Askep Apendisitis Kel II
Askep Apendisitis Kel II
“APENDISITIS”
Disusun Oleh:
Kelompok II
1. Ram Tuahuns 144011.01.19.260
2. Rasty Hidayah Oat 144011.01.19.251
3. Selvi C Rumbiak 144011.01.19.270
4. Trimus Yando 144011.01.19.275
5. Sukma ladewi 144011.01.19.272
6. Nur Miyati 144011.01.19.255
1. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini bisa
mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (wim de jong et al. 2005) klasifikasi
apendisitis terbagi atas 3 yaitu :
1. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda
setempat, maupun tidak disertai rangsangan peritoneum local.
2. Apendisitis rekurens
3. Apendisitis kronis
2. ETIOLOGI
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan
lender 1-2 ml/hari yang normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir dimuara apendiks tampaknya berperan
dalam pathogenesis apendiks. (wim de jong) menurut klasifikasi:
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang di sebabkan oleh bakteria. Dan factor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limf, fikalit ( tinja/batu) ,tumor apendiks,dan cacing aksaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasit (E.
Histolytica).
2. Apendisitis rekuren yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut kanan bawah
yang mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik
(fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik),
dan keluhan menghilang setelah apendiktomi.
3. MANIFESTASI KLINIS
Gejalah awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar
(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan
ini biasanya di sertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya
nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran
kanan bawah, ke titik Mc burnei (seperti gambar). Di titik ini nyeri terasa lebih tajam
dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang,
tidk di rasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga
penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini di anggap berbahaya karena
bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga di sertai dengan
demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5 derajat selsius.
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor alvarado :
The Modified Alvarado Score Skor
Gejala Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan 1
bawah
Mual-Muntah 1
Anoreksia 1
Tanda Nyeri di perut kanan bawah 2
Nyeri lepas 1
Demam di atas 37,5°C 1
Pemeriksaan Lab Leukositosis 2
Hitung jenis leukosit shift to the left 1
Total 10
Interpretasi dari modified alvarado score :
1-4 : sangat mungkin bukan apendisitis akut
5-7 : sangat mungkin apendisitis akut
8-10 : pasti apendisitis akut
4. KLASIFIKASI
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh prosesinfeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
1) Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks
2) Fekalit
3) Benda asing
4) Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidakdapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminersehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi. Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendikssehingga
terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaraninfeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.
b. Apendisitis Purulenta(Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis.Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks.
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksiserosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat
dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di
dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans
muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum.
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semuasyarat :
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang satelah
apendektomi.
Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insidens apendisitis
kronik antara 1-5 persen.
d. Apendisitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang
di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi
menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna kembali ke bentuk
aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk terjadinya serangn
lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering
penderita datang dalam serangan akut.
e. Mukokel apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musinakibat
adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringanfibrosa.
Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai
bisamenjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut
kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat
bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalaha
pendiktomi.
f. Tumor Apendiks/Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi
atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodiregional,
dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh
lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang di diagnosis
prabedah,tetapi ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas
spesimen apendiks dengan diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid
berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena spasme
bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di
atas.
Meskipun diragukan sebagai keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan
residif dan adanya metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas tumor,
dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi kanan
5. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang.Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang
masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi
mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
6. PATHWAY
Sumber:http://lpkeperawatan.blogspot.co.id/2014/01/laporan-pendahuluan-
appendisitis.html?m=1
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan fisik.
- Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga perut dimana
dinding perut taampak mengencang (distensi).
- Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa nyeri dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendisitis akut.
- Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai diangkat
tinggi-tinggi , maka rasa nyeri di perut semakin parah (psoas sign).
- Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah bila
pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri juga.
- Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
- Pada apendiks terletak pada retro sekal maka uji psoas akan positif dan tanda
perangsangan peritoneum tidak begitu jelas, sedangkan bila apendiks terletak
di ringga pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda perangsangan
peritoneum akan lebih menonjol.
