Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup, manusia melakukan kegiatan


memproduksi sumber daya alam yang ada. Salah satunya adalah kegiatan pertanian,
dapat dilakukan dengan meningkatkan hasil produktivitas yaitu intensifikasi pertanian
dengan cara menggunakan pupuk , atau bibit unggul, serta menggunakan pestisida.
Indonesia merupakan negara agraris,dimana 40% mata pencaharian mayoritas
penduduknya bertani atau bercocok tanam, sebagian besar daratannya dilalui oleh
sepertiga lautan dari luas keseluruhan wilayahnya. Letaknya yang berada di daerah
dengan iklim tropis yang membuat proses pelapukan batuan yang terjadi secara
sempurna sehingga membuat tanahnya menjadi subur. Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau, dan dengan luas
daratan1.922.570 km2. Sebagai negara agraris maka tentunya aktifitas-aktifitas petani
dalam mengelola lahannya mempunyai dampak pada kesehatan petani. Masalah
kesehatan yang sering dijumpai pada petani adalah penggunaan pestisida yang sangat
berisiko sehingga berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kerja petani. (Welas2,
2019).

Petani sangat berisiko terpapar pestisida sehingga dapat mengakibatkan


keracunan. Menurut Djojosumarto tahun 2008 pestisida adalah substansi (zat) kimia
yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Penggunaan
pestisida bisa mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan
keracunan. Keracunan kronis menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan,
badan terasa sakit dan diare. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak
segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun,
keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan
kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan
penggunaan pestisida diantaranya iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat
pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernapasan. (Welas2, 2019).

Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target


organisme), meskipun demikian pada praktiknya pemakaian pestisida dapat
menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme
non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan
menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan akibat samping keracunan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketidaktepatan penggunaan pestisida antara
lain tingkat pengetahuan, sikap/perilaku pengguna pestisida, penggunaan alat
pelindung diri, serta kurangnya informasi yang berkaitan dengan resiko penggunaan
pestisida. Selain itu, petani lebih banyak mendapat informasi mengenai pestisida dari
dari petugas pabrik pembuat pestisida dibanding dari petugas kesehatan. (Kurniadi &
Maywita, 2018).
Menurut Hl Blum dalam Notoatmodjo (2012) faktor yang memperuhi
kesehatan yaitu lingkungan, perilaku pelayanan kesehatan dan genetik dan Menurut
Lawrence Green (1980) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku kesehatan adalah faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor
ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan
kepercayaan sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi.
Faktor pemungkin (enabling factors) ini mencakup lingkungan tersedia dan sarana
dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat dan fasilitas pelayanan
kesehatan. Faktor Penguat (reinforcing factors) faktor ini meliputi faktor sikap dan
perilaku tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan.
World Health Organization (WHO) tahun 2012 dalam (Riani, 2014)
memperkirakan setiap tahun terdapat 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja
pertanian dengan jumlah kematian mencapai 20.000 jiwa. Sekitar 80% keracunan
pestisida dilaporkan terjadi di negara- negara berkembang. Angka kejadian keracunan
pestisida di beberapa daerah di Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan hasil
pemantauan cholinesterase darah terhadap 347 pekerja di bidang pertanian di Jawa
Tengah di temukan 23,64% pekerja keracunan sedang dan 35,73 keracunan berat.
Hampir semua penyakit kronis yang diderita oleh petani di akibatkan oleh
penggunaan pestisida semprot yang dilepas ke udara, yang apabila dihirup melalui
hidung dan masuk melalui mulut maka zat-zat beracun tersebut dapat masuk ke paru-
paru dan merusaknya, dan dengan cepat pestisida masuk ke dalam darah dan
menyebar racun ke seluruh tubuh. (Kurniadi & Maywita, 2018).
Berdasarkan Hasil penelitian Putri dkk pada tahun 2016 tentang kejadian
keracunan pestisida di Desa Jati, Kecamatan Sawangan. Sebanyak 43 responden
(46,7%) mengalami keracunan pestisida dan 49 lainnya (53,3%) tidak mengalami
keracunan pestisida. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh responden tidak
menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap sehingga berisiko mengalami
keracunan pestisida. Berdasarkan penelitian tersebut, kejadian keracunan terhadap
petani disebabkan karena tidak menggunakan alat pelindung diri. Sehingga untuk
mengurangi faktor risiko terpapar pestisida salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan alat pelindung diri. Alat Pelindung Diri yang
selanjutnya disingkat APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya di tempat kerja. (PER.08/MEN/VII/2010). Menurut Harrington dan
Gil tahun 2005 jenis alat pelindung diri yang dapat digunakan petani antara lain
masker penutup hidung dan mulut, pelindung kepala, pelindung mata, baju panjang,
celana panjang, sarung tangan, dan sepatu boot. Pemakaian alat pelindung diri yang
lengkap dapat mencegah terkontaminasinya hidung, mulut, mata dan kulit dengan
pestisida. (Welas2, 2019).

