Nim : 1181111002
Jawab :
1. A. Lingkungan alam
Lingkungan alam atau lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang sifatnya alamiah,
seperti sumber daya alam (air, hutan, tanah, batu-batuan), tumbuh-tumbuhan dan hewan
(flora dan fauna), sungai, iklim, suhu, dan sebagainya Lingkungan alam sifatnya relatif
menetap, oleh karena itu jenis lingkungan ini akan lebih mudah dikenal dan dipelajari oleh anak.
Sesuai dengan kemampuannya, anak dapat mengamati perubahan-perubahan yang terjadi dan
dialami dalam kehidupan sehari-hari, termasuk juga proses terjadinya.
Dengan mempelajari lingkungan alam ini diharapkan anak akan lebih memahami
gejala-gejala alam yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari, lebih dari itu diharapkan
juga dapat menumbuhkan kesadaran sejak awal untuk mencintai alam, dan mungkin juga
anak bisa turut berpartisipasi untuk menjaga dan memelihara lingkungan alam.
B. Lingkungan sosial
Selain lingkungan alam sebagaimana telah diuraikan di atas jenis lingkungan lain
yang kaya akan informasi bagi anak usia dini yaitu lingkungan sosial. Hal-hal yang bisa
dipelajari oleh anak usia dini dalam kaitannya dengan pemanfaatan lingkungan sosial
sebagai sumber belajar ini misalnya:
mengenal adat istiadat dan kebiasaan penduduk setempat di mana anak
tinggal.
mengenal jenis-jenis mata pencaharian penduduk di sektiar tempat tinggal dan
sekolah.
Mengenal organisasi-organisasi sosial yang ada di masyarakat sekitar tempat
tinggal dan sekolah.
Mengenal kehidupan beragama yang dianut oleh penduduk sekitar tempat
tinggal dan sekolah.
Mengenal kebudayaan termasuk kesenian yang ada di sekitar tempat tinggal
dan sekolah.
Mengenal struktur pemerntahan setempat seperti RT, RW, desa atau
kelurahan dan kecamatan.
Pemanfaatan lingkungan sosial sebagai sumber belajar dalam kegiatan pendidikan untuk
anak usia dini sebaiknya dimulai dari lingkungan yang terkecil atau paling dekat dengan anak.
C. Lingkungan budaya
Di samping lingkungan budaya dan lingkungan alam yang sifatnya alami, ada juga yang
disebut lingkungan budaya atau buatan yakni lingkungan yang sengaja diciptakan atau dibangun
manusia untuk tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Anak dapat
mempelajari lingkungan buatan dari berbagai aspek seperti prosesnya, pemanfaatannya,
fungsinya, pemeliharaannya, daya dukungnya, serta aspek lain yang berkenan dengan
pembangunan dan kepentingan manusia dan masyarakat pada umumnya.
Agar penggunaan lingkungan ini efektif perlu disesuaikan dengan rencana kegiatan atau
program yang ada. Dengan begitu, maka lingkungan ini dapat memperkaya dan memperjelas
bahan ajar yang dipelajari dan bisa dijadikan sebagai laboratorium belajar anak.
2. A. Fasilatator
Tugas guru tidak hanya memyampaikan informasi kepada siswa, tetapi harus menjadi
fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik,agar
mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas
dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Untuk kepentingan tersebut perlu
dikondisikan lingkungan belajar yang kondusif dan menantang rasa ingin tahu siswa, sehingga
proses pembelajaran akan berlangsung secara efektif.
Menciptakan pembelajaran yang kondusif, inspiratif, menantang dan menyenangkan, tentu
saja bukanlah hal yang mudah, karena menuntut strategi dan keterampilan guru.dalam menata
dan melaksanakan pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas.
