Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hlm. 367.
2
Istilah lain yang sangat dekat dengan bai’ taqsit maupun bai’ ta’jil
adalah bai’ al murabahah, dalam bentuk yang paling sederhana, merujuk
pada salah satu kemungkinan syarat pembayaran dapat dilakukan dengan
uang kontan atau ditangguhkan. Dalam penggunaan istilah term modern,
keduanya yaitu bai’ mu’ajjal dengan murabahah digunakan oleh Dewan
Ideologi Islam Pakistan mengacu pada persiapan dimana bank membeli
barang yang diinginkan, yang tengah mencari pembiayaan ini, dan
menjualnya kepada pelanggan dengan suatu harga yang ditentukan dengan
menghasilkan suatu margin tertentu. Pembayaran dapat dilakukan baik tunai
maupun kredit. Oleh Dr. Sami Hamud istilah ini dikenal dengan sebutan
bai’ al-murabahah lil amr bisy-syira’ (penjualan dengan tingkat margi
keuntungan tertentu kepada orang yang telah memberikan order untuk
membeli), tetapi istilah popular yang lebih dikenal yaitu murabahah.6
Jumhur Ulama 7 Membolehkan praktik jual beli kredit (bai’ bit Taqsith)
tanpa bunga, diantaranya adalah Imam Al-Khathabi dalam Syarh
Mukhtashar Khalil (IV/375), Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
Majmu’ah Fatawa (XXIX/498-500), Imam Syaukani dalam Nailul Authar
(V/249-250), Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni dengan menukil pendapat
Thawus, Hakam dan Hammad yang membolehkannya (IV/259). Demikian
juga ulama' muta'akhirin, syaikh Yusuf Qardhawi dan Bin Baz
membolehkan praktik jual beli dengan cara kredit. Syekh Abdul Wahhab
Khallaf seperti dimuat dalam majalah Liwa’ul Islam, no. 11 hlm. 122 juga
memandangnya halal. Fatwa Muktamar pertama al-Mashraf al-Islami di
Dubai yang dihadiri oleh 59 ulama internasional, fatwa Direktorat Jenderal
Riset, Dakwah dan Ifta’ serta Komisi Fatwa Kementrian Waqaf dan Urusan
5
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia,
2012), hlm. 99-100. Selanjutnya dituliskan Nawawi, Fikih Muamalah klasik dan Kontemporer.
6
M Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Terj. Ikhwan Abidin B, (Jakarta: Gema Insani
Pers, 2000), hlm. 120. Selanjutnya dituliskan Chapra, Sistem Moneter Islam.
7
http://www.konsultasislam.com/2010/10/hukum-jual-beli-secara-kredit.html?m=0,
diunduh pada tanggal 06 Mei 2017, Jam 08.25 WIB.
Agama Islam Kuwait semua sepakat bahwa tidak ada larangan bagi penjual
menentukan harga secara kredit lebih tinggi dari pada ketentuan harga
kontan. Penjual boleh saja mengambil keuntungan dari penjualan secara
kredit dengan ketentuan dan perhitungan yang jelas. (Majalah asy-Syari’ah
Kuwait, Rajab 1414, hlm. 264, Majalah al-Iqtishad al-Islami, I/3 th 1402,
hlm. 35, Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, no. 6 Rabi’ Tsani, 1403H, hlm.
270).
ُفَا ْكتُبُوه
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menulisnya.” (QS. Al-Baqarah : 282).
Ibnu Abbas ra. menjelaskan: “Ayat ini diturunkan berkaitan
dengan jual beli As Salam 8 saja.”
Imam Al Qurthubi menerangkan:“Artinya, kebiasaan masyarakat
Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat
ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam-
meminjam berdasarkan ijma’ ulama’.” 9
2) Dari Aisyah berkata:
8
Jual beli salam adalah kebalikan kredit yaitu uang dibayar dimuka kontan sedangkan
barang diberikan secara tertunda.
9
Muhammad Ibrahim dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi, Jilid 3 (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), hlm. 243. Selanjutnya dituliskan Ibrahim dan Utsman, Tafsir Al Qurthubi.
“Sesungguhnya Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi
dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau
kepada orang tersebut sebagai gadai.” (Muttafaqun ‘alaih).
Hadits ini dengan tegas menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
mendapatkan barang kontan namun pembayarannya tertunda.
b) Dalil-dalil yang menunjukkan dibolehkannya memberikan tambahan
harga karena penundaan pembayaran atau karena penyicilan.
1) Firman Allah Ta’ala:
ِ ي ا أَيُّه ا الَّ ِذين آمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَم والَ ُكم بينَ ُكم بِالْب
ٍ اط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُك و َن جِت َ َارةً َع ْن َت َر
اض َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ
ِمْن ُك ْم
11
http://www.ariepinoci.web.id/2012/07/hukum-dan-syarat-utang-piutang-dalam.html,
diakses pada tanggal 06 Mei 2017, Pukul 08.50 WIB.
1) Ada perjanjian tertulis dan saksi yang dapat dipercaya
2) Pihak pemberi hutang tidak mendapat keuntungan apapun dari apa
yang dipiutangkan.
3) Pihak piutang sadar akan hutangnya, harus melunasi dengan cara yang
baik (dengan harta atau benda yang sama halalnya) dan berniat untuk
segera melunasi.
4) Sebaiknya berhutang pada orang yang shaleh dan memiliki
penghasilan yang halal.
5) Berhutang hanya dalam keadaan terdesak atau darurat.
6) Hutang piutang tidak disertai dengan jual beli.
7) Memberitahukan kepada pihak pemberi hutang jika akan terlambat
untuk melunasi hutang.
8) Pihak piutang menggunakan harta yang dihutang dengan sebaik
mungkin.
9) Pihak piutang sadar akan hutangnya dan berniat untuk segera
melunasi.
c. Bahaya Sikap Hutang Piutang
Hutang merupakan sesuatu yang sensitif diantara hubungan sesama
manusia. Meski Islam memperbolehkan untuk berhutang, itupun dengan
syarat seperti yang sudah disebutkan di atas. Terutama, berhutang
dianjurkan hanya pada keadaan yang benar-benar sangat terdesak saja.
Kebiasaan berhutang, meski tidak dalam keadaan darurat, justru akan
memberikan dampak buruk terutama jika hutang tersebut tidak sempat
untuk dilunasi karena yang berhutang lebih dulu meninggal dunia.
Berikut bahayanya berhutang:
1) Menyebabkan Stres
Tidak salah lagi jika seseorang yang berhutang sering kali
mengalami stres memikirkan hutangnya. Kesulitan untuk tidur,
pikiran tidak fokus, bahkan sampai tidak nafsu makan. Hutang
merupakan sesuatu yang menyebabkan seseorang mudah merasa sedih
di malam hari karena memikirkan cara untuk melunasinya, sedangkan
pada siang harinya akan merasa kehinaan karena merasa dipandang
rendah oleh orang lain akan hutangnya. Dalam kondisi psikis yang
tertekan, ditambah fisik yang ikut lemas, tingkat stres pun akan
semakin tinggi. Bagi mereka yang senantiasa menyerahkan segala
urusan kepada Allah SWT, insya Allah bisa melalui semuanya dengan
ikhlas. Sedangkan mereka yang berpikiran sempit, tak jarang memilih
jalan pintas, misalnya bunuh diri, karena tidak sanggup lagi
memikirkan bagaimana caranya untuk membayar hutang tersebut
(terutama sekali jika hutang itu sudah jadi kebiasaan yang akhirnya
akan menumpuk dan semakin sulit untuk menemukan cara
melunasinya).
2) Merusak Akhlak
Kebiasaan berhutang justru dapat merusak akhlak seseorang karena
berhutang bukan termasuk dalam hobi yang baik, layaknya kebiasaan
berbohong. Nabi Muhammad SAW bersabda:
ِ َّ إِ َّن
ب
َ َّث فَ َك َذ َ الر ُج َل إ َذا َغ ِر َم
َ ح د،
ف
َ ََخل
ْ َو َو َع َدفَأ
ِ ِ
َأَمُّيَ َار ُج ٍل تَ َديَّ َن َد ْينً َاو ُه َوجُمْم ٌع أَ ْن الَيُ َو ِّفيَ هُ إِيَّاهُ لَق َي اللّه
َسا ِرقًا
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya,
maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status
sebagai pencuri.” (H. R. Ibnu Majah).
إالَّالدَّيْ َن
“Semua dosa orang yang mati syahid Akan diampuni (oleh Allah),
kecuali hutangnya.” (H. R. Muslim)
ِ ِِ ٍ ِ
َ َوالْغُلُ ْول، اَلْكرْب: الر ْو ُح اجْلَ َس َد َو ُه َوبَِر ْيءٌم ْن ثَالَث
والدَّيْ ِن َد َخ َل، ُّ َم ْن فَ َار َق
َاجْلَنَّة
ِِ ِ ِ ِ ِ
َّس مَث
َ ٌارأ َْود ْر َه ٌم قُض َي م ْن َح َس نَاته لَْي َات َو َعلَْي ِه د ْين
َ َم ْن َم
ِد ْينَ ٌار َوالَ ِد ْر َه ٌم
ِِ ِ
َ س الْ ُم ْؤم ِن ُم َعلَّ َقةٌبِ َديْن ه َحىَّت يُ ْق
ضى ُ َن ْف
َُعْنه
2) Prinsip Hutang
ُ الت ْق َوى َوال َت َع َاونُوا َعلَى اإلمْثِ َوالْعُ ْد َو ِان َو َّات ُق وا اللَّهَ إِ َّن اللَّهَ َش ِد
يد َّ َوَت َع َاونُوا َعلَى الْرِب ِّ َو
ِ الْعِ َق
اب
12
Abdul Rahman Ghazali, dkk, Fiqih muamalat, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), hlm. 253. Selanjutnya dituliskan Rahman Ghazali, Fiqih muamalat.
13
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD, 2003), jilid 3, hlm.
1601. Selanjutnya dituliskan Hamka, Tafsir Al-Azhar.
hutang-piutang merupakan perbuatan kemanusiaan yang timbul dari
rasa kasih sayang yang dianjurkan agama.
Tujuan yang mulia ini bisa berbuah sebaliknya menjadi pemicu
perselisihan dan permusuhan, karena ada sebagian manusia yang tidak
jujur, tidak mengerti kebaikan orang lain bahkan mengingkari
janjinya. Karena itulah al-Qur’an menggariskan ketentuan yang harus
dihormati dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian hutang piutang. Menghormati perjanjian dan kepercayaan
adalah suatu kewajiban Islami, karena mengandung pengaruh positif
dan faktor yang penting untuk menjaga kedamaian, agar tidak terjadi
kerugian pada kedua belah pihak, memecahkan kesulitan,
menghilangkan perselisihan dan mengharmonisasikan hubungan antar
manusia. Seperti yang telah ditegaskan dalam QS. An-Nahl : 94
ۖ ص َد ْدمُتْ َع ْن َس بِ ِيل اللَّ ِه َّخ ُذوا أَمْيَانَ ُكم دخاًل بينَ ُكم َفتَ ِز َّل قَ َدم بع َد ثُبوهِتَا وتَ ُذوقُوا ُّ مِب
ِ واَل َتت
َ السوءَ َا َ ُ َْ ٌ ْ َْ َ َ ْ َ
يم ِ
ٌ اب َعظ
ٌ َولَ ُك ْم َع َذ
“Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat
penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah
kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena
kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang
besar.”
Penafsiran ayat:
Demikianlah kita melihat bahwa Al-Qur’an meletakkan dasar-
dasar janji dan perjanjian yang adil dan menempatkan kesetiaan
memenuhiny sebagai perbuatan yang baik yang dapat membawa insan
kepada derajat yang luhur dalam kehidupan dunia, serta
menjadikannya berbahagia di akhirat.14
Disamping itu, Allah menganjurkan memenuhi perjanjian, baik
perjanjian antara manusia dengan Tuhannya maupun perjanjian antar
manusia dengan sesamannya. Allah berfirman dalam QS.Al- Māidah:
1
14
Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Quranul Karim, (Bandung: CV.Diponegoro, 1989), hlm.
174, Selanjutnya dituliskan Syaltut, Tafsir Al-Quranul Karim.
ِ َّ
َ يَا أَيُّ َها الذ
ين َآمنُوا أ َْوفُوا
ِ ۚ بِالْع ُق
ود ُ
“hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian-
perjanjian) itu……”
Penafsiran ayat:
Al-Alusi menyalinkan didalam tafsirnya Ruhur Ma’ani sebagai
kesimpulan bahwa ‘uqud ini dapat disimpulkan kepada tiga pokok:
1) ‘Aqad diantara seorang hamba dengan Allah. Artinya manusia
mengikat janji dengan Allah bahwa dia akan tunduk kepada
perintah Allah.
2) ‘Aqad janji antara seorang hamba Allah dengan dirinya sendiri.
Artinya bahwa dia berjanji akan berbuat baik dan menghentikan
perbuatan yang buruk.
3) ‘Aqad janji diantara seseorang dengan sesamanya. Artinya
seseorang berusaha agar menjadi anggota masyarakat yang
memberi faedah kepada sesama manusia.
Zaid din Aslam mengemukakan bahwa bukanlah janji
dengan Allah saja yang wajib dipenuhi oleh seorang mu’min
melainkan mu’min wajib memenuhi janjinya dengan sesama
muslim.15
3. Hukum Jaminan Tentang Kredit Macet
Pada dasarnya, kreditur pemegang jaminan kebendaan memiliki hak
untuk mengeksekusi barang jaminan untuk dijual secara lelang guna
pembayaran hutang debitur jika debitur lalai melaksanakan kewajibannya
berdasarkan perjanjian kredit atau biasa disebut dengan wanprestasi.
Pemberian hak kepada kreditur untuk mengeksekusi jaminan kebendaan
yang diberikan oleh debitur dapat dilihat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (“KUHPer”) serta beberapa peraturan perundang-undangan
berikut ini:
15
Hamka, Tafsir Al-Azhar, jilid 3, hlm. 1592.
a. Pasal 1155 KUHPer: Kreditur sebagai penerima benda gadai berhak
untuk menjual barang gadai, setelah lewatnya jangka waktu yang
ditentukan, atau setelah dilakukannya peringatan untuk pemenuhan
perjanjian dalam hal tidak ada ketentuan jangka waktu yang pasti.
b. Pasal 15 ayat (3) jo. Pasal 29 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”): yang memberikan hak
kepada kreditur untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia jika debitur
cidera janji (wanprestasi).
c. Pasal 6 jo. Pasal 20 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah: yang memberikan hak kepada kreditur untuk mengeksekusi benda
jaminan fidusia jika debitur cidera janji (wanprestasi).
Oleh karena itu, memang barang jaminan dapat dilelang sebelum lewat
jangka waktu pembayaran kredit dalam hal debitur melakukan tindakan
wanprestasi lainnya. Meski demikian, ada baiknya ditempuh upaya-upaya
secara administrasi terlebih dahulu untuk menyelesaikan kredit yang
bermasalah sebelum melakukan gugatan ke pengadilan dan mengeksekusi
barang jaminan.
16
Wawancara dengan Bapak Mujibuda’wah selaku Operation Head WOM Finance
Brebes, pada tanggal 23 Juli 2017, Pukul 13.00 WIB.
terbayang adalah, pasti sepeda motor akan disita. Pada kenyataannya
memang banyak kasus yang berakhir seperti itu. Dalam kondisi gagal bayar
biasanya debt collector akan menyita sepeda motor tersebut. Sebagai warga
yang tidak tahu hukum, pasti akan pasrah saja. Bahkan merasa bahwa itu
memang pantas dilakukan karena tidak membayar cicilan.
Sebagian besar konsumen kendaraan bermotor membeli sepeda motor
dengan cara kredit. Hanya sebagian kecil yang membeli dengan cara cash.
Pembelian dengan cara kredit ini bisa dilakukan melalui perusahaan leasing.
Pembelian dengan cara kredit ini memang menguntungkan banyak pihak.
Konsumen diuntungkan karena bisa memiliki kendaraan dengan dana yang
terbatas. Pihak perusahaan leasing sangat diuntungkan karena memperoleh
profit yang sangat besar dari industri ini. Pihak dealer juga diuntungkan
karena dagangannya laris manis, dan pihak leasing akan memberi bonus
untuk tiap unit yang terjual. Tidak heran saat ini banyak dealer-dealer yang
tidak terima pembayaran secara cash, harus dengan cara kredit. Ini biasanya
terjadi pada dealer sepeda motor.
Jika saling menguntungkan begini seharusnya tidak ada masalah. Tapi
rupanya banyak masalah yang muncul dari usaha ini. Kebanyakan
dikarenakan adanya praktek-praktek curang yang dilakukan oleh oknum
pihak leasing. Saat aplikasi kredit kita telah disetujui oleh pihak leasing,
maka kita diwajibkan untuk membayar DP (uang muka). Aturan terbaru
(2012) untuk kredit sepeda motor DP minimal sebesar 20%. Selanjutnya,
dilakukanlah perjanjian kredit (akad kredit) antara debitur (konsumen) dan
kreditur (perusahaan leasing). Pada tahap inilah kecurangan leasing dimulai.
Bagi masyarakat umum yang tidak jeli sulit melihat kecurangan ini.
Dalam proses akad kredit pihak leasing tidak memberikan draft
perjanjiannya beberapa hari sebelumnya untuk dipelajari. Perjanjian akad
kredit yang berlembar-lembar itu selalu diberi pihak leasing mendadak,
sesaat sebelum konsumen tanda tangan. Dari gejala ini seharusnya
konsumen menyadari bahwa ada sesuatu yang disembunyikan dalam
perjanjian tersebut. Pada kenyataannya isi dari perjanjian itu banyak yang
bersifat sepihak, merugikan konsumen, bahkan melanggar hukum. Inilah
alasannya mengapa leasing tidak menerima pengacara atau polisi sebagai
konsumennya. Perjanjian yang konsumen tanda tangani tersebut disebut
oleh pihak leasing sebagai Perjanjian Fidusia.
“Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang-piutang antara kreditur
dengan debitur yang melibatkan penjaminan yang kedudukannya tetap
dalam penguasaan pemilik jaminan dan dibuatkan Akta Notaris dan
didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia.” Dengan perjanjian fidusia ini
keditur (pihak pemberi kredit) memiliki hak eksekutorial langsung jika
debitur melakukan pelanggaran perjanjian. Sedangkan dalam pelaksanaan
penandatanganan akad kredit pembelian sepeda motor tidak dilakukan
dihadapan notaris. Hanya dengan memberi kata-kata “Dijaminkan Secara
Fidusia” tidak lantas secara otomatis membuatnya menjadi sebuah
perjanjian fidusia. Perjanjian yang konsumen tanda tangani dengan tidak
dihadapan notaris itu disebut “Perjanjian Dibawah Tangan.”
Masih banyak lagi kecurangan-kecurangan lain yang dilakukan oleh
oknum pihak leasing, seperti skema cicilan dan penalti pelunasan yang
sangat merugikan konsumen. Sering kita temui keluhan konsumen yang
sudah melewati setengah masa termin cicilannya namun mendapati
hutangnya hanya berkurang sedikit. Namun kita akan fokus pada
konsekuensi yang harus kita hadapi saat mengalami gagal bayar. Untuk
lebih memahami, mari kita buat ilustrasinya:
Jika konsumen kredit sepeda motor untuk jangka waktu 3 tahun. Lantas
setelah memasuki tahun ketiga tiba-tiba tidak lagi mampu membayar
cicilan. Dalam kondisi tersebut sepeda motor akan disita. Padahal
sebelumnya konsumen sudah membayar uang DP (20-25% dari harga) dan
selama 2 tahun sudah membayar cicilan dengan tertib. Artinya dari sisi
keadilan, hak konsumen terhadap sepeda motor tersebut jauh lebih besar
dibanding hak pihak leasing (DP + cicilan 2 tahun).
Terlepas dari sisi keadilan. Dari segi hukum pun ternyata sama sekali
tidak berhak menyita sepeda motor konsumen itu. Berikut beberapa
alasannya:
a. Sebagaimana sudah dibahas diatas bahwa perjanjian yang konsumen
tanda tangani tersebut sama sekali bukan perjanjian fidusia. Artinya
pihak kreditur tidak memiliki hak eksekutorial atas jaminan (sepeda
motor).
b. Dalam STNK dan BPKB sepeda motor tersebut yang tertera adalah
nama konsumen, bukan nama leasing. Artinya sepeda motor tersebut
secara hukum sah merupakan milik konsumen, bukan milik leasing.
Sedangkan hubungan antara konsumen dengan pihak leasing adalah
hubungan hutang-piutang biasa.
c. Satu-satunya pihak yang berhak melakukan eksekusi di negara ini
adalah pengadilan melalui keputusan eksekusi pengadilan. Artinya
leasing apalagi debt collector sama sekali tidak berhak melakukan
eksekusi dengan alasan apapun. Tentu saja leasing tidak mau
menempuh proses pengadilan karena selain memerlukan biaya juga
butuh waktu yang tidak sebentar, dan keputusan pengadilan pasti
akan memerintahkan untuk dilakukan pelelangan terhadap sepeda
motor konsumen tersebut. Dimana hasil lelang harus dibagi dua.
Pertama untuk membayar sisa hutang konsumen kepada leasing,
sisanya menjadi hak konsumen.
Cara diatas adalah cara yang sesuai aturan hukum dan tentu saja adil
bagi kedua belah pihak. Disini konsumen mulai memahami bahwa
proses penyitaan sepeda motor tersebut sesungguhnya melanggar
hukum. Namun seringkali sebagai orang yang tidak tahu hukum justru
konsumen yang ditakut-takuti oleh pihak leasing. Karena tahu tidak
memiliki dasar hukum maka mereka selalu memakai tenaga pihak
ketiga yaitu debt collector. Penggunaan jasa pihak ketiga (Debt
Collector) ini adalah upaya leasing untuk cuci tangan manakala muncul
masalah akibat proses penyitaan yang melanggar hukum tadi.
Alasannya tentu saja demi efisiensi. Penting diingat bahwa kasus ini
adalah kasus hutang-piutang (Perdata) bukan kasus pidana. Jadi bahkan
polisi pun tidak boleh ikut campur apalagi debt collector. Maka jangan
terkecoh oleh oknum polisi yang sering membekingi debt collector.
2. Hukum Islam Terhadap Status Penarikan Sepeda Motor
Menurut fakta di lembaga pembiayaan WOM Finance, selama angsuran
belum lunas dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan disepakati oleh
nasabah dan pihak WOM Finance, sepeda motor tetap milik WOM Finance.
Jadi ketika nasabah tidak bisa lagi untuk membayar cicilannya maka sepeda
motor tersebut akan ditarik kembali dan dilelang. Sedangkan menurut akad
perjanjian yang dipakai oleh WOM Finance adalah akad Murabahah dengan
ketentuan umum dalam dokumen perjanjian adalah pihak kedua (konsumen)
perorangan atau badan hukum cakap hukum yang membeli barang
berdasarkan prinsip syari’ah dari pihak pertama (WOM Finance)
berdasarkan akad murabahah dan pihak kedua (konsumen) menyatakan
telah menerima barang dengan sempurna dan dalam keadaan baik dari
pemasok (dealer). sebenarnya ketika sudah dibeli barang tersebut sudah
sepenuhnya milik konsumen sesuai dengan isi dokumen yang telah
disepakati dan ditandatangani konsumen, walaupun konsumen tidak bisa
lagi membayar cicilannya sepeda motor tersebut tidak boleh ditarik kembali
selama konsumen masih mempunyai itikad baik untuk membayar dan
melunasi kekurangan angsurannya. Sedangkan yang dilakukan oleh WOM
Finance adalah menarik kembali sepeda motor tersebut melalui jasa debt
collector. Maka hukum status penarikan sepeda motor tersebut adalah tidak
sah.17
Dalam hukum Islam mengambil dan merampas barang yang bukan
haknya disebut dengan ghasb. Kata Ghasb disebutkan dalam Alqur’an.
Allah berfirman:
صبًا
ْ َغ
Wawancara dengan Bapak Eqi Bagus Hartoyo selaku konsumen WOM Finance Brebes
17
Jika mengambil harta orang lain secara rahasia dari tempat yang terjaga, maka hal itu
18
disebut pencurian. Jika mengambilnya secara kekerasan, maka hal itu adalah muhaarabah dan jika
mengambilnya karena menguasai, maka hal itu adalah ikhtilas (jambret) dan jika mengambilnya
saat ia diamanahi, maka hal ini disebut khianat.
“Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu terpelihara antara
sesama kamu sebagaimana terpeliharanya hari ini, bulan ini dan negerimu
ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ِ ِ ِ ِ ِ َّ الَ يزيِن
ني يَ ْس ِر ُق
َ َوالَ يَ ْس ِر ُق ح،ب َو ُه َو ُم ْؤم ٌن
ُ ني يَ ْشَر ُ َوالَ يَ ْشَر،ني َيْزيِن َو ُه َو ُم ْؤم ٌن
َ ب اخلَ ْمَر ح َ الزايِن ح َْ
ِ ِِ ِ
ني َيْنتَ ِهُب َه ا َ َّْاس إِلَْي ه ف َيه ا أَب
َ ص َار ُه ْم ح ُ َيْرفَ ُع الن،ًب نُ ْهبَ ة
ِ
ُ َوالَ َيْنتَه،َو ُه َو ُم ْؤم ٌن
َو ُه َو ُم ْؤِم ٌن
Dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu
Umamah secara marfu’ disebutkan:
َوإِ ْن َك ا َن: َو َح َّر َم َعلَْي ِه اجْلَنَّةَ َف َق َال لَهُ َر ُج ٌل،َّار ِِ ِ ِ ٍ ِ ٍ
َ َف َق ْد أ َْو َج،َم ِن ا ْقتَطَ َع َح َّق ْام ِرئ ُم ْسلم بيَمينه
َ ب اهللُ لَهُ الن
ِ ول
ِ َ وإِ ْن ق:اهلل؟ قَ َال
ض يبًا َ َش ْيئًا يَ ِس ًريا يَ ا َر ُس
َ
ِم ْن أ ََر ٍاك
Oleh karena itu orang yang melakukan ghasb harus bertobat kepada
Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan mengembalikan barang ghasb kepada
pemiliknya serta meminta maaf kepadanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
، َقْب َل أَ ْن الَ يَ ُك و َن ِدينَ ٌار َوالَ ِد ْر َه ٌم، َح ٍد ِم ْن ِعْر ِض ِه أ َْو َش ْى ٍء َفْليَتَ َحلَّْلهُ ِمْن هُ الَْي ْو َم
َ ت لَهُ َمظْلَ َمةٌ أل
ْ ََم ْن َكان
اح ِبه ِ
ِ ات ص ِ ِ َ وإِ ْن مَل تَ ُكن لَ ه حس ن، إِ ْن َك ا َن لَ ه عم ل ص الِح أ ُِخ َذ ِمْن ه بَِق ْد ِر مظْلَمتِ ِه
َ َات أُخ َذ م ْن َس يِّئ
ٌ ََ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ٌ َ ٌ ََ ُ
فَ ُح ِم َل َعلَْي ِه
Jika barang ghasb masih ada, maka dikembalikan seperti sedia kala.
Namun jika sudah binasa, maka dengan mengembalikan gantinya.