Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“APRESIASI KARYA SASTRA DAN KEMAMPUAN BERBAHASA


RESEPTIF”

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keterampilan Berbahasa Indonesia yang diampu
oleh Dosen: Dra. Mastiana, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 8:
Nama :
 Azri Isnaini Tanjung ( 1181111002)
 Mawaddah Rohmah ( 1181111017)
 Roby Zulfianda Purba ( 1181111034)
 Pratiwi ( 1181111028)

Kelas : A Reg 2018

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah dan karunia-
Nya yang diberikan kepada kami, sehingga hasil karya tulis yang berupa makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan
fakta pada makalah ini. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan
sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal
dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal
mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Di mana kami juga memiliki keterbatasan
kemampuan. Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa kami memiliki keterbatasan dan
juga kekurangan, kami bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Kami
akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai suatu pelajaran yang dapat memperbaiki
makalah kami di masa datang. Sehingga semoga makalah berikutnya dan makalah lain dapat
diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari karya ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah
pengetahuan kita tentang isi dari makalah ini.

Medan, Maret 2019


 
Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Tujuan.................................................................................................... 4
C. Manfaat.................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHSAN.................................................................................... 6
BAB III PENUTUP ......................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang dalam mempelajari karya sastra diharapkan menguasai empat hal yang penting :
(1) Dapat menunjukkan nilai instrinsik, (2) Dapat menunjukkan nilai ekstrinsik, (3) dapat
menunjukkan nilai estitis, (4) Dapat menunjukkan kegunaan suatu karya sastra dalam bidang
pendidikan. Dan materi sastra ini disajikan agar mahasiswa PGSD dapat menikmati, memahami,
dan mengapresiasikan secara koitis karya sastra untuk anak didiknya dikemudian hari.

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dilakukan dengan cara : (1) Mendengarkan dan
membaca sastra, (2) Menanggapi dan membahas karya sastra secara kritis, dan (3) Menyajikan
kembali karya sastra secara kreatif. Dan karya sastra sebagai karya seni di samping mempunyai
nilai estetis juga mengandung nilai kegunaan.

Horoce mengemukakan fungsi sastra adalah Dulce et utile atau Sweet an usefull artinya
menyenangkan dan bermanfaat bagi kehidupan. Tarigan (1986 : 195 – 196) mengemukakan 5
nilai yang terkandung dalam karya sastra yaitu : (1) Nilai hidonik, yang memberikan kesenangan
secara langsung, (2) Nilai artistis, yang memainkan kestasikan keterampilan seseorang, 3) Nilai
kultural, yang mengandung hubungan yang mendalam dengan masyarakat atau kebudayaan, (4)
Nilai moral-religius, bahwa karya sastra terpancar ajaran-ajaran etika, moral, dan agama, ( 5)
Nilai praktis, mengandung hal-hal praktis yang dapat dilaksanakn dalam kehidupan sehari-hari.

Barton (1964 : 30) mengemukakan empat permasalahan pokok dalam karya sastra yaitu
(1) Permasalahan manusia dengan Tuhannya, (2) Permasalahan manusia dengan sesamanya, (3)
Manusia dengan alam sekitarnya, (4) Permasalahan manusia dengan dirinya sendiri, sehingga
dalam mempelajari karya sastra akan memperoleh banyak manfaat yang positif, juga Dipodjoyo
(1981 : 2 – 4 )

B. TUJUAN
1. Mengetahui Pengertian dari Apresiasi Sastra Secara Represif
2. Mengetahui Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
3. Mengetahui Fungsi Karya Sastra

4
C. MANFAAT
1. Menambah wawasan tentang Apresiasi Sastra Secara Represif
2. Menambah Wawasan tentang Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia
3. Menambah wawasan tentang fungsi karya sastra

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Apresiasi Sastra Secara Represif

Apresiasi sastra anak secara reseptif adalah penghargaan, penilaian, dan pengertian
terhadap karya sastra anak-anak, baik yang berbentuk puisi maupun prosa yang dapat dilakukan
dengan cara membaca, mendengarkan dan menyaksikan pementasan drama. Ada beberapa
pendekatan yang dapat diterapkan dalam mengapresiasi sastra anak-anak secara reseptif,
diantaranya sebagai berikut:

(1) Pendekatan Emotif

Pendekatan emotif merupakan pendekatan yang mengarahkan pembaca untuk mampu


menemukan dan menikmati nilai keindahan (estetis) dalam suatu karya sastra tertentu, baik dari
segi bentuk maupun dari segi isi. Menurut Aminuddin (2004:42) mengemukakan bahwa
pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang
mengajuk emosi atau perasaan pembaca. Ajukan emosi itu berhubungan dengan keindahan
penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu
atau menarik.