B. Penataan Lingkungan Psiko-sosial kelas.
Iklim psiko-sosial kelas berkenaan dengan hubungan sosial pribadi antara guru dan siswa
serta antar siswa. Hubungan yang harmonis antara guru dan siswa serta antar siswa akan dapat
menciptakan iklim psiko-sosial kelas yang sehat, dan efektif bagi berlangsungnya proses
pembelajaran. Terciptanya iklim psiko-sosial kelas yang kondusif, sangat ditentuan oleh
karekteristik guru dan dan hubungan sosial antara peserta didik.
C. Guru sebagai Motivator
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran,
karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang
tinggi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru harus mampu
membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
D. Guru sebagai Pemberi Inspirasi
Sebagai pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan
inspirasi bagi peserta didik, sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan
berbagai pemikiran, gagasan, dan ide-ide baru.
Untuk itu guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan
tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta
kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik, agar dapat memberikan inspirasi,
membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif merupakan
faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar.
E. Guru sebagai Pemacu
Sebagai pemacu belajar guru harus mampu melipat gandakan potensi peserta didik dan
mengembangkan sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka. Guru harus memahami bahwa
setiap orang memerlukan bantuan orang lain dalam perkembangannya tidak terkecuali peserta
didik yang memerlukan bantuan. Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan
memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan
potensinya secara optimal.
3. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai
rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan
perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi
empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan
(4) formal operational.
Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu
asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah
“the process by which a person takes material into their mind from the environment,
which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi
adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi teori
perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu
guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir
anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara
dan diskusi dengan teman-temanya.
4. Dalam hal ini peran guru untuk menjalankan tugas panggilannya sangat diperlukan. Guru
harus memiliki peran-peran yang bisa membimbing dan mendukung pola pikir anak didik
agar mampu menjadi anak didik yang diharapkan seperti, Guru yang konstruktif harus
selalu inovatif untuk mengadopsi metode-metode baru untuk memotivasi belajar anak-
anak didiknya.
Ia harus menempatkan anak-anak didiknya sebagai pusat pembelajaran, artinya sejauh mana
materi disampaikan bukan tergantung guru dan kurikulumnya tetapi tergantung kepada murid-
muridnya. Seorang guru hanya sebagai fasilitator, motivator dan inspirator dari proses kegiatan
belajar mengajar di kelas, sehingga semua kualitas dari dalam diri anak-anak didiknya, akan
terbuka. Semua kreativitas terletak di dalam diri anak-anak didik, karena anak-anak didik kita
memiliki jiwa di mana terletak sumber dari segala potensi-potensinya. Karena
ketidaktahuannyalah maka kita sebagai seorang calon /guru adalah pemandu spiritual untuk
membantu memberikan pengetahuan kepada jiwa anak-anak didik kita. Keterlibatan jiwa
seorang murid dalam suatu kegiatan belajar mengajar, akan memberikan motivasi kuat kepada
mereka.
Seorang guru harus menjadi motivasi bagi anak-anak didiknya, melalui kebiasaan membaca
buku, budaya fisik dan mental ini bisa memberi contoh kepada anak-anak didik. Karena murid-
murid selalu mengikuti perilaku guru mereka. Jadi seorang guru dapat melakukan banyak hal
melalui kekuatan motivasi. Seorang guru harus menyadari bahwa kekuatan motivasi dan
menggunakannya dengan baik dimanapun.
5. Maksudnya adalah guru menyusun rencana pembelajaran untuk membuat seluruh
siswanya menjadi aktif di kelas dan movitasi dari guru adalah untuk membentuk
pengetahuan siswanya
6. A. Teori harapan
Dikemukakan oleh Victor H. Vroom (dalam Sudrajat, 2008) yang menjelaskan bahwa
motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai seseorang dan perkiraan yang
bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya,
apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Secara sederhana, teori
harapan ini berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis,
motivasinya untuk berupaya akan menjadi rendah.