2. Pemeriksaan Laboratorium
- Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000 – 18.000/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah
mengalami perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan radiologi
- Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu).
- Ultrasonografi (USG).Ctscan.
- Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram.
8. TERAPI
Tatalaksanaan apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendiktomi. Keterlambatan
dalam tatalaksanaan dapat meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparaskopi,
apendiktomi laparatomi sudah terbukti menghilangkan nyeri pasca bedah yang lebih
sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang lebih rendah.
Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra abdomen dan pemanjangan
waktu operasi. Laparaskopi dikerjakan untuk diagnose dan terapi pada pasien dengan
akut abdomen, terutama pada wanita (Nuraruf dan Kusuma, 2015).
9. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan
dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan
dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa,
terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi
ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi
Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93%
terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan40-75% pada orang tua. CFR komplikasi
2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna
memudahkan terjadinya perforasi,sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejakawal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
polymorphonuclear(PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok,gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai
rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
FORMAT PENGKAJIAN
Tanggal/Jam MRS : 13-11-2020/10.00 WIT
Ruangan : RPDP RSUD DOK 2
No Rekam Medik : 329621
Diagnosa Medis : Apendisitis
Tanggal Pengkajian :14-11-2020
A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
: Tn.k
Nama
Umur : 36 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Supir taksi
Alamat : Hamadi
2. Identitas Penanggung
: Ny.A
Nama
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Irt
Hubungan dengan klien : Istri
Alamat : Hamadi
B. KELUHAN UTAMA :
1. Keluhan utama saat MRS
Nyeri pada perut kanan bawah
2. Keluahan Utama saat pengkajian
P : Saat merubah posisi
Q : Seperti di tusuk-tusuk
R : Perut kanan bawah
S: 7 (0-10)
T : Terus meneru
Keterangan :
= perempuan = pasien
a. Nutrisi
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekwensi 2x sehari 1x sehari
Jenis Nasi, lauk, sayur, ikan Bubur
Porsi 1 porsi dihabiskan 5 sendok
(Tidak dihabiskan)
Keluhan Tidak ada Kurang nafsu makan,
kadang mual dan
muntah
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
b. Metabolisme
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekwensi 2x sehari 1x sehari
Jenis Nasi , lauk, sayur, ikan Bubur
Porsi 1 porsi dihabiskan 5 sendok (tidak
dihabiskan)
Keluhan Tidak ada Kurang nafsu makan,
kadang mual dan
muntah
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
3. Pola eliminasi
a. BAB
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekwensi 1-2x sehari Seminggu 3x
Konsistensi Keras dan lunak Lunak
Warna Kuning Kuning kecoklatan
Bau Aromatik Aromatik
Keluhan Tidak ada Susah BAB
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
b. BAK
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekwensi 4-5x sehari 3-4x sehari
Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
Warna Kuning Kuning agak gelap
Bau Khas Khas
Masalah Yang Dirasakan Tidak ada Tidak ada
Total Produksi Urine Tidak terkaji Tidak terkaji
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
4. Pola aktivitas
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Mobilitas Rutin Supir taksi Tidak ada
Waktu Senggang Menonton Tv Tidak ada ( Tidur )
Mandi 2x sehari 1x sehari
Berpakaian Rapi ( Seadanya ) Seadanya
Berhias Tidak Tidak
Toileting Mandiri Mandiri
Makan Minum baik Tidak baik
Tingkat Ketergantungan Tidak Dibantu
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
5. Pola istirahat-tidur
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Jumlah Jam Tidur Siang 3 jam sehari 1-2 jam
Jumlah Jam Tidur Malam 7 jam sehari 5 jam sehari
Pengantar Tidur Tidak ada Tidak ada
Gangguan Tidur Tidak ada Sering terbangun
karena nyeri pada
perut bagian bawah
Perasaan Waktu Bangun Segar Lemas/gelisah
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum
Keadaan/penampilan umum:
Kesadaran : Composmentis GCS : 14-15
TB : 170 cm
BB sebelum sakit : 71 kg
BB saat ini : 70 kg
IMT : 24,2
Status gizi : kurang baik
Status Hidrasi : kurang baik
Tanda-tanda vital :
TD : 130/90 mmHg Suhu : 38,5Oc
N : 104 x/mnt RR : 20 x/mnt
2. Kepala
I : keadaan rambut dan hygiene kepala
- warna rambut : hitam
- penyebaran : merata
- mudah rontok : tidak
- kebersihan rambut : bersih
P : benjolan : tidak ada benjolan
3. Mata
a. Inpeksi
1) Konjungtiva : normal (tidak anemis)
2) Sclera : normal (tidak ikterik)
3) Pupil : miosis (refleks pupil terhadap
cahaya spontan)
4) Delapan Arah : klien dapat mengikuti gerakan
delapan arah
5) Lapang Pandang : klien dapat melihat dengan jarak 5-
6m
b. Palpasi : normal (tidak ada tekanan bola
mata / nyeri tekan)
4. Telinga
: pina dan tragus : normal (tidak ada
a. Inspeksi
lesi/massa)
Lubang Telinga : tampak bersih
b. Palpasi : pina dan tragus : tidak ada nyeri
tekan
c. Webber : klien dapat merasakan getaran
yang seimbang
d. Rinne : dapat mendengar dengan baik
e. Swaba : dapat mendengar dengan baik
5. Hidung
: tidak ditemukan adanya polip
a. Inspeksi
Tidak terdapat secret / cairan
Tidak terdapat peradangan
b. Palpasi sinus : tidak ada nyeri tekan
c. Potensi Hidung : normal (tidak ada penyumbatan)
6. Mulut
: keadaan gigi lengkap dan rapi
Inspeksi
Tampak ada karang gigi
Klien tidak memakai gigi palsu
Gusi tidak radang
Lidah tampak tidak kotor
Bibir tampak kering dan pucat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7. Leher
Inspeksi : kelenjar tiroid : tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid
Tidak terdapat kaku kuduk
8. Thoraks (dada)
a. Paru
I : bentuk dada : normal chest
Frekuensi pernafasan : 27x/menit
Irama pernafasan :
Ekspansi dada : normal (simetris)
P : tidak ada nyeri tekan
kesimetrisan ekspansi dada : seimbang
Vokal fremitus : sama
P : terdengar suara sonor
A : vesikuler
b. Jantung
I : denyut apeks : tidak terlihat
P : denyut apeks : tidak teraba
P : identifikasi bunyi perkusi jantung : redup
Batas jantung : kanan atas : ICS 2 linea sternalis dextra
Kiri atas : ICS 2 linea para sternalis sinistra
Kanan bawah : ICS 4 linea para sternalis dextra
Kiri bawah : ICS 4 linea media klavikularis sinistra
A : BJ I : terdengar LUB pada katup mitral dan tripuspidalis
BJ II : terdengar DUB pada katup aorta dan pulmonalis
9. Abdomen
I : perut tampak tidak membuncit
Tampak simetris
Tidak ada luka/massa
A : terdengar suara peristaltik usus 17x/menit
P : terdengar suara pekak
P : terdapat nyeri tekan
10. Ekstremitas :
I : Baik tidak ada pembesaran pada ekstremitas
P : Refleks babinzki tidak di temukan atau normal
P : Tidak terdapat krepitasi
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
2. Radiologi
Foto polos abdomen tampak apendikolith
J. TERAPI
K. KLASIFIKASI DATA
DO :
Pasien tampak :
Ketika nyeri muncul
pasien terlihat
meringis menahan
sakit
Frekuensi BAK
berkurang
Tanda – tanda vital :
TD : 130/90
mmHg
Suhu : 38,5°c
N : 104 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Leukosit meningkat
10.000 –
18.000/mm3
Foto polos abdomen
tampak apendikolith
M. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : Nyeri b/d adanya luka insisi post apendiktomi
N. ASUHAN KEPERAWATAN