Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN DAN PALIATIF

Tentang

Askep Keperawatan Paliatif Dalam Persepsi Agama

Dosen Pengampu :

Ns. Amelia Susanti, M.Kep, Sp. Kep. J

Disusun Oleh :

Fadila putri

(1914201015)

Keperawatan 5A

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

S-1 Ilmu Keperawatan

Tp. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif tentangAskep
Keperawatan Paliatif Dalam Persepsi Agama, ini tepat pada waktunya. Makalah ini
di buat untuk memenuhi tugas Keperawatan Menjelang Ajal dan Paliatif.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai


Askep Keperawatan Paliatif Dalam Persepsi Agama, sehingga mahasiswa memiliki
bekal teori yang nantinya akan sangat bermanfaat dalam melaksanakan praktik di
lapangan.

Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan makalah ini.

Padang, November 16, 2021

Sandra Mayoemi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.........................................................................................................
2. Rumusan Masalah....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
1. Askep Keperawatan Paliatif Dalam Persepsi Agama .......................................

BAB III PENUTUP


1. Kesimpulan..............................................................................................................
2. Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perawatan paliatif merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan fisik, mental,


emosi, sosial, spiritual dan kultural dengan pendekatan tim yang melibatkan
konseling dan kenyamanan serta berpusat pada pasien dan keluarga untuk
meningkatkan kualitas hidup. Pasien dengan penyakit terminal dapat mengalami
distress spiritual ,cemas , dan takut akan kematian . Oleh karena itu , pembinaan
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu dilakukan . Keagamaan bisa membantu
seorang penderita untuk menentukan keputusan dalam hidup dan kesehatannya dari
sisi pandang spiritual dan religius. Ketika agama sudah menjadi ukuran sentral
dalam hidup, adalah mungkin agama memegang peranan penting menjelang
kematian, terutama bagi pasien yang menganggap agama adalah penting.

Perawatan paliatif dan kegiatan keagamaan dapat menyebabkan pasien


menerima kematiannya dengan mudah dan cepat. Ini akan melepaskan pasien dari
rasa cemas, ketakutan akan sesuatu yang akan terjadi dan perasaan bersalah, yang
akan menghasilkan relaksasi fisik yang meringankan rasa sakit atau gejala lainnya.
Ritual keagamaan menyiapkan kebutuhan psikospiritual yang dalam, dibandingkan
cara non religius.

Bila kelemahan terletak dari segi spiritual, sudah selayaknya untuk berupaya
agar penderitaan dalam hal spiritual dapat diringankan . Peran perawat sangat
konprehensif dalam menangani pasien karena peran perawat adalah membimbing
rohani pasien yang merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan
dalam upaya memenuhi kebutuhan biologis-psikologis-sosiologis-spritual ,karena
pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual.
2. Tujuan

1. Mengetahui konsep keperawatan paliatif dalam perspektif agama dan


spiritual
2. Mengetahui asuhan keperawatan paliatif dalam perspektif
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup


pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization (WHO), 2016). Ada begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang
Tuhan, kehidupan beragama, berperilaku kepada orang lain bahkan kehidupan
untuk diri sendiri. Oleh karena itu, keluarga merupakan lingkungan terdekat dan
dunia pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman terhadap
dunia yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya.

2. Konsep Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas


hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health
Organization, 2016). Sedangkan menurut Ferrell (2015) Palliative care meliputi
seluruh rangkaian penyakit melibatkan penanganan fisik, kebutuhan intelektual,
emosional, sosial dan spiritual untuk memfasilitasi otonomi pasien, dan pilihan
dalam kehidupan.

3. Pengkajian Kebutuhan Spiritual Pasien

Menurut Kozier et al, pengkajian kebutuhan spiritual terdiri dari pengkajian


riwayat keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian riwayat keperawatan
semua pasien diberikan satu atau dua pertanyaan misalnya ‟apakah keyakinan dan
praktek spiritual penting untuk anda sekarang?”, bagaimana perawat dapat
memberikan dukungan spiritual pada anda?”. Pasien yang memperlihatkan
beberapa kebutuhan spiritual yang tidak sehat yang beresiko mengalami distres
spiritual harus dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut.
Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada akhir
proses pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah terbangun hubungan
saling percaya antara perawat dan pasien. Untuk itu diharapkan perawat
meningkatkan sensitivitasnya, dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan
saling percaya, hal ini akan meningkatkan keberhasilan pengkajian spiritual pasien.
Pertanyaan yang diajukan pada pasien saat wawancara untuk mengkaji spiritual
pasien antara lain : apakah praktik keagamaan yang penting bagi anda?, dapatkah
anda menceritakannya pada saya?, bagaimana situasi yang dapat mengganggu
praktik keagamaan anda?, bagaimana keyakinan anda bermanfaat bagi anda?,
apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan anda sekarang?, dengan cara
bagaimana saya dapat memberi dukungan pada spiritual anda?, apakah anda
menginginkan dikunjungi oleh pemuka agama di rumah sakit?, apa harapan-
harapan anda dan sumber-sumber kekuatan anda sekarang?, apa yang membuat
anda merasa nyaman selama masa-masa sulit ini?. Pada pengkajian klinik menurut
meliputi :

1) Lingkungan

Apakah pasien memiliki kitab suci atau dilingkungannya terdapat kitab suci
atau buku doa lainnya, literatur-literatur keagamaan, penghargaan keagamaan,
simbol keagamaan misalnya tasbih, salib dan sebagainya di ruangan? Apakah
gereja atau mesjid mengirimkan bunga atau buletin?

2) Perilaku

Apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu lainnya atau membaca
literatur keagamaan? Apakah pasien mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur
atau mengekspresikan kemarahan pada Tuhan?

3) Verbalisasi

Apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau kekuatan yang Maha Tinggi,
tentang doa-doa, keyakinan, masjid, gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-
topik keagamaan? Apakah pasien menanyakan tentang kunjungan pemuka agama?
Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya akan kematian?

4) Afek dan sikap


Apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian, depresi, marah, cemas,
apatis atau tampak tekun berdoa?

5) Hubungan interpersonal

Siapa yang berkunjung? Apakah pasien berespon terhadap pengunjung?


Apakah ada pemuka agama yang datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan
pasien lainnya atau staf perawat?

Pengkajian data objektif dilakukan perawat melalui observasi. Hal-hal yang


perlu diobservasi adalah apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas,
agitasi, atau apatis? Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab
suci, atau buku keagamaan? Apakah pasien sering mengeluh, tidak dapat tidur,
mimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, atau mengekspresikan
kemarahannya terhadap agama? Apakah pasien menyebut nama Tuhan, doa, rumah
ibadah, atau topik keagamaan lainnya? Apakah pasien pernah meminta dikunjungi
oleh pemuka agama? Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya terhadap
kematian, konflik batin tentang keyakinan agama, kepedulian tentang hubungan
dengan Tuhan, pertanyaan tentang arti keberadaan nya didunia, arti penderitaan?
Siapa pengunjung pasien? Bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung?
Apakah pemuka agama datang menjenguk pasien? Bagaimana pasien berhubungan
dengan pasien yang lain dan dengan tenaga keperawatan? Apakah pasien
membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya? Apakah pasien
menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan?. Pengkajian spiritual
pasien dimulai dari pasien atau keluarga pasien dengan cara mendengarkan dan
melalui pengamatan termasuk interaksi pasien dengan perawat, keluarga dan
pengunjung lainnya, pola tidur, gangguan fisik, dan tekanan emosional.

Namun dalam beberapa situasi perawat bertanya lebih mendalam misalnya


tentang pandangan spiritual pasien atau bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi
yang sedang dihadapi. Pada pasien tertentu perawat mengakui bahwa pengkajian
spiritual dengan wawancara tidak perlu dilakukan, hanya melalui observasi saja,
perawat berfikir pasien yang sekarat tidak etis untuk dilakukan wawancara.
Perawat dapat mengkaji dan memperoleh kebutuhan spiritual pasien jika
komunikasi yang baik sudah terjalin antara perawat dan pasien, sehingga perawat
dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait kebutuhan
spiritual.

4. Merumuskan Diagnosa Keperawatan

Peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan


spiritual pasien mengacu pada distress spiritual. Menurut Carpenito (2006) salah
satu masalah yang sering muncul pada pasien paliatif adalah distress spiritual.
Distres spiritual dapat terjadi karena diagnosis penyakit kronis, nyeri, gejala fisik,
isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan pasien dalam
melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan secara mandiri.

Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan


mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya (Hamid, 2008).

Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan dalam


prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011).

Berdasarkan definisi diatas distress spiritual memiliki ciri-ciri diantaranya


spiritual pain, pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety),
rasa bersalah (spiritual guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss),
putus asa (spiritual despair). Distres spiritual selanjutnya dijabarkan dengan lebih
spesifik sebagai berikut :

1. Spiritual Pain

Spiritual pain merupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan


pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit terminal
ataupenyakit kronis mengalami gangguan spiritual dengan mengatakan bahwa
pasien merasa hampa karena selama hidupnya tidak sesuai dengan yang Tuhan
inginkan, ungkapan ini lebih menonjol ketika pasien menjelang ajal.

2. Pengasingan Diri (spiritual alienation)

Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien


merasa kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya. Pasien dengan penyakit
kronis merasa frustasi sehingga bertanya : dimana Tuhan ketika saya butuh Dia
hadir?

3. Kecemasan (spiritual anxiety)

Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan, takut
Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkah lakunya. Beberapa budaya
meyakini bahwa penyakit merupakan suatu hukuman dari Tuhan karena kesalahan
kesalahan yang dilakukan semasa hidupnya.

4. Rasa Bersalah (spiritual guilt)

Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang


seharusnya dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah melakukan hal-hal
yang tidak disukai Tuhan.

5. Marah (spiritual anger)

Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan kejam.


Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan mengapa Tuhan mengijinkan
orang yang mereka cintai menderita.

6. Kehilangan (spiritual loss)

Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan, takut


bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang kosong. Kehilangan
sering diartikan dengan depresi, merasa tidak berguna dan tidak berdaya.

7. Putus Asa (spiritual despair)

Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk memiliki suatu


hubungan dengan Tuhan, Tuhan tidak merawat dia. Secara umum orang-orang
yang beriman sangat jarang mengalami keputusasaan.

5. Menyusun Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan membantu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan


dalam diagnosa keperawatan. Rencana keperawatan merupakan kunci untuk
memberikan kebutuhan spiritual pasien dengan menekankan pentingnya
komunikasi yang efektif antara pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya,
dengan keluarga pasien, atau orang-orang terdekat pasien. Memperhatikan
kebutuhan spiritual pasien memerlukan waktu yang banyak bagi perawat dan
menjadi sebuah tantangan bagi perawat di sela- sela kegiatan rutin di ruang rawat
inap, sehingga malam hari merupakan waktu yang disarankan untuk berkomunikasi
dengan pasien.

Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai


tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga
kepuasan spiritual dapat terwujud. Perencanaan keperawatan sesuai dengan
diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA meliputi :

1) Mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji


sumber- sumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan
pendapat pasien tentang hubungan spiritual dan kesehatan,
memberikan privasi, waktu dan tempat bagi pasien untuk melakukan
praktek spiritual, menjelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan,
empati terhadap perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka agama,
meyakinkan pasien bahwa perawat selalu mendukung pasien.
2) Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan
semua prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur,
mendampingi pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi
rasa takut, memberikan informasi tentang penyakit pasien, melibatkan
keluarga untuk mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan
pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien
dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan
kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, dan persepsi.
3) Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau
ancaman dalam kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal
pasien, memberikan rasa aman.

6. Implementasi Keperawatan

Membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu tindakan
keperawatan terkait spiritual Islam pasien. Berdoa melibatkan rasa cinta dan
keterhubungan. Pasien dapat memilih untuk berpartisipasi secara pribadi atau
secara kelompok dengan keluarga, teman atau pemuka agama Islam. Pada situasi
ini peran perawat adalah memastikan ketenangan lingkungan dan privasi pasien
terjaga.

Keadaan sakit dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk berdoa. Pada


beberapa rumah sakit pasien dapat meminta perawat untuk berdoa dengan mereka
dan ada yang berdoa dengan pasien hanya bila ada kesepakatan antara pasien
dengan perawat. Karena berdoa melibatkan perasaan yang dalam, perawat perlu
menyediakan waktu bersama pasien setelah selesai berdoa, untuk memberikan
kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya.

Menurut Kozier et al, perawat perlu juga merujuk pasien kepada pemuka
agama. Rujukan mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distres
spiritual, perawat dan pemuka agama dapat bekerjasama untuk memenuhi
kebutuhan spiritual pasien. Implementasi perawat harus peduli, penuh kasih,
gembira, ramah dalam berinteraksi, dan menghargai privasi.

7. Evaluasi

Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat harus


melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Hal ini
sulit dilakukan karena dimensi spiritual yang bersifat subjektif dan lebih kompleks.
Membahas hasil dengan pasien dari implementasi yang telah dilakukan tampaknya
menjadi cara yang baik untuk mengevaluasi spiritual care pasien.

8. Tinjauan Kasus

1) Pengkajian

a) Identitas Pasien

Nama : Ny. N

Umur : 58Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Minang

Diagnosa : Ca Serviks
stadium IIIB

BB sebelum sakit : 45 kg
BB saat sakit : 42 kg

b) Riwayat penyakit dahulu :

Pasien belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya

c) Riwayat kesehatan sekarang :

pasien mengeluh mual dan tidak nafsu makan setelah kemoterapi kelima dilakukan.

d) Riwayat kesehatan keluarga :

Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama sebelumnya

e) Pemeriksaan fisik :
- Pendengaran normal
- Penglihatan normal
- Persepsi sensori baik
Pasien dapat berkomunikasi dengan baik dan menganggap penyakitnya merupakan
teguran dari Allah atas dosa-dosanya di masa lalu. Pasien memiliki optimism untuk
sembuh.

Analisa Data

DAT ETIOLOGI DIAGNOSA


A
KEPERAWATA
N

Data subyektif : Ca Serviks Distress Spiritual

Pasien mengaku rajin


menjalankan ibadah
sholat sebelum sakit,
Kepercayaan
tapi semenjak sakit
terhadap Tuhan
pasien
menurun
jarang melakukan
sholat.
Jarang ibadah
Data obyektif :
Distress
Pasien terlihat jarang
melakukan
Spiritual
ibadah sholat

Data subyektif : Ca Ketidakseimbang

Pasien mengeluh an nutrisi kurang

mual dan tidak nafsu Serviks dari kebutuhan

makan setelah tubuh

kemoterapi kelima Kemoterap

dilakukan
i Mual
Data obyektif :

Muntah
Berat badan pasien
mengalami penurunan

Nafsu makan menurun

Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari

kebutuhan tubuh

2) Diagnosa Keperawatan
1. Distress spiritual berhubungan dengan penurunan kepercayaan terhadap Tuhan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan

Dx : Distress spiritual

Definisi : kerusakan kemampuan dalam mengalami dan


mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang
lain, seni, musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari
dirinya
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Setelah dilakukan Dukungan Spiritual Dukungan Spiritual
tindakan keperawatan (I.09276) (I.09276)
selama 3 x 24 jam
klien dapat mengatasi - Identifikasi ketaatan - untuk
Distress Spiritualnya
dalam beragama mengetahui
dengan kriteria hasil :
seberapa tinggi
a. Mengungkapkan - Diskusikan
pengetahuan
harapan masa tentang keyakinan
depan yang pasien dalam
tentang makna
positif. beragama
dan tujuan hidup
b. Mengungkapkan
jika perlu - Bicarakan
arti hidup
dengan pasien
c. Mengungkapk - Fasilitasi
tentang keyakinan
an optimis melakukan kegatan
dan tujuan
d. Mengungkapkan ibadah
hidupnya
keyakinan dalam
diri - Ajarkan metode
- Beri pasien
relaksasi, meditasi,
e. Mengungkapka dukungan spiritual
n keyakinan dan imajinasi
dalam bentuk
kepada orang terbimbing
lain fasilitas
- Atur kunjungan
f. Menentukan - Membimbing pasien
tujuan hidup

rohaniawan (missal untuk lebih tenang dan

ustad, pendeta, room, menurunkan tingkat

biksu) stress

- Mendatangkan para

Dukungan pemuka agama untuk

Perkembangan membantu masalah

Spiritual (I.09269) spiritual


Dx : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebuthan metabolik


Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan asuhan NIC Label >> NIC


keperawatan selama 5×24 Nutrition Label
jam diharapkan pemenuhan management >>
kebutuhan pasien tercukupi Nutriti
dengan kriteria hasil : - Kaji status nutrisi on
pasien manag
NOC Label >> Nutritionl ement
status - Jaga kebersihan
mulut, anjurkan untuk - Pengkajian
 Intake nutrisi selalu melalukan oral penting
tercukupi. hygiene. dilakukan
 Asupan makanan dan - Delegatif pemberian untuk
nutrisi yang sesuai mengetahui
cairan tercukupi
dengan kebutuhan status nutrisi
NOC Label >> Nausea dan pasien : diet pasien pasien
vomiting severity diabetes mellitus. sehingga dapat
menentukan
 Penurunan intensitas - Berian informasi yang intervensi yang
terjadinya mual tepat terhadap pasien diberikan.
muntah tentang kebutuhan
nutrisi yang tepat dan - Mulut
 Penurunan frekuensi yang bersih
sesuai.
terjadinya mual dapat
muntah. - Anjurkan pasien untuk meningkatka
mengkonsumsi makanan n nafsu
tinggi zat besi seperti makan
sayuran hijau NIC
Label >> Nausea - Untuk
management membantu
memenuhi
- Kaji frekuensi mual, kebutuhan
durasi, tingkat nutrisi yang
keparahan, faktor dibutuhkan
frekuensi, presipitasi pasien.
yang menyebabkan
mual. - Informasi
yang
- Anjurkan pasien diberikan
makan sedikit demi dapat
sedikit tapi sering. memotivasi
- Anjurkan pasien untuk pasien untuk
makan selagi hangat meningkatka
n intake
- Delegatif pemberian nutrisi.
terapi antiemetik :
- Zat besi
dapat
membantu
tubuh sebagai
zat penambah
darah
sehingga
mencegah
terjadinya
anemia atau
kekurangan
darah

NIC Label >>


Nausea
management

- Penting
untuk
mengetahui
karakteristik
mual dan
faktor-faktor
yang
menyebabkan
mual. -
Apabila
karakteristik
mual dan
faktor
Ondansentron 2×4 (k/p) penyebab mual
Sucralfat 3×1 CI diketahui maka
dapat
menetukan
intervensi
yang diberikan.

- Makan sedikit
demi
sedikit dapat

meningkatkn
intake
nutrisi.

- Makanan dalam

kondisi hangat
dapat
menurunkan rasa
mual
sehingga intake
nutrisi
dapat
ditingkatkan.
- Antiemetik
dapat
digunakan
sebagai
terapi
farmakologis
dalam
manajemen mual
dengan
menghamabat
sekres asam
lambung.

3) Implementasi Keperawatan

Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan atau intervensi

4) Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan sesusai dengan kriteria hasil yang ditetapkan.


BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan


keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah,
dan menghilangkan penderitaan. Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian
penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial dan kebutuhan spiritual serta
untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National
Consensus Project for Quality Palliative Care, 2013). Sedangkan Spiritual
merupakan bagian dari kekuatan yang ada pada diri seseorang dalam memaknai
kehidupan. Spiritual merupakan upaya seseorang untuk mencari makna hidup. Ada
berbagai faktor yang mempengaruhi spiritualitas seseorang menurut seseorang
(Taylor, 1997; Craven & Hirnle, 1996; Hamid, 2000)

Tahap perkembangan, meliputi Perkembangan bahasa, sifat dan cara


kepribadian telah dimulai sejak berfungsinya panca indera. Sejak bayi dilahirkan
apa yang didengar, dilihat, dicium dan diraba akan disimpan dalam memori dan
akan terus berkembang dalam menjalani tahap tumbuh kembang berikutnya.

Selain itu peran keluarga juga berpengaruh terhadap spiritualitas seseorang


karena keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia pertama dimana
individu mempunyai pandangan, pengalaman terhadap dunia yang diwarnai oleh
pengalaman dengan keluarganya.

Etnik dan budaya juga berperan. Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh
latar belakang etnik dan sosial budaya. Sebagai contoh pada umumnya seseorang
akan mengikuti tradisi agama dan spiritual keluarga. Anak akan belajar pentingnya
menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai moral dari hubungan keluarga dan
peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan keagamaan.

Peristiwa dalam kehidupan seseorang juga berpengaruh dalam spiritual seseorang,


pengalaman dapat dianggap sebagai suatu cobaan, ujian atau bahkan hukuman dari
segala amal perbuatan yang telah dilakukan. Krisis dan perubahan juga
berpengaruh dalam spiritualitas, karena dapat menguatkan atau bahkan
melemahkan keadaan spiritual seseorang. Sebagai contoh yaitu ketika seseorang
menderita penyakit akut, seringkali membuat individu merasa terisolasi dan
kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial. Kebiasaan hidup sehari-
hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri acara resmi, mengikuti
kegiatan keagamaan. Tergantung sikap positif atau negatif yang biasa
dikembangkan.

Berdasarkan pemaparan para ahli dapat disimpulkan bahwa perilaku


keberagamaan adalah tingkah laku atau reaksi yang didasarkan atas kesadaran
tentang adanya Tuhan Yang Maha Kuasa yang terwujud dalam gerakan (sikap)
sehingga membentuk karakter individu untuk taat pada nilai-nilai keagamaan baik
secara vertikal (hubungan manusia dengan Tuhan) dan horizontal (hubungan antara
sesama manusia) setelah mendapatkan rangsangan dari luar atau lingkungannya.

Dalam konteks ini peran perawat juga dibutuhkan dalam membantu


pemenuhan kebutuhan spirital pasien dengan mendampingi dan mensupport
keluarga dan klien dan bekerja sama dengan tim pemuka agama yang ada di rumah
sakit,untuk membantu memfasilitasi klien dalam beribadah dan berkonsultasi.

2. Saran

Sebagai tenaga profesional keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada


pasien paliatif dengan Ca Kolon, perawat perlu mengetahui konsep perawatan paliatif
dan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien paliatif. Kita sebagai
mahasiswa keperawatan , yang nantinya akan menjadi tenaga kesehatan di rumah
sakit juga seharusnya mempelajari dan mengembangkan pengetahuan asuhan
keperawatan pasien paliatif.
DAFTAR PUSTAKA

Adeng Muchtar Ghazaly. 2004. Agama dan Keberagamaan Dalam Konteks


Perbandingan Agama. Jakarta. Pustaka Setia.

Baihaqi, A. 2001. Mendidik Anak Dalam Kandungan, Jakarta: Darul Ulum


Press. Cemy, F. N. (2012). Palliative Care Pada Penderita Penyakit
Terminal. Gaster | Jurnal

Ilmu Kesehatan, 7(1), 527–537.

Cohen, J., Deliens, L., 2012. A public health perspective on end of life care.
England: Oxford University Press.

Combs, E., DiBiase, J.R., Freeman, N., et al. 2014. Joint Position Statement –
The Palliative to Care and The Role of the Nurse. Canada: CNA,
CHPCA, & CHPCA- NG.

De Roo, M., Leemans, K., Cohen, J. et al. 2013. Quality Indicators for
Palliative Care: Update of a Systematic Review. J. Pain Symptom
Manage. 46, 556–572

Edwards A, Pang N, Shiu V, Chan C. The understanding of spirituality and


the potential role of spiritual care in end-of-life and palliative care: A
meta-study of qualitative research. Palliative Med. 2010; 24:753–70.
[PubMed].

Ferrell, B., Connor, S.R., Cordes, A., et al. 2007. The National Agenda for
Quality Palliative Care: The National Consensus Project and the
National Quality Forum.

J. Pain Symptom Manage. 33, xvi 737–744

Freeman. (2013). Perawatan Paliatif. Journal of Chemical Information and


Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Anda mungkin juga menyukai