Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MENGGUNAKAN KOSAKATA YANG TEPAT DAN HAKIKAT


SATRA INDONESIA

OLEH:

1. Havizo

2. Linda Okta sari

3. Muthia Syahrani

4. Nova Sapitri

Tutor: Wulanti Sagitari, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Menggunakan Kosa Kata yang Tepat". Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas
mata kuliah pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SD.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada, Ibu
Dra.Wulanti Sagitari, M.Pd selaku tutor mata kuliah Pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di SD, yang dengan sabar telah mendidik dan membibing kami.

Ringkasan ini penulis susun dengan tujuan sebagai informasi serta untuk
menambah wawasan khususnya mengenai Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di SD. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai
pengetahuan, khususnya untuk para pembaca.

Dan tidak lupa penulis mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat
kesalahan baik dalam kosa kata atau pun isi dari keseluruhan makalah ini. Kami
sebagai penulis sadar bahwa ringkasan ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk
itu kritik dan saraan yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan.

Prabumulih, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

A. Latar belakang ..............................................................................................1


B. Rumusan masalah ........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3

MODUL 4 Menggunakan Kosa Kata yang Tepat ....................................................3

KB 1 S ematik Bahasa Indonesia ..............................................................................3

A. Pengertian sematik .......................................................................................3


B. Ragam makna ...............................................................................................3
C. Relasi makna ................................................................................................5

KB 2 Perkamusan.....................................................................................................7

A. Pengertian kamus .........................................................................................7


B. Manfaat kamus .............................................................................................7
C. Jenis kamus ..................................................................................................7
D. Menggunakan kamus ...................................................................................8
E. Menyusun kamus sederhana ......................................................................10

MODUL 5 Hakikat Sastra Indonesia .....................................................................12

KB 1 Konsep Sastra Indonesia...............................................................................12

A. Pengertian sastra dan sastra anak ...............................................................12


B. Ciri sastra anak ...........................................................................................12
C. Gendre dan fungsi sastra ............................................................................12
D. Cara membaca dan menikmati karya sastra ...............................................13

KB 2 Unsur-unsur Pembangunan Karya Sastra .....................................................14

ii
A. Pengantar ....................................................................................................14
B. Unsur intrinsik prosa ..................................................................................14
C. Unsur intrinsic puisi ...................................................................................17

BAB III PENUTUPAN ..........................................................................................20

A. Simpulan ....................................................................................................20
B. Saran...........................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kosakata merupakan salah satu elemen penting yang harus dikuasai peserta
didik dalam mempelajari bahasa. Penggunaan kosakata berpengaruh terhadap
kemampuan peserta didik dalam membuat kalimat, termasuk juga dalam
berkomunikasi. Semakin banyak kosakata yang dikuasai oleh peserta didik, maka
semakin mudah pula bagi peserta didik dalam membuat kalimat dan berkomunikasi.
Begitu pula sebaliknya, semakin sedikit kosakata yang dikuasai oleh peserta didik,
maka akan semakin sulit pula bagi peserta didik untuk membuat kalimat dan
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang sedang dipelajarinya.
Untuk mempelajari kosakata diperlukan aktivitas tertentu, seperti aktif dan
kreatif, membaca buku-buku bacaan serta memperhatikan, mendengarkan
informasi dari radio, televisi dan pidato atau ceramah orang lain dan sebagainya.
Dengan aktivitas tersebut akan diperoleh istilah yang dapat menambah
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan penguasaan kosakata tersebut dalam
praktik keidupan sehari-hari, baik dalam kegiatan berbicara maupun menulis.
Penyajian hakikat sastra Indonesia terbagi menjadi dua kegiatan, yaitu:
kegiatan pertama membahas mengenai konsep sastra Indonesia menguraikan
pengertian sastra anak karya seni yang imajinatif dengan unsur estetisnya dominan
yang bermediumkan bahasa. Kegiatan kedua adalah menguraikan unsur-unsur
pembangunan karya tujuan pembelajaran khusus adalah: pertama, agar dapat
menjelaskan pengertian sastra. Kedua, agar dapat menjelaskan struktur luar. Semua
aspek pengetahuan ilmu yang mempelajari hakikat sastra Indonesia yang mendasari
konsep sastra Indonesia harus dikuasai oleh para mahasiswa. Hal ini perlu
ditekankan karena konsep sastra Indonesia sangat mempelajari karya seni yang
imajinatif dengan unsur estetisnya dominan.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dari makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Semantika Bahasa Indonesia?
2. Apa yang di maksud dengan perkamusan?
3. Memahami konsep sastra Indonesia
4. Memahami unsur-unsur karya sastra
5. Memahami ciri-ciri sastra anak

1
C. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk dapat mengetahui Semantika Bahasa Indonesia
2. Untuk memahami tentang perkamusan
3. Menjelaskan pengertian konsep sastra
4. Menjelaskan unsur pembentuk karya sastra
5. Menjelaskan ciri-ciri sastra anak

2
BAB II
PEMBAHASAN

MODUL 4 Menggunakan Kosa Kata yang Benar


KB. 1 Semantik bahasa Indonesi

A. Pengertian semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang berarti tanda atau
lambang (sign). Semantik merupakan bagian dari tiga tataran bahasa yang meliputi
fonologi, tata bahasa (morfologi- sintaksis) dan semantik (Djaja Sudarma, 1993).
Dalam kamus besar bahasa Indonesia semantik mempunyai arti (1) ilmu tentang
makna kata dan kalimat; pengetahuan mengenai seluk beluk dan pergeseran arti
kata; (2) bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan atau
struktur makna suatu wicara.