(2) Pendekatan Didaktis

Pendekatan didaktis mengantar pembaca untuk memperoleh berbagai amanat, petuah,


nasihat, pandangan keagamaan yang sarat dengan nilai-nilai yang dapat memperkaya kehidupan
rohaniah pembaca. Aminuddin (2004: 47) mengemukakan bahwa pendekatan didaktis adalah
suatu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan, evaluatif
maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filosofis,
maupun agamis sehingga akan mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.

(3) Pendekatan Analitis

Aminuddin (2004: 44) mengemukakan bahwa pendekatan analitis merupakan


pendekatan yang berupaya membantu pembaca memahami gagasan, cara pengarang
menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur intrinsik dan hubungan antara elemen itu

6
sehingga dapat membentuk keselarasan dan kesatuan dalam rangka terbentuknya totalitas bentuk
dan maknanya. Namun demikian, penerapan pendekatan analitis dalam pembelajaran sastra di
SD tidaklah berarti harus selengkap seperti yang dipaparkan diatas. Dianggap telah memadai,
jika telah dapat mengungkapakan unsur-unsur yang membangun karya sastra yang dibaca, dan
dapat menunjukkan hubungan antarunsur yang saling mendukung atau saling bertentangan, serta
mampu memaparkan pesan-pesan yang dapat memperkaya pengalaman rohaniah. Aminudin
(2004) mengemukakan bahwa unsur dalam prosa atau cerita fiksi adalah tema, latar, alur,
penokohan dan titik pandang, dan gaya.

B. Jenis dan Bentuk Karya Sastra Indonesia

1. Jenis (Genre) Karya Sastra Indonesia

Membaca dan memaknai sastra membantu kita untuk menyadari kompleksitas misteri hidup,
seperti cinta, benci, kelahiran, kematian, perkawinan, konflik sosial, dan sebagainya. Dengannya
kecerdasan sosial dan emosional penikmat sastra tersebut akan semakin terasah, sehingga
diharapkan semakin toleran terhadap berbagai perbedaan. Sastra bisa menjelajahi ruang dan
waktu, mengantarkan pembacanya ke masa lalu dan juga ke masa depan.

Jenis sastra ada bermacam ragam, tetapi dalam garis besarnya, terdapat tiga hal yang
membedakan karya sastra dan bukan sastra, yaitu:

1. Sifat khayali sastra

2. Adanya nilai-nilai seni

3. Adanya cara penggunaan bahasa secara khas

Namun dalam prakteknya, ketiga hal tersebut memiliki bobot dan nuansa yang berbeda-beda
antara satu jenis karya sastra dengan karya sastra lainnya. Ciri karya sastra yang menuntut
adanya nilai-nilai seni boleh dikatakan tidak ada permasalahan, karena semua karya sastra
apapun jenisnya harus memiliki nilai-nilai estetik atau seninya. Namun dalam dua hal yang lain,
yakni sifat khayali dan penggunaan bahasa, ada perbedaan-perbedaan yang mencolok sehingga
perlu adanya dua penggolongan jenis sastra.

7
Sastra dapat digolongkan menjadi dua kelompok jenisnya, yaitu sastra imajinatif dan sastra
non-imajinatif. Dalam penggolongan sastra yang pertama, ciri khayali sastra agak kuat dibanding
dengan sastra non-imajinatif. Begitu pula dalam penggunaan bahasanya, sastra imajinatif lebih
menekankan penggunaan bahasa konotatif (banyak arti) dibandingkan dengan sastra non-
imajinatif yang lebih menekankan pada penggunaan bahasa denotatif (arti tunggal). Tentu saja
perbedaan-perbedaan tadi bersifat ekstrem, sebab pada kenyataannya tidak ada karya sastra
imajinatif yang sepenuhnya khayali dan berbahasa konotatif. Juga tidak selamanya karya sastra
non-imajinatif tidak bersifat khayali dan berbahasa denotatif. Dalam karya sastra imajinatif dan
non-imajinatif ciri-ciri khayali dan penggunaan bahasa denotatif-konotatif tadi tidak ada
ukurannya. Kedua unsur tersebut bercampur baur pada masing-masing jenis karya sastra, hanya
bobot penekanannya dapat bergeser dan berbeda-beda. Kalau dalam sebuah karya sastra unsur
khayali agak berkurang dan penggunaan bahasa cenderung denotatif, maka karya demikian
cenderung digolongkan ke dalam karya sastra non-imajinatif. Begitu pula sebaliknya.

Dengan demikian, ciri sastra imajinatif adalah:

 karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali, menggunakan bahasa yang
konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri
 sastra non-imajinatif adalah: karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya
daripada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, dan memenuhi
syarat-syarat estetika seni.

Dalam prakteknya jenis sastra non-imajinatif tadi terdiri dari karya-karya yang berbentuk
esai, kritik, biografi, otobiografi, dan sejarah. Dalam jenis sastra non-imajinatif ini terkadang
dimasukkan pula jenis memoar, catatan harian, dan surat-surat. Dalam sejarah sastra Indonesia
modern, jenis sastra yang disebut di atas jarang yang dimasukkan sebagai karya sastra. Apa yang
disebut karya  sastra di Indonesia selalu jenis sastra imajinatif saja. Hanya karya kritik dan esai
sering dimasukkan sebagai karya sastra di Indonesia. Hal ini dapat kita maklumi karena sejarah
sastra Indonesia modern masih pendek usianya, sehingga genre-genre sastra non-imajinatif
belum sempat berkembang.

8
1. Bentuk Karya Sastra Indonesia

Satrawan membutuhkan bahasa sebagai bahan dasar untuk menghasilkan karya seni. Bahan
dasar itu diolah oleh seniman untuk mewujudkan karya seni yang didinginkan. Bahasa yang
berupa kata-kata diolah menjadi karya sastra. Cara mengolah bahasa menjadi karya sastra itu
bermacam-macam sehingga hasil akhirnya pun bermacam-macam pula. Hal itu dapat
dibandingkan dengan daging kambing. Daging kambing menjadi sate atau gule tergantung cara
memasaknya. Demikian pula bahas, sastrawan mengolah bahan dengan cara bermacam-macam
sehingga bentuk karya sastra yang dihasilkannya dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
puisi, prosa, dan drama.

1. Puisi

Karya sastra disebut puisi jika mempunyai ketentuan-ketentuan tentang jumlah kata, bait,
larik, rima, dan irama.  Dengan kata lain, puisi itu bentuknya terikat oleh berbagai ketentuan.
Pantun, syair, gurindam, puisi modern adalah contoh karya sastra yang berbentuk puisi.

2. Prosa

Bentuk prosa bebas dari berbagai ketentuan. Tidak ada aturan mengenai jumlah bait, baris, kata,
rima, dan irama. Pengarang bebas menggunakan kata-kata dan merakitnya menjadi kalimat
sesuai dengan selera. Kata-kata yang digunakan mengalir tak terbatas. Alur cerita dapat diikuti
melalui jalan cerita dan percakapan. Dongeng, hikayat, cerita pendek, novel adalah contoh karya
sastra yang berbentuk prosa.

3. Drama

Drama ialah semua teks yang bersifat dialog dan yang isinya membentangkan sebuah alur
(Luxemburg, 1984). Drama itu berbeda dengan prosa cerita dan puisi karena dimaksudkan
untuk dipentaskan. Pementasan itu memberikan sebuah penafsiran kedua kepada drama. Sang
sutradara dan para pemain menafsirkan teks, sedangkan para penonton menafsirkan versi yang
telah ditafsirkan oleh para pemain. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan
pementasannya mau tidak mau membayangkan alur peristiwa di atas panggung. Pengarang
drama pada prinsipnya memperhitungkan kesempatan ataupun pembatasan khas, akibat
pementasan. Oleh karena itu, teks drama berkiblat pada pementasan (Luxemburg, 1984).

9
Drama dalam karya sastra adalah naskah drama karangan sastrawan. Naskah drama isinya
kebanyakan berupa dialog, yaitu percakapan antar tokoh (pelaku). Dari dialog para tokoh itu
dapat diketahui alur ceritanya. Dari dialog juga dapat diketahui watak para tokohnya, baik lewat
tokoh lain maupun lewat tokoh itu sendiri. Salah satu ciri teks drama adalah adanya unsur dialog,
yang dalam teks naratif dan puisi tidak begitu menonjol. Dalam pementasan, unsur tersebut
berupa percakapan antar tokoh. Di sini tampak bagaimana cerita disampaikan melalui dialog
antar tokoh.

Dalam drama. Dialog merupakan bagian terpenting, dan sampai taraf tertentu ini juga berlaku
bagi monolog. Teks yang memuat petunjuk pementasan adalah teks yang mirip dengan unsur
fiksi. Hal itu terlihat pada adanya alur (rangkaian cerita), tokoh dan karakternya, latar, gaya
bahasa, dan tema.

Berdasarkan isinya, drama dibedakan menjadi:

1. Tragedi, yang menggambarkan kesedihan,

2. Komedi, yang menggambarkan sesuatu yang menyenangkan dengan ekspresi yang lucu;
yang kemudian dii antara keduanya juga timbul,

3. Tragikomedi, yang isinya juga bersifat gabungan antara peristiwa tragik dan komedik.

Tragedi adalah drama yang timbul pada zaman Yunani kuno yang membahas peristiwa-
peristiwa mengharukan, berdasarkan konflik psikis, moral, ataupun sosial, dengan maksud agar
penonton lalu mawas diri dan merasakan kelegaan batin (katarsis). Sementara itu, komedi adalah
bentuk drama yang bermaksud untuk menghibur para penonton. Di sini versi terhadap
perorangan, hidup sehari-hari ditampilkan dengan humor. Tak ada permasalahan metafisik,
alurnya ringan dan cepat diselesaikan dengan “happy ending” (Hartoko & Rahmanto, 1986).

Naskah drama mungkin sangat membosankan kalau hanya dibaca. Sebab, naskah drama
ditulis untuk diperagakan di panggung. Jika naskah itu sudah diperagakan pemain dipanggung,
namanya bukan seni sastra lagi, melainkan seni drama. Seni drama merupakan gabungan dari
berbagai seni, yakni seni sastra, seni suara, seni rupa dan lain-lain.

10
Agar menjadi tontonan yang menarik, seni drama didukung tata panggung, tata cahaya, tata
rias, tata busana, dan tata suara. Selain penggolangan berdasarkan bentuknya, karya sastra juga
dapat digolongkan berdasarkan kurun waktu pembuatannya.

Berdasarkan waktu pembuatannya, karya sastra Indonesia dibedakan atas sastra Indonesia
lama dan sastra Indonesia baru. Sastra Indonesia lama meliputi prosa lama dan puisi lama. Prosa
lama terdiri dari: dongeng dan hikayat. Sedangkan, puisi lama terdiri dari:

 pantun,
 syair,
 gurindam.

Sastra Indonesia baru juga meliputi puisi baru dan prosa baru. Semua puisi yang tidak
termasuk puisi lama dinamakan puisi baru, sedangkan prosa baru berbentuk cerita pendek
(cerpen), novel, atau roman.

1. Sastra Indonesia Lama

Pembagian Sastra Indonesia Lama ditinjau dari sisi bentuk, isi, dan pengaruh asing adalah
sebagai berikut.

1) Berdasarkan bentuknya, Sastra Indonesia Lama dibagi menjadi dua, yaitu: a) Prosa Lama; dan
b) Puisi Lama.

2) Berdasarkan isinya, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) Sastra Sejarah;
b) Sastra Undang-Undang; dan c) Sastra Petunjuk bagi Raja atau Penguasa.

3) Berdasarkan pengaruh asing, Sastra Indonesia Lama dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) Sastra
Indonesia Asli; b) Sastra Indonesia Lama Pengaruh Hindu; dan c) Sastra Indonesia Lama
Pengaruh Islam.

11
Adapun ciri-ciri kesusastraan Indonesia Lama adalah:

 Bersifat onomatope/anonim, yaitu nama pengarang tidak dicantumkan dalam karya


sastra,
 Merupakan milik bersama masyarakat,
 Timbul karena adat dan kepercayaan masyarakat,
 Bersifat istana-sentris, maksudnya cerita yang terkandung berkisar pada lingkungan
istana,
 Disebarkan secara lisan,
 Banyak bahasa klise, yaitu bahasa yang bentuknya tetap,
 Prosa lama cenderung bersifat imajinatif,
 Bersifat didaktif, dan
 Bentuk serta isinya statis.

