Materi Ke II
Antroposentrisme dipandang sebagai anggapan atau kesadaran lama. Paham ini memandang
bahwa manusia yang dikaruniai kelebihan oleh Pencipta berupa akal-budi (dan juga secara
fisik), dititahkan untuk menguasai dan memerintah (khalifah di Bumi) lain-lain subsistem. la
memandang bahwa semua makhluk ciptaan Allah lainnya adalah untuk kepentingan manusia.
Manusia adalah komponen sentral dan terpenting dalam sistem kehidupan ini. Manusia
memiliki supremasi terhadap lain-lain subsistem (sub-ekosistem) dan ekosistem seluruhnya,
sehingga ia dapat (diwenangkan) berbuat semau-maunya terhadap lain-lain 18 subsistem dan
ekosistem seluruhnya, guna memenuhi segala kepentingan dan keinginannya (nafsunya).
Kesadaran ini mendasari konsep hukum tentang “hak milik mutlak” (eigendom = propriete)
yang tidak dapat diganggu gugat, dan lahirnya hukum lingkungan klasik yang berorientasi
pada penggunaan sumber daya alam/lingkungan hidup (use oriented live). Paham
antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang terbaik dalam
sistem kehidupan ini, adalah benar adanya.Hanya saja perlu dipahami lebih komprehensif dan
disikapi secara lebih arif.
Masalah lingkungan hidup yang dihadapi dewasa ini semakin kompleks dan ada
kecenderungan progresif dengan waktu. Masalah lingkungan hidup ini dapat disoroti secara
filosofis dan bentuk-bentuknya secara nyata. Dalam pengertian luas, masalah lingkungan
hidup mencakup masalah yang disebabkan oleh aktivitas manusia (masalah antropogenik)
dan masalah yang ditimbulkan oleh kekuatan alam (masalah geologis,) seperti letusan
gunung, gempa bumi, dan gelombang pasang (tsunami). Baik masalah lingkungan hidup yang
ditimbulkan oleh aktivitas manusia maupun yang terjadi akibat kekuatan atau peristiwa alam,
mengandung suatu persamaan bahwa terganggunya keseimbangan lingkungan hidup karena
adanya sumber daya alam tertentu sebagai unsur ekosistem yang tidak berfungsi seperti
sumber daya alam hutan yang kehilangan fungsi ekologis dan/atau fungsi ekonomi dan sosial
budaya. Aktivitas manusia di sektor pertanian dan perkebunan misalnya, dapat menyebabkan
hilangnya hutan dalam luasan tertentu dan dalam waktu yang relatif singkat. Letusan gunung
berapi dapat menyebabkan musnahnya kehidupan tertentu dan mengubah bentang alam
dalam waktu yang sangat singkat. Soemarwoto memberikan contoh sebagaimana yang
dikenal dalam geologi sebagai Tumor Batak, suatu letusan gunung yang menyemburkan
1500-2000 km3 material ke udara yang merupakan peristiwa terbentuknya Danau Toba.
Meskipun demikian, masalah lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat dari aktivitas
manusia yang tampaknya progresif dengan waktu tetap menuntut perhatian dari semua pihak
guna mengeliminasi, setidaknya memperkecil, resiko yang ditimbulkan terhadap kehidupan
manusia.
(1) Bahasa Belanda: Milieurecht; (2) Bahasa Inggris: Environmental Law; (3) Bahasa
Jerman: Umweltrecht; (4) Bahasa Prancis: Droit de L’environment; (5) Bahasa Arab: Qonun
al-Bi’ah. Dalam pandangan Siti Sundari Rangkuti, mengatakan bahwa hukum lingkungan
menyangkut penetapan nilai-nilai (waarden-beoordelen); yaitu nilai-nilai yang sedang berlaku
dan nilai-nilai yang diharapkan diberlakukan di masa mendatang serta dapat disebut “hukum
yang mengatur tatanan lingkungan hidup”. Hukum lingkungan adalah hukum yang mengatur
hubungan timbal balik antara manusia dengan makhluk hidup lainnya yang apabila dilanggar
dapat dikenakan sanksi. Stellinga, berpandangan bahwa hukum lingkungan merupakan
disiplin ilmu hukum yang sedang berkembang, sebagian besar materi hukum lingkungan
adalah bagian dari materi hukum administrasi (administratiefrecht). Sementara Leenen dalam
Siti Sundari Rangkuti, berpandangan bahwa hukum lingkungan juga mengandung aspek
hukum perdata, pidana, pajak, internasional, dan penataan ruang sehingga tidak dapat 32
digolongkan ke dalam pembidangan hukum klasik. Dengan demikian, berdasarkan pada
beberapa pengertian dimaksud, maka substansi hukum yang merupakan materi hukum
lingkungan, mata kuliah hukum lingkungan digolongkan ke dalam mata kuliah hukum
fungsional (functionele rechtsvakken), yaitu suatu ilmu hukum yang mengandung terobosan
antara berbagai disiplin ilmu hukum klasik (tradisional). Untuk itu, sangat jelas bahwa hukum
lingkungan sebagai genus merupakan cabang ilmu tersendiri, namun bagian terbesar
substansinya merupakan ranting dari hukum administrasi. Dalam hal ini sama juga dengan
pandangan yang dianut di negara Anglo-Amerika, hukum lingkungan masuk dalam golongan
“public law”.
Menurut Prof. Koesnadi, Hukum Lingkungan di Indonesia dapat meliputi aspekaspek sebagai
berikut: (1) Hukum Tata Lingkungan, selanjutnya disingkat HTL. HTL mengatur penataan
lingkungan guna mencapai keselarasan hubungan antara manusia dan lingkungan hidup, baik
lingkungan hidup fisik maupun lingkungan hidup sosial budaya. Bidang garapannya meliputi
tata ruang, tata guna tanah, tata cara peran serta masyarakat, tata cara peningkatan upaya
pelestarian kemampuan lingkungan, tata cara penumbuhan dan pengembangan kesadaran
masyarakat, tata cara perlindungan lingkungan, tata cara ganti kerugian dan pemulihan
lingkungan serta penataan keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup. Hukum Tata
Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi penataan lingkungan hidup, yang dapat
mencakup segi lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. la mengatur tatanan
kegunaan dan penggunaan lingkungan untuk berbagai keperluan melalui tata cara konkrit
dalam rangka melestarikan kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang. 33 Adapun
hal-hal yang khusus atau lebih rinci ditangani oleh aspek-aspek lainnya dari Hukum
Lingkungan, seperti berikut ini. (2) Hukum Perlindungan Lingkungan, merupakan peraturan
perundang- undangan di bidang pengelolaan lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan
biotik. (3) Hukum Kesehatan Lingkungan, adalah hukum yang berhubungan dengan
kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, dengan pemeliharaan kondisi air, tanah dan
udara, dan pencegahan kebisingan. (4) Hukum Pencemaran Lingkungan, dalam kaitan
misalnya dengan pencemaran oleh industri. (5) Hukum Lingkungan
Transnasional/Internasional, dalam kaitannya dengan hubungan antar negara. (6) Hukum
Sengketa Lingkungan, dalam kaitan misalnya dengan penyelesaian masalah ganti kerugian.
Aspek-aspek tersebut di atas dapat ditambah dengan aspek-aspek lainnya sesuai dengan
kebutuhan perkembangan pengelolaan lingkungan hidup di masa-masa yang akan datang
(Hardjasoemantri, 1999: 36-42)