Menurut Djamarah (2008: 149), motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang disebut
“motivasi intrinsik”, yaitu motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu
dirangsang dari luar. Hal ini dikarenakan di dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut “motivasi
ekstrinsik”, yaitu motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar
B. Teori Kebutuhan
McClelland (dalam Sudrajat, 2008) mengemukakan teori kebutuhan untuk mencapai
prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda,
sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Kebutuhan akan prestasi tersebut
sebagai (1) keinginan untuk melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit, (2)
menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide
melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang
berlaku, (3) mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi, (4) mencapai performa puncak
untuk diri sendiri, (5) mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain, (6) meningkatkan
kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.
Menurut McClelland, karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers)
memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan
derajat kesulitan moderat, (2) menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena
upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya,
dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan
dengan mereka yang berprestasi rendah.
7. Pembelajaran Koperative
Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan
belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan. Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur
kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15)
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau
serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar
bekerja sama selama proses pembelajaran. Selanjutnya Stahl dalam Isjoni (2009: 15)
menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan
meningkatkan sikap saling tolong-menolong dalam perilaku sosial. Pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar
(Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran
cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok
Dan Model Pembelajaran Yang tidak Cocok untuk berkelompok adalah :
Jigsaw
Teknik mengajar jigsaw dikembangkan pertama kalinya untuk menghadapi isu yang
disebabkan perbedaan sekolah-sekolah di Amerika Serikat antara tahun 1964 dan 1974 oleh
Elliot Aronson sebagai model cooperative learning. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yangmendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam menguasai materipelajaran. Dalam pembelajaran tipe jigsaw setiap siswa
mempelajarisesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh siswa lain.
8. Pendekatan Individual
Didalam suatu kelas terdapat kelompok anak didik, mereka duduk dikursi masing-masing ada
yang berjumlah dua orang sampai lima orang. Didepan mereka ada meja untuk tempat alat tulis,
buku dan untuk tempat menulis tentunya. Mereka belajar dengan gaya yang berbeda-beda pula,
perilaku mereka juga macam-macam. Dari cara berpakaian, perilaku, sikap, cara penyampaian
pendapat dan pertanyaan. Setiap anak didik memang mempuanyai karakteristik perilaku yang
berbeda beda dari satu anak didik ke anak didik lainnya.
Perbedaan individual anak didik tersebut tentunya memberikan wawasan kepada guru bahwa
strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual ini.
9. 1. Merumuskan tujuan khusus
Dalam merancang pembelajaran, tugas pertama dari seorang guru adalah merumuskan
tujuan pembelajaran khusus beserta materi pelajarannya. Sebab tujuan umum (Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar) dari pembelajaran sudah dirumuskan oleh para
pengembang kurikulum. Tugas guru adalah menterjemahkan tujuan umum pembelajaran
(SK dan KD) menjadi tujuan khusus (indikator) pembelajaran yang lebih spesifik dan
mudah terukur.
Rumusan tujuan pembelajaran menurut Bloom (1964) mencakup 3 aspek penting yaitu
domain kognitf, afektif, dan psikomotorik.
a. Domain kognitif
Pada domain kognitif, tujuan pembelajaran berkaitan dengan aspek intelektual siswa,
melalui penguasaan pengetahuan dan informasi mengenai data dan fakta, konsep,
generalisasi, dan prinsip. Semakin kuat seseorang dalam menguasai pengetahuan dan
informasi, maka semakin mudah seseorang dalam melaksanakan aktivitas belajar.
b. Domain afektif
Domain afektif adalah domain yang berhubungan dengan penerimaan dan apresiasi
seseorang terhadap suatu hal dan perkembagan mental yang ada dalam diri seseorang.
c. Domain psikomotor
Domain psikomotor adalah domain yang menggambarkan kemampuan dan ketrampilan
seseorang yang dapat dilihat dari unjuk kerja atau performance yang berupa ketrampilan
fisik dan ketrampilan non fisik. Ketrampilan fisik adalah ketrampilan seseorang untuk
mengerjakan sesuatu dengan menggunakan oto, sedangkan ketrampilan nonfisik adalah
ketrampilan seseorang dalam menggunakan otak sebagai alat utama dalam mengerjakan
dan memecahkan suatu permasalahan.