Sastra Indonesia Lama meliputi:

1)        Prosa Lama

Dalam tradisi sastra Melayu lama, prosa adalah seluruh hasil karya sastra lisan dan tulisan
yang panjang, baik yang berbentuk cerita ataupun bukan cerita, dengan bahasa Melayu yang
medium. Prosa lama biasanya dicirikan dengan kesukaan pengarang untuk menggambarkan
kehidupan masyarakat di saat prosa itu dikarang.

1. a) Dongeng

Dongeng adalah salah satu bentuk prosa lama. Biasanya, isinya mengenai hal-hal yang
fantastis dan berpusat pada raja-raja. Dongeng adalah cerita khayal yang tidak masuk akal, cerita
dalam dongeng tak pernah terjadi dan tak mungkin terjadi, dengan apa yang diceritakan
bermacam-macam.

1. b) Hikayat

Hikayat termasuk prosa lama, ceritanya berkisar lingkungan istana. Hal yang diceritakan
tentu saja raja, keluarga raja, dan para punggawa kerajaan.

12
1. c) Tambo

Tambo adalah cerita sejarah, yaitu cerita tentang kejadian atau asal-usul keturunan raja.
Silsilah atau tambo, yaitu semacam sejarah, tetapi isinya sudah bercampur dengan khayalan
sehingga banyak cerita yang tidak tercerna oleh pikiran sehat.

2)        Puisi Lama

Puisi lama merupakan pancaran kehidupan masyarakat lama yang memiliki ciri-ciri: a) bersatu,
tidak pecah belah, dan hidup lebih padu, dalam kesatuan itu ada yang mengikat yaitu adat
istiadat yang telah turun temurun, b) setiap orang saling mengenali, dan c) hidup tolong
menolong, bergotong-royong membangun rumah, mengerjakan sawah, mengadakan keramaian,
suka duka selalu bersatu.

1. Sastra Indonesia Baru

Dibandingkan dengan Sastra Indonesia Lama, akan terdapat beberapa perbedaan. Prosa baru
bersifat realistis (melukiskan kenyataan sehari-hari), dinamis atau mengalami perubahan terus-
menerus sesuai dengan perubahan masa dan tidak anonim (nama pengarang dicantumkan).

1) Puisi Baru

Puisi baru disebut pula puisi modern. Sesuai dengan masyarakat baru, puisi baru
mengedepankan pikiran, gagasan, dan perasaan orang pada masa kini. Bentuk puisi bari lebih
bebas dari puisi lama. Puisi lama sangat terikat pada aturan-aturan yang ketat, dan mutlak.
Artinya, aturan-aturan itu tidak boleh diubah atau tidak boleh dilanggar. Berbagai ketentuan,
terutama tentang banyaknya suku kata tiap baris dan banyaknya baris tiap bait banyaknya
“dilanggar” oleh pengarang. Pengarang puisi baru ingin bebas lepas dari segala ketentuan yang
terlalu mengikat. Meskipun demikian, hakikat puisi tetap dipertahankannya. cenderung konotatif.
Di samping itu, puisi juga memiliki irama dan rima (ulangan bunyi), yang tidak dipentingkan
dalam jenis sastra nonppuisi.

2)        Soneta

Kata soneta berasal dari bahasa Italia sonnet yang berarti ‘bunyi’. Memang, soneta muncul
pertama kali di Italia, kemudian menyebar keseluruh Eropa dan akhirnya masuk pula kedalam

13
kesusastraan Indonesia. Tokoh yang berjasa memperkenalkan soneta ke Indonesia antara lain
Moh. Yamin, Rustam effendi, J.E.Tatengkeng, Sanusi Pane, dan A.Hasymi.

Bentuk soneta terdiri atas 14 baris terbagi dalam 4 bait. Bait pertama dan kedua masing-
masing 4 baris dan bait ketiga dan keempat masing-masing 3 baris. Bentuk puisi ini mirip
dengan pantun karena berirama sama dan mengandung semacam sampiran dan isi. Bedanya,
pantun cukup satu bait, soneta umumnya ada 4 bait, yaitu 2×4 baris dan 2×3 baris. Dua bait
pertama tidak langsung menyampaikan isi, dua bait berikutnya baru menyajikan isi. Walaupun
ada variasi bentuk yang lain, namun soneta harus 14 baris agar lebih jelas.

3)        Prosa Fiksi

Cerita (fiksi) adalah semua teks yang isinya merupakan kisah sejarah atau sebuah deretan
peristiwa. Bersamaan dengan kisah dan deretan peristiwa itu hadirlah cerita (Luxemburg, 1984).

C. FUNGSI KARYA SASTRA

1. Fungsi Rekreatif

Sastra adalah hiburan. Bagi beberapa orang, membaca sastra merupakan hiburan
tersendiri. Dengan membaca kisah sastra, barangkali pembaca akan fokus pada konflik yang
terjadi di dalamnya, dan untuk sesaat melupakan konflik yang terjadi di dunia nyata. Dengan
membaca kisah sastra, barangkali pembaca akan tersenyum sendiri menikmati keindahan kisah
cinta yang tersaji, atau justru menangis kecil ketika merasakan kesedihan dalam karya sastra,
atau tertawa, jika memang penulis memberikan lelucon yang menarik di dalam karyanya. Yang
jelas, karya sastra adalah hiburan bagi pembacanya.

2.Fungsi Didaktif

Sastra adalah pendidikan. Dengan membaca karya sastra, pembaca mungkin akan
mendapatkan ilmu-ilmu baru di dalam karyanya. Karena sejatinya, karya sastra adalah
membahas tentang berbagai aspek kehidupan, yang bisa membuat pembacanya merasakan hal-
hal yang sulit dirasakannya secara nyata. Misalnya, kita menjadi tahu sejarah Indonesia, berkat
membaca karya-karya sastra dari Pram.

14
3. Fungsi Estetis

Sastra adalah keindahan. Jangan lupakan gemulai tarian kata yang berjejer indah di dalam
karya sastra. Sastra harus memiliki keindahannya sendiri. Tidak harus rumit dan sulit dimengerti,
tapi keindahan harus tetap ada. Setiap calon penulis karya sastra, harus mampu mengartikan
keindahan apa yang dimaksud itu.

4. Fungsi Moralitas

Sastra yang baik, selalu mengandung moral yang tinggi. Semua karya sastra besar di
Indonesia memiliki nilai moralnya sendiri. Kisah Siti Nurbaya karya Marah Rusli misalnya,
memberikan moral tentang cinta dan budaya (salah satunya). Begitu pula dengan puisi Tanah Air
dari Muhammad Yamin, sarat moral akan kemerdekaan. Sastra adalah moral.

5.Fungsi Religius

Sebagai bangsa yang dibuat berdasarkan kepercayaan atas Tuhan Yang Maha Esa, tentu
aspek agama sebaiknya tidak hilang dari karya sastra. Ingat, sastra adalah hasil dari budaya
masyarakat. Artinya, masyarakat yang beragama, sudah seharusnya menyusun karya sastra yang
memberikan perspektifnya tentang agama.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Apresiasi sastra anak-anak merupakan serangkaian kegiatan bermain dengan sastra anak-
anak sehingga muncul pengertian, ketepatan dan ketelitian pemahaman, kepekaan perasaan dan
penghargaan yang baik dalam diri anak terhadap sastra anak-anak. Apresiasi sastra anak
mempunyai manfaat diantaranya : melatih keterampilan berbahasa, menambah pengetahuan
tentang pengalaman hidup manusia, membantu mengembangkan pribadi membentuk watak,
memberi kenyamanan meluaskan dimensi kehidupan dengan pengalaman baru (Wardani 1981).
Apresiasi sastra anak-anak secara reseptif dapat dilakukan dengan memberikan penghargaan,
penilaian, dan pengertian terhadap karya sastra anak-anak, baik yang berbentuk puisi maupun
prosa yang dapat dilakukan dengan cara membaca, mendengarkan dan menyaksikan pementasan
drama. Pendekatan yang dapat diterapkan dalam mengapresiasi sastra anak-anak secara reseptif
diantaranya adalah pendekatan Emotif, pendekatan Didaktis, dan pendekatan Analitis.

B. SARAN

Penulis berharap pendidik dapat menggunakan dan menghasilkan sebuah apesiasi karya
sastra anak-anak secara reseptif agar anak-anak mendapatkan pembelajaran tentang sastra sesuai
dengan porsinya dan lebih meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas anak dalam dunia sastra.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://sastranesia.com/5-fungsi-dasar-dalam-sastra/

https://plus.google.com/116376703237911756669/posts/KiG47nNxnMu

https://argadiaerlin97.wordpress.com/2017/06/21/jenis-dan-bentuk-karya-sastra-
indonesia/

TIM DOSEN BAHASA INDONESIA

17

Anda mungkin juga menyukai