B. Ragam makna
Ada banyak ragam atau jenis makna yang dikemukakan oleh para ahli
linguistik. ke semua pendapat itu tidak diberikan batasan yang sama karena dasar
pembagiannya pun menggunakan kacamata yang berbeda-beda. Misalnya, Leech
(2003), menggunakan istilah tipe makna dan membagi makna ke dalam tujuh tipe
yakni makna konseptual, konotatif, stilistik, afektif, refleksi, kolokatif, dan tematik.
Makna berdasarkan dikotomi makna dibagi menjadi empat:
a. Makna Leksikal dan gramatikal
Coba perhatikan contoh ini: (a) aku memakan rotimu (b) para pejabat memakan
uang rakyat hingga miliaran rupiah.
Dari dua contoh ini manakah yang mengandung makna leksikal? Makna
leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya atau sesuai dengan hasil
pengamatan pancaindra kita. Kini seharusnya anda sudah mengerti mana kalimat
yang memiliki makna leksikal, ya tentu kalimat yang memiliki makna leksikal
adalah kalimat a karena sesuai makna makan dalam kalimat tersebut diartikan
sebagai memasukkan sesuatu ke dalam mulut, mengunyahnya, lalu menelannya
sedangkan kalimat berarti mencuri dana masyarakat untuk keperluan pribadi
(korupsi). semantik makna leksikal dibedakan dengan makna gramatikal. Makna
gramatikal adalah makna yang muncul karena proses gramatikal. Proses gramatikal
meliputi : afiksasi (pengimbuhan), reduplikasi (pengulangan), dan komposisi
(pemajemukan). Perhatikan contoh di bawah ini!
1. Adik berlari setelah mencubit lenganku.
2. Aku akan meminta surat keterangan dari pak RT.
3. Rumah di desa halamannya luas-luas.

3
Kata bercetak miring pada kalimat nomor 1 merupakan contoh kata yang
mengalami proses afiksasi/penambahan. Kalimat bercetak miring pada Kalimat
nomor 2 mengalami proses komposisi/pemajemukan dan kalimat nomor 3 adalah
contoh kalimat reduplikasi/pengulangan. yang mengalami proses
b. Makna Denotatif dan makna konotatif
Sebuah kata mempunyai makna Denotatif apabila memiliki nilai rasa positif
atau menyenangkan. Sebaliknya, sebuah kata memiliki makna konotatif apabila
memiliki nilai rasa negatif atau tidak menyenangkan. Untuk lebih jelasnya coba
perhatikan contoh di bawah ini :
1. Gadis itu berbadan langsing (Denotatif)
2. Badanmu kerempeng seperti orang kurang gizi (konotatif)
Nah, dari 2 contoh di atas kata yang bercetak miring itu memiliki aura yang
berbeda. Langsing memiliki aura positif sedangkan kerempeng memiliki aura
negatif.
c. Makna konseptual dan makna Asosiatif
Makna konseptual adalah makna kata yang sesuai dengan referennya atau
makna yang bebas dari asosiasi apa pun. Makna konseptual sebenarnya sama
dengan makna Denotatif dan makna leksikal. Sedangkan makna asosiasi adalah
makna sebuah kata yang ada hubungannya dengan kata tersebut dengan di luar
kebahasaan. Makna asosiasi sebenarnya sama dengan lambang-lambang yang
digunakan oleh masyarakat tertentu. Perbedaan makna konseptual dengan makna
asosiatif didasarkan pada ada atau tidaknya hubungan asosiasi makna sebuah kata
dengan makna lain.
Misalnya, kata wanita atau Perempuan oleh masyarakat dilambangkan dengan
makhluk yang lemah, kata merah sebagai lambang keberanian, Putih sebagai
lambang kesucian. Dengan kata lain, makna asosiasi mempunyai hubungan dengan
nilai-nilai moral maupun pandangan hidup masyarakat tertentu. Selain itu, makna
asosiatif ini juga berhubungan dengan nilai rasa. Dengan demikian, makna asosiatif
juga termasuk makna konotatif.
d. Makna kata umum dan makna kata khusus
Makna kata umum adalah makna suatu kata yang bersifat umum, maksudnya
makna tersebut digunakan secara umum. Makna kata bersifat umum apabila jelas
konteksnya. Sedangkan makna khusus atau istilah adalah makna kata yang sifatnya
khusus, maksudnya hanya digunakan dikalangan ilmu tertentu. Makna khusus biasa
disebut istilah. Apabila kata umum lepas dari konteksnya, makna kata akan kabur.
Sedangkan makna kata khusus sudah memiliki makna yang pasti dan tetap sehingga
tanpa konteks pun tetap jelas maknanya. Misalnya, kata kuping dalam pemakaian
bahasa secara umum berarti Indra pendengaran, yang meliputi bagian luar (daun
telinga) dan bagian dalam. Dalam bahasa umum kata telinga berpadanan kata
dengan kuping. Sedangkan dalam istilah kedokteran kata kuping dan telinga
merupakan dua istilah yang jelas berbeda. Kuping berarti daun telinga ' atau bagian
luar telinga, sedangkan telinga berarti bagian dalam telinga'.
Walaupun istilah atau kata khusus hanya digunakan dalam bidang ilmu
tertentu, namun karena frekuensi pemakaiannya cukup tinggi, istilah tersebut dapat

4
berubah menjadi kata umum. Seperti kata konsumen, deposito, transfer, imunisasi,
akomodasi dan lain-lain.

C. Relasi makna
Relasi makna atau hubungan Makna adalah hubungan kemaknaan antara
sebuah kata, frase, klausa, atau kalimat dengan kata, frase, klausa, atau kalimat
lainnya. Hubungan tersebut berbentuk sinonim, antonim, homon im, homofon,
homograf, polisemi, dan hiponim.
1. Sinonim dan Antonim
1) Sinonim
Kata sinonim berasal dari bahasa Yunani kuno Onomo yang berarti 'nama'
dan syn yang berarti 'dengan. Sinonim dapat berarti memiliki makna yang sama
atau hampir sama, yang sering tetapi tidak selalu dapat menggantikan dalam
kalimat (Yudi Cahyono, 1995:208). Sinonim juga lazim disebut dengan padanan
kata. Menurut Verhaar dalam muliastuti (2003:2.2) sinonim merupakan
ungkapan ( dapat berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih
sama dengan makna ungkapan lain. Pengertian kesamaan itu tidak harus sama
secara utuh. Sebuah kalimat yang digunakan dalam kalimat tertentu belum tentu
cocok digunakan dalam kalimat lain. Misalnya kata mati dan tewas.
a. Ayam piaraannya mati
b. keluarganya tewas dalam kecelakaan lalulintas
Kata mati dalam kalimat a tidak cocok digunakan untuk kalimat b begitupun
sebaliknya. Karena kata mati digunakan untuk mengacu kepada makhluk hidup
yang sudah tak bernyawa, seperti manusia, binatang, dan tanaman. Sedangkan
kata tewas digunakan untuk mengacu pada makna tak bernyawa yang terjadi
dalam peperangan, kecelakaan, dan bencana.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kata-kata yang bersinonim tidak
selalu dapat menggantikan yaitu perbedaan bentuk, perbedaan waktu, perbedaan
daerah atau tempat, sosial, dan nuansa makna.
2) Antonim
Kata Antonim yang lazim disebut lawan kata berasal dari bahasa Yunani
kuno onoma yang berarti nama dan anti yang berarti melawan. Secara harfiah
berarti nama lain untuk benda lain'. Menurut Venhaar Antonim adalah ungkapan
(biasanya berupa kata, tetapi juga dapat berupa frase atau kalimat) yang
dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain. Antonim juga disebut dengan
istilah oposisi makna. Ada beberapa jenis oposisi makna yaitu:
a. Oposisi mutlak
Kata-kata yang beroposisi mutlak adalah kata-kata yang memiliki
pertentangan Secara mutlak. Contoh: laki-laki dengan perempuan, Hidup dan
mati
Laki-laki pasti bukan perempuan begitupun sebaliknya, bila hidup pasti
tidak mati dan bila mati pasti tidak hidup.
b. Oposisi kutub
Kata-kata yang beroposisi kutub adalah kata-kata yang pertentangannya
tidak mutlak. Contoh: pandai dengan bodoh

5
Pertentangannya tidak mutlak karena diantara panda dan bodoh ada agak
pandai, agak bodoh, Sangat pandai dan sangat bodoh.
c. Oposisi hubungan
Kata-Kata yang beroposisi hubungan adalah kata-kata yang
pertentangannya saling berhubungan. Maksudnya, kehadiran satu kata
mengakibatkan munculnya kata lain yang mempunyai hubungan. Contoh: dosen
dengan mahasiswa.
Munculnya kata dosen karena adanya kata mahasiswa, begitupun
sebaliknya.
d. Oposisi hierarki
Kata-kata yang beroposisi hierarki adalah kata-kata yang berupa nama
satuan ukuran (berat, panjang, isi), nama satuan hitungan, penanggalan, nama
jenjang kepangkatan, dan sebagainya. Contoh: gram dan kuintal
e. Oposisi majemuk
Kata-kata yang beroposisi majemuk adalah kata-kata yang tidak hanya
beroposisi dengan satu kata, terapi dengan dua buah kata atau lebih. Contoh:
jelek dengan baik, bagus, cantik, manis.

2. HOMONIM, HOMOFON, HOMOGRAF, dan POLISEMI


• Kata homonim Berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti
'kata' dan homos yang berarti 'sama. Secara harfiah homonim berarti,
kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya. Contoh:
Hak asasi manusia Hak sepatu wanita
• Homofon adalah kata yang sama lafalnya, tetapi berbeda ejaan dan
maknanya. Contoh: Masa dan Massa, sanksi dan sangsi
• HOMOGRAF adalah kata yang sama ejaannya, tetapi lafal dan
maknanya berbeda. Contoh : Mobil sedan Pak Bupati berwarna merah
Adikku menangis tersedu-sedu.
• POLISEMI adalah satuan bahasa (terutama kata atau frase) Yang
memiliki makna lebih dari satu.
Contoh: (1) mangga arumanis yang bergelantungan itu sudah matang
(2) adiknya berusia 25 tahun, sudah matang untuk menikah. Kata
matang dalam kalimat (1) bermakna sudah tua dan sudah waktunya
dipetik, sedangkan kata matang dalam kalimat (2) mempunyai makna
sudah dewasa. Dengan demikian kata matang memiliki makna lebih
dari satu dan makna tersebut masih berdekatan.
Menurut Petada, terjadinya polisemi karena beberapa faktor yaitu
faktor gramatikal, faktor leksikal, faktor pengaruh bahasa asing, faktor
penggunaan bahasa yang ingin menghemat penggunaan kata, dan faktor
bahasa itu sendiri yang terbuka untuk menerima perubahan, baik
perubahan bentuk maupun makna.

6
3. Hiponim
Kata hiponim berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang berarti
'nama' dan hypo yang berarti 'di bawah'. Dalam kamus linguistik hiponim
berarti hubungan antara makna spesifik dan makna generik atau antara
anggota taksonomi, misalnya anjing, kucing, dan kambing merupakan
hiponim dari hewan. Secara semantis hiponim didefinisikan sebagai
ungkapan (kata, frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan
bagian dari ungkapan lain.
Kata anjing, kucing, dan kambing merupakan hiponim dari hewan.
Bila nama-nama tersebut disebut, kita mengetahui bahwa nama-nama
tersebut adalah hewan. Kata hewan Merupakan super ordinat dari anjing,
kucing dan kambing. Hiponim dapat menjadi super ordinat dari hiponim
di bawahnya. Hiponim juga mempunyai hubungan transitif, maksudnya
bila a hiponim b, dan b hiponim e maka a merupakan hiponim e. Misalnya
biru laut merupakan hiponim dari biru maka biru muda merupakan
hiponim dari warna.

KB.2 Perkamusan

A. Pengertian kamus
Kata kamus dipinjam dari bahasa Arab qamus, yang berasal dari bahasa Yunani
okeanos yang berarti 'lautan'. Seperti halnya sifat lautan yang dalam dan luasnya
tak terhingga, kamus merupakan wadah untuk kosakata yang jumlahnya semakin
tak terbatas.
Arti kata kamus dalam KBBI berarti (1) buku acuan yang memuat kata atau
ungkapan yang biasanya disusun menurut abjad berikut keterangan tentang
maknanya, pemakaiannya atau terjemahannya; (2) buku yang memuat kumpulan
istilah atau nama yang disusun menurut abjad beserta penjelasan tentang makna dan
pemakaiannya. Selain itu, kamus juga diartikan sebagai buku yang berisi daftar
kosakata suatu bahasa secara lengkap, tersusun secara alfabetis, dan di beri
penjelasan serta contoh pemakaian bila perlu (Badudu- Zain: 1994).

B. Manfaat kamus
Selain menjadi kebanggaan suatu bangsa, kamus juga mempunyai fungsi yaitu
sebagai alat perekam data yang ampuh. Dengan adanya kamus kita bisa
mempelajari bentuk, jenis, dan kekerabatan Kata-kata.

C. Jenis kamus
Ada beberapa jenis kamus yang sudah beredar secara luas. Apabila dilihat
dari segi bahasa kamus itu dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Kamus Eka bahasa
Kamus ekabahasa yaitu kamus yang memuat suatu bahasa yang disusun
secara alfabetis dengan penjelasan makna dan contoh pemakaiannya dalam

7
bahasa yang sama. Misalnya, kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun
oleh Pusat Bahasa.
b. Kamus Dwi bahasa
Kamus Dwi bahasa yaitu kamus yang memuat kata atau gabungan kata
suatu bahasa yang disusun secara alfabetis dengan penjelasan makna dan
contoh pemakaiannya dalam bahasa lain yang menjadi sasaran. Misalnya,
kamus Inggris - Indonesia, kamus Indonesia - Inggris.
c. Kamus multibahasa
Kamus multibahasa adalah kamus yang membuat daftar kata dengan
padanannya lebih dari 2 bahasa yang berbeda. Misalnya, kamus Indonesia-
Inggris-jerman-Arab.
Contoh 1: Kamus Ekabahasa (Indonesia-Indonesia)

H
Ha.bi.tat n 1 tempat tinggal khas bagi seseorang atau kelompok masyarakat; 2
Bio tempat hidup organisme tertentu; tempat hidup yang alami (bagi tumbuh-
tumbuhan dan hewan); 3 Geo tempat kediaman atau kehidupan tumbuhan hewan,
dan manusia dengan kondisi tertentu pada permukaan bumi

Contoh 2 : Kamus Dwibahasa (Inggris-Indonesia)

Contoh 3 : Kamus Multibahasa (Indonesia-Jawa-Bali-Sunda-Madura)

INDONESIA JAWA BALI SUNDA MADURA


Andong Andhong, dhokar Dokar Dokar, jikar, sado Dokar
Anduk Andhuk Anduk Anduk Anduk
Aneh nyele Aneh, soleh, tawah Aheng, aneh Aneh, ajaib

D. Menggunakan kamus
Kamus suda digunakan oleh berbagai kalangan, mulai dari siswa SD,
mahasiswa, sampai ibu rumah tangga dan para profesional. Tapi banyak dari
mereka yang belum mengetahui bagaimana menggunakan kamus. Untuk itu perlu

8
untuk memahami bagaimana tata cara menggunakan kamus. Nah, untuk memahami
cara menggunakan kamus, kita perlu memahami susunan kamus. Kamus di bagi
menjadi tiga bagian, yaitu :
a. Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan adalah bagian awal dari kamus. Bagian ini memuat
keterangan mengenai petunjuk pemakaian kamus. Tidak ada ketentuan khusus
yang harus di ikuti penyusun, oleh karena itu pendahuluan di tiap-tiap kamus
berbeda.
b. Bagian Isi
Bagian isi kamus merupakan bagian terpenting/isi sebuah kamus dengan tanpa
mengabaikan arti bagian lainnya. Bagian ini memuat keterangan ejaan resmi,
baik mengenai penulisannya maupun pemenggalan kata, aksen, ucapan jenis
kata-kata, etimologi, definisi, sinonim, bentuk-bentuk turunan dan
pemakaiannya dalam kalimat.
c. Bagian pelengkap
Bagian pelengkap berisi tentang kata dan ungkapan bahasa. daerah, kata
ungkapan bahasa asing, singkatan dan akronim, aksara daerah, aksara asing,
nama negara, ibu kota dan bahasa, nama mata uang, sukatan dan timbangan,
nama daerah tingkat I dan II di Indonesia, data jumlah penduduk. bintang, dan
tanda kehormatan, lambang komunikasi, lambang matematika, dan lambang
unsur kimia.
Hal-hal dasar yang perlu di pahami dalam menggunakan kamus :
a. Penyajian lema / entri
Lema dan sublema ditulis dalam huruf tebal
1) kata dasar
Kata dasar yang menjadi segala bentukan (kata jadian) diperlakukan sebagai
lema atau entri, sedangkan bentuk derivasinya diperlakukan sebagai sublema.
Contoh: kata banjir (kata dasar) => lema/entri
Membanjir, membanjiri, kebanjiran (bentuk derivasi dari kata banjir) =>
sublema susunannya dalam kamus :

• Ban.jir v berair banyak, kadang-kadang meluas...


• Mem.ban.jir 1 v menyerupai banjir.....
• Mem.ban.jiri Iv menggenangi....
• Ke.ban.jir.an 1 v diserang banjir....

2) peribahasa
Peribahasa diperlakukan khusus dengan dicetak miring
Contoh :
Be.lut ikan yang bentuknya panjang seperti ular, kulitnya licin, biasa hidup
dilumpur.
Bagai - kena ranjau (getah). PB seseorang yang licik dan cerdik dapat juga
tertangkap atau tertipu.

9
3) gabungan kata
Gabungan kata baik idiomatis atau tidak, berafiks atau tidak, yang tidak
berderivasi tidak diperlakukan sebagai lema atau sublema, tetapi sebagai
contoh pemakaian frasa dengan diberi penjelasan. Letaknya di bawah Lena
atau sublema, disusun berderet ke samping. Bila unsur pertama gabungan kata
ini berupa kata dasar, dicetak dengan tanda hubung ganda (--), apabila berafiks
dicetak dengan tilde (~).
Contoh :
Ber.sih. a...; de.sa Membersihkan desa dari gangguan alam dan sebagainya
dengan upacara adat ;
Pem.ber.sih. n...;~ kuku sediaan untuk membersihkan cat kuku, biasanya
berbentuk cair;
Gabungan kata yang berderivasi - baik idiomatis atau tidak diperlakukan
sebagai lema dan diikuti bentuk-bentuk derivasinya sebagai sublema.
Contoh :
Tanggung jawab v...
Ber.tang-gung.ja.wab v...;
Penanh.gung.jawab Bi

4) kata ulang dan bentuk ulang


a) kata ulang yang menunjukkan makna banyak (baju-baju) tidak diperlakukan
sublema
b) kata ulang berubah Bunyi (bolak-balik) diperlakukan sebagai lema pokok
dan berdefinisi
c) kaata ulang yang menunjukkan jamak dalam hal proses (melihat-lihat)
diperlakukan sebagai sublema dan diletakkan langsung sesudah kata yang
berawalan me- atau ber-
d) bentuk ulang yang seolah-olah merupakan kata ulang (kupu-kupu)
diperlakukan sebagai lema Pokok. Ulang dwipurwa (rerumputan, sesepuh) e)
bentuk diperlakukan sebagai lema pokok.

b. Label-label dalam lema


1) label ragam bahasa
2) label kelas kata
3) label penggunaan bahasa yang menunjukkan dalam bahasa apa atau dialek
Melayu mana kata yang bersangkutan digunakan.

E. Menyusun kamus sederhana


1. Tahap-tahap menyusun kamus
Berikut tahap-tahap dalam menyusun kamus yang dilakukan tim penyusun
kamus pada umumnya. Ada beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :
a. Persiapan
b. Pengumpulan data
c. Pengolahan data
1) pemeriksaan ulang urutan abjad

10
2) penyeleksian data
3) klasifikasi data
4) pemberian definisi
5) penyuntingan hasil pemberian definisi
d. Pengetikan kartu induk
e. Penyusunan kartotek
f. Pengetikan naskah
g. Cetak coba
h. koreksi cetak coba
i. reproduksi kamus

11
MODUL 5 Hakikat Satra Indonesia
KB. 1 Konsep Sastra Indonesia

A. Pengertian sastra dan sastra anak


Kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, yakni berasal dari akar kata sas-
, yang dalam kata kerja turunannya diartikan sebagai mengarahkan, mengajar
dan memberi petunjuk atau instruksi, pengertian sastra, ilmu sastra, sastra
Indonesia dan sastra anak Sastra anak adalah karya seni yang imajinatif dengan
user estetisnya dominan yang bermedium kan bahasa, baik lisan maupun
tertulis, yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang
dunia yang akrab dengan anak-anak.

B. Ciri sastra anak


Ada tiga unsur sastra yang membedakan dengan sastra orang dewasa yaitu:
1. Unsur pantangan
Unsur pantangan adalah bahwa dalam menentukan tema dan amanat
sastra anak ada hal-hal yang harus dihindari. Secara umum, sastra anak
harus menghindari tema atau amanat, yang antara lain menyangkut
permasalahan seks, cinta yang erotis, dendam yang menimbulkan
kebencian, kekejaman, prasangka buruk, dan kematian.
2. Penyajian dengan gaya secara langsung
Penyajian dengan gaya secara langsung adalah dalam sajiannya, cerita
dideskripsikan secara singkat dan langsung menuju pada sasaran. Artinya
kalaupun ada pemaparan, sifatnya tetap dinamis dan dalam ruang lingkup
permasalahan yang tetap satu jalinan. Dengan demikian, deskripsi watak
tokoh pun menjadi mudah untuk diidentifikasi.
3. Fungsi terapan
Fungsi terapan sebagai salah satu ciri sastra anak adalah bahwa dalam
sastra anak sajian cerita yang ditampilkan harus bersifat informatif dan
mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik sebagai pengetahuan
umum, maupun keterampilan khusus.

C. Gendre dan fungsi sastra


Genre sastra adalah istilah yang sama untuk merujuk pada pengertian jenis
sastra. Untuk membantu pemahaman Anda tentang istilah yang terdapat dalam
sastra, penulis akan menggunakan istilah genre sastra untuk merujuk pada
pengertian jenis sastra. Seperti halnya pada karya sastra pada umumnya, genre
sastra anak dibagi menjadi tiga garis besar, yakni prosa, puisi, dan drama.
Istilah prosa dalam modul ini sama artinya dengan novel, meskipun alam
kemunculannya berbeda.
Dengan kata lain, genre sastra, termasuk sastra anak yang sekarang banyak
terdapat di masyarakat terdiri atas cerpen dan puisi. Tentang film yang
dianggap lebih mudah diterima anak menjadi persoalan yang tidak dibahas
dalam modul ini. Kedua buah genre sastra anak ini, berdasarkan kehadiran

12
tokohnya dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni genre sastra anak
yang mengetengahkan tokoh utama yang berasal dari:
1) alam benda mati, misalnya batu, sungai, air, sepatu, dan sejenisnya;
2) alam benda hidup yang bukan manusia, misalnya nama-nama binatang dan
tumbuhan;
3) alam manusia sendiri, misalnya Bawang Merah-Bawang Putih,
Cindelaras, dan Cinderella. (Santosa, 2003: 8.7).
Selain tentang genre sastra, perlu pula untuk penulis kemukakan bahwa
sastra, ditinjau dari segi fungsi pragmatiknya memiliki fungsi sebagai
pendidikan dan hiburan. Selain fungsi pendidikan dan hiburan, sastra juga
dapat membentuk kepribadian anak dan menuntun kecerdasan emosi anak.
Perkembangan emosi anak dapat dibentuk melalui karya sastra yang
dibacanya. Setelah menikmati karya sastra yang dibacanya, diharapkan anak-
anak dapat terbentuk kepribadiannya, menjadi penyeimbang emosi secara
wajar, menanamkan konsep harga diri, menemukan kemampuan yang realistis,
membekali anak untuk memahami kelebihan dan kekurangan diri, serta
membentuk sifat-sifat kemanusiaan pada si anak.

D. Cara membaca dan me nikmati karya sastra


Cara membaca dan menikmati karya sastra yang dimaksud adalah kegiatan
yang sebenamya lebih dekat pada pengertian apresiasi karya sastra. Apresiasi
adalah berkaitan dengan dunia ekonomi, rujuk adalah pengertian apresiasi
seperti batasan 1 dan 2 walaupun kedua batasan tersebut memerlukan
pertanggungjawaban yang cukup berat. Kegiatan apresiasi karya sastra anak
terbagi menjadi 4 yaitu:
1. Kegiatan apresiasi langsung
Kegiatan apresiasi langsung adalah kegiatan yang dilakukan secara
sadar untuk memperoleh nilai kenikmatan dan kehikmatan karya sastra
yang diapresiasi. Kegiatan apresiasi mencakup tiga kegiatan yaitu:
• Membaca sastra anak
• Mendengarkan sastra anak Ketika dibacakan/dideklamasikan
• Menonton pertunjukan sastra anaknketika karya sastra anak
dipentaskan
2. Kegiatan apresiasi tidak langsung
Kegiatan apresiasi tidak langsung adalah kegiatan apresiasi yang
menunjang pemahaman terhadap karya sastra, kegiatan meliputi tiga hal
yaitu:
• Mempelajari karya sastra
• Mempelajari esai dan kritik sastra
• Mempelajari karya sastra
3. Kegiatan pendokumentasi
Kegiatan pendokumentasi adalah kegiatan bentuk apresiasi sastra yang
secara nyata ikut melestarikan keberadaan karya sastra. Contoh: kliping

13
4. Kegiatan Kreatif
Kegiatan kreatif adalah segala bentuk kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kecintaan dan penghargaan terhadap karya
sastra anak.

KB. 2 Unsur-unsur Pembangunan Karya Sastra

A. Pengantar
Struktur pembangun karya fiksi tersebut terdiri atas:
1. Struktur luar atau yang dikenal dengan ekstrinsik Struktur luar adalah
segala macam unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi
kehadirannya sangat mempengaruhi cerita yang disajikan, misalnya
factor social- politik, ekonomi, dan kepengarangan, serta tata nilai
yang dianut suatu masyarakat.
2. Struktur dalam, atau yang lebih populer disebut sebagai unsur
instrinsik Struktur dalam adalah unsur-unsur yang membentuk karya
sastra itu sendiri, baik pada prosa, puisi maupun drama.
Kedua sastra tersebut, baik struktur luar maupun struktur dalam,
merupakan unsur atau bagian yang secara fungsional saling berkaitan. Artinya,
tidak ada unsur yang lebih penting kehadirannya dibandingkan dengan unsur
lain atau tidak ada unsur yang kehadirannya hanya sebagai pelengkap saja.

B. Unsur intrinsik prosa


Sebuah karya prosa dibangun oleh unsur-unsur yang saling mendukung,
yaitu:
1. Tokoh
Tokoh penokohan dan perwatakan merupakan salah satu hal yang
kehadirannya amat penting Cara menghadirkan perwatakan dan penokohan
ini dapat dilakukan pengarang dengan dua cara, yakni penggambaran
secara:
• Analitik adalah penggambaran langsung yang dilakukan seorang
pengarang tentang watak dan karakter tokoh.
• Dramatik adalah penggambaran perwatakan yang tidak dilakukan
secara langsung oleh pengarang.
2. Tema
Menemukan tema dalam sebuah karya sastra harus dimulai dengan
ditemukannya kejelasan tentang tokoh dan perwatakannya serta situasi dan
alur cerita yang ada. Mulanya kita harus menjawab apakah motivasi tokoh,
apakah problem yang dihadapinya. Denga kata lain, tema atau gagasan
sentral yang menjadi dasar cerita dapat di identifikasikan melalui konflik
sentral yang terjadi. Tema dapat ditelusuri melalui beberapa variable, yaitu:
a. apa yang membuat suatu karangan tampak berharga?
b. mengapa pengarang menulis cerita tersebut?

14
Cara menjawabnya yaitu dengan cara membaca cerita dengan cermat secara
bagian demi bagian, tidak melompat-lompat dan jangan anda berharap dapat
menemukan tema hanya dengann membaca ringkasannya.
3. Alur
Alur merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah cerita. Alur dalam
Bahasa sederhana yaitu rangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah
cerita dan dialami oleh tokoh-tokohnya. Dalam definisi lain alur atau plot
adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai
sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian
dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa alur
merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita.
Baik tidaknya sebuah alur itu ditentukan oleh beberapa hal yaitu:
a. Apakah tiap peristiwa susul-menyusul secara logis dan alamiah?
b. Apakah setiap peristiwa sudah cukup tergambar atau dimatangkan
dalam peristiwa sebelumnya?
c. Apakah peristiwa yang diceritakan terjadi secara kebetulan atau dengan
alasan yang masuk akal dan dapat dipahami kehadirannya?
Pada umumnya, alur cerita rekaan terdiri atas empat hal, yaitu:
a. Alur buka, yaitu bagian awal cerita Ketika situasi mulai terbentang
sebagai suatu kondisi permulaan yang akan dilanjutkan dengan kondisi
berikutnya.
b. Alur tengah, yaitu paparan cerita Ketika kondisi mulai bergerak kea rah
kondisi yang mulai memuncak.
c. Alur puncak, yaitu paparan cerita Ketika kondisi mencapai titik puncak
sebagai klimaks peristiwa.
d. Alur tutup, yaitu akhir cerita Ketika kondisi yang memuncak mulai
menampakkan pemecahan atau penyelesaian.
4. Latar atau Landas Tumpu
Yang dimaksud dengan latar atau landas tumpuh adalah lingkungan tempat
peristiwa terjadi yang bentuknya dapat bermacam-macam, mungkin
kampus, pedesaan, perkotaan, nama kota, nama daerah, dan nama negara,
serta segala tempat yang dapat diamati dengan pancaindra kita, misalnya
suasana pasar malam. Biasanya latar ini muncul pada sebuah bagian cerita
atau penggalan cerita. Latar cerita dibedakan menjadi dua bagian, yakni
latar sosial dan latar fisik. Latar sosial meliputi penggambaran keadaan
masyarakat, kelompok-kelompok sosial, seperti sikap, adat istiadat cara
hidup dan bahasa yang digunakan. Sementara itu, yang disebut latar fisik
adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu segala sesuatu yang membangun
daerah tertentu
5. Gaya penceritaan
Yang dimaksud dengan gaya penceritaan adalah tingkah laku pengarang
dalam menggunakan bahasa agar menimbulkan efek-efek atau penekaan
tertentu titik tingkah laku berbahasa ini merupakan salah satu sarana sastra

15
yang amat penting. Tanpa bahasa, tanpa gaya, sastra tidak ada titik kita tentu
ingat bahwa karya sastra pada dasarnya merupakan salah satu kegiatan
pengarang dalam membahasakan sesuatu kepada orang lain.
Dalam setiap kali bertutur khususnya tuturan tertulis (bukan lisan), si
pengarang selalu berupaya untuk mempengaruhi pembacanya. Berbagai
usaha dan tindakan perlu dilakukan agar pembaca dapat tertarik sehingga
dapat menyerap gagasan yang ingin disampaikannya. Berbagai usaha dan
tindakan tersebut dapat dilakukan dengan:
a. Pemilihan materi bahasa
Pemilihan materi bahasa adalah segala upaya yang dilakukan seseorang
pengarang dalam menyelesaikan perbendaharaan bahasanya agar
gagasan yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh para
pembacanya.
b. Pemakaian ulasan
Pemakaian ulasan adalah segala upaya pengarang untuk lebih
menekankan gagasan yang disampaikan melalui ulasan-ulasan
sehingga dapat diterima pembaca dengan amat baik dan benar benar
sesuai dengan harapan pengarang. Ulasan yang diberikan, antara lain
dapat berupa pemberian contoh-contoh perbandingan-perbandingan.
c. Pemanfaatan gaya bertutur
Dalam setiap karya sastra masalah gaya penyampaian sering disebut
dengan gaya bahasa. Hal inilah salah satunya, yang membedakan
karakteristik seseorang pengarang dengan pengarang lainnya. Dengan
kata lain, gaya penyampaian ini amat menekankan fisik ke
pengarangnya seorang sastrawan. Seorang pengarang dikatakan sangat
melankolis misalnya manakala pembaca menemukan fakta bahwa
karya-karya sastra yang dihasilkannya selalu romantis dan penuh
dengan rangkaian kata yang amat indah. Sebaliknya, sehubungan antar
kata yang maknanya penuh dengan tanda tanya besar bagi pembacanya,
tentu akan menggiring pembaca pada penyebutan bahwa pengarang
adalah seorang sastrawan dengan gaya absurd atau terus terang.
6. Pusat pengisahan
Yang dimaksud dengan pusat pengisahan adalah porsi dan penempatan diri
pengarang dalam ceritanya atau dari mana seorang pengarang melihat
peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu titik dari pandangan
pengarang inilah pembaca mengikuti jalan cerita dan memahami temanya
Pusat pengisahan dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, seperti:
a. Pengarang sebagai tokoh cerita
Pengarang sebagai tokoh cerita bercerita tentang keseluruhan kejadian
atau peristiwa khususnya yang menyangkut diri tokoh Tokoh utama
sebagai pemapar cerita pada umumnya memiliki kesempatan yang luas
agar menguraikan dan menjelaskan tentang dirinya, tentang perasaan
dan pikirannya, tetapi tidak banyak yang diketahui atau dapat
diceritakannya tentang peristiwa yang berlangsung pada tempat lain di
saat pelaku sendiri tidak berada di sana. Oleh karena itu, tipe cerita

16
dengan sudut pandang pengarang sebagai tokoh cerita lebih banyak
digunakan pengarang dalam novel-novel psikologi. Pada umumnya
pengarang langsung menggunakan tokoh "aku" untuk mewakili
gagasannya.
b. Pengarang sebagai tokoh sampingan
Orang yang bercerita dalam pusat pengisahan jenis ini adalah seorang
tokoh sampingan yang menceritakan peristiwa lain secara bertalian,
khususnya dengan tokoh utamanya. Sesekali peristiwa yang
disampaikan juga menyangkut tentang dirinya sebagai pencerita titik
yang harus dibedakan dengan pusat pengarang sebagai tokoh cerita
yang pertama tadi, dalam pusat pengisahan ini sapaan "aku" juga
digunakan, tetapi ia juga menggunakan orang ketiga yang mengamati
peristiwa dari jauh tentang tokoh utama yang sedang diceritakan.
c. Pengarang sebagai orang ketiga
Pengarang sebagai orang ketiga yang berada di luar cerita bertindak
sebagai pengamat sekaligus sebagai narator yang menjelaskan
peristiwa yang berlangsung serta suasana dan pikiran para pelaku cerita.
Pusat pengisahan ini pada dasarnya dapat dibagi dalam dua jenis.
Pertama, pengarang hanya mengamati satu pelaku saja, biasanya tokoh
utama kemudian baru mencari hubungannya dengan tokoh lain. Kedua,
pengarang bertindak sebagai pengamat yang sama sekali netral dan
menggambarkan semua karakter pelaku yang ada di dalam cerita.
d. Pengarang sebagai pemain atau narator
Pusat pengisahan ini menempatkan seorang pemain yang bertindak
sebagai pelaku utama cerita, dan sekaligus sebagai narator yang
menceritakan tentang orang lain selain tentang dirinya. Suatu ketika ia
melibatkan dalam cerita, tetapi pada saat yang lain ia pun berlaku
sebagai seorang pengamat yang berada di luar cerita.
Berdasarkan paparan keempat jenis pusat pengisahan tersebut dapat
diperoleh simpulan bahwa pada dasarnya, pusat pengisahan tersebut
hanya memiliki dua jenis, yakni pencerita yang ikut bermain dan
pencerita yang tidak ikut bermain. Keduanya tentu akan kelebihan dan
kelemahannya. Yang jelas jika pencerita menempatkan diri sebagai
pengamat, tentu dapat leluasa dalam menceritakan segala hal yang
terjadi dan dapat menceritakan segenap watak tokoh dengan serempak.