Banyak petani yang enggan menggunakan alat pelindung diri dengan alasan
ketidak nyamanan, mengganggu pekerjaan, dan merasa tidak perlu menggunakannya,
sehingga hanya sedikit petani yang ditemui menggunakannya,serta yang di pakai pun
tidak sesuai aturan dan terkesan asal pakai. Petani merupakan salah satu pekerjaan
sektor informal, dimana orang-orang yang bekerja di sektor informal pengetahuan
akan pentingnya alat pelindung diri masih kurang dibandingkan dengan orang yang
bekerja di sektor formal. (Manalu, 2019).

Kabupaten OKU Timur merupakan salah satu sentra pertanian bagi Sumatera
Selatan .Pertanian merupakan mata pencaharian terbanyak di masyarakat. Desa
Sukanegeri yang terletak di Kecamatan Semendawai Barat adalah salah satu desa
yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Dalam melakukan
pekerjaannya untuk meningkatkan hasil pertaniannya para petani selalu menggunakan
pestisida untuk mengurangi serangan hama ataupun serangga pada lahan
pertaniannya.

Disamping itu, masih banyak penggunaan pestisida oleh petani di Desa


Sukanegeri yang kurang tepat. Diantaranya penggunaan pestisida yang tidak sesuai
dengan dosis dan takaran yang ditentukan. Selain itu, pada saat pemyemprotan
kebanyakan para petani pengguna pestisida belum menggunakan APD dengan tepat
dan lengkap. Petani yang kurang sadar akan pentingnya penggunaan APD yang
lengkap ketika melakukan penyemprotan pestisida dapat menjadi faktor resiko
terjadinya keracunan maupun keluhan kesehatan jangka panjang akibat pestisida.
Penggunaan Pestisida dan ketepatan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
merupakan permasalahan yang perlu diperhatikan terutama dalam aspek keselamatan
dan kesehatan kerja.

Dari beberapa permasalahan yang telah dibahas,maka penulis ingin


melakukan penelitian di Desa Sukanegeri Kecamatan Semendawai Barat Kabupaten
OKU Timur untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pengetahuan dan sikap
masyarakat atau petani terhadap pengggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat
penyemprotan pestisida,serta mengetahui hubungan penggunaan APD dengan
keluhan kesehatan yang dialami para petani.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan parumusan


masalah yaitu : Apakah ada hubungan antara penggunaan APD dengan keluhan
kesehatan pada petani pengguna pestisida di Desa Sukanegeri Kecamatan
Semendawai Barat Kabupaten OKU Timur?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penggunaan APD serta keluhan kesehatan yang
dialami para petani pengguna pestisida di Desa Sukanegeri Kecamatan Semendawai
Barat Kabupaten Oku Timur.

2. Tujuan Kusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan responden petani


terhadap penggunaan APD di Desa Sukanegeri Kecamatan Semendawai Barat
Kabupaten OKU Timur.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi sikap penggunaan APD petani Di Desa


Sukanegeri Kecamatan Semendawai Barat Kabupaten OKU Timur.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penggunaan APD petani pengguna


pestisida di Desa Sukanageri Kecamatan Semendawai Barat Kabupaten OKU
Timur.
d. Untuk mengetahui jumlah petani yang mengalami gangguan kesehatan di
Desa Sukanegeri Kecamatan Semendawai Barat Kabupaten OKU Timur.

e. Untuk Mengetahui hubungan pengetahuan,sikap dan penggunaan APD


terhadap keluhan kesehatan petani di Desa Sukanegeri Kecamatan
Semendawai Barat Keabupaten OKU Timur.

D. Manfaat Peneitian

1. Bagi Masyarakat/Petani
Sebagai bahan informasi bagi petani akan pentingnya penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) pada saat penggunaan pestisida.

2. Bagi Institusi Kesehatan


Sebagai bahan informasi dan bahan acuan evaluasi tentang penggunaan APD
dan keluhan kesehatan para petani pengguna pestisida.

