Anda di halaman 1dari 76

I.

PENGERTIAN, TUJUAN, FALSAFAH DAN AZAS


PENDIDIKAN ORANG DEWASA

A. Pengertian Pendidikan Orang Dewasa (POD)


Sejak tahun 1920 pendidikan orang dewasa telah dirumuskan dan diorganisasikan
secara sistematis. Pendidikan orang dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang
menumbuhkan keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkelanjutan sepanjang
hidup (lifelong education). Belajar bagi orang dewasa berhubungan dengan bagaimana
mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya (Pannen, 1997). Bagi
orang dewasa, belajar merupakan kebutuhan hidup untuk memecahkan masalah yang
dihadapi, dan memenuhi kebutuhan perkembangan individu dan kehidupan social.
Dengan demikian dalam pendidikan orang dewasa tidak mengalami pentahapan yang
bersifat formal, namun berjalan seiring dengan minat dan kebutuhannya diri sendiri dan
atau dalam kelompok social.
Pendidikan orang dewasa atau dengan istilah lain yaitu yang disebut andragogy
berbeda dengan pendidikan anak-anak atau dengan istilah lain yaitu paedagogy.
Pendidikan anak-anak berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan
pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk
pemecahan masalah. Ada perbedaan antara anak-anak dan orang dewasa jika ditinjau
berdasarkan umur, ciri-ciri psikologis, dan ciri-ciri biologis (Pannen, Paulina & Ida,
1997):
1) Ditinjau dari umur, seseorang yang berumur antara 16-18 tahun dapat dikatakan
sebagai orang dewasa dan yang kurang dari 16 tahun dapat dikatakan sebagai anak-
anak.
2) Ditinjau dari ciri-ciri psikologis, seseorang yang sudah dapat mengarahkan diri
sendiri, tidak selalu tergantung dengan orang lain, mau bertanggung jawab, mandiri,
berani mengambil resiko, dan mampu mengambil keputusan, maka orang tersebut
dapat dikatakan sebagai orang dewasa secara psikologis.

1
3) Ditinjau dari ciri-ciri biologis, seseorang yang telah menunjukkan tanda-tanda
kelamin sekunder, maka orang tersebut telah dikatakan sebagai orang dewasa secara
biologis.
Belajar berhubungan dengan motivasi seseorang, sehingga dalam kegiatan belajar
harus dapat dimulai adanya motivasi. Alasan apakah seseorang ingin belajar secara sadar,
sehingga menimbulkan kekekuatan atau semangat untuk belajar. Menurut Flores (1983),
seseorang akan termotivasi untuk belajar apabila ia dapat memenuhi keinginan dasarnya.
Keinginan dasar untuk belajar itu adalah: (1) keamanan (secara ekonomis, social,
psikologis dan spiritual), (2) kasih sayang atau respon (keakraban), (3) pengalaman baru,
(4) pengakuan, dan juga (5) faktor fisik (contoh: suasana belajar, ruangan, penerangan)
dan (6) psikologis (contoh: sikap pembimbing dan support dari kerabat atau keluarga).
Dengan demikian maka dalam belajar harus atas dasar motivasi dalam bentuk minat dan
kebutuhan untuk belajar. Apabila minat dan kebutuhan seseorang utuk belajar itu jelas
dan menganggap penting maka kekuatan untuk belajar itu akan tinggi, dan sebaliknya
bila minat dan kebutuhan untuk belajar tidak jelas dan tidak menganggap penting maka
kekuatan belajar menjadi lemah.
Beragam konsep dan pengertian mengenai pendidikan orang dewasa (POD) telah
banyak diketahui. Untuk mengetahui esensi mengenai konsep dan pengertian POD,
terlebih dahulu kita perhatikan konsep dan pengertian atas POD sbb:
1) Menurut Boyd
Boyd memandang POD dalam konteks psikologi. Secara spesifik diungkapkan
bahwa pandangan terhadap POD tidak boleh dilepaskan dalam konteks terminologi
“Orang Dewasa”. Sehingga sebagaimana diungkapkan menyitir pernyataan Balkely
bahwa POD berimplikasi pada proses pendidikan sistematis yang bertujuan, dan banyak
dipengaruhi oleh pengalaman pembelajar (peserta belajar). Lebih lanjut tujuan secara
sistematis ini berusaha dicapai dengan cara mengedepankan integritas dari pembelajar.
Dengan demikian konsep pembelajaran orang dewasa berbeda dengan pembelajaran
dengan anak atau remaja disebabkan faktor sosio-psikologis yang berbeda. Pada anak-
anak atau remaja faktor-faktor peniruan sangat kental yang banyak dipengaruhi oleh

2
keingintahuan dan belum banyak pengalaman. Sedangkan pada orang dewasa sudah
banyak pengalaman, sehingga telah memiliki kerangka berpikir tersendiri dan tidak
mudah untuk dipengaruhi.
Banyak pertimbangan-pertimbangan realistis ketika seseorang telah menjadi
dewasa, dan hal ini tidak terjadi pada anak-anak. Dengan demikian maka individu dewasa
pada dasarnya telah memiliki identitas dirinya, dan dengan identitas tersebut maka ia
memandang atau mempersepsikan segala sesuatu yang berinteraksi dengannya.
Konsekuensinya dalam konteks belajar maka orang dewasa telah memiliki dan
mengetahui standar seperti apa yang ingin dicapainya, dan harapan-harapan yang terkait
dengan proses belajar yang akan ditempuhnya. Apabila proses belajar memenuhi apa
yang diharapkannya maka dia akan merasa menyenangi dengan sendirinya. Hal ini juga
berimplikasi, terdapat keinginan untuk bebas dari standar di luar dirinya, dan
ketergantungan kepada orang lain.
Dalam konteks seperti ini maka tugas guru (“fasilitator/instruktur”) adalah
membantu mengarahkan dan menemukan kesesuaian materi dengan yang dibutuhkan
pembelajar. Hubungan antara instruktur dan orang dewasa (pembelajar) adalah terbuka
dan bebas. Jadi POD adalah proses pendidikan dimana para pembelajarnya adalah
individu yang telah memiliki identitas dan mengetahui standar serta harapan-harapan dan
berkeinginan untuk memenuhinya, yang dapat dilaksanakan dengan fasilitasi seorang
instruktur yang berorientasi untuk mempermudah pembelajar mempelajari subyek materi
sesuai dengan kebutuhannya.
2) Menurut Mead
Pakar ini melihat bahwa proses pembelajaran secara umum harus dimaknai
sebagai pengalihan baik yang bersifat vertikal maupun lateral. Tetapi dalam konteks ini
bahwa dengan perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling kita maka proses vertikal
menjadi kurang up to date. Konsekuensinya proses lateral menjadi penting. Transmisi
lateral ini dimaksudkan adalah instruktur atau guru tidak lagi berperan sebagai orang
yang menumpahkan air ke dalam gelas “otak” dari pembelajar, tetapi pengetahuan
disebarkan dengan cara sharing atau dibagikan, didiskusikan dan dipikirkan secara kritis.

3
Dalam konteks ini maka tidak ada pihak yang paling dominan dan paling menguasai
dalam proses pembelajaran. Fokusnya adalah mempertajam dan memenuhi harapan
pembelajar terhadap subyek yang ingin diketahuinya.
3) Menurut Lindeman
Terdapat beberapa hal yang cukup prinsip yang dikemukan oleh pakar ini bahwa:
Pertama, konsep orang dewasa harus dimaknai secara kontekstual dalam perkembangan
dinamika pertumbuhan manusia. Kedua, pendidikan seharusnya tidak hanya mengajakan
prinsip idealitas, akan tetapi juga bersifat pragmatis. Ketiga, POD harus berkorelasi
dengan situasi dimana orang dewasa tersebut ada dan membutuhkan apa. Keempat, POD
bagaimanapun tidak dapat dilepaskan dengan pengalaman orang dewasa.
Dengan pertimbangan-pertimbangan ini maka Lindeman menyatakan bahwa
orang dewasa sebagai entitas dan memiliki integritas harus dilihat secara personal dan
yang memiliki kepribadian. Dalam proses pembelajaran orang dewasa sebagai individu
tidak semata-mata berharap dapat memenuhi kebutuhan hidupnya akan tetapi berharap
dengan apa yang dimiliki hidupnya akan lebih baik, lebih bermakna, dan memiliki arti
dalam interaksi social. Sehingga pada dasarnya orang dewasa berkeinginan untuk
memperbaiki dirinya sendiri sebagai tujuan primer dirinya. Tetapi mereka ingin juga
merubah tatanan social untuk menjadi lebih baik, tentu saja dengan kondisi-kondisi yang
sesuai dengan harapannya. Dengan demikian inilah inti dari POD.
4) Menurut Sheffield dan Houle
Pada dasarnya orang dewasa telah memiliki satu rentang hidup dalam fase
kehidupannya. Ketika tumbuh dia telah memiliki berbagai peranan yang jauh berbeda
dengan apa yang telah dialaminya semasa ia masih anak-anak atau remaja. Peran-peran
inti kemudian memiliki konsekuensi bagi dirinya serta tuntutan yang harus dipenuhinya.
Proses pemenuhan akan tuntutan serta kebutuhan yang disadarinya terhadap dirinya
melahirkan kebutuhan untuk belajar. Maka dengan pertimbangan-pertimbangan ini
pembelajar (orang dewasa) melaksanakan proses pembelajaran. Dengan demikian dapat
disimpulkan terdapat orientasi-orientasi tertentu bagi orang dewasa dalam melaksanakan
proses pembelajaran. Orientasi belajar orang dewasa menurut pakar ini dapat dibedakan:

4
(1) learning orientation, (2) sociability orientation, (3) personal goal orientation, (4)
societal goal orientation,(5) need fulfillment (pemenuhan kebutuhan) orientation.
5) Pandangan Allen Tough.
Hampir sama dengan pandangan diatas maka Tough menyatakan bahwa pada
dasarnya orang dewasa memiliki kebutuhan yang amat beragam dalam menghadapi
segala perubahan dalam kehidupannya. Ini juga terkait dengan peran-peran yang
diamanatkan misalnya sebagai anggota keluarga, di tempat kerja, di tempat lingkungan
rumah dan lain-lain. Untuk memenuhi itu maka orang dewasa berusaha memenuhinya
dengan jalan melakukan proses pembelajaran. Hakekatnya proses pembelajaran dari diri
sendiri lebih banyak dilakukan dengan difasilitasi dengan saran-saran yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Setiap target yang hendak dicapai untuk
menguasai suatu keterampilan atau kompetensi tertentu pada dasarnya terbagi dalam
episode-episode belajar. Episode belajar adalah suatu masa dimana seseorang melakukan
suatu aktivitas tertentu yang merupakan bagian dari suatu rangkaian aktivitas sehingga
apabila rangkaian-rangkaian ini dijalankan maka tujuan tersebut (berupa kompetensi)
dapat dicapai.
Bagian rangkaian yang merupakan episode yang dilakukan secara keseluruhan
dipelajari sangat beragam tergantung kebutuhan yang dirasakan, dalam hal ini dapat
berupa kompetensi teknis, kebutuhan intelektual, kebutuhan seni dan yang lainnya.
Sedangkan alasannya proses belajar dilakukan adalah: motivasi keseluruhan untuk
belajar, pencerahan jiwa, pengetahuan dan keterampilan untuk merubah sikap dan
perilaku, dan alasan-alasan yang bersifat personal. Pada dasarnya proses pembelajaran
yang dilakukan akan mendatangkan kesenangan-kesenganan (pleasure), harga atau
martabat diri (self esteem), dan yang lainnya (others). Selama bagian rangkaian berupa
episode dilaksanakan dan berhasil akan mendatangkan ketiga efek tersebut yakni
pleasure, self esteem, and others. Demikian juga ketika sebuah proyek belajar telah
dilaksanakan. Lebih lanjut proyek belajar dapat dilaksanakan secara mandiri dengan
perencanaan yang jelas. Dan secara terus-menerus dengan waktu yang direncanakan terus
diperbaiki (improvement) .

5
 Beberapa Definisi Pendidikan Orang Dewasa
1) Malcolm S. Knowles (1970) memberikan suatu pengertian tentang pendidikan orang
dewasa yaitu bahwa "pendidikan orang dewasa adalah pengetahuan dan teknik untuk
membantu orang dewasa untuk belajar”. Pengertian ini sudah menunjukkan suatu
bidang keilmuan yang mandiri dimana disebutkan, bahwa pendidikan orang dewasa
adalah suatu ilmu. Karena hal ini menunjukkan suatu ilmu, maka bidang garapan
pendidikan orang dewasa sangatlah luas. Walaupun demikian, dalam pengertian itu
ditandaskan pula bahwa selain suatu ilmu, pendidikan orang dewasa adalah juga suatu
teknik dalam membantu orang dewasa untuk belajar. Lebih lanjut Knowles dalam
bukunya "The Modern Practice of Adult Education" membedakan antara pedagogi
dengan andragogi dalam proses belajar bagi anak-anak dan bagi orang dewasa.
Andragogi dalam pengertian ini dirumuskan sebagai suatu seni dan ilmu dalam usaha
membantu orang dewasa belajar.
2) John D. Ingals (1972) memberikan suatu batasan bahwa "pendidikan orang dewasa
adalah suatu cara pendekatan dalam proses belajar orang dewasa". Rumusan ini
lebih menekankan kepada teknik belajar bagi orang dewasa sehingga orang dewasa
sanggup dan mau belajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3) Bryson, menyatakan bahwa “pendidikan orang dewasa adalah semua aktifitas
pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang
hanya menggunakan sebagian waktu dan tenaganya untuk mendapatkan tambahan
intelektual”.
4) Morgan, Barton et al (1976) bahwa “pendidikan orang dewasa adalah suatu aktifitas
pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang
hanya menggunakan sebagian waktu dan tenaganya untuk mendapatkan tambahan
intelektual”.
5) Reevers, Fansler, dan Houle menyatakan bahwa “pendidikan orang dewasa adalah
upaya yang dilakukan oleh individu dalam rangka pengembangan diri, dimana
dilakukan dengan tanpa paksaan (legal)”(Suprijanto, 2007:13).

6
6) Napitupulu mendifinisikan “POD adalah suatu penyampaian informasi fungsional,
latihan ketrampilan, pemupukan, dan pengembangan sikap mental pembaharuan an
pembangunan”.
7) UNESCO lebih tajam mendifinisikan “pendidikan orang dewasa sebagai suatu
proses pendidikan yang terorganisir baik isi, metode dan tingkatannya, baik formal
maupun nonformal, yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan di sekolah,
akademi, universitas, dan pelatihan kerja yang membuat orang yang dianggap
dewasa oleh masyarakat dapat mengembangkan kemampuannya, memperkaya
pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis maupun profesionalnya, dan
mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap
perkembangan peribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial,
ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas” (Coles, 1977; Sudjana, 2004:50;
Lunandi, 1987).
 Karakteritik Orang Dewasa
1) Memiliki lebih banyak pengalaman hidup. Kita sebagai penyuluh harus memiliki
bukti konkrit terhadap keberhasilan suatu teknologi
2) Memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar. Orang dewasa termotivasi untuk belajar
karena ingin memperoleh pekerjaan yang lebih baik dan berprestasi secara
personal, keputusan dan perwujudan diri.
3) Banyak peranan dan tanggung jawab yang dimiliki. Hal ini menyebabkan (a)
Timbulnya persaingan terhadap permintaan waktu antar setiap peranan yang ia miliki,
(b) Keterbatasan waktu untuk belajar. Penting bagi pendidik orang dewasa untuk
memiliki sensitifitas dan memahami adanya persaingan penggunaan waktu.
4) Kurang percaya diri atas kemampuan diri yang mereka miliki untuk belajar kembali.
5) Kepercayaan–kepercayaan yang tidak benar tentang belajar, usia lanjut dan faktor
fisik juga dapat meningkatkan ketidakpercayaan diri orang dewasa untuk kembali
belajar.

7
6) Pengalaman dan tujuan hidup orang dewasa lebih beragam daripada para pemuda.
Dan hal ini dapat dijadikan suatu kekuatan yang positif yang dapat dimanfaatkan
melalui pertukaran pengalaman dikalangan pembelajar orang dewasa.
7) Makna belajar bagi orang dewasa. Belajar adalah suatu proses mental yang terjadi
dalam benak seseorang yang melibatkan kegiatan berfikir. Bagi pendidikan orang
dewasa melalui pengalaman-pengalaman belajar makna belajar diberikan.
B. Tujuan Pendidikan Orang Dewasa
Batasan tentang POD di beberapa negara berbeda-beda. Hal ini disebabkan antara
lain perbedaan falsafah yang dianut negara berbeda-beda, permasalahan dan kebutuhan
setiap negara berbeda-beda. Namun secara umum tujuan POD dapat digambarkan sesuai
pendapat Liveright (1968), terdapat empat kelompok yaitu: (1) Kemampuan keterampilan
kerja, (2) Kemampuan kehidupan pribadi dan keluarga, (3) Tangung jawab sosial dan
warga negara, dan (4) Pemenuhan hasrat diri. Kemudian Hallenbeck (1964),
menambahkan dengan (5) Kematangan kepribadian.
Bergeivin mengemukakan tujuan POD sebagai berikut :
1) Membantu pelajar mencapai suatu tingkatan kebahagiaan dan makna hidup.
2) Membantu pelajar memahami dirinya sendiri, bakatnya, keterbatasannya dan
hubungan interpersonalnya.
3) Membantu mengenali dan memahami kebutuhan lifelong education.
4) Memberikan kondisi dan kesempatan untuk membantu mencapai kemajuan proses
pematangan secara spiritual, budaya, fisik, politik dan kejujuran.
5) Memberikan kemampuan melek huruf, keterampilan kejujuran dan kesehatan bagi
orang dewasa yang sebelumnya tidak memiliki kesempatan untuk belajar.
Tujuan POD menurut Direktorat Pendidikan Masyarakat yang disempurnakan
tahun 1975 menghasilkan rumusan sebagai berikut:
 Tujuan Umum:
1) Terbentuknya sikap yang lebih mantap dan lebih meningkatnya pengetahuan dan
kecakapan/keterampilan para warga masyarakat sehingga dapat lebih fungsional
dalam proses pembangunan,

8
2) Meningkatnya kemampuan individu sebagai warga masyarakat dalam
mengadaptasikan dirinya dalam perubahan-perubahan lingkungan sekitarnya (makro
dan mikro),
3) Meningkatkan mutu kehidupan (quality of life) masyarakat yang gemar belajar.
 Tujuan khusus
1) Berkembangnya sistem, metode dan teknik pendidikan masyarakat, sehingga dalam
keseluruhan sistem pendidikan nasional dapat berfungsi sebagai kegiatan pendidikan
yang bersifat komplementer dan suplementer terhadap pendidikan formal serta
pendidikan nonformal sebagai alternative.
2) Meratanya penyebar-luasan bentuk-bentuk/jenis-jenis usaha pendidikan masyarakat
yang sesuai dengan sasaran didiknya, baik atas dasar perbedaan usia dan jenis
kelamin maupun atas dasar perbedaan lingkungan social-budaya.
3) Berkembangnya mutu pendidikan yang lebih serasi dengan kebutuhan pembangunan
pada semua bentuk/jenis usaha pendidikan masyarakat dengan sistem penyajian yang
lebih efektif dan efisien.
4) Pendayagunaan sumber-sumber yang intensif dan ekstensif.
C. Pertimbangan Filosofis dan Azas Dalam Pendidikan Orang Dewasa
Berpikir filosofis sangat berguna untuk “Mengetahui prinsip-prinsip apa yang
harus atau yang akan dilakukan”. Filsafat berkenaan dengan rangkaian panjang yang
berkelanjutan dari common sense manusia disatu pangkal dan akhir cara berpikir filosofis
disuatu ujung yang mungkin tak terhingga. Pemikiran filsafat sebagi suatu proses tidak
pernah berakhir, sama seperti lifelong education bagi orang dewasa. Kadangkala common
sense tidak cukup untuk menjadi penyusun kebijaksanaan pendidikan jangka panjang,
maka common sense dalam cara berpikir filosofis perlu untuk diperbaiki dan dijernihkan
secara terus menerus, dapat dilakukan dengan pendekatan ilmiah dan pendekatan
filosofis.
Pendekatan ilmiah dengan menentukan masalah spesifik pendidikan dan
membatasi variable setepat mungkin. Kemudian menentukan hubungan antar variable
untuk memperoleh jawaban yang tepat. Kita harus mencegah variable luar lain

9
mempengaruhi hasil penelitian. Pendekatan filosofis merupakan cara pandang yang
kompleks. Yang didapat dari berbagai sumber pemikiran, yaitu common sense, tradisi,
ilmu pengetahuan hidup, sosial dan sejarah.
Pendekatan ini untuk memecahkan masalah berdimensi luas. Alasan pentingnya
berpikir filsafat dalam pendidikan orang dewasa, karena (1) Perlu acuan pertanyaan
dalam menetapkan program yang akan datang. (2) Seringkali pendidik merasa hanya
menjadi bagian kecil pada suatu lembaga besar, sehingga ia memandang lembaga
menjadi sumber acuannya. (3) Perlu landasan pendidikan untuk menilai keterkaitan antar
masalah/personal. (4) pendidik perlu melihat keterkaitan antara pendidikan orang dewasa
dengan aktifitas masyarakat. (5) berpikir filsafat yang dikembangkan dengan baik dapat
menyiapkan pendidik.
Pancasila sebagai falsafah Negara, sehingga mengikat juga dalam pendidikan
nasional. Oleh karena itu maka pendidikan orang dewasapun yang berdasarkan Pancasila
ditujukan untuk dapat memperkokoh nilai-nilai kehidupan bangsa sehingga bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang sejahtera lahir dan bathin.
Pada akhir-akhir ini terjadi pergeseran tata nilai kehidupan, tak lepas juga
landasan pendidikan cenderung bersifat demokrasi “liberal”. Padahal dalam Pancasila
sudah terkandung pula azas demokrasi “Pancasila”, yang dalam sila ke 4 menyatakan
tentang adanya musyawarah dan mufakat. Musyawarah dan mufakat merupakan lanjutan
dari demokrasi, tanpa musyawarah dan mufakat sulit untuk menggerakkan hasil
demokrasi.
Falsafah Pancasila dalam pendidikan orang dewasa dapat pula merupakan
landasan dan tujuan yang harus dicapai oleh setiap program kegiatan pendidikan
orang dewasa. Falsafah dapat pula sebagai pengarah untuk meluruskan tujuan
kearah yang dikehendaki. Upaya mengarahkan ini dilandasi pula oleh beberapa azas
pendidikan orang dewasa yang tentu saja tidak keluar dari azas yang telah ditentukan
oleh GBHN yaitu:

10
1) Azas manfaat, ialah bahwa segala usaha dan kegiatan pendidikan orang dewasa harus
bermanfaat dan dimanfaatkan bagi tujuan kemanusiaan, bagi peningkatan
kesejahteran dan pengembangan pribadi masyarakat Indonesia.
2) Azas usaha bersama dan kekeluargaan ialah azas yang bernuansa
kegotongroyongan secara kekeluargaan (keakraban dan persaudaraan) dalam
kegiatan pendidikan orang dewasa. Contoh : petani mau melanjutkan mina padi
jika kelompok juga mengusahakan.
3) Azas demokrasi, ialah demokrasi Pancasila yang meliputi semua bidang kehidupan
manusia Indonesia dalam upaya mencapai tujuan dengan musyawarah dan mufakat
dalam setiap adanya pengambilan suatu keputusan. Di poktan seringkali memanas
jika ada perdebatan apalagi terkait uang.
4) Azas adil dan merata, ialah hasil-hasil material dan spiritual yang dicapai dalam
pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh bangsa. Dapat dinikmati oleh
anggota dan poktan
5) Azas perikehidupan dan keseimbangan, ialah azas yang bernuansa hidup (tumbuh dan
berkembang) secara seimbang dalam pendidikan orang dewasa.
6) Azas kesadaran hukum, ialah azas yang berorientasi pada aturan yang syah menurut
hokum dalam kegiatan pendidikan orang dewasa. Berdasar norma yang berlaku
7) Azas kepercayaan pada diri sendiri, ialah azas yang berorientasi pada kepercayaan
atas kemampuan diri sendiri untuk selalu berkreasi dalam pendidikan orang dewasa.
8) Azas kesatuan, kesatuan ide dalam usaha pencapaian tujuan yang hendak dicapai.
Ada yang unik di poktan, ide hanya dari yang aktif dan lainnya pasif.
9) Azas swadaya, kemampuan atas dasar kesadaran dan inisiatif sendiri mengadakan
ikhtiar kearah pemenuhan kebutuhan yang dirasakan. Iuran untuk usaha tani baik
saprodi maupun lain sebagainya
10) Azas inovasi, setiap pemecahan masalah hendaknya dianggap sebagai suatu
perubahan untuk kebaikan dan kemajuan.
11) Azas dinamisasi, segala gerak usaha pendidikan yang tercermin dalam azas-azas di
atas menunjukkan adanya dinamisasi yang hidup. Seimbang dan selaras

11
II. PRINSIP, ASUMSI DAN IMPLIKASI PENDIDIKAN ORANG DEWASA

A. Prinsip Pendidikan Orang Dewasa


Prinsip belajar untuk orang dewasa menurut Hommonds, terdapat 4 prinsip belajar
yang dapat digunakan untuk mempercepat proses perubahan perilaku pembelajar, yaitu :
1) Prinsip latihan (praktik). Ketika kita telah menerima materi dan melakukan aktifitas
yang konkrit dan juga yang tidak nyata seperti aktifitas penggunaan indera, susunan
syaraf dan pusat susunan syaraf. Pembelajar akan terdorong untuk mengaplikasikan
ilmu yang ia terima sebelumnya. Hal ini akan mempercepat perkembangan dan
perubahan kualitas pembelajar.
2) Prinsip hubungan. Kejadian atau pengalaman dimasa lampau dapat dijadikan
pedoman untuk meramalkan akibat atau hasil yang akan mungkin akan terjadi dari
suatu proses pembelajaran. Menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman
terdahulu dapat mempercepat perubahan perilaku pembelajar.
3) Prinsip akibat. Dalam pendidikan orang dewasa, emosi, perasaan, lingkungan belajar,
hingga fasilitator yang memberikan materi sangat mempengaruhi keberhasilan atau
tidak tercapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu, sangat
diperlukan fasilitator yang peka terhadap kepuasan pembelajar yang berkaitan dengan

12
segala hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran pendidikan orang dewasa.
Dengan adanya kepuasan diharapkan pembelajar dapat mencapai keberhasilan dan
tujuan pembelajaran.
4) Prinsip kesiapan. Kesiapan diri pembelajar akan menentukan manfaat yang dapat
diperoleh dari proses pembelajaran. Baik fisik maupun mental pembelajar sangat
mempengaruhi proses pembelajaran. Dengan adanya kesiapan mental dan fisik
diharapkan pembelajar dapat mencurahkan seluruh perhatiannya pada materi yang
sedang dihadapi. Dengan demikian diharapkan, pembelajar dapat memaksimalkan
usaha pencapaian dan dapat mengatasi rintangan belajar, agar dapat berprestasi.
Prinsip POD menurut Suprijanto (2008), meliputi sebagai berikut:
1) Hukum Belajar (Morgan, et al., 1976)
Hukum belajar terdiri atas beberapa unsur yaitu:
a) Keinginan belajar, yaitu keinginan belajar dapat tumbuh karena tertarik yang
mendalam terhadap suatu obyek belajar, atau adanya kebutuhan terhadap
pengetahuan/ keterampilan tertentu, ataupun karena adanya dorongan/motivasi orang
lain. Keinginan belajar harus diupayakan oleh pembelajar dengan bantuan fasilitator.
b) Pengertian tehadap tugas, yaitu pembelajar harus mengerti apa yang harus
dilakukan/dikerjakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
c) Hukum latihan, yaitu semakin sering mengulang dengan latihan maka semakin
menuasai materi pembelajaran.
d) Hukum akibat, yaitu semakin lama menguasai akan semakin mahir akan materi
pembelajaran, dan sebaliknya semakin tidak menyukai dan kurang menguasai materi
pembelajaran makan semakin tidak mahir dengan materi pembelajaran tersebut.
e) Hukum asosiasi, yaitu peserta didik dapat menghubungkan materi pembelajaran
dengan pengalaman sebelumnya, permasalahan yang dihadapi atau apa yang
disenangi. Menghubungkan idea atau fakta dengan kondisi yang dihadapi akan
menghasilkan daya ingat yang lebih kuat, daripada yang tidak berhubungan sama
sekali.

13
f) Rasa tertarik, keuletan, dan intensitas, yaitu minat, keuletan dan intensitas yang
terdapat pada peserta didik akan menghasilkan pembelajaran yang cepat dan kuat.
Materi dan metode pembelajaran yang diminati akan menghasilkan kekuatan
pembelajaran yang efektif.
g) Kesiapan hati, yaitu berhubungan dengan keterbukaan, prasangka baik dan
kepercayaan peserta didik untuk menerima ide-ide baru dari hasil pembelajaran.
Selanjutnya akan terjadi proses keberlanjutan dalam pembelajaran.
h) Pengetahuan akan keberhasilan dan kegagalan. yaitu dalam pembelajaran maka
peserta didik akan berhasil dengan baik apabila dapat mengetahui apa-apa yang
menyebabkan keberhasilan dan apa-apa yang dapat menyebabkan kegagalan dalam
pembelajaran.
2) Penetapan Tujuan
Kunci keberhasilan POD adalah mempunyai tujuan khusus tentang perilaku
maupun peformansi yang jelas dan bergerak menuju ke tujuan tersebut secara konsisten.
Menurut Gulo (2002), Raudabaugh (1973), dan Morgan, et al. (1976), pada prinsipnya
tujuan khusus yang baik mempunyai ciri-ciri meliputi sebagai berikut:
a) Harus ada sasarannya,
b) Harus menunjukkan perubahan perilaku yang spesifik, jelas, dapat dicapai, dapat
didemonstrasikan dan dapat diukur,
c) Harus diterima sasaran sebagai tujuannya sendiri, dan memberi kesempatan pada
sasaran untuk bergerak menuju apa yang diinginkan,
d) Harus mengarah ke tujuan umum,
e) Biasanya dinyatakan dengan istilah pengetahuan, pegertian, kemampuan,
keterampilan, minat atau rasa tertarik, penghargaan, idealisme, penerapan dan
kebiasaan.
Tujuan khusus diklasifikasikan oleh Benyamin S. Bloom (1956) sebagai berikut:
a) Ranah kognitif (cognitive domain), yaitu tujuan khusus yang berhubungan dengan
proses intelektual pembelajar,

14
b) Ranah afektif (affective domain), yaitu tujuan khusus yang mempengaruhi sikap,
emosi dan nilai perilaku,
c) Ranah psikomotor (psychomotor domain), yaitu tujuan khusus yang meliputi proses
manipulative dan mekanik atau keterampilan.
Tipe tujuan khusus dapat digambarkan sebagai berikut: (a) Pengetahuan,
pengertian, (b) Kemampuan,keterampilan (berfikir dan pekerjaan tangan atau kombinasi
keduanya), (c) Minat, penghargaan, idealisme, hasrat (sikap emosional), dan (d)
Kebiasaan.
3) Pemilihan Materi Pelajaran
Menurut Morgan, et al. (1976), prinsip pemilihan materi pelajaran meliputi
sebagai berikut: (a) Menarik perhatian pembelajar, (b) Dapat dimengerti pembelajar, (c)
Bermanfaat bagi pembelajar, (d) Dapat membantu pembelajar untuk mencapai tujuan
pendidikan, dan (e) Sesuai dengan subyek yang telah ditetapkan.
Dari prinsip ini dapat digunakan untuk menilai materi pelajaran manakah yang
mempunyai bobot tinggi. Hal ini dapat digambarkan dalam kartu penilai sebagai berikut:
Contoh ada sekelompok petani yang akan mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
agribisnis padi, maka dibuat matrik kartu penilai.
Tabel 1. Contoh Kartu Penilai
Hal Minat Kegunaan Pengertian Keterkaitan Total
Subsistem penyediaan 24 25 24 21 94
saprodi
Sub sistem budidaya 22 25 22 23 92
Subsistem pengolahan 22 21 20 18 81
Subsistem Pemasaran 24 21 23 22 90
Susbsistem pendukung 15 17 18 21 71

4) Mengembangkan sikap, idealisme dan minat (ranah afektif)


Sikap, idealisme, minat dan perasan adalah dasar tujun khusus ranah afektif, dan
merupakan suatu kualitas emosi yang penting. Dalam pengembangan masing-masing
sebagai berikut:
a) Pengembangan sikap. Sikap disini adalah perasaan seseorang tehadap orang lain, ide,
lembaga, fakta dan lain-lain. Pengembangan sikap pada umumnya untuk
15
pengembangan sikap positif. Sikap tidak dapat diajarkan secara langsung sebagaimana
fakta, namun biasanya diajarkan secara tidak langsung melalui contoh, bacaan dan
kegiatan yang baik. Hukum akibat mungkin dapat diterapkan dalam pengembangan
sikap.
b) Pengembangan idealisme. Idealisme adalah suatu standar kesempurnaan yang
diterima oleh individu atau kelompok, seperti kejujuran, kedisiplinan dan lain
sebagainya. Idealisme cenderung subyektif, tetapi nyata dan sangat penting dalam
pendidikan anak-anak dan POD. Idealisme menyangkut segala aspek kehidupan.
Prinsip utama dalam pengajaran idealisme adalah bahwa pembelajar harus mengetahui
idealisme melalui bacaan, diskusi, pengamatan dan bimbingan.
c) Pengembangan minat. Minat merupakan keinginan yang datang dari hati nurani
untuk ikut serta dalam kegiatan belajar. Makin besar minatnya maka makin besar
semangat dan hasil kerjanya.
Sementara Winecoff (1988), membagi pendidikan afektif menjadi dua kelompok
yaitu (1) pendidikan nilai, dan (2) pendidikan moral. Pendidikan nilai ditujukan untuk
menggali nilai melalui pengujian yang teliti sehingga dapat meningkatkan kualitas cara
berfikir dan perasaan. Pendidikan moral ditujukan untuk menilai dalam tanggung jawab,
adil dan matang dalam menilai orang lain. Jadi pendidikan afektif adalah suatu proses
membantu pembelajar meningkatkan dan menginternalisasikan nilai dan sikap yang
secara social diterima dan secara moral matang.
Untuk melatih kemampuan mengambil keputusan yang matang dan tepat, maka
pembelajar dihadapkan pada konflik nilai. Konflik nilai adalah suatu keadaan adalah
dimana seseorang harus memilih salah satu hal diantara dua hal yang sama-sama penting,
sehingga memerlukan petimbangan yang matang untuk memilihnya.
5) Pengajaran pengetahuan
Pengetahuan yang banyak tidak mungkin dipelajari semua, lebih-lebih yang
rumit, rumus-rumus, data-data yang sulit diingat tidak perlu diajarkan pada saat itu,
namun cukup diajarkan cara memperolehnya dan bagaimana menggunakannya. Oleh
karena itu yang penting menyeleksi pengetahuan yang berhubungan dengan pencapaian

16
tujuan pembelajaran yang dipilih. Dengan demikian maka pengetahuan dibedakan
menjadi (1) pengetahuan yang harus dipelajari secara mendetail dan diingat permanen,
dan (2) pengetahuan yang dipelajari untuk mengetahui dimana memperolehnya dan
bagaimana menggunakannya.
6) Mengembangkan kemampuan
Kemampuan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut:
a) Kemampuan menilai atau mempertimbangkan, yaitu dalam mengembangkan
kemampuan ini, maka pembelajar menilai sesuatu kasus yang telah ditetapkan
dibawah bimbingan fasilitator sampai pembelajar memperoleh kemampuan ini.
b) Kemampuan psikomotorik atau keterampilan, terdapat teknik yang baik untuk
mengembangkan kemampuan ini yaitu dengan teknik “Job Instruction Training for
Short” (Latihan Instruksi Kerja Jangka pendek) (Morgan, et al., 1976), yaitu dengan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) Persiapkan pembelajar (penjelasan awal
bagaimana mengerjakan, menumbuhkan minat, dll,) (2) Ajarkan apa yang perlu
diajarkan, (3) Praktikkan kepada peserta didik, dan (4) Tindak lanjut.
c) Kemampuan berfikir atau memecahkan masalah. Menurut beberapa ahli langkah
pemecahan masalah secara umum meliputi (1) identifikasi masalah, (2) pengumpulan
fakta, (3) pembuatan pemecahan alternatif, (4) analisis fakta terhadap pemecahan
alternatif, dan (5) pemilihan alternatif yang terbaik.
7) Membentuk kebiasaan
Membentuk kebiasaan baru yang baik dan mengakhiri kebiasaan lama yang buruk
sangat penting. Cara yang biasa digunkan untuk membentuk kebiasaan baru adalah (1)
menemukan konsep kebiasaan baru, (2) memulai dengan kemauan yang kuat, (3) jangan
membiarkan pengecualian sampai kebiasaan baru benar-benar berakar, (4) melakukan
latihan setiap kesempatan (5) melakukan latihan sesempurna mungkin, (6) mengatur
situasi sehingga menyenangkan, (7) pembentukan kebiasaan baru seyogyanya dari
dorongan diri sendiri.
B. Beberapa Asumsi Dasar POD dan Implikasinya

17
Malcolm Knowless dalam konsep andragogi, mengembangkan empat pokok
asumsi pembelajaran kepada orang dewasa yaitu sebagai berikut:
1) Konsep diri
Asumsinya bahwa sesungguhnya kematangan diri seseorang bergerak dari
ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga
mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Dengan kata lain dapat
dikatakan bahwa secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan pada
orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa
membutuhkan dan memperoleh penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu
menentukan dirinya sendiri (self determination), mampu mengarahkan dirinya sendiri
(self direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan
kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu pelatihan,
maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang menyenangkan. Orang
dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis yang dalam agar secara umum menjadi
mandiri, meskipun dalam situasi tertentu.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek latihan, khususnya
yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnose kebutuhan serta
proses perencanaan pelatihan.
a) Iklim belajar diciptakan sesuai dengan keadaan orang dewasa. Seperti : ruangan, kursi,
meja dan sejenisnya disusun sesuai keinginan orang dewasa. Dengan demikian
diharapkan terciptanya kenyamanan belajar.
b) Pembelajar dilibatkan dalam proses merancang perencanaan pembelajaran.
c) Pembelajar diikutsertakan dalam mendiagnosis kebutuhan pembelajaran. Mereka akan
lebih terlibat dan termotivasi untuk belajar jika hal yang akan dipelajari sesuai dengan
kebutuhan mereka.
2) Peranan pengalaman
Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu seorang individu
tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam perjalanannya seorang
individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman pahit getirnya kehidupan,

18
dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai sumber belajar yang demikian kaya,
dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk
belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau
pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmital seperti yang
dipergunakan dalam pelatihan konvensional, dan menjadi lebih mengembangkan teknik
yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan “experiential learning
cycle” (siklus belajar berdasarkan pengalaman).
Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metode dan
teknik kepelatihan.
a) Proses pembelajaran lebih ditekankan pada metode yang menyaring pengalaman
mereka, seperti melalui diskusi kelompok, metode kasus, metode insiden kritis,
simulasi, curhat pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktek dll.
Dengan demikian akan lebih banyak keterlibatan diri pada proses pembelajaran.
b) Penekanan pada proses pembelajaran aplikasi praktis. Untuk memberikan pengenalan
konsep baru maka fasilitator memberikan penjelasan melalui pengalaman yang berasal
dari pembelajar itu sendiri.
3) Kesiapan belajar
Asumsi bahwa setiap individu semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan
waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik
ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan
perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena ada karena
adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar
sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus menghadapi dalam
peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi.
Hal ini membawa implikasi terhadap materi pembelajaran dalam suatu pelatihan
tertentu. Dalam hal ini tentunya materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan
yang sesuai dengan peranan sosialnya.
a) Urutan kurikulum disusun berdasarkan tugas perkembangan bukan berdasarkan urutan
mata pelajaran atau kebutuhan lembaga.

19
b) Konsep mengenai tugas perkembangan orang dewasa memberikan petunjuk dalam
belajar kelompok.
4) Orientasi belajar
Asumsi yaitu bahwa pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan
dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran
(subject matter centered orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai
kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan
yang dihadapi (problem centered orientatin). Hal ini dikarenakan belajar bagi orang
dewasa seolah-olah merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang
dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya dengan fungsi dan
peranan sosial orang dewasa.
Selain itu, perbedaan asumsi ini disebabkan juga karena adanya perbedaan
perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan
atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari
masih menunggu waktu hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan
pada anak, bahwa belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah
yang lebih tinggi.
Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan
bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis dan dapat
segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
a) fasilitator berperan sebagai pemberi bantuan kepada pembelajar orang dewasa bukan
sebagai guru yang mengajar materi.
b) Kurikulum POD tidak berorientasi pada mata pelajaran tertentu, tetapi berorientasi
pada masalah.
c) Karena orang dewasa berorientasi pada masalah maka pengalaman belajar yang
dirancang didasarkan pada masalah dan hal yang menjadi bahan perhatian mereka
juga.

20
III. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA
ANDRAGOGI DAN PEDAGOGI

A. Pengertian Andragogi
Andragogi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni Andra berarti orang
dewasa dan agogos berarti memimpin. Pendefinisian andragogi kemudian dirumuskan
sebagai "Suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar". Andragogi
(Andragogy), terdiri dari strategi belajar yang terfokus pada orang dewasa. Hal ini sering
diartikan sebagai proses melibatkan siswa atau pembelajar dewasa dengan struktur
belajar pengalaman.
Kata andragogi pertama kali digunakan oleh Alexander Kapp pada tahun 1883
untuk menjelaskan dan merumuskan konsep-konsep dasar teori pendidikan Plato, dan
kemudian dikembangkan menjadi teori pendidikan orang dewasa oleh pendidik Amerika
Serikat, Malcolm Knowles (24 April 1913 -- 27 November 1997). Meskipun demikian,
Kapp tetap membedakan antara pengertian "Social-pedagogy" yang menyiratkan arti
pendidikan orang dewasa, dengan andragogi. Dalam rumusan Kapp, "Social-pedagogy"
lebih merupakan proses pendidikan pemulihan (remedial) bagi orang dewasa yang cacat.
Adapun andragogi, justru lebih merupakan proses pendidikan bagi seluruh orang dewasa,
cacat atau tidak cacat secara berkelanjutan.

21
Teori Knowles tentang andragogi dapat diungkapkan dalam empat postulat
sederhana:
1) Orang dewasa perlu dilibatkan dalam perencanaan dan evaluasi dari pembelajaran
yang mereka ikuti (berkaitan dengan konsep diri dan motivasi untuk belajar).
2) Pengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah) menjadi dasar untuk aktivitas
belajar (konsep pengalaman).
3) Orang dewasa paling berminat pada pokok bahasan belajar yang mempunyai
relevansi langsung dengan pekerjaannya atau kehidupan pribadinya (Kesiapan untuk
belajar).
4) Belajar bagi orang dewasa lebih berpusat pada permasalahan dibanding pada
isinya (Orientasi belajar).
Andragogi dapat disimpulkan sebagai :
1) Cara untuk belajar secara langsung dari pengalaman,
2) Suatu proses pendidikan kembali yang dapat mengurangi konflik-konflik sosial,
melalui kegiatan-kegiatan antar pribadi dalam kelompok belajar itu,
3) Suatu proses belajar yang diarahkan sendiri, dimana kira secara terus menerus dapat
menilai kembali kebutuhan belajar yang timbul dari tuntutan situasi yang selalu
berubah.
Karakteristik Warga Belajar Orang Dewasa:
1) Orang dewasa mempunyai pengalaman-pengalaman yang berbeda-beda
2) Orang dewasa yang miskin mempunyai tendensi, merasa bahwa dia tidak dapat
menentukan kehidupannya sendiri.
3) Orang dewasa lebih suka menerima saran-saran dari pada digurui
4) Orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal yang menarik bagi dia dan
menjadi kebutuhannya
5) Orang dewasa lebih suka dihargai dari pada diberi hukuman atau disalahkan
6) Orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempunyai kecendrungan
untuk menilai lebih rendah kemampuan belajarnya
7) Apa yang biasa dilakukan orang dewasa, menunjukkan tahap pemahamannya

22
8) Orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama
9) Orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan iktikad yang baik, adil dan
masuk akal
10) Orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya. Oleh karena
itu ia lebih suka melakukan sendiri sebanyak mungkin
11) Orang dewasa menyenangi hal-hal yang praktis
12) Orang dewasa membutuhkan waktu lebih lama untuk dapat akrab dan menjalon
hubungan dekat dengan teman baru.
B. Pengertian Pedagogi
Malcolm Knowles menyatakan bahwa apa yang kita ketahui tentang belajar
selama ini adalah merupakan kesimpulan dari berbagai kajian terhadap perilaku kanak-
kanak dan binatang percobaan tertentu. Pada umumnya memang, apa yang kita ketahui
kemudian tentang mengajar juga merupakan hasil kesimpulan dari pengalaman mengajar
terhadap anak-anak. Sebagian besar teori belajar-mengajar, didasarkan pada perumusan
konsep pendidikan sebagai suatu proses pengalihan kebudayaan. Atas dasar teori-teori
dan asumsi itulah kemudian tercetus istilah "pedagogi" yang akar-katanya berasal dari
bahasa Yunani, paid berarti kanak-kanak dan agogos berarti memimpin. Kemudian
Pedagogi mengandung arti memimpin anak-anak atau perdefinisi diartikan secara khusus
sebagai "suatu ilmu dan seni mengajar kanak-kanak". Akhirnya pedagogi kemudian
didefinisikan secara umum sebagai "ilmu dan seni mengajar".
Dalam bahasa Inggris Pedagogics (pedagogik, pedagogika) memiliki thesaurus
sebagai berikut: education, pedagogy, schooling, teaching, training, tuition, tutelage,
tutoring. Wikipedia (http://en.wikipedia.org/wiki/Pedagogy) mendefinisikan pedagogi
atau paedagogy: seni atau ilmu untuk menjadi seorang guru. Istilah ini umumnya
merujuk pada strategi-strategi pengajaran, atau corak/gaya (style) pengajaran.
Pedagogi kadang-kadang juga dirujuk pada suatu penggunaan secara tepat
strategi-strategi mengajar. Misalnya, Paulo Freire merujuk metode mengajar orang
dewasanya sebagai "critical pedagogy". Dalam strategi-strategi mengajar keyakinan-
keyakinan filsafati pengajaran dari guru sendiri berinteraksi dengan latar belakang

23
pengetahuan dan pengalaman siswa, situasi-situasi personal, dan lingkungan, juga tujuan-
tujuan belajar yang ditetapkan siswa dan guru.
Kata yang berasal dari bahasa Latin untuk pedagogy, adalah education
(pendidikan), adalah istilah bahasa Inggris saat ini di belahan dunia pengguna bahasa
Inggris yang merujuk pada konteks keseluruhan dari instruction, learning, dan operasi-
operasi aktual yang terlibat di dalamnya. Di belahan dunia berbahasa Inggris istilah
pedagogy merujuk pada sains atau teori mendidik (the science or theory of educating).
Memperhatikan semua kata yang berkaitan: etimologi, sinonim dan thesurus;
bagaimanapun terdapat sebuah pilihan, bagi banyak tokoh pedagogi dan masyarakat atau
bangsa, untuk merujuk “pendidikan”, “mendidik”, atau “pedagogi” sebagai kata yang
berstatus genus (set, class, kategori), dan kata-kata yang lain adalah anggota, atau
exemplar dari genus tersebut. Etimologi dan definisi ringkas di atas merujuk pedagogi
(paedagogy) baik sebagai peristiwa pendidikan atau praktek mendidik, praktek mengajar,
pendidikan, pengajaran; maupun sains atau teori mendidik.
Hal yang sama ditunjukkan oleh Merriam-Webster’s Unabridged Dictionary
(2000). Agaknya, dalam bahasa Inggris pedagogics dan pedagogy tidak dibedakan secara
tegas, yang satu merujuk pada studi pendidikan dan yang satunya lagi merujuk pada
pendidikan sebagai sebuah fenomena. Barangkali pembaca harus mengidentifikasi arti
pedagogy atau pedagogics dari penggunaannya dalam sebuah wacana atau kalimat,
apakah kalimat ini merujuk pada praktek pendidikan atau studi tentang pendidikan.
Satu hal lagi, pedagogi atau pedagogik, dalam Merriam-Webster Unabridge’s
Dictionary (2000), lebih merujuk pada peristiwa pendidikan yang terjadi dalam
lingkungan yang formal (persekolahan). Setelah memperhatikan 100 pendidik terkenal
(mencakup filsuf, negarawan, politisi, jurnalis, psikologiwan, penyair, agamawan) dari
seluruh dunia (UNESCO,IBE,1993 and 1994), ditemukan bahwa pedagogi/pedagogik
tidak selalu harus merujuk pada situasi pendidikan yang formal. Pendidikan menjadi
sama dengan persekolahan atau pengajaran, akan kita temukan mulai dalam zaman
industri hingga saat ini; karena pranata sosial pendidikan maunya diserahkan pada sistem
persekolahan.

24
Sebuah hal perlu kami usulkan di sini, sehubungan dengan perkembangan yang
ada saat ini sejak beberapa dasa warsa yang lalu, bahwa fenomena pendidikan
“dirambah” oleh sejumlah cabang ilmu hingga menghasilkan antara lain psikologi
pendidikan, sosiologi pendidikan, antropologi pendidikan, dan ekonomi pendidikan.
Maka untuk membedakan pedagogik dengan cabang-cabang ilmu tersebut, terjemahan
kami dalam bahasa Indonesia adalah ilmu mendidik; dan terjemahan dari educational
psychology adalah ilmu psikologi pendidikan, educational sociology adalah ilmu
sosiologi pendidikan, dan seterusnya; dan semua cabang ilmu ini termasuk kedalam
educational sciences (ilmu-ilmu pendidikan). Jadi, dalam perspektif kami, ada pedagogik
(ilmu mendidik) dan ada ilmu-ilmu pendidikan.

C. Perbedaan antara Andragogi dan Pedagogi


Pedagogi sebagai seni dan ilmu mendidik anak dalam mentransmisikan sejumlah
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan bertujuan agar anak-anak mempersiapkan
dirinya dalam menghadapi hidup dan kehidupannya pada waktu yang akan datang,.
Seorang anak yang mempelajari sesuatu pengetahuan atau keterampilan dimaksudkan
sebagai persiapan dan bekal dalam menghadapi hidup yang penuh dengan tantangan dan
perubahan. Semua pengetahuan dan keterampilan yang ditransmisikan oleh pendidik
kepada anak didik didasarkan kepada suatu kemungkinan dan pertimbangan pendidik
sendiri, bahwa semua yang dipelajarinya itu akan diperlukan dan digunakan dalam
masa-masa yang akan datang. Pendidikanlah yang menentukan kegunaan dan keperluan
sesuatu pengetahuan atau keterampilan si anak didik itu, si anak didik menerima segala
apa yang disampaikan oleh pendidik.
Adapun andragogi sebagai seni dan ilmu membimbing dan membantu orang
dewasa belajar merupakan suatu proses penemuan (pengetahuan, keterampilan
dan sikap) sepanjang hayat terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperlukan
untuk diketahui. Proses penemuan ini bukan hanya sekedar transmisi pengetahuan dan
keterampilan yang didasarkan kepada pertimbangan pendidik atau fasilitator, akan tetapi
didasarkan kepada kepentingan peserta didik atau warga belajar sendiri. Warga

25
belajar atau peserta didik (orang dewasa) sendirilah yang menentukan penting atau
tidak pentingnya pengetahuan dan keterampilau yang hendak dipelajarinya. Orang
dewasa mempelajari sesuatu, karena adanya suatu kebutuhan yang ingin dia
pelajari. Kebutuhan itulah yang menuntut orang dewasa belajar karena dengan
pengetahuan baru, keterampilan baru masalah yang dihadapinya dapat
diselesaikan.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat, berjalan dengan sangat cepat menuntut
adanya perubahan pengetahuan dan teknologi yang berkembang. Inovasi dalam teknologi
modern balk dalam lapangan industri dan rumah tangga memerlukan adanya penyesuaian
yang dilakukan oleh orang dewasa. Pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan
cepat ini, adanya penemuan-penemuan baru dalam usaha meningkatkan kesejahteraan
masyarakat serta adanya perubahan-perubahan sistem sosial dan lain-lain sebagainya,
hal ini menunjukkan adanya pengetahuan yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan
dan perubahan tadi.
Perubahan penduduk dan mobilitas masyarakat yang makin tinggi bagi
masyarakat yang telah maju, urbanisasi pada masyarakat berkembang, perubahan sistem
nilai dalam masyarakat karena pengaruh pergaulan dunia serta adanya perubahan struktur
politik dalam pemerintahan serta adanya perubahan dalam kehidupan masyarakat
Indonesia dari masyarakat agraris ke masyarakat industri akan banyak menimbulkan
permasalahan-permasalahan baru, terutama dalam kegiatan pendidikan orang dewasa.
Pengetahuan akan diperoleh selama perjalanan hidup sejak anak-anak
sampai menjelang dewasa bahkan sampai pada akhir hayatnya. Pengetahuan yang
merupakan sejumlah tumpukan pengarahan selama perjalanan hidup manusia sejak
kanak-kanak sampai dewasa. Pengetahuan akan dikemukakan dan dapat pula
diartikan sebagai suatu usaha yang disengaja untuk menentukan sesuatu hal yang baru.
Sesuatu hal yang baru yang berguna bagi kepentingan hidup dan penghidupannya.
Pengetahuan dan pengalaman yang dijalani akan diketemukan secara sengaja atau
tidak sengaja pada umumnya akan memberikan dukungan dan dorongan terhadap
perkembangan dirinya.

26
Bagi pendidik orang dewasa yang terampil adalah pendidik yang memperhatikan
asumsi andragogis sebagai landasan pertimbangan dalam melayani bimbingan dan
pengarahannya terhadap proses interaksi belajar mengajar terhadap orang dewasa dengan
sebaik-baiknya. Layanan bimbingan dan pengarahan kegiatan interaksi belajar dilakukan
dengan memperhatikan sejumlah asumsi yang akan memberikan petunjuk dan cara-
cara yang paling tepat dilaksanakan.
Dengan memperhatikan asumsi yang berkenaan dengan proses belajar
orang dewasa, maka kegiatan interaksi belajar mengajar dengan orang dewasa akan
berbeda, dengan tata cara mendidik dan mengajar yang dilakukan kepada. anak-anak.
Perbedaan inilah yang akan menentukan keberhasilan, pendidikan yang dilaksanakan
kepada peserta didik dalam program pendidikan orang dewasa.
Perbedaan lainnya yang membedakan antara anak-anak dan orang
dewasa dikemukakan oleh Prof. Dr. WP Napitupulu (1975) yang menyatakan bahwa
orang dewasa dalam taraf perkembangannya memiliki beberapa ciri yaitu:
Bertanggung jawab kepada diri sendiri, bertanggung jawab kepada sesama manusia,
bertanggungjawab kepada alam dan masyarakat, dan bertanggung jawab kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Selanjutnya beliau menandaskan bahwa tebal tipisnya rasa tanggung jawab ini
memang tergantung juga pada tinggi rendahnya taraf pendidikan seseorang, baik
yang dicapai melalui program pendidikan sekolah maupun melalui program
pendidikan luar sekolah.
Dari kedua kutipan di atas, maka proses pendidikan orang dewasa sebagai salah
satu bentuk kegiatan pendidikan luar sekolah, menjadi suatu keharusan dan
kewajiban bagi setiap warga negara Indonesia dewasa, untuk menjadi manusia yang
bertanggung jawab. Tanggung jawab seperti yang digambarkan oleh Prof. Dr. WP
Napitupulu di atas memberikan arah dan tujuan pendidikan nasional yang harus
diselenggarakan di Indonesia, khususnya bagi melaksanakan program pendidikan bagi
orang dewasa.
Sekelompok anak belajar dalam suatu kelas dengan bimbingan seorang guru yang

27
mengajar berbagai bidang pengetahuan. Pengajar mengajarkan berbagai pengetahuan dan
keterampilan kepada sekelompok anak yang masih duduk di sekolah dasar. Guru
dianggap sebagai sumber belajar yang serba mengetahui segala pengetahuan dan
persoalan. Anak-anak menerima secara keseluruhan pengetahuan dan keterampilan
yang diberikan itu walaupun pengetahuan yang diterima oleh anak didik tidak
disadarinya, untuk apa pengetahuan itu dipelajarinya. Gurulah yang menentukan
pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak-anak yang telah digariskan dalam
suatu kurikulum yang harus dipegang oleh semua sekolah yang melaksanakan program
pendidikan. Dalam proses belajar terhadap anak-anak ini, maka guru adalah penguasa
tunggal dalam kelasnya. Murid atau anak didik hendaknya menurut segala apa
yang menjadi ketentuan dan keharusan yang harus dialankan.
Adapun proses pendidikan yang bersifat andragogis, berbeda dengan cara-cara
yang bersifat pedagogic. Sumber belajar adalah seseorang yang dianggap
memiliki dan mengetahui tentang sesuatu hal, pengalaman dan pengetahuan atau
keterampilan. Proses pendidikan berlangsung berdasarkan keperluan seseorang untuk
mempelajarinya karena dirasakan adanya suatu kebutuhan untuk mempelajarinya.
Guru bukan seorang penguasa dan satu-satunya yang mengetahui terhadap semua
persoalan. Guru adalah pembimbing dan pengarah bagaimana sekelompok orang
belajar dalam memenuhi kebutuhannya. Proses belajar berjalan atau berlangsung karena
adanya dorongan dari dalam orang dewasa sendiri karena adanya sesuatu yang
dibutuhkan.
Pendidikan orang dewasa akan berjalan karena secara Psikologik belajar itu suatu
proses pemenuhan kebutuhan dan tujuan. Kebutuhan akan dapat tercapai apabila
dilakukan kegiatan proses belajar. Dengan demikian maka seorang dewasa akan
melaksanakan kegiatan belajarnya dengan bimbingan seseorang pembimbing agar
tujuan yang ingin dicapai dapat terlaksana.
Untuk memahami perbedaan antara pengertian pedagogi dengan pengertian
andragogi yang telah dikemukakan, harus dilihat terlebih dahulu empat perbedaan
mendasar, yaitu :

28
1) Citra Diri
Citra diri seorang anak-anak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain.
Pada saat anak itu menjadi dewasa, ia menjadi kian sadar dan merasa bahwa ia dapat
membuat keputusan untuk dirinya sendiri. Perubahan dari citra ketergantungan kepada
orang lain menjadi citra mandiri. Hal ini disebut sebagai pencapaian tingkat kematangan
psikologis atau tahap masa dewasa. Dengan demikian, orang yang telah mencapai masa
dewasa akan berkecil hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Dalam masa dewasa
ini, seseorang telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri untuk belajar.
Dorongan hati untuk belajar terus berkembang dan seringkali justru berkembang
sedemikian kuat untuk terus melanjutkan proses belajarnya tanpa batas. Implikasi dari
keadaan tersebut adalah dalam hal hubungan antara guru dan murid. Pada proses
andragogi, hubungan itu bersifat timbal balik dan saling membantu. Pada proses
pedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat mengarah.
2) Pengalaman
Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat
beraneka. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal yang baru sama sekali. Anak-anak
memang mengalami banyak hal, namun belum berlangsung sedemikian sering. Dalam
pendekatan proses andragogi, pengalaman orang dewasa justru dianggap sebagai sumber
belajar yang sangat kaya. Dalam pendekatan proses pedagogi, pengalaman itu justru
dialihkan dari pihak guru ke pihak murid. Sebagian besar proses belajar dalam
pendekatan pedagogi, karena itu dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah,
seperti; ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Pada proses
andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat diskusi kelompok, simulasi, permainan
peran dan lain-lain. Dalam proses seperti itu, maka semua pengalaman peserta didik
dapat didayagunakan sebagai sumber belajar.
3) Kesiapan Belajar
Perbedaan ketiga antara pedagogi dan andragogi adalah dalam hal pemilihan isi
pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah yang memutuskan isi pelajaran dan
bertanggung jawab terhadap proses pemilihannya, serta kapan waktu hal tersebut akan

29
diajarkan. Dalam pendekatan andragogi, peserta didiklah yang memutuskan apa yang
akan dipelajarinya berdasarkan kebutuhannya sendiri. Guru sebagai fasilitator.
4) Nirwana Waktu dan Arah Belajar
Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik untuk
masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses
pemecahan masalah ketimbang sebagai proses pemberian mata pelajaran tertentu. Karena
itu, andragogi merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada
masa kini. Arah pencapaiannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, suatu
tujuan yang sengaja diciptakan, suatu pengalaman pribadi, suatu pengalaman kolektif
atau suatu kemungkinan pengembangan berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Untuk
menemukan "dimana kita sekarang" dan "kemana kita akan pergi", itulah pusat kegiatan
dalam proses andragogi. Maka belajar dalam pendekatan andragogi adalah berarti
"memecahkan masalah hari ini", sedangkan pada pendekatan pedagogi, belajar itu justru
merupakan proses pengumpulan informasi yang sedang dipelajari yang akan digunakan
suatu waktu kelak.
Menurut Wicaksono (2011), perbedaan paradigma Pedagogi dan Andragogi
digambarkan secara singkat sebagai berikut:

Gambar 1. Perbedaan antara pedagogi dan andragogi

30
1) Kita lihat dari sisi siswa atau pembelajar; dalam pedagogi, siswa sangat tergantung
pada guru. Guru mengasumsikan dirinya bahwa ia bertanggung jawab penuh terhadap
apa yang akan diajarkan dan bagaimana mengajarkannya. Gurulah yang
mengevaluasi hasil belajar. Sementara dalam andragogi, siswa adalah mandiri (dialah
yang mengarahkan dirinya untuk belajar apa dan bagaimana). Jadi, dialah yang
bertanggung jawab atas belajarnya sendiri bukan guru, guru hanya sebatas fasilitator.
Begitu pula dengan evaluasi, siswa penting sekali diberikan peluang yang cukup
besar untuk melakukan evaluasi diri (self-assessment).
2) Kita lihat dari sisi peran pengalaman siswa atau pemelajar; dalam pedagogi,
pengalaman guru yang lebih dominan. Siswa mengikuti aktifitas belajar, dimana ia
sendiri tidak banyak mengalami sesuatu, kecuali sebagai peserta pasif. Sedangkan
dalam andragogi, pemelajar mengalami sesuatu secara leluasa. Pengalaman menjadi
sumber utama mengidnetifikasi penguasaan dirinya akan sesuatu. Satu sama lain
saling berperan sebagai sumber belajar.
3) Kita lihat dari sisi orientasi terhadap belajar; dalam pedagogi, dalam pedagogi
pembelajaran dianggap sebagai proses perolehan suatu pengetahuan (mata ajar) yang
telah ditentukan sebelumnya. Materi ajar telah diourutkan secara sistematis dan logis
sesuai dengan topik-topik mata ajar. Sedangkan dalam andragogi sebaliknya.
Pemelajar harus memiliki keinginan untuk menguasai suatu
pengetahuan/keterampilan tertentu, atau pemecahan masalah tertentu yang dapat
membuat ia sendiri puas. Pelajaran harus relevan dengan kebutuhan tugas nyata
pemelajar itu sendiri. Mata ajar didasarkan atas situasi pekerjaan atau kebutuhan real
pemelajar, bukan berdasarkan topik-topik tertentu yang sudah ditentukan.
4) Kita lihat dari sisi motivasi belajar; dalam pedagogi, motivasi datang secara
eksternal, artinya disuruh atau dipaksa atau diwajibkan atau dituntut untuk mengikuti
suatu pendidikan tertentu. dalam andragogi, motivasi lebih bersifat internal, datang
dari diri sendiri sebagai wujud dari aktualisasi diri, penghagraan diri dan lain-lain

31
IV. PROSES PEMBELAJARAN ORANG DEWASA

Filosofi pendidikan Paulo Freire merupakan sumber inspirasi utama para


fasilitator pembelajaran yang menggunakan idiom partisipasi, pemberdayaan, dan
pembebasan. Karena itu, berikut ini akan dipaparkan konsep pembelajaran atau
pendidikan yang berkembang atas pemikiran Paulo Freire dan juga menjadi konsep dasar
POD, Participatory Rural Appraisal (PRA)/Participatory Learning and Action (PLA),
dan Komunikasi Pembangunan Partisipatif (Kombangpar).
A. Proses Pendidikan Hadap Masalah
Kritik Paulo Freire terhadap dunia pendidikan yang disebut ‘pendidikan gaya
bank’, masih sangat relevan sampai kini. Pendidikan ‘gaya bank’ memperlakukan
masyarakat atau siswa sekolah sebagai obyek belajar (murid yang harus diajar atau
dicekoki ilmu) dengan sifat anti dialogis (searah) sehingga terjadilah proses dehumanisasi
(penindasan). Hasil dari pendidikan semacam ini adalah ‘burung beo’ (murid yang pintar
karena menghafal atau dimuati informasi sebanyak-banyaknya) tetapi canggung
menghadapi realitas sosial atau kehidupan yang nyata.
Paulo Freire menyebut kegiatan pembelajaran sebagai proses Aksi-Refleksi-Aksi
atau disebut juga sebagai proses dialektika. Refleksi artinya merenungi, menganalisis,

32
atau memaknai suatu peristiwa atau keadaan atau pengalaman, sehingga timbul
kesadaran. Kesadaran itu mendorong suatu tindakan atau aksi. Proses dialektika terjadi
karena perenungan itu menjadi pelajaran dan mendasari aksi berikutnya terutama untuk
mengatasi dan mencari jalan keluar dari masalah yang terjadi. Karena itulah, konsep
pembelajaran Paulo Freire juga disebut sebagai pendidikan “hadap masalah” (problem
posing). Kita belajar mengenai realitas kehidupan untuk bisa membuatnya lebih baik,
itulah tujuan dari kita belajar.
Proses pembelajaran aksi-refleksi-aksi terjadi berulang-ulang (bukan hanya satu
kali) sehingga sebenarnya membentuk sebuah spiral pembelajaran. Setiap kali sebuah
proses dialektika terjadi, akan dilanjutkan dengan dialektika berikutnya, dan begitu
seterusnya. Artinya, sebuah proses pembelajaran tidak pernah menjadi rutinitas
melainkan sebuah proses perkembangan dan transformasi. Belajar merupakan sesuatu
yang terjadi sepanjang hidup.
• Obyek belajar : Realitas kehidupan yang harus diperbaharui
• Pendekatan : Hadap masalah (problem posing)
• Sifat : Dialogis (saling memanusiakan)
• Proses dan tujuan : Humanisasi (“memanusia”)
• Inti proses : Penyadaran (konsientisasi)

Gambar 2. Spiral Pembelajaran/Pendidikan Kritis


B. Proses Pendidikan Orang Dewasa (POD)

33
Konsep pendidikan orang dewasa (POD) atau adult education merupakan istilah
yang berkembang di kalangan universitas sejak tahun 1960-an –khususnya untuk bidang
studi pendidikan dan pembangunan dan disebut juga ilmu andragogi (kebalikan dari
pedagogi atau ilmu “mengajar anak”). POD berkembang dengan adanya sumbangan
pemikiran Paulo Freire. Daur pembelajaran orang dewasa –dengan mengadopsi filosofi
Paulo Freire- dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3. Daur Belajar Orang Dewasa


Tugas fasilitator pembelajaran hadap masalah adalah mengembangkan proses
sebagai berikut:
1) Mulai dari Pengalaman Peserta
Fasilitator mendorong peserta untuk menyampaikan pengalamannya dengan cara
menguraikan kembali rincian fakta, unsur-unsur, urutan kejadian, dll. dari kenyataan
tersebut. Kemudian menggali tanggapan dan kesan peserta atas kenyataan tersebut.
2) Lakukan Analisis
Fasilitator mendorong peserta untuk menemukan pola dengan mengkaji sebab-sebab dan
kaitan-kaitan permasalahan yang ada dalam realitas tersebut—yakni tatanan, aturan-
34
aturan, sistem yang menjadi akar persoalan. Lihat bab-5 pada buku ini tentang teknik/cara
melakukan analisis bersama masyarakat.
3) Tarik Kesimpulan
Fasilitator mengajak peserta merumuskan makna realitas tersebut sebagai suatu pelajaran
dan pemahaman atau pengertian baru yang lebih utuh, berupa prinsip-prinsip atau
kesimpulan umum (generalisasi) dari hasil pengkajian atas pengalaman tersebut.
4) Terapkan
Fasilitator mengajak peserta merumuskan dan merencanakan tindakan-tindakan baru
yang lebih baik berdasarkan hasil pemahaman atau pengertian baru tersebut, sehingga
sangat memungkinkan untuk menciptakan kenyataan-kenyataan baru yang lebih baik.
Proses pengalaman belumlah lengkap, sebelum pemahaman baru penemuan baru tersebut
dilaksanakan dan diuji dalam perilaku yang sesungguhnya. Tahap inilah bagian yang
bersifat “eksperimental”. Orang dewasa bukanlah ”gelas kosong” yang dengan mudah
dapat dituangkan sesuatu ke dalamnya. Orang dewasa kaya pengalaman, punya pendirian
dan sikap nilai tertentu.
Dalam memfasilitasi pembelajaran dengan orang dewasa di atas, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Prinsip pertama; tidak menggurui atau mengajari orang dewasa, tetapi ajaklah mereka
belajar bersama, karena:
• Orang dewasa menganggap dirinya mampu belajar sendiri.
• Orang dewasa mampu mengatur dirinya sendiri (mandiri) dan tidak suka diajari
apalagi diperintah kecuali jika mereka diberi kesempatan untuk bertanya (mengapa?),
dan mengambil keputusan sendiri. Sikap yang terkesan menggurui akan cenderung
ditolak atau dihindari.
Prinsip Kedua; jangan menyalahkan atau merendahkan pendapat Orang Dewasa, karena:
• Harga diri sangat penting bagi orang dewasa. Dia menuntut untuk dihargai, terutama
menyangkut diri dan kehidupannya.
• Orang dewasa memilki kesadaran akan dirinya dalam menanggapi penilaian orang
lain.

35
Prinsip Ketiga; Kembangkan proses belajar dari pengalaman masyarakat atau hubungkan
antara teori dengan kehidupan sehari-hari masyarakat karena:
• Orang dewasa lebih senang mengobrol dan diskusi pengalaman untuk membicarakan
hal-hal yang berkaitan dengan diri mereka dan lingkungannya.
• Orang dewasa senang menceritakan pengalamannya dan senang mendengarkan
pengalaman orang lain.
Prinsip Keempat; Berikan informasi yang memang dibutuhkan orang dewasa, karena:
• Setiap orang dewasa mengontrol proses belajarnya, karena ia selalu punya tujuan
pribadi untuk belajar.
• Orang dewasa tidak suka belajar sesuatau yang tidak bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari (tidak suka teori yang tidak diaplikasikan).
• Orang dewasa cenderung ingin segera menerapkan pengetahuan dan keterampilan
baru.
Prinsip Kelima; pertimbangan keterbatasan kemampuan belajar masyarakat (Orang
Dewasa), karena kemampuan untuk menyerap informasi juga semakin kurang berdasar
usia dan perubahan fisik.
 Langkah-Langkah Pokok Dalam Proses belajar Partisipatif (Andragogi)
Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek dalam proses pembelajaran
kegiatan pelatihan, maka perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:
a) Menciptakan Iklim Pembelajaran yang Kondusif
Ada beberapa hal pokok yang dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan
mengembangkan iklim dan suasana yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:
a) Pengaturan Lingkungan Fisik
Pengaturan lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa
merasa terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu dibuat senyaman
mungkin:
(1) Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan kondisi orang dewasa.
(2) Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan hendaknya disesuaikan dengan
kondisi fisik orang dewasa.

36
(3) Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan lainnya hendaknya
memungkinkan terjadinya interaksi sosial.
b) Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologis
Iklim psikologis hendaknya merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa
merasa diterima, dihargai dan didukung. Untuk itu diperlukan:
(1) Fasilitator lebih bersifat membantu dan mendukung.
(2) Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai.
(3) Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk menyatakan pendapat
tanpa rasa takut.
(4) Mengembangkan semangat kebersamaan.
(5) Menghindari adanya pengarahan dari siapapun.
(6) Menyusun kontrak belajar yang disepakati bersama
c) Diagnosis Kebutuhan Belajar
Dalam andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada keterlibatan seluruh
warga/peserta belajar di dalam suatu proses melakukan diagnosis kebutuhan
belajarnya:
(1) Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena
dampak langsung atas kegiatan itu.
(2) Membangun dan mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal
yang diharapkan
(3) Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan.
(4) Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada,
misalkan kompetensi tertentu.
d) Proses Perencanaan
Dalam perencanaan pendidikan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama
yang akan terkena dampak langsung atas kegiatan pendidikan tersebut. Tampaknya
ada suatu "hukum" atau setidak-tidaknya suatu kecenderungan dari sifat manusia
bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila mereka
terlibat dan berperan serta dalam pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan:

37
(1) Libatkan peserta untuk menyusun rencana pendidikan, baik yang menyangkut
penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan lain-lain.
(2) Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut
pendidikan tersebut.
(3) Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang
diharapkan dan ke dalam materi belajar.
(4) Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait
siapa melakukan apa dan kapan.
e) Memformulasikan Tujuan
Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan dan permasalahan yang ada,
langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang disepakati bersama dalam
proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan tujuan hendaknya dilakukan
dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan dihasilkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut di atas. Dalam setiap proses belajar, tujuan belajar hendaklah
mencakup tiga hal pokok yakni: kognitif, afektif, dan psikomotorik.
f) Mengembangkan Model Umum
Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari perencanaan pendidikan dimana harus
disusun secara harmonis antara beberapa kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi
kelompok besar, kelompok kecil, urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini
tentu harus diperhitungkan pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan
dan penetapan waktu yang sesuai.
g) Menetapkan Materi dan Teknik Pembelajaran
Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik pembelajaran hendaknya
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Materi pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata
dari peserta belajar.
(2) Materi belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi
praktis. Bukan berarti materi yang disusun hanya bersifat pragmatis.

38
(3) Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat
pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta, tetapi akan lebih baik
jika bersifat mendorong ketajaman analisis dan metodologi.
(4) Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih
bersifat partisipatif, atau dalam bahasa Freire “dialogis”.
h) Peranan Evaluasi
Pendekatan evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan
bagi orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk
menilai hasil belajar orang dewasa. Ada beberapa pokok dalam melaksanakan
evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa yakni:
(1) Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah
mengikuti proses pembelajaran / pelatihan.
(2) Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta
belajar itu sendiri (Self Evaluation).
(3) Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan.
(4) Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif" atau
berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat.
(5) Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan
program pendidikan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program.
(6) Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap
dan perilaku.

39
V. PERENCANAAN PROGRAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA

A. Pengertian Perencanaan Program


Rancangan pendidikan perlu disusun jika ingin kegiatan pendidikan berhasil. Di
Indonesia, persepsi tentang pendidikan orang dewasa lebih mengarah pada pendidikan
luar sekolah atau pendidiksn masyarakat. Ini sesuai dengan pendapat Rahman (1989),
yang menyatakan bahwa istilah seperti pendidikan luar sekolah, pendidikan orang
dewasa, pendidikan masyarakat, latihan keterampilan dapat saling ditukarkan. Sementara
itu, Soedomo menyatakan bahwa orang dewasa yang ingin belajar, yang terbuka lebar
adalah pendidikan luar sekolah dan pendidikan masyarakat, karena hanya sebagian kecil
orang dewasa yang mampu mengikuti pendidikan di perguruan tinggi.
Oleh karena itu, untuk membahas perencanaan pendidikan orang dewasa dapat
digunakan pendekatan perencanaan pendidikan luar sekolah atau pendidikan masyarakat.
Perencanaan pendidikan tidak akan lengkap jika tidak disertai dengan rancangan
pembelajaran. Perencanaan pendidikan dan rancangan pembelajaran diperlukan agar
proses pendidikan dan pembelajaran orang dewasa dapat berjalan sesuai dengan prinsip-
prinsip pendidikan orang dewasa.
Apabila mempelajari program-program pendidikan untuk orang dewasa dan
kemudian di kelompok-kelompokan, maka nampak adanya suatu spektrum mulai dari
program yang lamanya beberapa tahun dengan partisipasi peserta yang apatis di satu
pihak, dengan program yang lamanya beberapa hari dengan penuh keaktifan di lain fihak.
Mengapa terjadi perbedaan yang demikian? Berdasarkan hasil observasi, pada program
yang pertama, pengelola mendasarkan programnya kepada apa yang harus dipelajari oleh

40
orang lain. Sedangkan pada program yang kedua, pengelola mendasarkan programnya
pada kebutuhan dan minat orang yang akan belajar.
Secara universal dapat diprediksi bahwa program pendidikan yang berdasarkan
kepada “apa yang harus dipelajari” dengan mengabaikan kebutuhan dan minat orang
akan menemui kegagalan. Telaahan ini membahas empat hal, yaitu: (1) Langkah penting
yang rawan, (2) Hakikat kebutuhan, yang meliputi: Kebutuhan Dasar dan Kebutuhan
Pendidikan; (3) Hakikat minat, yang meliputi minat umum, faktor-faktor yang
mempengaruhi minat dan perubahan minat dalam daur kehidupan, dan (4) Assesmen
kebutuhan dan minat, yang meliputi: Kebutuhan dan Minat Individu. dan Kebutuhan
Organisasi.
1. Langkah Penting yang Rawan (Crucial)
Para pendidik yang berorientasi pada pedagogi, akan mengalami kesulitan
memahami kenyataan dalam kehidupan orang dewasa yang diharuskan belajar agar
mereka tetap hidup, tetap sehat dan seterusnya. Mereka tidak akan belajar, tetapi jika
mereka anak-anak, mereka akan mempelajari itu semua. Inilah salah satu perbedaan
utama antara andragogy dan pedagogy. Bagi anak-anak, belajar merupakan suatu
kewajiban, dalam arti apabila mereka tidak belajar, maka masyarakat akan memberikan
hukuman. Sedangkan bagi orang dewasa, belajar merupakan kesukarelaan, dalam arti
apabila mereka tidak belajar, maka masyarakat tidak akan memberikan hukuman. Maka
dengan demikian dalam andragogi, titik berangkat dalam perencanaan program adalah
minat dan kebutuhan warga belajar, walaupun pada akhir tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan lembaganya atau masyarakatnya.
2. Hakikat Kebutuhan
Banyak orang yang menyamakan mengenai pengertian antara kebutuhan (needs)
dan keinginan (want). Demikian pula mengenai perbedaan antara keduanya. Tetapi
tulisan ini tidak akan membahasnya, mengenai kedua pengertian diatas, tetapi yang
utama adalah akan memberikan perumusan operasional yang akan bermanfaat dalam
perencanaan program belajar. Pengertian kebutuhan dalam pengembangan program
pendidikan dapat dibedakan atas kebutuhan dasar dan kebutuhan pendidikan.

41
a. Kebutuhan Dasar
Walaupun para ahli psikologi setuju bahwa ada sesuatu kebutuhan yang bersifat
biologis dan psikologis bagi setiap orang, tetapi mereka belum bersetuju, apakah
kebutuhan itu. Salah satu rumusan dikemukakan oleh Abraham Maslow dengan
“kebutuhan yang bersifat hirarkhis” yang dapat digambarkan seperti yang dibawah ini.

Gambar 4. Hirarkhis Kebutuhan dari Maslow

Disamping Maslow, Gardner Murphy menggambarkan kebutuhan itu diatas


empat kategori, yang terdiri dari :
a) Kebutuhan dasar yang berkaitan bagian-bagian penting tubuh misalnya kebutuhan
untuk makan, minum, udara dan sejenisnya.
b) Kebutuhan akan kegiatan, meliputi kebutuhan “untuk tetap bergerak”
c) Kebutuhan sensori meliputi kebutuhan untuk warna, suara ritme, kebutuhan yang
berorientasi terhadap lingkungan dan sejenisnya.
d) Kebutuhan untuk menolak sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti rasa sakit,
ancaman dan sejenisnya.
b. Kebutuhan Pendidikan

42
Kebutuhan pendidikan, dilain pihak adalah sesuatu yang harus dipelajari oleh
orang itu demi kebaikan bagi dirinya, bagi lembaganya, maupun bagi kebaikan
masyarakatnya. Kebutuhan pendidikan itu adalah merupakan kesenjangan antara
penampilan kemampuannya pada saat ini dengan penampilan kemampuan yang
diinginkan oleh dirinya, lembaganya ataupun oleh masyarakatnya.
Maka demikian, kebutuhan pendidikan adalah kesenjangan antara apa yang
diingini oleh seseorang atau lembaganya atau masyarakatnya dengan kemampuan yang
ada pada dirinya. Atau dengan kata lain, kesenjangan antara aspirasi dengan kenyataan.
Kebutuhan pendidikan dapat dirumuskan baik secara sempit maupun secara luas. Makin
konkret seseorang dapat mengidentifikasi aspirasi ataupun kemampuan yang diperlukan
dan kemampuan yang dikuasai saat ini maka makin tepat ia dapat merumuskan
kebutuhan pendidikannya dan makin kuat ia didorong untuk belajar. Dan makin sesuai
kebutuhan pendidikan dengan aspirasi seseorang, maka makin efektif belajar yang
dilakukan. Salah satu hal yang paling krusial bagi pendidik, adalah keterampilan dan
kepekaannya dalam membantu kelompok dalam menilai kebutuhan pendidikannya,
kemudian menerjemahkan kebutuhan itu kedalam minat belajar mereka.
3. Hakikat Minat
Minat sebagaiman dirumuskan dalam “Encyclopedia of Psychology” adalah
“factor yang ada pada diri seseorang yang menyebabkan ia tertarik atau menolak terhadap
objek orang dan kegiatan dalam lingkungannya”. Tetapi dalam hubungannya dengan apa
yang telah dibicaran terdahulu, “minat pendidikan” dapat dirumuskan lebih khusus yaitu
pilihan diantara beberapa kemungkinan kegiatan yang dipandang akan memuaskan
kebutuhan pendidikannya. Jika kebutuhan dapat diekspresikan dengan perilaku “want”
atau “desire” , maka minat dapat diekspresikan dengan “liking” atau “preference”.
a. Minat Umum
Hakikat minat adalah sangat bersifat pribadi, dan oleh karenanya minat sangat
berbeda antara orang yang satu dengan orang yang lainnya, bahkan minat dalam diri
seseorang berbeda dari waktu ke waktu. Tetapi beberapa upaya telah dikembangkan
untuk mengkategorisasikan minat yang akan bermanfaat untuk tuntunan dalam

43
menemukan minat khusus seseorang. Lorge telah menyumbangkan suatu cara yang
praktis dalam mengkategorikan minat, seperti daftar berikut ini.

Kategorisasi Minat
Orang ingin memperoleh:
 Kesehatan  Waktu kosong
 Waktu  Kebanggaan atas keberhasilan
 Uang  Kemajuan: bisnis, sosial
 Popularitas  Kesenangan yang meningkat
 Penampilan yang meningkat  Kepercayaan diri
 Keamanan di hari tua  Prestise pribadi
 Pujian dari orang lain
 Kesenangan

Mereka ingin menjadi:


 Orang tua yang baik  Hidup berkelompok
 Sosial, ramah tamah  Efisien
 Up to date  Nomor satu dalam segala hal
 Kreatif  Dipandang mempunyai kekuasaan
 Bangga atas kepunyaannya
 Mempangaruhi orang lain

Mereka ingin melakukan:


 Mengekpresikan kepribadiannya  Mengekresikan keindahan
 Menolak dominasi orang lain  Mengumpulkan benda-benda
 Memuaskan keingintahuannya  Memenangkan afeksi orang lain
 Berlomba dapat dipuji  Meningkatkan dirinya sendiri

Mereka ingin menyimpan:


 Waktu  Kekhawatiran
 Uang  Keraguan
 Kerja  Resiko
 Ketidaksenangan  Kebingungan pribadi

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Minat

44
Beberapa generalisasi tentang pengaruh tingkat sosial ekonomi terhadap minat
berdasarkan hasil studi Johnstone adalah:
1) Makin rendah tingkat status sosial ekonomi seseorang, maka makin kurang
menekankan pentingnya akan pendidikan.
2) Rata-rata warga masyarakat dari tingkat ekonomi yang rendah berminat terhadap
pendidikan sepanjang pendidikan itu mempunyai kegunaan praktis terhadapnya.
3) Walaupun pendidikan secara luas dipandang sebagai suatu saluran yang tepat untuk
mobilitas sosial, rata-rata warga masyarakat yang berasal dari status sosial rendah
kurang siap dibandingkan dengan mereka yang status sosial ekonominya tingkat
menengah untuk melanjutkan pendidikannya.
4) Rata-rata warga masyarakat dari status sosial ekonomi rendah tidak melihat
pendidikan sebagai upaya untuk pengembangan pribadi atau realisasi diri pribadi, dan
ini dapat dijelaskan mengapa mereka kurang siap untuk mengikuti program
pendidikan yang bertujuan rekreasi daripada yang bertujuan keterampilan.
Selanjutnya perlu diketahui pula, bahwa minat untuk melanjutkan pendidikan
berbeda-beda pula karena factor kelamin, tempat tinggal, kota atau desa, suku bangsa
dan besarnya dan jenis masyarakat.
c. Perubahan Minat dalam Daur kehidupan
Salah satu factor penting dalam perencanaan program yang perlu diperhatikan
adalah adanya perubahan minat dalam daur kehidupan seseorang. Walaupun jumlah
minat seseorang dalam daur kehidupannya relatif konstan, tetapi isinya cenderung
berubah. Minat terhadap keterampilan dan kehidupan keluarga cenderung didominasi
oleh orang yang dewasa muda (18 th -35 th). Hal ini disebabkan karena mereka ingin
mencari kemapanan dalam pekerjaan dan rumah tangga. Mereka berumur dewasa tua (35
th-55 th) cenderung mempunyai minat terhadap masalah civic, kegiatan sosial, dan
kesehatan. Sedangkan mereka yang mendekati masa tua minatnya menunjukan pada
aspek kebudayaan termasuk agama.
4. Menilai Kebutuhan dan Minat

45
Ada tiga sumber kebutuhan dan minat yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan program-program pendidikan. Ketiga sumber tersebut berasal dari: (a)
Individu yang akan diberi pelayanan pendidikan, (b) Organisasi atau lembaga yang akan
diberi sponsor, dan (c) Masyarakat secara keseluruhan
a. Kebutuhan dan Minat Individu
Apa yang harus dipelajari seseorang dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti
berikut:
1) Dari orang itu. Untuk mengetahui kebutuhan belajar orang tersebut dapat dilakukan
dengan melalui wawancara, diskusi kelompok, ataupun menggunakan kuesioner.
Tetapi cara demikian kurang memperoleh jawaban secara mendalam, serta jawaban
yang diberikan mungkin akan dibuat-buat.
2) Dari orang yang mempunyai “peran pembantu” orang lain, misalnya penyuluh.
3) Dari Media massa
4) Dari buku-buku yang bersifat professional
5) Dari organisasi dan survey masyarakat
b.Kebutuhan Organisasi
Suatu organisasi atau lembaga adalah organisme yang hidup yang mempunyai
kebutuhan juga. Apabila mengambil hirarkhi kebutuhan yang dikemukakan Maslow,
maka organisasi itu mempunyai pula kebutuhan untuk hidup, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan untuk dihargai dan kebutuhan untuk perwujudan diri. Hal tersebut sangat
tergantung para personalnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dalam setiap
kelembagaan biasanya memikirkan mengenai kebutuhan latihan, artinya perubahan yang
harus dibuat terhadap para pegawainya dengan menggunakan teknik–teknik pendidikan
untuk menciptakan efisiensi dan pencapaian tujuan dari lembaga itu.
Dalam setiap situasi organisasi sering terjadi kebutuhan akan latihan secara
berulang-ulang apabila: (1) adanya pegawai baru, (2) adanya penguasaan pimpinan baru,
yang ia belum kenal akan tugasnya, (3) cara mengerjakan suatu pekerjaan yang terdahulu
telah berubah, (4) adanya alat-alat baru, dan (5) tujuan dan cara kerja telah berubah.

46
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan latihan
adalah: (a) Wawancara, (b) Angket, (c) Laporan dan catatan manajemen, (d) Test, (e)
Analisis masalah kelompok, (f) Analisis pekerjaan yang dikombinasikan dengan
penilaian terhadap penampilan, (g) Teknik insiden kritis, dan (h) Panel Penilaian.
c. Kebutuhan Masyarakat
Pengertian “masyarakat” sering berbeda-beda antara pendidik yang satu dengan
pendidik yang lainnya. Bagi lembaga internasional, pengertian masyarakat berarti
masyarakat dunia. Bagi lembaga-lembaga nasional, pengertian masyarakat adalah suatu
negara. Bagi seorang ahli tertentu, pengertian masyarakat berarti orang–orang yang
berkecimpung dalam bidang keahlian tertentu itu. Bisa pula pengertian masyarakat itu
meliputi satu kota atau seluruh warga masyarakat. Oleh karena itu setiap pendidik
merumuskan sendiri setiap masyarakat yang akan dilayani itu dan selanjutnya
mengidentifikasi kebutuhan belajar masyarakat tersebut.
Salah satu teknik untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar suatu masyarakat
adalah dengan menggunakan community survey. Pengertian community survey dapat
meliputi dari studi yang paling sederhana sampai dengan studi yang paling komprehensif.
Ada beberapa langkah dalam melaksanakan survey masyarakat:
a. Merumuskan tujuan: Setiap kelompok yang ingin melaksanakan survey masyarakat,
harus tahu apa yang penting untuk studi dari masyarakat itu. Oleh karena itu, harus
dirumuskan dalam tujuan survey masyarakat.
b. Membentuk tim pelaksana.: Walaupun studi ini sangat terbatas, maka perlu dibentuk
suatu tim yang akan merencanakan dan melaksanakan survey tersebut. Disarankan
pula agar dalam tim itu didudukan wakil-wakil yang berasal unsur-unsur masyarakat
dimana data itu akan diperoleh.
c. Menentukan ruang lingkup masalah yang akan disurvey.:Masyarakat
bagaimanapun kecilnya adalah sangat kompleks. Oleh karena itu tidak ada seorangpun
atau kelompok yang mengharapkan dapat melakukan survey yang lengkap mengenai
masyarakat itu. Suatu hal yang menjadi prioritas dalam survey suatu masyarakat ini
adalah merancang pertanyaan-pertanyaan apa yang memerlukan jawaban. Sebab pada

47
akhirnya, suatu studi adalah menjawab pertanyaan -pertanyaan. Langkah pertama
dalam survey adalah tim harus memikirkan pertanyaan apa yang mungkin berguna
untuk mendapatkan jawaban, yang selanjutnya disusun dalam suatu urutan
d. Merekrut dan melatih tenaga sukarela: Tergantung pada ruang lingkup masalah
yang akan di studi, maka mungkin studi itu memerlukan beberapa tenaga sukarela.
Dalam kenyataannya, ada korelasi langsung antara tenaga sukarela dalam suatu survey
masyarakat dengan nilai hasil survey itu
e. Mengidentifikasi sumber yang diperlukan: Sumber informasi yang diperlukan
dalam suatu survey masyarakat dapat diperoleh dari: 1). bahan-bahan cetak, seperti
laporan (pemerintahan setempat, sensus, organisasi, buku petunjuk, laporan survey dan
sejenisnya). 2). petugas suatu lembaga, seperti petugas pemerintah, tenaga sukarela,
petugas media massa atau anggota dari suatu organisasi. 3). Orang-orang kunci seperti
pimpinan-pimpinan masyarakat, petugas humas, pendidik, penyunting surat kabar. 4).
Warga masyarakat umum, yaitu anggota warga suatu masyarakat.
f. Mengumpulkan informasi: Barangkali prosedur yang paling efisien dalam
mengumpulkan informasi yang diperlukan adalah mengorganisir tim-tim khusus yang
sesuai ruang lingkup survey itu.
g. Mengorganisir informasi: Data-data dan informasi yang dikumpulkan harus
diorganisir guna dianalisis dan ditafsirkan. Penafsiran informasi biasanya dilakukan
oleh suatu kelompok. Data-data yang dikumpulkan harus segera dipadukan untuk
klasifikasi. Beberapa saran untuk pengorganisasian data itu, dapat dilakukan
menggunakan table, disusun secara naratif, peta, bagan, foto dan sejenisnya. Bahan
-bahan yang telah disusun/diorganisir ini apabila untuk dipresentasikan bagi publik
seyogianya disusun dalam bentuk yang ringkas, dibandingkan apabila akan
dipresentasikan kepada penyelenggara studi.
h. Menafsirkan informasi: Apabila informasi telah disusun, anda harus menyadari
bahwa informasi itu belum merumuskan kebutuhan pendidikan untuk masyarakat.
Suatu proses lagi masih diperlukan untuk menafsirkan informasi tersebut yaitu
kuesioner minat

48
B. Menetapkan Tujuan Pembelajaran
Tujuan belajar secara umum mengandung unsur:
1) Tingkah laku yang terobservasi: Kalimat yang dapat digunakan sebagai pemandu
misalnya : “will be able to”. Sebagai contoh : seseorang dapat bertingkah laku asertif
(perilaku yang dapat ditunjukkan sesuai yang diinginkan, dibutuhkan).
2) Terdapat kriteria atau dapat diukur keberhasilannya: Kalimat yang dapat
digunakan sebagai pemandu misalnya : “ how often, how many, how much, how high,
how fast”. Sebagai contoh : dari lima situasi yang mengharuskannya bersifat asertif
(dapat ditunjukkan), dia dapat melakukan tiga tingkah laku yang menggambarkan
bahwa ia seorang yang asertif (mampu menunjukkan).
3) Kondisi di mana suatu tingkah laku dapat ditampilkan: Kalimat yang dapat
digunakan sebagai pemandu misalnya : “without reference to the manual” Sebagai
contoh : “di hadapan pimpinan dan koleganya” seorang perempuan dapat
menunjukkan sifat asertifnya (kemampuan yang dapat ditunjukkan).
Cara lain yang dapat digunakan untuk melihat hasil belajar adalah: dengan
metode yang digunakan oleh Bloom, bahwa ada tiga domain yang berperan, di mana
tujuan belajar dapat ditetapkan pada: perolehan pengetahuan baru, perubahan sifat dan
keterampilan/perilaku baru. Ketiga domain tersebut adalah :
1) Cognitive: Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang meliputi :
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa dan evaluasi (atau revisi:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, evaluasi, dan kreasi).
2) Afektif: Berkenaan dengan hasil belajar yang menyangkut perubahan sikap, nilai,
minat dan emosi.
3) Psikomotor: Berkenaan dengan hasil belajar yang menyangkut keterampilan dan
tampilnya tingkah laku anggota tubuh yang diharapkan.
Penetapan tujuan pembelajaran perlu ditentukan apakah tahapan hanya sampai
pada peningkatan pengetahuan/wawasan, pada perubahan/perbaikan perilaku.  Karena
tingkatan sasaran yang ingin dicapai akan berpengaruh pada durasi pembelajaran dan
penggunaan metode–metodenya.

49
C. Komponen Perencanaan Pendidikan
Setiap perencanaan pendidikan, apapun jenis pendidikan pada dasarnya
mempunyai komponen yang sama. Berdasarkan pemikiran demikian, komponen
perencanaan pendidikan luar sekolah menurut Rahman dapat dianggap sebagai
komponen perencanaan pendidikan orang dewasa. Komponen tersebut adalah (1) Peserta
didik, (2) Tujuan belajar, (3) Sumber belajar, (4) Kurikulum, (5) Organisasi pelaksana,
(6) Kondisi masyarakat setempat, (7) Kemanfaatan langsung, dan (8) Struktur organisasi.
Dalam perencanaan pendidikan, ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain
(1) perencanaan yang telah ada sebelumnya, (2) perlunya penelitian keadaan lokasi, (3)
perkiraan kebutuhan, (4) penyusunan skala prioritas, (5) penyusunan tujuan dan strategi,
(6) rancangan implementasi, (7) penetapan waktu pelaksanaan, dan (8) penilaian.
D. Perencanaan Partisipatif
Dalam perkembangannya pendidikan orang dewasa saat ini lebih banyak
menggunakan metode partisipatif, dimana semua pihak yang terkait dalam pendidikan
dilibatkan dalam proses pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasinya. Prinsip Perencanaan partisipatif adalah (1) Hubungan dengan masyarakat,
(2) Partisipasi pihak yang terkait, (3) Ramalan dan pembuatan program, dan (4)
Pengambilan keputusan.
Selain itu menurut kesimpulan yang diambil oleh Pidarta setelah mencermati
berbagai pendapat dari berbagai ahli prosedur perencanaan partisipatif adalah (1)
menentukan kebutuhan atas dasar antisipasi terhadap perubahan lingkungan, (2)
melakukan ramalan dan menentukan program, (3) tujuan, (4) misi perencanaan prioritas,
(5) menspesifikasi tujuan, (6) menentukan standar performansi, (7) menentukan alat
pemecahan, (8) melakukan implementasi dan (9) menilai, serta (10) mengadakan review.
E. Peristiwa Pengajaran
Dalam pendidikan orang dewasa terdapat proses belajar mengajar diantara peserta
didik dan pendidiknya. Dari sudut pandang pendidik, proses itu disebut dengan peristiwa
pengajaran. Peristiwa pengajaran adalah dirancang untuk membuat peserta didik bergerak
dari dimana ia berada pada saat awal pengajaran menuju pencapaian kemampuan yang

50
telah ditetapkan dalam tujuan khusus pengajaran. Bentuk komunikasi kepada peserta
tidak dapat ditentukan dan berlaku untuk semua pelajaran.
Peristiwa pengajaran mempunyai fungsi untuk memperoleh perhatian peserta
didik, memberitahu tujuan khusus pengajaran kepada peserta didik, membantu peserta
didik mengingat kembali pengetahuan yang telah dimiliki, menyajikan materi pelajaran,
memberi bimbingan belajar, memperoleh performansi, memberi umpan balik tentang
pendidikan, menilai performansi peserta didik, dan meningkatkan retensi dan transfer.
F. Rancangan Pengajaran
Rancangan pengajaran berdasarkan pendekatan sistem menurut Dikc dan Carey
adalah identifikasi tujuan umum pengajaran, melakukan analisis pengajaran, identifikasi
tingkah laku dasar dan ciri-ciri peserta didik, merumuskan tujuan performansi,
mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, mengembangkan strategi pengajaran,
mengembangkan dan memilih materi pengajaran, merancang dan melakukan evaluasi
formatif, merevisi materi pengajaran, dan merancang dan melakukan evaluasi sumatif.
1. Merancang Kebutuhan Pembelajaran Orang Dewasa           
Proses merancang dan melaksanakan kegiatan belajar tersebut meliputi tahap-
tahap sebagai berikut:
a. Menciptakan iklim untuk belajar: (1) Persiapan sarana belajar dan kegiatan, (2)
Pengaturan fisik, dan (3) Acara pembukaan
b. Membentuk struktur perencanaan
c. Mendiagnose kebutuhan belajar: (1) Mengembangkan model kompetensi:
penelitian, pertimbangan para ahli, analisis tugas, partisipasi kelompok, (2) Menilai
tingkat penampilan sekarang, (3) Memberikan bukti-bukti mengenai penampilan saat
ini, dan (4) Penilaian kebutuhan belajar
d. Merumuskan tujuan belajar
e. Merancang pola pengalaman belajar: (1) Prinsip-prinsip mengorganisir
pengalaman belajar, dan (2) Model rancangan belajar
f. Mengelola pengalaman belajar

51
-  Teknik: (1) Teknik prestasi, (2) Teknik partisipasi (pertemuan), (3) Teknik diskusi,
(4) Teknik simulasi, (5) Teknik group, (6) Latihan tanpa bicara, (7) Latihan
mempraktekkan
-  Bahan dan sarana belajar: (1) Buku teks, (2) Bahan belajar yang buat sendiri oleh
fasilitator, (3) Alat pandang dengar
g. Evaluasi hasil dan mendiagnosa kembali kebutuhan belajar
VI. METODE PENDIDIKAN ORANG DEWASA

A. Pengertian Metode dalam Pendidikan Orang Dewasa


Untuk memberikan suatu pengertian tentang metode, teknik dan alat bantu
interaksi pembelajaran orang dewasa dijelaskan menurut pengertian dari Coolie Vernes
dalam buku Adult Education (1962). Dalam proses interaksi tentang metode
pembelajaran dalam proses pembelajaran terdapat tiga elemen yang penting yaitu:
a) Metode merupakan pengorganisasian peserta didik yang mengarah pada tujuan
pendidikan.
b) Teknik adalah cara-cara atau upaya-upaya yang dilakukan terhadap peserta didik agar
memperoleh kemudahan dalam kegiatan pembelajaran.
c) Alat bantu yang dapat berupa kondisi atau barang yang digunakan untuk melengkapi
teknik pembelajaran agar proses interaksi belajar dapat berlangsung dengan terarah.
Dalam pembelajaran orang dewasa banyak metode yang diterapkan. Untuk
memberhasilkan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya
mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan
akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang
bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara
kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya
sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya
disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada
kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja.

52
Penetapan pemilihan metode seharusnya guru mempertimbangkan aspek tujuan
yang ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran
yang dibagi dalam dua jenis:
 Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan memedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya
dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan
kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-
masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahui
 Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer
pengetahuan baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-
masing individu orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan
yang diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang
diperlukannya, misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di
tempat ia bekerja.
Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat
mendengarkan dan berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat  melihat pula,
dan makin efektif kalau dapat juga mengerjakan. Fungsi bicara hanya sedikit terjadi pada
waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan adalah seimbang.
Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan
berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan
mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan akan menjadi paling efektif.
Pada umumnya metode dan teknik pembelajaran dapat digolongkan menjadi dua
jenis sasaran kegiatan pembelajaran, yaitu (1) Metode pembelajaran individual, dan (2)
Metode Pembelajaran Berkelompok.
Metode pembelajaran individual adalah suatu kegiatan interaksi pembelajaran
dengan sasaran didik adalah perorangan. Metode pembelajaran individual ini dilakukan
untuk memberikan kesempatan kepada setiap orang dewasa untuk dapat dilayani kegiatan
belajarnya secara individual. Hal ini dikarenakan sesuatu hal sehingga proses
pembelajaran tidak dapat dilakukan secara berkelompok, seperti adanya kasus tertentu

53
secara individu, kondisi geografis yang sangat jauh, cacat tubuh dan lain sebagainya.
Salah satu bentuk metode pembelajaran yang sudah lama adalah magang.
Menurut Anwas Iskandar (1979), magang adalah proses belajar dimana seseorang
mempeoleh dan menguasai kebiasaan dan keterampilan juga kemahiran dengan jalan
melibatkan diri dalam proses pekerjaan bersama dan dengan petunjuk orang yang sudah
bisa dan biasa dalam pekerjaan itu. Pada saat proses magang terjadi interaksi dan tanya
jawab secara langsung permasalahan yang terjadi. Metode ini sangat ekstensif apabila
peserta didik ingin mempelajari sesuatu hal yang erat hubungannya dengan keterampilan
teknis. Magang dapat dipandang salah satu teknik interkasi pembelajaran karena
pengetahuan dan keterampilan diperoleh melalui proses pewarisan, penyerahan dan
penyadapan berbagai keterampilan sera aneka ragam kebiasaan dan kebiasaan lainnya.
Metode pembelajaran individual lainnya adalah teknik bimbingan pribadi. Teknik
ini lebih banyak dipergunakan dalam mempergunakan dan menentukan pilihan bakat dan
kemampuan pribadi dalam menghadapi tugas dan pekerjaan yang akan dihadapinya.
Bimbingan lebih banyak dilakukan oleh seseorang fasilitator atau pembimbing
dalammembantu dalam menunjukkan keadaan diri seseorang sebagaimana adanya.
Proses mengantarkan keadaan dan kemampuan diri seseorangagar ia mendapatkan
kepuasan dan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam prakteknya teknik bimbingan pribadi
dapat berperan sebagai kegiatan tutorial atau pengarahan belajar agar seseorang dapat
melihat permasalahan, mengetahui sebab-sebab permasalahan serta memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
Tenik belajar individual lainnya adalah Sistem Belajar Jarak Jauh (SBJJ). Teknik
belajar jarak jauh dengan bantuan media alat cetak tertulis (misal modul) adalah proses
interaksi belajar orang dewasa yang menuntut adanya kesadaran pribadi, disiplin pribadi,
ketekunan dan kemajuan peserta didik.Tugas-tugas yang harus dilakukan kemudian
dilaporkan secara tertulis kepada pembimbing atau lembaga melalui post. Jadi dalam
teknik ini tidak terdapat kehadiran fasilitator secara langsung tetapi melalui surat
menyurat atau tilpon.nSalah satu contoh bentuk tenik ini adalah kursus tertulis.

54
Dalam pembelajaran orang dewasa, banyak metode yang diterapkan. Untuk
memberhasilkan pembelajaran semacam ini, apapun metode yang diterapkan seharusnya
mempertimbangkan faktor sarana dan prasarana yang tersedia untuk mencapai tujuan
akhir pembelajaran, yakni agar peserta dapat memiliki suatu pengalaman belajar yang
bermutu. Merupakan suatu kekeliruan besar bilamana dalam hal ini, pembimbing secara
kurang wajar menetapkan pemanfaatan metode hanya karena faktor pertimbangannya
sendiri yakni menggunakan metode yang dianggapnya paling mudah, atau hanya
disebabkan karena keinginannya dikagumi oleh peserta di kelas itu ataupun mungkin ada
kecenderungannya hanya menguasai satu metode tertentu saja.
B. Kontinium proses belajar sebagai dasar metode pendidikan orang dewasa
Metode yang dapat diterapkan dalam program pendidikan orang dewasa
sebaiknya dipertimbangkan sebagai alat untuk mencapai tujuan akhir yaitu agar peserta
didik memperoleh pengalaman belajar yang bermanfaat. Metode pendidikan orang
dewasa sebaiknya dipilih berdasarkan tujuan pendidikan yang pada garis besarnya dapat
dibagi dua jenis yaitu:
1) membantu orang menata pengalaman masa lalu yang dimilikinya melalui cara baru
seperti; konsultasi, latihan kepekaan, dan beberapa jenis latihan manajemen yang
membantu individu untuk dapat lebih memanfaatkan apa yang telah diketahuinya,
2) memberikan pengetahuan atau keterampilan baru, yakni mendorong individu untuk
meraih pengetahuan atau keterampilan yang lebih baik.
Posisi atau sifat pengalaman belajar dalam kontinum proses belajar dapat
mempengaruhi beberapa hal yaitu:
a) Persiapan dan orientasi bagi proses belajar
b) Suasana dan kecepatan belajar
c) Peran dan sikap pembimbing
d) Peran dan sikap peserta didik
e) Metode yang diterapkan agar usaha belajar berhasil
f) Pemilihan jenis pertemuan

55
Selajan dengan itu, menurut Lunandi (1987), proses belajar tersebut, dirinci
menjadi seperti terlihat dalam Gambar 3.

Sumber : Lunandi (1987 : hal 26)


Gambar 5. Kontinum Proses Belajar

Penetapan pemilihan metode seharusnya guru mempertimbangkan aspek tujuan yang


ingin dicapai, yang dalam hal ini mengacu pada garis besar program pengajaran yang
dibagi dalam dua jenis:
1) Rancangan proses untuk mendorong orang dewasa mampu menata dan mengisi
pengalaman baru dengan mempedomani masa lampau yang pernah dialami, misalnya
dengan latihan keterampilan, melalui tanya jawab, wawancara, konsultasi, latihan
kepekaan, dan lain-lain, sehingga mampu memberi wawasan baru pada masing-
masing individu untuk dapat memanfaatkan apa yang sudah diketahuinya.
2) Proses pembelajaran yang dirancang untuk tujuan meningkatkan transfer pengetahuan
baru, pengalaman baru, keterampilan baru, untuk mendorong masing-masing individu
orang dewasa dapat meraih semaksimal mungkin ilmu pengetahuan yang

56
diinginkannya, apa yang menjadi kebutuhannya, keterampilan yang diperlukannya,
misalnya belajar menggunakan program komputer yang dibutuhkan di tempat ia
bekerja. Untuk menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud di atas, secara singkat
diperinci bagaimana hubungannya dengan kedua ujung pada kontinum proses belajar,
yakni penataan (atau penataan kembali) pengalaman belajar di ujung yang satu, dan
perluasan pengalaman belajar di ujung yang lain, seperti dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Penataan Pengalaman Belajar
Aspek Apabila tekanannya pada : Perluasan Pengalaman
Penataan Pengalaman Belajar Mengajar
Persiapan Membuat pelajar enak mengung- Mengutamakan masalah yang
dan orientasi kapkan sukses dan kegagalannya di kini tak dapat dipecahkan oleh
harus: masa lalu, mengutamakan makna pelajar, tetapi dapat dipecah-
penilaian pengalaman masa kannya setelah mendapat ba-
lampau untuk dapat mengatasi han baru.
masalah serupa di kemudian hari Membantu pelajar untuk me-
ngatasi ketidakmampuannya
menggumuli bahan baru.
Suasana dan merenungkan banyak tanpa terge- menarik dan mengasikkan di
kecepatan sa-gesa dipengaruhi sangat oleh tentukan sangat oleh sifat dan
belajar: reaksi dan kemampuan pelajar isi pelajaran
Peran yang menciptakan suasana, memberi mengenal masalah pelajar,
mengajar makna pada pengalaman belajar, menjelaskan sasaran pelaja-
lebih banyak: memancing ungkapan pengalaman, ran, memberikan data dan
memberi umpan balik, membantu konsep baru, atau memper-
membuat generalisasi lihatkan tingkah laku baru
Peran yang mengungkapkan data mengenai Mengolah data dan konsep
belajar lebih pengalaman dan pendapatnya, baru, mempraktekkan bahan
banyak menganalisa pengalamannya, baru, melihat penerapan ba-
menggali alternatif dan manfaat han baru pada situasi nyata
Sumber : Lunandi (1987: hal 27-28)

Sukses bergantung diri suasana bebas dari ancaman, rasa kebutuhan pelajar untuk
menemukan pendekatan baru dalam mengatasi masalah lama. Kejelasan penyajian baru,
penghargaan pelajar terhadap pengajar, relevansi bahan baru penilaian pelajar. Gambaran
di atas menunjukkan adanya beberapa program pendidikan orang dewasa, yang dalam
pelaksanaan programnya membutuhkan kombinasi berbagai metode yang cocok sesuai
situasi dan kondisi yang diperlukan sehingga dicapai hasil yang memuaskan.

57
Kemampuan orang dewasa belajar dapat diperkirakan sebagai berikut: (a) 1% melalui
indera perasa, (b) 1. % melalui indera peraba, (c) 3.% melalui indera penciuman, (d) 11%
melalui indera pendengar, dan (e) 83% melalui indera penglihat (Lunandi, 1987).
Sejalan dengan itu, orang dewasa belajar lebih efektif apabila ia dapat mendengarkan dan
berbicara. Lebih baik lagi kalau di samping itu ia dapat melihat pula, dan makin efektif
lagi kalau dapat juga mengerjakan. Komposisi kemampuan tersebut dapat dilukiskan ke
dalam piramida belajar (pyramida of learning) seperti terlihat dalam Gambar 3.

Gambar . Piramida pembelajaran (Edgar Dale, 1946 dalam Nurdin, 1996)

C. Jenis-jenis Metode Pendidikan Orang Dewasa


Metode pembelajaran berkelompok adalah metode yang dalam pelaksanaannya
melibatkan beberapa orang atau sekelompok orang untuk bersama-sama mempelajari
atau mengungkitkan pengetahuan, keterampilan, pemahaman, apresiasi dan sikap dengan
bimbingan seorang fasilitator. Metode belajaran berkelompok mempunyai beberapa
teknik diantaranya adalah:

58
1) Metode ceramah atau kuliah
Ceramah atau kuliah adalah penyajian secara lisan oleh pembicara dengan
menggunakan pemikiran dan ide yang terorganisir. Dengan ceramah diharapkan ide dapat
dicetuskan, masalah dapat diidentifikasikan dan pendengar dapat dimotivasi untuk
bertindak. Mardikanto (1992) membedakan ceramah dan kuliah, ceramah
diselenggarakan di tempat terbuka, peserta banyak dan kesempatan peserta bertanya
sedikit. Sedangkan kuliah diselenggarakan di tempat tertutup, peserta relatif sedikit dan
kesempatan bertanya banyak. Ceramah yang baik memerlukan beberapa kriteria
diantaranya adalah:
 Ceramah diorganisasikan secara baik, pokok-pokok pikiran disusun menurut
urutan yang logis.
 Generalisasi membrikan gambaran pengalaman peserta didik.
 Ceraah dimulai dari halyang mudah menuju yang sukar.
 Bahan ceramah terdapat hubungan antara hal yang telah dibicarakan dengan
bahan yang diceramahkan.
 Hal-hal pokok dicatat secara teratur sehingga mudah diulangi bila perlu.
 Dalakukan rangkuman dan kesimpulan secara umum dan khusus dari setiap
ceramah.
Ceramah yang baik ditunjukkan adanya partisipasi dan umpan balik yang tinggi
dari peserta. Untuk meningkatkan daya tangkap dan ketertarikan peserta maka dalam
ceramah disertai penggunaan media pembelajaran yang tepat dan menarik pehatian.
2) Metode Tanya Jawab
Metode ini sering digabungkan dengan metode lainnya seperti ceramah, diskusi
dan lainnya. Metode ini umumnya untuk mempertajam penjelasan atau hal-hal yang
belum jelas bagi peseta didik. Untuk menghindari kejemuan metode ini dapat dilakukan
dengan cara saling lempar antara fasilitator dan sebagian peserta didik atau antar peserta
didik sendiri terjadi tanya jawab, dan fasilitator akan memberi pembetula atau tambahan
bila belum tetap atau perlu penjelasan lebih tajam. Metode ini sangat tepat digunakan bila
fasilitator bertujuan untuk merangsang peserta didik merespon atau memberikan jawaban

59
secara tepat dan cepat dari hal-hal yang erat hubungannya dengan pengetahuan yang telah
dimiliki atau telah dipelajarinya..
3) Metode Diskusi Kelompok
Diskusi kelompok sangat efektif dilakukan untuk penyampaian fakta-fakta yang
abstrak atau tidak diketahui dalam lingkungan pengalaman sendiri. Dalam diskusi akan
terjadi pertukaran pengalaman, perasaan, pikiran, pendapat, ide dan lain sebagainya,
sehingga akan terjadi saling melengapi dan menambah kekayaan pengalaman dari orang
lain. Dengan proses diskusi ini akan saling mengormati ide dan pengalaman orang lain
sehingga terjadi kesetaraan pengalaman. Terdapat beberapa variasi dalam diskusi
kelompok antara lain sebagai berikut:
 Forum ceramah, yaitu model ceramah yang kemudian dikuti tanya jawab dan
diskusi bersama. maksud diskusi ini adalah untuk menyamakan persepsi, menambah
kejelasan dan mengerucutkan pemecahan masalah yang dibahas dalam ceramah.
 Simposium, yaitu tiga atau lebih orang yang mempunyai berbagai bidang keahlian
untuk menjawab pertanyaan peserta dari berbagai sudut pandang, sehingga
mendapatkan jawaban yang lebih komprehensif.
 Diskusi panel, yaitu beberapa orang yang mendiskusikan suatu masalah dengan
peserta tadalah orang-orang yang mempunyailatar belakang pendidikan, pengetahuan
dan pengalaman yang berbeda. Dalam diskusi panel ini peranan moderator sangat
menentukan keberhasilan diskusi.
 Forum debat, Forum Dialog dan Forum Film
Forum debat adalah seorang yang mempertahankan pendapatnya karena ada
sangkalan peserta lain. Setelah terjai perdebatan kemudian dilanjutkan tanya jawab
peserta lainnya untuk memperoleh kejelasan.
Forum Dialog adalah dua orang yang membicarakan secara tidak resmi terhadap
permasalahan yang perlu kejelasan. kemudian dilanjutkan diskusi oleh para peserta.
Kebebasan dalam berpendapat sangat penting untuk memeproleh kejelasan terhadap
permasalahan.

60
Forum Film adalah diawali dengan pemutaran film, kemudian dilanjutkan penjelasan
pembicara terhadap gagasan tersebut. Selanjutnya mendiskuikan apa-apa yang
tampak dalam film. Diskusi akan berlagsung baik bila pembicara menjawab
pertanyaan seputar film tersbut.
 Wawancara Kelompok
wawancara kelompok adalah wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orang,
kemudian hasilwawancara didiskusikan. Teknik ini sangat berguna untuk
memperoleh berbagai informasiyang penting ysng berasal dari para ahli.
4) Metode Bermain Peran (Role Playing)
Metode ini dipergunakan sebagai latihan untuk mengantisipasi kemungkinan yang
terjadi atau timbulnya masalah dalam kondisi sebenarnya, dimana para peserta akan
dipekerjakan. Dengan peran masing-masing dari para peserta akan menampakkan
kondisi, karakter dan situasi yang mungkin terjadi di lapangan menurut ide, gagasan,
pikiran dan pendapat masing-masing peserta sesuai pengalamannya. Peserta lain akan
mengamati perilaku dan pendapat dari setiap peserta yang memerankan, kemudian
didiskusikan hasil dari permainan.
5) Metode Studi Kasus
Pada metode ini para peserta dihadapkan suatu pemasalahan yang perlu dicari
sebab masalah dan cara pemecahannya. Selanjutnya peserta diskusi akan mengutarakan
pendapatnya sesuai pengetahuan dan pengalaman masing-masing. Dalam diskusi aka
terjadi perbedaan pendapat yang akan memperkaya pengetahuan dan pengalaman.
6) Metode Latihan (Drill)
Metode latihan adalah suatu proses belajar dengan melatihkan secara berulang-
ulang. Keterampilan
Beberapa pertanyaan yang dapat dipergunakan dalam membantu menentukan
jenis pertemuan mana yang cocok untuk program pendidikan orang dewasa (Morgan, et.
Al. 1976).
 Usaha atau kegiatan apa yang akan diorganisasikan?
 Tugas apa yang ingin diselesaikan?

61
 Siapa saja yang menjadi sasarannya
 Bagaimana pesan dapat disampaikan sebaik mungkin?
 Masalah apa saja yang mungkin timbul dalam pengorganisasian pertemuan yang
harus dipecahkan?
Jenis-jenis pertemuan yang umum dilakukan dalam pendidikan orang dewasa
adalah (Morgan, et. Al. 1976).
1. Institusi (institution)
Dalam institusi diharapkan akan berlangsung pemberian informasi dan instruksi
serta identifikasi masalah dan pemecahannya. Suatu institusi memerlukan
pengorganisasian dan tindak lanjut suatu supervisi yang baik dengan dipimpin oleh orang
yang ahli dalam melaksanakan program dan mendelegasikan tanggung jawab sehingga
mampu menggunakan sebagai macam teknik kelompok untuk partisipasi individu. Suatu
institusi harus ada perencanaan, panitia pelaksanaan dan evaluasi akhir.
2. Konvensi
Konvensi adalah kumpulan peserta datang dari kelompok lokal yang merupakan
organisasi orang tua baik dari tingkat kabupaten, provinsi, ataupun tingkat nasional.
Maksud dasarnya adalah untuk mendiskusikan dan memikirkan ide-ide yang mungkin
dapat memperkuat organisasi ornag tua murid (Morgan, et. Al. 1976). Salah satu manfaat
konvensi adalah memberikan peserta secara individual kesempatan melihat organisasi
sebagai suatu badan penting dimana ia dapat mengidentifikasikan dirinya.
3. Konferensi
Konferensi merupakan pertemuan dalam kelompok besar maupun kecil.
Konferensi ciri khususnya diikuti dengan kata sebutan yang menunjukkan tema
konferensi sebagai contoh konferensi pendidikan agama, konferensi tanaman dan
konferensi supervisor.
4. Lokakarya (workshop)
Lokakarya adalah pertemuan orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil,
biasanya dibatasi pada masalah yang dihadapi sendiri. Peran peserta diharapkan untuk
dapat menghasilkan produk tertentu. Susunan acara lokakarya meliputi identifikasi

62
masalah, pencarian dan usaha pemecahan masalah dengan menggunakan referensi dan
materi latar belakang yang cukup tersedia.
5. Seminar
Seminar secara umum dikenal sebagai lembaga belajar. Maksud seminar adalah
mempelajari subjek di bawah seorang pemimpin yng menguasai bidang yang
diseminarkan, setelah pemberian materi atau penyajian diskusi terbuka dilakukan.
Seminar sering dihubungkan dengan riset.
6. Kursus kilat
Kursus kilat merupakan institusi yang sangat intensif selama satu hari atau lebih
tentang beberapa subjek khusus sehingga terbatas bagi kelompok khusus dan temanya
jarang sekali mempunyai daya tarik yang universal.
7. Kuliah bersambung
Kuliah bersambung adalah suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh dosen dengan
periode waktu satu kali per hari, satu kali per minggu atau satu kali per bulan. Kuliah
bersambung menekankan kontinuitas jalan pikiran, mereka yang sering tidak hadir akan
kehilangan kontinuitas tersebut.

8. Kelas formal
Kelas formal dalam pendidikan orang dewasa biasanya bergabung dengan
program sekolah. Berhubung kelas formal ini merupakan rangkaian pertemuan, maka
instruktur harus mempunyai keahlian dalam mempertahankan minat yang tinggi dari para
pesertanya.
9. Diskusi terbuka
Diskusi terbuka adalah salah satu jenis pendidikan orang dewasa yang penting.
Dalam diskusi terbuka memerlukan seorang pemimpin yang ahli untuk mengatur
jalannya diskusi sehingga semua peserta mempunyai kesempatan untuk menyatakan
pendapat mereka.

63
VII. PENGORGANISASIAN PROGRAM PENDIDIKAN ORANG DEWASA

Setelah memahami berbagai karakteristik dalam pendidikan orang dewasa, maka


selanjutnya adalah bagaimanakah mengorganisasikan kegiatan atau program pendidikan
orang dewasa. Organisasi dalam program pendidikan orang dewasa sangat diperlukan
agar pelaksanaan program dapat berhasil secara efektif dan efisien. Dalam wadah
organisasi inilah kegiatan atau prgram POD dapat dirancang dengan melibatkan seluruh
anggota organisasi dan peserta POD. Kita akan membahas pengorganisasian ini terutama
yang berkaitan dengan proses interaksi belajar orang dewasa.
Kita telah mengetahui bahwa organisasi merupakan alat untuk mencapai
kebutuhan yang ingin dicapai manusia. Pada dasarnya organisasi berfungsi sebagai alat
pencapaian tujuan organisasi sendiri dengan melibatkan orang-orang yang mempunyai
maksud dan kebutuhan yang dapat dicapai melalui organisasi. Oleh karena itu dalam
pengorganisasian program pendidikan orang dewasa tidak dapat melepaskan dari adanya
tuntutan kebutuhan organisasi sendiri dan orang-orang yang terlibat yang dilayani
organisasi.
Keberhasilan suatu prgram pendidikan orang dewasa tergantung kepada oganisasi
itu sendiri dalam menciptakan situasi dn suasana proses ineraksi belajar yang
menyenangkan bagi orang dewasa. Menurut Maslow, keberhasilan suatu organisasi
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Rasa saling hormat menghormati diantara orang-orang yang terlibat dalam organisasi,
2) Terjalinnya peran-serta seluruh anggota dalam menentukan keputusan yang diambil,
3) Adanya kebebasan untuk menyampaikan pendapat serta tersedianya buku-buku
informasi yang diperlukan,
4) Adanya tanggung jawab bersama dalam menentukan tujuan yang ingin dicapai,
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan serta dalam memberikan penilaian terhadap
hasil yang dicapai.

64
A. Peranan Organisasi dalam Pencapaian Tujuan Program Pendidikan Orang
Dewasa
Dalam pengorganisasian pendidikan orang dewasa harus memperhatikan aspek-
aspek ciri kepribadian masyarakat Indonesia, antara lain meliputi aspek gotong royong,
aspek musyawarah dan mufakat yang merupakan kelanjutan dari aspek demokrasi.
Disamping itu juga dalam pengorganisasian pendidikan orang dewasa harus didasarkan
pula pada kebutuhan nyata dan minta dari seluruh peserta didik.
Pembentukan organisasi program pendidikan orang dewasa biasanya dimulai
dengan adanya suatu kepanitiaan atau komite. Komite ini menurut Orward Tead (1935),
dapat dipandang sebagai alat demokratisasi, kumpulan pengetahuan dan harmonisasi
proses kegiatan. Melalui komite inilah akan terjadi cara berfikir kreatif, berfikir bersama
secara efektif dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada waktu pelaksanaan
kegiatan program pendidikan orang dewasa.
Peranan organisasi melalui kepanitiaan dapat melaksanakan fungsinya sebagai
berikut:
1) Membantu dalam mengembangkan rencana untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
minat belajar masyarakat,
2) Melakukan identifikasi permasalahan yang sedang dihadapi masyarakat, dan dapat
dipecahkan memalui program pendidikan orang dewasa,
3) Membantu menentukan skala prioritas yang berkenaan dengan berbagai kebutuhan,
minat dan permasalahannya,
4) Menetapkan pola kebijaksanaan yang mengatur kegiatan program pendidikanorang
dewasa dengan memberikan kewenangan terbatas kepada pelaksana,
5) Memformulasikan rencana kerja jangka panjang dan jangka pendek serta memberikan
pengarahan pelaksanaan program,
6) Melakukan interpretasi kebutuhan belajar masa lalu dan yang akan datangyang
dianggap perlu untuk dikembagkan,

65
7) Mengembangkan pemikiran-pemikiran segar dan kreatifterhadap perencanaan
program,
8) Membantu para fasilitator dan manusia yang menjadi sumber belajar,
9) Menjadi penghubung antar masyarakat, lembaga dan badan masyarakat lainnya,
10) Membantu para calon peserta, dalam menyelenggarakan masa orientasi, mengamati
fasilitator yang dilibatkan dan melayani administrasi,
11) Membantu melakukan penilaian terhadap pelaksanaan program pendidikan orang
dewasa,
12) Memberikan penjelasan kepada masyarakat terhadap pelaksanaan program
pendidikan orang dewasa.
Pada umumnya pokok program kegiatan pendidikan orang dewasa sesuai dengan
tingkat perkembangan masyarakat akan berisikan hal-hal sebagai berikut: (1) Anggaran
dan keuangan, (2) Program, (3) Pemilihan kepemimpinan dan latihan, (4) Fasilitas fisik
dan peralatan, (5) Pertnjukan khusus,(6) Promosi dan hubungan msyarakat, (7)
Perpusakaan, alat bantu visualdan Kurikulum, (8) Pertunjukan dan Pagelaran, dan (9)
Konseling dan pendaftaran.
B. Organisasi Pelaksanaan Program Pendidikan Orang Dewsa
Pada dasarnya organisasi dapat diartikan sebagai setiap bentuk persekutuan antara
dua orang atau lebih yang bekerjasama untuk mencapai suatu tuuan bersama dan terlibat
secara formal dalam persekutuan yang selalu terdapat hubungan antara
seseorang/sekelompok orang yang disebut atasan dan seseorang/sekelompok yang disebut
bawahan. Organisasi merupakan wadah untuk kegiatan manajemen, dan sebagai tempat
proses interaksi antar orang-orang dalam organisasi tersebut.
Oleh karena organisasi bersifat dinamis sesuai dengan keadaan dinamisasi
masyarakat, maka dikenal berbagai bentuk organisasi, yaitu antara laian sebagai berikut:
1) Organisasi lini
Organisasi model lini ini mempunyai sifat-sifat antara lain yaitu (1) Organisasi
relatif kecil, (2) Pemilik biasanya menjadi pemimpin tertinggi dalam organisasi, (3)

66
Hubungan antara atasan dan bawahan bersifat langsung, (4) Tingkat spesialisasi yang
dibutuhkan masih sangat rendah.
Organisasi model lini mempunyai kelebihan antara lain (1) Proses pengambilan
keputusan berjalan cepat, (2) Rasa solidaritas anggota organisasi tinggi, (3) Disiplin
tinggi. Sedangkan kelemahan organisasi lini adalah meliputi (1) Tujuan organisasi sama
atau didasarkan tujuan pribadi pemimpin tertinggi, (2) Terdapat kecenderungan
pemimpin organisasi bertindak diktator, (3) Kesempatan bawahan untuk
mengembangkan diri sangat terbatas.
2) Organisasi lini dan staf
Organisasi lini dan staf mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Organisasi yang
besar dan komplek, (2) Hubungan kerja bersifat tidak langsung, dan (3) Spesialisasi yang
beraneka ragam dipergunakan dan diperlukan dalam organisasiini secara maksimal.
Kelebihan dari bentuk organisasi lini dan staf antar lain meliputi: (1) Ada
pembagian tugas yang jelas antara orang-orang yang melaksanakan tugas-tugas pokok
dan tugas-tugas penunjang, (2) Bakat yang berbeda-beda dari anggota organisasi dan
dikembangkan menjadi suatu spesialisasi, dan (3) Koordinasi mudah dijalankan dalam
setiap kelompok atau anggota.
Sedangkan kelemahan dari bentuk organisasi lini dan staf ini antara lain meliputi:
(1) Bila timbul pertengkaran antara petugas lini dan petugas staf maka akan terjadi
ketidaklancaran kegiatan organisasi, dan (2) Bagi pelaksana tingkat operasional tidak
selalu jelas yang mana perintah otoritas lini, dan yang mana nasehat dari otoritas
fungsional.
3) Organisasi fungsional
Organisasi fungsional adalah organisasi yang didalamnya tidak terlalu
menekankan pada hierarkhi struktur, akan tetapi lebih banyak didasarkan pada sifat dan
macam fungsi yang perlu dijalankan.
Kelebihan dari model organissi ini adalah (1) Spesialisasi karyawan, petugas atau
anggota dapat dipergunakan semaksimal mungkin, (2) Solidaritas antara orang-orang

67
yang menjalankan fungsi yang sama pada umumnya tinggi, dan (3) Koordinasi antara
orang-orang dalam suatu fungsi mudah dijalankan.
Sedangkan kelemahan model organisasi ini adalah (1) Orang terlalu
menspesialisasikan diri dalam suatu bidang tertentu, sehingga sukar untuk mengadakan
tour of duty dan tour of area tanpa melalui pendidikan yang intensif terlebih dahulu, dan
(2) Orang-orang yang bergerak dalam suatu bidang fungsi tertentu terlalu mementingkan
fungsinya saja, sehingga koordinasi yang bersifat menyeluruh sukar dijalankan.
4) Organisasi tipe panitia
Organisasi tipe panitia adalah suatu bentuk organisasi dimana pimpinan berbentuk
kolektif yaitu terdiri dari beberapa orang, dan segala keputusan diambil dalam suatu
kuorum sehingga menjadi tanggung jawab bersama. Bentuk organisasi ini mempunyai
ciri-ciri meliputi (1) Tugas kepemimpinan dilaksanakan secara kolektif oleh sekelompok
orang, (2) Semua anggota pimpinan mempunyai hak, wewenang dan tanggung jawab
yang sama, dan (3) Para pelaksanan dikelopokkkan menurut tugas-tugas yang harus
dilakukan dalam bentuk task force.
Kelebihan organisasi tipe panittia adalah (1) Keputusan yang diambil umumnya
tepat karena selalu dibicarakan secara kolektif lebih dahulu, (2) Tindak diktetor
kemungkinan kecil, dan (3) Usaha yang kooperatif di kalangan bawahan lebih mudah
dibina. sedangkan kelemahan tipe ini adalah (1) Proses pengambilan keputusan umumnya
lambat, (2) Para pelaksana adakaanya bingung karena sering perintah datang dari
beberapa orang, dan (3) Daya kreasi operasional kurang menonjol karena semua
pelaksanaan didasarkan pada kolektivitas.
Secara umum keempat tipe organisasi dapat diterapkan dalam pendidikan orang
dewasa, karena mengingat luasnya kegiatan pendidikan orang dewasa. Akan tetapi dalam
pelaksanaan pendidikan orang dewasa sering melibatkan lembaga-lembaga lain dalam
pelaksanaannya, sehingga program pendidikan orang dewasa harus dikelola dalam bentuk
panitia.

68
VIII. EVALUASI PENDIDIKAN ORANG DEWASA

A. Pengertian dan Jenis Evaluasi


Pada umumnya evaluasi pendidikan dipandang sebagai kegiatan berupa ulangan-
ulangan, ujian-ujian, tentamen-tentamen dan lain sebagainya, kemudian guru memberi
angka pada hasil ulangan dan ujian muridnya. Pada pendidikan orang dewasa cara
evaluasi seperti ini tidak dapat dijalankan, sebab dalam pendidikan orang dewasa evaluasi
dengan cara di atas tidak tepat. Evaluasi model pendidikan formal ini tidak sesuai dengan
sifat dan karakter orang dewasa yaitu tidak mau dipaksa, bersifat bebas, belajar sesuai
kebutuhannya, belajar sesuai kondisi mereka. Jadi tidak cukup mengevaluasi pendidikan
orang dewasa hanya berdasarkan nilai-nilai yang menjadiukuran keberhasilan
pendidikan.
Metode evaluasi untuk pendidikan orang dewasa lebih bersifat uji diri (evaluasi
diri) secara bebas untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan dirinya atau penguasaan
pengetahuan dan keterampilan diri. Aspek utama yang perlu ditanamkan adalah
bagaimana mampu memotivasi diri untuk berusaha meningkatkan diri dalam segala aspek
kehidupannya. Orang dewasa diusahakan untukmerenungkan dan menilai diri sendiri
tentang:
1) Sejauh mana dapat memperkaya khasanah pengetahuan dan informasi yang dapat
diandalkan,
2) Sejauh mana lebih mampu menerapkan konsep-konsep baru,
3) Sejauh mana lebih mampu dalam keterampilan yang berguna,
4) Sejauh mana lebih mampu menarik generalisasi dari pengolahan suatu pengalaman,
5) Sejauh mana memiliki hasrat untuk merubah sikap,
6) Sejauh mana metode pendidikan, peran pembimbing dan situasi belajar membantu
atau menghambat proses belajar.

69
Evaluasi demikian hendaknya berlangsung dari hari ke hari sepanjang program
pendidikan berlangsung. Evaluasi pendidikan orang dewasa adalah proses menentukan
kekuatan atau nilai pekerjaan pendidik atau pembimbing pendidikan orang dewasa.
Evaluasi adalah suatu cara mengukur hasil kegiatan pendidikan.
Menurut Morgan, et al. (1976) berdasarkan tingkat formalitasnya evaluasi dapat
dibagi menjadi tiga tingat yaitu (1) evaluasi informal, (2) evaluasi semi formal, (3)
evaluasi formal atau penelitian ilmiah. Evaluasi informal adalah penilaian tetang masalah
sederhana tanpa menggunakan banyak pertimbangan prinsip-prinsip evaluasi. Sebaliknya
evaluasi formal menggunakan prosedur riset yang canggih (Seeperesad & Henderson,
1984).
Evaluasi menurut tujuannya dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berusaha mengidentifikasi dan memperbaiki
kekurangan selama masa pngembangan program pendidikan, dan evaluasi sumatif adalah
menilai manfaat program versi terakhir (Seeperesad & Henderson, 1984).
B. Manfaat evaluasi
Menurut Flores, Bueno dan Lapastora (1983) dan Frutchey (1973) manfaat
evaluasi dapat dirangkum meliputi:
1) Menentukan patokan awal yang dapat dipakai sebagai dasar perbandingan tindakan
baru,
2) Mengetahui secara obyektif keberhasilan suatu kegiatan, dan perbaikan suatu
kegiatan,
3) Mengecek secara periode efektivitas suatu program dan hal-hal mana yang bisa
ditingkatkan,
4) Memberikan rasa aman kepada pelaksana kegiatan,
5) Memberi bukti kongkret kepada pihak yang terkait,
6) Meningkatkan rasa kepercayaan diri, sikap profesional kepada penerima evaluasi
C. Tujuan evaluasi
Menurut Morgan, et al. (1976) tujuan utama evaluasi dapat diringkas sebagai
berikut:

70
1) Untuk menentukan seberapa dekat peserta didik secara individual dan
keseluruhan kelas telah mencapai tujuan umum yang telah ditentukan
2) Untuk mengukur tingkat perkembangan yang telah dicapai oleh peserta didik
dalam waktu tertentu
3) Untuk menentukan efektivitas bahan, metode, dan kegiatan pengajaran
4) Untuk memberikan informasi yang bermanfaat bagi peserta didik, instruktur dan
masyarakat
Evaluasi untuk pendidikan orang dewasa tidak cukup hanya pada aspek
pengetahuan sementara, namun yang utama adalah kemampuan-kemampuan yang
diperlukan untuk pemecahan masalah, pengembangan dalam segala aspek kehidupan,
sikap, minat dan lain sebagainya. Aspek ini semua tidak dievaluasi dalam waktu
bersamaan dan waktu singkat, namun seharusnya dievaluasi di setiap tahapan yang
diperlukan untuk peningkatan adan perbaikan
D. Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam evaluasi
Dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan orang dewasa mempunyai prinsip-prinsip
utama sebagai berikut:
1) Mempunyai tujuan yang pasti, yaitu kegiatan evaluasi bukan hanya merupakan
kegiatan yang dilakukan tanpa tujuan untuk apa evaluasi itu dilakukan, namun dengan
evaluasi ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan dari hasil pembelajaran,
mengukur minat, mengukur penggunaan metode, media dan lain sebagainya. Dengan
evaluasi ini hasilnya untuk melakukan penigkatan, perubahan, perbaikan dan
sebagainya.
2) Menggunakan tujuan perilaku yang terjangkau dan pasti, yaitu evaluasi yang
diterapkan harus ada kepastian dapat dilakukan, dan dapat diukur perilaku peserta
didik dengan jelas.
3) Bukti tentang perubahan dalam diri individu, yaitu dengan adanya kegiatan
pendidikan orang dewasa harus dapat diketahui adanya perubahan perilaku, dengan
mengetahui kemampuan awal sebelum proses pendidikan sampai akhir proses
pendidikan.

71
4) Menggunakan instrumen yang tepat dalam evaluasi, yaitu instrumen untuk
mengukur kemampuan atau perilaku dalam evaluasi harus memilih yang tepat apakah
berupa soal, tugas, pengamatan keterampilan dan lain sebagainya.
5) Kerja sama antara penilai dan orang yang dinilai kemajuannya, yaitu evaluasi
untuk pendidikan orang dewasa harus ada kesepahaman antara penilai dengan yang
dinilai, sehingga maksud dari evaluasi untuk meningkatkan atau mengukur
kemampuan dapat difahami tidak sekedar oleh penilai tetapi juga oleh peserta didik.
6) Tidak perlu mengevaluasi semua hasil pembelajaran, yaitu evaluasi dalam
pendidikan orang dewasa tidak perlu dievaluasi seluruh aspek materi yang
dibelajarkan,namun yang penting-penting saja yang berhubungan perasalahan yang
utama.
7) Evaluasi harus berkesinambungan, yaitu evaluasi dalam pendidikan orang dewasa
harus berlangsung terus menerus untuk mengtahui perkembangan setiap saat dari
segala aspek kehidupan.
Prinsip evaluasi yang digunakan untuk meningkatkan mutu pelaksanaan evaluasi
(Frutchey, 1973) adalah:
1) Mengembangkan sikap kritis
2) Mengenal bias pribadi
3) Melakukan observasi silang ntuk menentukan seberapa jauh konsistennya
masalah itu
4) Cek lebih juh untuk menentukan apakah ada perilaku basa-basi
5) Pertimbangkan penyebab lain yang mungkin ada
6) Berhati-hati untuk tidak hanya membaca observasi yang kita harapkan saja dan
mengabaikan interpretasi yang masuk akal
7) Dalam mengevaluasi hasil atau produk perilaku gunakan kriteria untuk
menilainya
8) Cek lebih jauh untuk menentukan apakah hasil atau produk yang diklaim
seseorang benar-benar hasil orang itu
9) Kenali bahwa banyak perilaku yang saling menutupi satu sama lain

72
10) Pastikan apakah bukti yang diamati adalah benar-benar bukti yang sebenarnya
11) Hindari tergesa-gesa membuat kesimpulan, hendaknya hati-hati dan secermat
mungkin
E. Beberapa cara evaluasi dalam pendidikan orang dewasa
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dalam pendidikan orang
dewasa meliputi antara lain:
1) Umpan balik, yaitu merupakan tanggapan dari peserta didik dalam setiap bagian
kegiatan dari pendidikan orang dewasa. Diharapkan semua peserta dapat
mengungkapkan isi hatinya untuk menanggapi apa yang dihadapi, diperoleh dan
diharapkan peserta didik.
2) Refleksi, yaitu merupakan peresapan terhadap apa yang telah didapat dari kegiatan
pendidikan dalam fikiran masing-masing peserta didik untuk memaknai, memikirkan
dan menginterpretasikan secara mendalam arti dari apa yang telah terjadi dalam
proses pendidikan yang telah berlangsung.
3) Diskusi kelompok, yaitu berupa diskusi kelompok untuk memperbincangkan hasil
kegiatan pendidikan dan evaluasi kemudian diungkapkan palam sebuah presentasi
atau laporan.
4) Kuesioner, yaitu peserta didik disodori sebuah kartu kuis untuk diisi secara bebas
untuk mengungkapkan segala halyang berhubungan dengan kegiatan pendidikan
orang dewasa, terutama mengenai materi yang pokok dalam pembahasan.
5) Tm pengelola, yaitu cara evaluasi serabaguna dengan membentuk tim pengelola dari
semua peserta didik. Dalam tim pengelola terdapat moderator, pencatat dan evaluator.
Tim pengelola ini yang setiap hari mengevaluasi, mencatat dan melaporkan kegiatan
pembelajaran setiap hari, dan tim ini dilakukan secara bergantian dari seua peserta
didik.
6) Evaluasi menyeluruh, yaitu evaluasi yang dilakukan setelah selesai atau akhir
program pendidikan yang dapat dilakukan secara lisan dan atau tertulis.
F. Prosedur evaluasi pendidikan orang dewasa

73
Menurut Morgan, et al. (1976) prosedur evaluasi dapat dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1) Mengecek tujuan, yaitu memeriksa tujuan performansi atau perilaku dari setiap
kegiatan yang dievaluasi. Tujuan harus dirumuskan dengan jelas dan dapat diukur.
2) Memeriksa apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yaitu memeriksa segala
keperluan dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan, antara lain
penggunaan metode, materi pembelajaran, bahan/sarana-prasarana dan lain
sebagainya sehingga tujuan diharapkan tercapai.
3) Mengumpulkan bukti, yaitu bukti sangat pentig dalam evaluasi program, metode
dan hasil pendidikan orang dewasa. Terdpat tiga waktu yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan bukti yaitu (1) Sebelum kegiatan dimulai sebagai patokan awal posisi
kemampuan peserta didik, sehingga dapat diketahui peningkatan kemampuan setelah
kegiatan berakhir, (2) Saat kegiatan berlangsung untuk memnentukan tingkat
kecepatan kemajuan. Jika terdapat kendala maka segera dapat dilakukan perubahan
atau perbaikan sebelum akhir kegiatan, dan (3) Akhir kegiatan untuk mengetahui
seberapa jauh tingkat perubahan atau kemajuan dapat dicapai setelah akhir kegiatan,
dan dapat mengetahui tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4) Menentukan sumber bukti untuk mendapatkan data atau informasi yang akurat.
Hal ini memerlukan sumber bukti yang tepat. Misalnya untuk mengetahui tingakt
pencapaian kemampuan peserta didik maka menggunakan sumber bukti dari para
peserta didik. Jumlah peserta didik yang diambil sebagai sumber bukti tergantung
jumlah total peserta didik (populasi). Apabila peserta sedikit misal sekitar 30 orang
atau kurang dapat dilakukan secara sensus, tapi bila cukup banyak maka dengan
menggunakan sampel. Dalam pengambilan sampel harus hati-hati agar tidak
mengalami kesalahan.
5) Menentukan alat untuk memperoleh bukti, yaitu alat yang dapat digunaan untuk
memperoleh bukti dalam kegiatan evaluasi. Alat yang dipakai tergantung sifat
masalah. Alat-alat ini meliputi (1) Angket (kuis), (2) Lembar cek, (3) Instrumen

74
pengukur seperti bentuk tes, inventori dan skala, (4) Catatan dan laporan, (5) Sejarah
suatu kasus dlam memecahkan masalah, dan (6) Percobaan.
6) Menganalisis bukti tergantung jenis data yang dianalisis dan tujuan informasi dari
data yang diolah. Analisis dapat dilakukan secara sederhana seperti analisis deskriptif.
Untuk analsis yang lebih detail dapat mengunakan cara statistik infernsial.
7) Menggunakan hasil untuk meningkatkan program pendidikan orang dewasa. Hasil
evaluasi dapat digunakan melalui cara-cara sebagai berikut: (1) Sebagai dasar
perencanaan program dan metode, (2) Dalam diskusi pada pertemuan masyarakat, (3)
Untuk penerbitan media massa, (4) Sebagai laporan tahunan, (5) Sebagai arsip, dan
(6) Sebagai bahan kajian pihak yang terkait dengan pendidikan orang dewasa.

75
DAFTAR PUSTAKA

___________________________, 1999. Pendidikan Orang Dewasa (Modul 4-6).


Universitas Terbuka. Jakarta

Ahmaddipura, E., dan B.E. Atmaja, 1999. Pendidikan Orang Dewasa (Modul 1–3).
Universitas Terbuka. Jakarta.

Arif, Zainuddin, 1984. Andragogi. Penerbit Angkasa. Bandung

Knowles, Malcolm S. (1970), The Modern Practice of Adult Education: Andragogy


versus Pedagogy. USA: Association Press Follet Publishing Company.

Lunandi, A. G. 1986. Pendidikan Oang Dewasa: Sebuah Uraian Praktis Untuk


Pembimbing, Penatar, Pelatih dan Penyuluh Lapangan. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia.

Mappa, Syamsu, 1994. Teori Belajar Orang dewasa. Dirjet Dikti. Depdiknas.

Rogers, E.M., dan F.F. Schoemaker, 1986. Memasyarakatkan Ide-ide Baru (Terjemahan
Drs. Abdillah hanfi). Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Suprijanto. 2008. Pendidikan Orang Dewasa: Teori Hingga aplikasi. Cetakan ke-2.
Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Yusmar, Yusuf,1989. Dinamika Kelompok. CV Armico. Bandung (10)

76

Anda mungkin juga menyukai