Anda di halaman 1dari 2

Nama : Bagus Suryanto

NRP : 120119249

Hukum Perbankan KP B

Berdasarkan Pasal 8 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun


2017 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2017 Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-
Undang menetapkan bahwa Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan
pelaksanaan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut. Maka dari itu ketentuan Pasal 40 dan Pasal
41 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan tidak berlaku lagi.

Sebelumnya Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998


Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menetapkan bahwa bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali
dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 44, Pasal 44A,
dan pihak terafiliasi. Pasal 41 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menetapkan bahwa Untuk
kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis tersebut harus menyebutkan nama
pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Dapat
disimpulkan bahwa bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
simpanannya dan untuk kepentingan perpajakan, hanya Pimpinan Bank Indonesia atas
permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar
memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
Hal tersebut diubah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017
Tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-
Undang, yang pada Pasal 2 nya menetapkan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang
mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari lembaga jasa
keuangan yang melaksanakan kegiatan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian,
lembaga jasa keuangan lainnya, dan/atau entitas lain yang dikategorikan sebagai lembaga
keuangan sesuai standar pertukaran informasi keuangan berdasarkan perjanjian internasional
di bidang perpajakan. Akses informasi keuangan ini untuk kepentingan perpajakan meliputi
akses untuk menerima dan memperoleh informasi keuangan dalam rangka pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan perjanjian
internasional di bidang perpajakan sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
lagi Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan yang memiliki
kewenangan mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan
memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah
Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak melaikan Direktur Jenderal Pajak yang berwenang
mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan salah satunya ada di
sektor perbankan.

Anda mungkin juga menyukai