3. Bagi Penulis
Sebagai penambah wawasan pengalaman dan pengetahuan penulis dalam
penelitian dan penyusunan Karya Tulis Ilmiah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pestisida

1. Pengertian Pestisida
Pestisida adalah bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk
mencegah, memberantas, menjauhkan atau mengendalikan setiap jenis hama (pest),
pestisida dapat berbentuk bahan kimia, agen biologik (misalnya virus atau bakteri),
antimikroba disinfektan atau bahan lainnya. Pestisida umumnya dimanfaatkan
dibidang pertanian dan perternakan, namun penggunaan dilingkungan rumah
meningkat dengan pesat. Berbagai pestisida digunakan didalam rumah, diantaranya
adalah penyemprot lipas, repelen serangga, racun tikus, penyemprot caplak, dan
bedak untuk caplak, diisnfektan atau bahan pembersih banyak digunakan didapur,
kamar mandi, pemberantas lumut dikolam renang, dan berbagai pestisida yang
digunakan dipadang rumput dan kebun. (Soedarto, 2013).
Pestisida secara harafiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan
sida meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata “caedo”
yang berarti membunuh, pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah
biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad penganggu sasaran. Tetapi juga
dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk bukan
tanaman, ternak dan organisme lainnya. (Pratuna, 2018).

2. Penggolongan Pestisida
Berdasarkan sasaran penggunaanya, maka pestisida dibagi beberapa
kelompok, yaitu :
a. Insektisida :racun yang digunakan untuk mengendalikan hama-hama
serangga ,seperti hama wereng,belalang dsb.
b. Fungisida :adalah racun yang digunakan untuk mengendalikan penyakit
yang disebabkan oleh jamur seperti penyakit busuk akar yang disebabkan
oleh phytium sp.
c. Bakterisida :adalah racun yang digunakan untuk membunuh penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, seperti penyakit kresek pada tanaman padi yang
disebabkan oleh Xanthomonas sp.
d. Virusida :adalah racun yang digunakan untuk mengendalikan penyakit
yang disebabkan oleh virus seperti virus tungro.
e. Akarsida :adalah racun yang digunakan untuk mengendalikan hama yang
disebabkan oleh tungau atau caplak.
f. Nematosida :adalah racun yang digunakan untuk mengendalikan hama
yang disebabkan oleh cacing nematoda seperti Meloidoggyne sp.
g. Rodentisida :adalah racun yang digunakan untuk mengendalikan hama
tikus.
h. Herbisida :adalah racun yang digunakan untuk mengendalikan gulma.
(Dantjene T.Sambel, 2015)

3. Kandungan Zat Kimia pestisida


Kemampuan pestisida untuk dapat menimbulkan terjadinya keracunan dan
bahaya injuri tergantung dari jenis dan bentuk zat kimia yang dikandungnya

a.Organofosfat
Organofosfat berasal dari H3PO4 (asam fosfat).Pestisida golongan organo
fosfat merupakan golongan insektisida yang cukup besar, menggantikaan kelompok
chlorinated hydrocarbonyang mempunyai sifat :
1) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap chorinatet hydrocarbon.
2) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk jangka waktu
yang lama.
3) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap non target organisme.
4) Lebih toksik terhadap hewan hewan bertulang belakang, jika dibandingkan
dengan organoklorine.
5) Mempunyai cara kerja menghambat fungsi enzim cholisneterase.
Organophospat adalah insektisida yang paling tosik diantara jenis
pestisidalainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang, termakan dalam
jumlah yang sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari
beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat
menghambat aksi psedoklorinesterase dalam plmenghidrolisis asetylcholin menjadi
acetat dan klolin.Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylchholin
meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf
pusat dan perifer. Hal tersebut menimbulkan timbulnya gejala keracunan yang
berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

b. Karbamat
Insektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini
daya toksinitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat,
tetapi sangat efektif membunuh insektisida.

c. Organoklorin
Organoklorin disebut “chlorinated hydrocarbon” terdiri dari beberapa
kelompok yang diklari fikasikan menurut bentuk kimianya.Yang populer dan yang
pertama kali yang disintesis adalah “dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut
DTT. (AFRIYANTO, 2008)(Kesehatan et al., 2015)

4. Peranan Pestisida Bagi Pertanian


Petani memakai pestisida untuk membunuh hama dan meningkatkan hasil
pertanian sehingga penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor
penting untuk menentukan keberhasilan pengendalian hama. Dengan adanya
pemberantasan terhadap hama-hama pengganggu tanaman, maka akan diharapkan
produksi pertanian akan semakin meningkat sehingga kebutuhan ekonomi akan dapat
teratasi terutama dibidang pangan. Oleh karena itu sebelum menggunakan pestisida
harus dipilah pestisida yang sesuai dengan alat-alat yang digunakan, cara
penyemprotan untuk memberantas hama, cara pengolahan dan pengelolaan serta
pengamanannya. (Manalu DS, 2019) Pestisida terdiri dari 105 macam unsur kimia,
yang setiap unsur mencerminkan merek dagang tertentu. Unsur-unsur hara penyusun
pestisida idalah C, H, O, N, P, Na, S, Sn, Zn, As, B, Br, F, Fe, Hg, Mn, Cl, Cu, Cd,
Pb, dan sebagainya. (Hendaryono DPS, 2006) (Kesehatan et al., 2015)

5. Dampak Penggunaan Pestisida Terhadap Kesehatan Manusia


Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan,
tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan. Kecelakaan
akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang
langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing
ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah- muntah, mulas, mata
berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang- kejang, pingsan, dan tidak
sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan
kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida
adalah racun. (Kesehatan et al., 2015)
Pengaruh residu pestisida terhadap kesehatan manusia adalah dapat
mengganggu metabolisme steroid, merusak fungsi tiroid, berpengaruh terhadap
spermatogenesis; terganggunya sistem hormon endokrin (hormon reproduksi) atau
yang lebih dikenal dengan istilah EDS (Endocrine Disrupting Pesticides), disamping
dapat merangsang timbulnya kanker. Gejala keracunan akut pada manusia adalah
paraestesia, tremor, sakit, kepala, keletihan dan muntah, efek keracunan kronis pada
manusia adalah kerusakan sel-sel hati, ginjal, sistem saraf, sistem imunitas dan sistem
reproduksi. (sitorus, 2017).

6. Mekanisme Toksisitas Pestisida


Toksisitas adalah kapasitas atau kemampuan suatu zat dalam menimbulkan
kerusakan pada sistem biologi. Termasuk sistem biologi adalah tubuh manusia,
bagian tubuh (jantung, paru- paru, ginjal), hewan atau bagian dari hewan, tumbuhan,
dan mikrooganisme. Efek toksik pestisida sangat tergantung pada banyak faktor, yang
terpenting adalah dosis. Sesuai pernyataan Paracelsus (2009) bahwa yang
membedakan antara zat toksik dengan zat non toksik adalah dosis atau takaran yang
masuk kedalam tubuh. Dosis menunjukan berapa banyak dan berapa sering suatu zat
masuk kedalam tubuh. Besar dan seringnya suatu zat masuk kedalam tubuh akan
menghasilkan 2 jenis toksisitas, akut dan kronis. Toksisitas akut menunjukkan efek
yang timbul segera setelah paparan atau maksimal 24 jam paparan. Pestisida dengan
toksisitas akut sangat tinggi akan segera dapat menimbulkan kematian walaupun
hanya sejumlah kecil yang terabsorpsi. Tingkat toksisitas akut digunakan untuk
menilai atau membandingkan seberapa toksik suatu pestisida. Toksisitas kronis
mengacu pada paparan yang berulang lebih mungkin terjadi pada pestisida yang
mengalami akumulasi dalam sistem biologi yang sulit terdegradasi dalam lingkungan
(Priyanto, 2010).

7. Mekanisme Keracunan dan Toksisitas Pestisida Dalam Tubuh


Pestisida bisa masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui cara, yaitu :
a.Kontaminasi lewat kulit
Pestisida yang menempel dipermukaan kulit bisa meresap masuk kedalam
tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan
kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan
keracunan akut (Priyanto, 2010).

b.Terhirup lewat hidung


Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot yang terhisap lewat
hidung. Partikel pestisida yang masuk ke dalam paru-paru bisa menimbulkan
gangguan fungsi paru-paru. Partikel pestisida yang menempel diselaput lendir hidung
dan kerongkongan akan masuk dalam tubuh lewat hidung dan mulut bagian dalam
dan atau menimbulkan gangguan pada selaput lendir itu sendiri (iritasi) (Priyanto,
2010).

B. Alat Pelindung Diri (APD)

1. Pengertian Alat Pelindung Diri


Alat Pelindung Diri merupakan seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga
kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan
adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. (Syahza Almasdi, dkk, 2017). Menurut
Harrington dan Gil tahun 2005 jenis alat pelindung diri yang dapat digunakan petani
antara lain masker penutup hidung dan mulut, pelindung kepala, pelindung mata, baju
panjang, celana panjang, sarung tangan, dan sepatu boot. Pemakaian alat pelindung
diri yang lengkap dapat mencegah terkontaminasinya hidung, mulut, mata dan kulit
dengan pestisida (Kementerian Pertanian, 2011).

2. Syarat Alat Pelindung Diri


Ada beberapa hal yang menjadikan APD berdampak negative seperti
berkurangnya produktivitas kerja akibat penyakit atau kecelakaan yang dialami oleh
pekerja karena tidak menggunakan alat pelindung diri tersebut.
Syarat APD yang harus diikuti oleh petani dalam mengaplikasikan pestisida
adalah:
a. Perlengkapan pelindung diri tersebut harus terbuat dari bahan bahan yang
memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.
b. Setiap perlengkapan pelindung diri yang akan digunakan harus dalam keadaan
bersih dan tidak rusak.
c. Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan petunjuk
pengamanan yang tertera pada label/brosur pestisida tersebut.
d. Setiap kali selesai digunakan perlengkapan pelindung diri harus dicuci dan
disimpan di tempat khusus dan bersih. (Suma'mur, 2009) (Kesehatan et al.,
2015).
3. Jenis Alat Pelindung Diri
Adapun jenis-jenis Alat pelindung diri yang harus digunakan petani adalah:
a. Masker
yang digunakan untuk melindungi saluran pernafasan petani dari bahaya
keracunan pestisida selama peracikan dan penyemprotan.
b. Sarung tangan
yang digunakan para petani untuk menghindari kontak langsung pestisida
dengan tangan petani pada saat melakukan peracikan.
c. Topi
yang digunakan untuk melindungi bagian kepala petani dari paparan pestisida
sewaktu melakukan penyemprotan.
d. Sepatu
yang digunakan untuk melindungi bagian kaki petani dari paparan pestisida
e. Kacamata
yang digunakan untuk melindungi mata petani dari paparan pestisida sewaktu
melakukan peracikan dan penyemprotan.
f. Pakaian kerja
yang dipakai khusus oleh para petani untuk menghindari kontak langsung
pestisida dengan tubuh selama melakukan penyemprotan.(Kesehatan et al.,
2015).

4. Penggunaan Alat Pelindung Diri


Terlepas dari alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida,
penggunaan dan perilaku petani yang tidak tepat dalam menggunakan pestisida,
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satunya berdampak pada
kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian APD pada saat
pemakaian pestisida adalah :
a. Selama melakukan persiapan, pencampuran, pestisida harus menggunakan
masker, kacamata, baju pelindung, sarung tangan dan adakan ventilasi keluar.
b. Harus memakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri, pakaian ini harus
diganti dan dicuci secara bersih.
c. dalam menyimpan dan menggunakan pestisida harus menggunakan pestisida,
baju pelindung, dan sarung tangan.
d. Pakaian khusus, kacamata, topi dan sarung tangan serta masker harus dipakai
sewaktu penyemprotan tanaman. Pakaian pelindung harus dibuka dan
membersihkan diri sebelum makan.
e. setelah selesai menyemprot harus mandi dengan sabun dan gantilah pakaian
dengan yang bersih setelah mandi. (Manalu DS, 2019).

C. Faktor yang Mempengaruhi Keluhan Kesehatan dan Keracunan Akibat


Pestisida

1. Usia
Usia merupakan fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka usia
semakin bertambah. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin banyak hal-
hal yang dialaminya, bertambahnya usia seseorang metabolisme tubuh akan menurun
dan akibatnya menurun aktifitas kholinesterase darah sehinggga mempermudah
terjadinya keluhan kesehatan yaitu keracunan pestisida. Usia berkaitan dengan
kekebalan tubuh seseorang dalam mengatasi tingkat toksisitas suatu zat, semakin
bertambah usia seseorang maka sistem kekebalan di dalam tubuh akan semakin
berkurang.(Irnayanti, 2020)

2. Jenis kelamin
Kadar kholin bebas pada plasma laki-laki dewasa normal dengan rata-rata
sekitar 4,4μg/ml. Kaum wanita mempunyai rata-rata aktifitas khlinesterase darah
lebih tinggi dari laki-laki. Namun, tidak diizinkan wanita untuk menyemprot
pestisida, karena pada saat kehamilan kadar kholinesterase cenderung turun dari
kadar normal.(Irnayanti, 2020)

3. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan yang cukup mengenai pestisida sangat penting dimiliki oleh
seseorang yang akan mengaplikasikan pestisida, khususnya petani penyemprot
pestisida, karena dengan pengetahuan yang cukup para petani penyemprot dapat
melakukan pengelolaan pestisida dengan cara yang dianjurkan, sehingga risiko
keracunan dapat dihindari.(Irnayanti, 2020)

4. Lama kerja
Semakin lama petani menjadi penyemprot pestisida, maka semakin lama juga
kontak dengan pestisida sehingga resiko keracunan pestisida semakin tinggi.
Keracunan pestisida akan berlangsung mulai dari selesai penyemprotan hingga 2
minggu setelah melakukan penyemprotan.(Irnayanti, 2020)

5. Status gizi
Status gizi sangat berpengaruh terhadap masalah-masalah kesehatan,
misalnya; meningkatkan kelambanan, kelemahan daya tahan tubuh dan fisik,
mengurangi inisiatif dan meningkatkan kepekaan terhadap infeksi dan jenis penyakit
lainnya. Semakin buruk status gizi seseorang maka akan semakin mudah seseorang
tersebut terjadi masalah kesehatan.(Irnayanti, 2020)

D. Pengetahuan

1.Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui proses
sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan
merupakan domain yang penting dalam terbentuknya perilaku terbuka atau open
behavior (Donsu, 2017).Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan
manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objekmelalui pancaindra yang
dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan
untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan
persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui
indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat erat
hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan semakin luas
pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah tidak mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
pendidikan formal saja, tetapi juga dapat diperoleh dari pendidikan non formal.
Pengetahuan akan suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek
negatif. Kedua aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek
positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin positif
terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan


seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan yang berbeda.
Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang
telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu disisni merupakan
tingkatan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur
orang yang tahu tentang apa yang dipelajari yaitu dapat menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek tersebut,
dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya. Orang
yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu objek
yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi juga diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana program dalam situasi
yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau memisahkan,
lalu kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen dalam suatu
objek atau masalah yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang
telah sampai pada tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap
pengetahuan objek tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen pengetahuan
yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang sudah ada sebelumnya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.

E. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi
dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak
tampak, dari yang dirasakan sampai paling yang tidak dirasakan (Okviana, 2015).
Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkunganya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan
tindakan. Perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang
berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Notoatmojo, 2010).

a. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan


Perilaku pemeliharaan kesehatan merupakan perilaku atau usaha seseorang
agar tidak sakit dan upaya untuk sembuh jika dalam keadaan sakit. Perilaku
pemeliharaan kesehatan ini terdiri atas 3 bagian, yaitu:
1) Perilaku pencegahan penyakit, penyembuhan pada saat sakit dan pemulihan
setelah sembuh dari sakit.
2) Perilaku peningkatan kesehatan jika seseorang masih dalam keadaan sehat.
Perlu diketahui bahwa sehat dan sakit merupakan situasi yang dinamis dan
relatif.
3) Perilaku gizi makanan dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan, namun dapat juga sebaliknya dapat
menyebabkan munculnya berbagai penyakit. Hal ini bergantung pada
bagaimana manajemen pengolahan makanan oleh si penjamah makanan.
2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Health Seeking
Behavior)
Perilaku ini biasanya dilakukan pada saat seseorang mengalami sakit dan
mencari pelayanan kesehatan yang cocok hingga dia kembali sehat dan bisa
dilakukan mulai dari pengobatan sendiri (self treatment) bahkan hingga ke luar
negeri.

F. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Dimana juga sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
(Irnayanti, 2020)
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
menerima (receiving), menerima diartikan bahwa subjek mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan.Merespon (responding), membmengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
Bertanggungjawab (responsible), bertanggungjawab atas segala suatu yang telah
dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang memiliki tingkatan paling
tinggi manurut Notoatmodjo(2011).
G. Kerangka Teori

Penggunaan
Penggunaan APD Pestisida

Karakteristik Perilaku
Petani Petani

1. Usia 1. Tingkat
2. Pendidikan Pengetahuan
3. Jenis 2. Sikap
Kelamin 3. Tindakan

Keluhan
Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai