas, asam, dan kopi.

3. Hindari stress yang berlebihan. Anda dapat mengalihkan rasa stress dengan
berolahraga yang baik bagi tubuh.

4. Tidak merokok.
5. Tidak mengkonsumsi alcohol.
6. Hindari penggunaan obat-obatan terutama yang mengiritasi lambung misalnya
aspirin.

E. PENATALAKSANAAN
1. Secara Fisik
Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6
jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.Perhatikan
pula apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami
kejang-kejang. Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai
oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat
seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
a. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
b. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
c. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.

d. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknyaMinuman yang


diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air
teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.

e. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang.


f. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha.
Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu
tubuh dipermukaan tubuh ini dapat terjadi karena panas tubuh digunakan untuk
menguapkan air pada kain kompres. Jangan menggunakan air es karena justru akan
membuat pembuluh darah menyempit dan panas tidak dapat keluar. Menggunakan
alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi (keracunan).
g. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku.
Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan
tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian
tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan
pengatur suhu tubuh lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan
membuat pembuluh darah tepi di kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga
akan membuat pori-pori kulit terbuka sehingga akan mempermudah pengeluaran
panas dari tubuh.

2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di
hipotalamus. Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin
dengan jalan menghambat enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus
direndahkan kembali menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas
diatas normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi. Petunjuk pemberian
antipiretik: a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok the sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½ sendokteh sirup
parasetamol.
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 5oo mg atau 2 sendok the sirup
parasetamol.

Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu dilarutkan dengan air
atau teh manis. Obat penurun panas in diberikan 3 kali sehari.Gunakan sendok
takaran obat dengan ukuran 5 ml setiap sendoknya. Pemberian obat antipiretik
merupakan pilihan pertama dalam menurunkan demam dan sangat berguna
khususnya pada pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang
demam.Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari golongan yang
bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan kimianya tetapi mempunyai
kesamaan dalam efek pengobatannya. Tujuannya menurunkan set point hipotalamus
melalui pencegahan pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase. Asetaminofen merupakan derivat para -aminofenol yang bekerja
menekan pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan saraf pusat.
Dosis terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam maksimal 5 kali sehari. Dosis
maksimal 90 mgr/kbBB/hari Pada umumnya dosis ini dapat d itoleransi dengan
baik.Dosis besar jangka lama dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar.
Pemberiannya dapat secara per oral maupun rektal.
Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan
pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik dan
antiinflamasi.Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan
perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping hematologis yang
berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek terhadap ginjal berupa gagal
ginjal akut (terutama bila dikombinasikan dengan asetaminopen). Dosis terapeutik
yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6 sampai 8 jam.Metamizole (antalgin) bekerja
menekan pembentukkan prostaglandin.
Mempunyai efek antipiretik, analgetik da n antiinflamasi. Efek samping
pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplast ik dan perdara han saluran cerna.
Dosis terap eutik 10 mgr/kgBB/kali tiap 6 -8 jam dan tidak dianjurkan unt uk anak
kurang dari 6 bulan.Pemberiannya secara per oral, intramuskular atau intravena.
Asam mefenamat suatu obat gol ongan fenamat. Khasiat analgetiknya lebih kuat
dibandingkan sebagai antipiretik. Efek sampingnya berupa dispepsia dan
anemiahemolitik. Dosis pemberiannya 20 mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis.
Pemberiannya secara per oral dan tidak boleh diberikan anak usia kurang dari 6
bulan.

Anda mungkin juga menyukai