Anda di halaman 1dari 5

1.

Wajib
Hukum nikah dikatakan wajib apabila : orang yang sudah
baligh, sudah memiliki pekerjaan/penghasilan belum
memiliki pasangan, tetapi memiliki libido yang tinggi,
maka hukum nikah menjadi Wajib baginya.

Sunah
Hukum nikah dikatakan Sunah apabila : orang yang
sudah baligh, sudah memiliki pekerjaan/penghasilan
belum memiliki pasangan, tetapi masih dapat mengontrol
syahwatnya, maka hukum nikah menjadi Sunah baginya.

Haram
Hukum nikah dikatakan haram apabila : orang yang
sudah baligh sudah memiliki pasangan untuk menikah
tetapi belum memiliki penghasilan yang tetap, dikatakan
haram karena menikah merupakan tanggung jawab, dan
jika belum mampu untuk menafkahi dirinya bagaimana
menafkahi orang lain.

2. Islam memandang  mulia derajat seorang wanita.


Seorang wanita telah bersusah payah mengandung anak
selama 9 bulan bahkan ketika sang anak lahir, ia pun
harus kembali bersusah payah mendidik anaknya karena
ia adalah raíyah (pemimpin) dalam masalah
kerumahtanggaan. Jika ia berhasil melaksanakan
kewajibannya ini, ia akan mendapat balasan pahala yang
begitu besar.
Al-ummu madrasah al-ulla, ibu adalah madrasah (sekolah)
pertama sang anak. Anak belajar pertama kali dari ibunya.
Sejak di dalam rahim, anak sudah belajar mengenali ibunya.
Mulai dari suara hingga sentuhan sang ibu di perut. Begitu
pula ketika ia lahir, pelukan sang ibu saat menyusui menjadi
pelekat hubungan antara ibu dan anak. Sang anak belajar
untuk pertama kalinya dalam menyentuh, mengenali, tertawa,
sedih dan berbagai hal lainnya dari sang ibu.
Islam memberikan tanggung jawab yang besar tapi sangat
mulia kepada seorang wanita. Wanita menjadi penentu masa
depan suatu bangsa karena tanggung jawabnya dalam
mendidik anak-anak. Jika ia mampu mendidik anak-anaknya
menjadi anak yang berguna bagi agama dan negara, maka ia
berhasil menghasilkan calon pemimpin masa depan bangsa.
Tapi jika ibu si anak berhalangan, ibu si anak tidak boleh
dipaksa mengasuh selama yang bersangkutan tidak
menanggung beban nafkah. Kecuali jika tidak terdapat sosok
ayah dan ialah pencari nafkah, ia wajib dipaksa mengasuh.

3. Dalam kondisi tertentu, Islam telah memberikan


kemudahan kepada umatnya untuk bertayammum,
menggantikan wudhu sebagai bentuk bersuci dari hadas.
Adapun dasar hukum bagi kemudahan tersebut,
termaktub dalam Al-Qur'an surat An-Nisâ' ayat 43. Yang
artinya, "Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat
air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci);
sapulah mukamu dan tanganmu,"
Dari ayat di atas, dijelaskan sebab dibolehkannya
bertayamum, yakni apabila dalam kondisi sakit yang
tidak memungkinkan berwudhu
4. Saat kita tertidur saat sebelum waktu shalat dzuhur,
kemudian kita terbangun saat waktu sudah gelap (pada
saat waktu shalat Isya’) kita sebaiknya melakukan shalat-
shalat wajib yang kita tinggalkan di waktunya.

Orang yang lupa melakukan shalat maka shalatnya


dilaksanakan ketika ingat. Orang yang tidur sebelum
waktu shalat dan bangun setelah waktu shalat habis,
maka shalatnya pada waktu bangun tersebut dan
melakukan shalat yang tertinggal baru melakukan shalat
yang menjadi kewajibannya pada waktu bangun. Seperti
yang anda lakukan, bahwa anda tidur sebelum shalat
dzuhur dan bangun setelah matahari tenggelam artinya
sudah masuk waktu maghrib, maka ketika saudara
bangun lakukan shalat dzuhur kemudian ashar baru
kemudian shalat maghrib.

5. Syekh Kamil Muhammad ‘Uwaidah membolehkan


wali dari orang yang meninggal tersebut untuk
menggantikan puasa. Dasarnya adalah sama seperti
diperbolehkannya mewakilkan haji. Selain itu,
diperbolehkannya mengganti puasa juga didasarkan
dari hadis dari Aisyah RA. Rasulullah SAW pernah
bersabda, “Barang siapa meninggal dunia dalam
keadaan meninggalkan kewajiban qadha puasa maka
hendaklah walinya berpuasa untuk
menggantikannya.” (HR Bukhari).

Imam al-Baihaqi mendukung pendapat ini.


Menurutnya, masalah menggantikan utang puasa
orang yang sudah meninggal jelas nashnya. Ia juga
menguatkan tidak ada perbedaan di kalangan ahli
hadis. 

Anda mungkin juga menyukai