C. Unsur intrinsik puisi


Tidak seperti pada prosa, unsur-unsur intrinsik pada puisi relatif lebih
sedikit. Hal ini disebabkan karena hakikat puisi adalah karya sastra yang padat
makna dan memiliki sifat seni yang dominan.
Berdasarkan hakikat puisi tersebut maka unsur yang terpenting dalam puisi
adalah adanya unsur estetis atau unsur keindahan dan unsur arti atau makna.
Kedua unsur tersebut diberi istilah unsur estetik bunyi dan unsur estetik satuan
atau arti. Secara singkat uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Unsur-unsur estetik bunyi

17
Unsur-unsur estetik bunyi terdiri atas persajakan, kiasan bunyi dan
orkestrasi. Unsur- unsur tersebut saling berjalin untuk memperoleh
ekspresivitas secara intensif. Bahkan, unsur- unsur keputusan bunyi
berjalinan erat dengan unsur-unsur satuan arti untuk mendapatkan nilai seni
atau nilai estetik sebanyak-banyaknya. Akan tetapi, dalam uraian ini
pembahasan keduanya kita pisahkan.
a. Persajakan
Sajak adalah ulangan bunyi, baik berupa aliterasi maupun asonan. Sajak
bisa terdapat pada awal, tengah, dan akhir periode atau baris. Pada puisi
lama ada pola-pola sajak tertentu yang mengikat terutama pada sajak
akhir. Misalnya, pola sajak akhir a-a-a dan pola sajak pantun, yaitu a-b-
a-b.
Perhatikan persajakan pantun/ puisi berikut ini.
Berakit-rakit/ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit/dahulu
Bersenang-senang/kemudian
Setiap baris diawali dengan persamaan bunyi: Be Be Ber -Ber. Sajak
tengah terdapat persamaan bunyi it pada baris kesatu dan ketiga,
persamaan bunyi ang pada baris kedua dan keempat. Demikian pula
akhir baris ada persamaan bunyi ke dan an
b. Orkestrasi
Orkestrasi adalah bunyi musik pada puisi, kombinasi satuan-satuan
estetika bunyi aliterasi dan asonansi di awal, tengah dan akhir.
Perhatikan kutipan karya J.E Tatengkeng berikut ini.
Bulan Terang
Sunyi lengang alam terbentang
Udara jernih sejuk tenang
Di langit mengerlip ribuan bintang
Bulan memancar cahaya senang
Orkestrasi terdapat pada kata; lengang, terbentang, tenang di langit.

2. Unsur-unsur estetik satuan arti


Unsur-unsur ini berupa kata, frase, dan kalimat yang dipilih dan
disusun untuk mendapatkan nilai estetik Dalam Proses penciptaan
puisi, penyair sering kali mengganti kata-kata untuk mendapatkan
pilihan yang tepat titik pilihan yang tepat harus sesuai dengan unsur
bunyi unsur arti, suasana tempat terjadinya peristiwa dan konsep
keindahan.
Perhatikan contoh fiksi pada bait puisi karya Hamzah berikut ini.
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dulu

18
Frasa habis Kiki sebenarnya dapat diganti dengan habis larut, namun
tidak terdapat persamaan bunyi pada frase habis larut. Demikian pula
dengan frase hilang terbeng yang memiliki persamaan arti dengan frase
hilang musnah.

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kretivitas dalam memilih kata merupakan kunci utama pengarang dalam
menulis gagasan atau ungkapan. Pemilihan kata juga harus sesuai dengan
kondisi dan tempat penggunaan kata-kata itu. Pembentukan kata atau istilah
dapat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas
dalam bidang tertentu. Penguasaan dalam pengolahan kata juga merupakan hal
yang penting dalam menghasilkan tulisan yang indah, dapat dibaca serta ide
yang ingin disampaikan penulis dapat dipahami dengan baik.
Pembelajaran sastra sangatlah penting terlebih pada jenjang Pendidikan
Sekolah Dasar, karena di dalam pembelajaran sastra tersebut terdapat beberapa
aspek humaniora yang dapat mengasah kepekaan sosial, ketajaman watak, serta
dengan mempelajari sastra, seseorang dapat belajar bagaimana caranya
mengharagai karya-karya orang lain, karena pada dasarnya sastra dapat
membantu seseorang lebih memahami kehidupan dan menghargai nilai-nilai
kemanusiaan.

B. Saran
Pembelajaran sastra dianggap tidaklah penting, karena pada jenjang
pendidikan umumnya lebih mengedepankan serta mementingkan pembelajaran
yang ilmiah dan bertehnologi Padahal dengan adanya pembelajaran sastra
dapat turut berperan dalam pembentukan kepribadian, watak, dan sikap yang
tentunya akan lebih baik jika diterapkan sejak dini dalam tahapan jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar pada umumnya. Seharusnya Sastra dapat
dioptimalkan pembelajarannya sehingga dapat diapresiasikan dengan baik.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan mohon untuk dimaafkan. Kami sangat mengharapkan kritik dan
sarannya dari Dosen Pembimbing serta rekan- rekan mahasiswa, agar dalam
pembuatan makalah berikutnya dapat menjadi baik dan benar.

20
DAFTAR PUSTAKA

Danarto. (1993). Gergasi(Kumpulan Cerpen). Jakarta: Pustaka Firdaus


Depdiknas. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
(Persero).
Santosa, Puji. (2003). Pembelajaraan Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar
(BMP SI PGSD).
Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Teeuw A. (1989). Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia.
Rosdiana Yusi. (2021). Bahasa dan Sastra Indonesia di SD. Tangerang
selatan: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai