Anda di halaman 1dari 4

Al-Quran diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril.

Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur di


kota besar Mekah dan Madinah sejak tahun 610 M sampai kematian Nabi Muhammad tiba yaitu pada
tahun 632 M.

Tentunya, kata Al-Quran yang muncul ini dalam bentuk yang berbeda dengan berbagai arti. Banyak ahli
yang mengatakan bahwa istilah Al-Quran merupakan padanan dalam bahasa Syiria yang artinya adalah
‘membaca kitab suci atau pelajaran’. Terlepas dari itu, kata Al-Quran menjadi istilah dalam bahasa Arab.

Al-Quran menggambarkan dirinya sendiri sebagai pembeda atau Al-Furqan, kitab utama atau Ummul
Kitab, Penuntun atau Huda, kebijaksanaan atau Hikmah, Pengingat atau Dzikir, dan sesuatu yang
diturunkan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang rendah atau Tanzil.

Isi dari Al-Quran


Al-Quran memiliki isi yang lebih pendek dibandingkan dengan perjanjian baru atau juga kitab
Ibrani. Al-Quran dibagi menjadi 114 surat, atau bisa disebut dengan bab. Dalam bab atau surat
itu, memiliki ayat atau butir-butir yang berbeda-beda. Surat di dalam Al-Quran yang pertama
adalah Al-Fatihah, namun bukan berarti Al-Fatihah adalah surat yang diturunkan pertama kali
oleh Allah SWT. Surat yang paling panjang adalah surat kedua atau surat Al-Baqarah dan surat
yang paling terpendek adalah surat Al-Kautsar.

Nama-nama surat di dalam Al-Quran diberikan dengan istilah yang paling banyak muncul di
dalam surat tersebut, namun hal ini tidak berlaku dalam semua surat di Al-Quran. Surat dibagi
lagi menjadi ayat-ayat yang secara literalnya memiliki arti ‘tanda’. Ayat di dalam Al-Quran
terdiri dari 6.236 ayat. Ayat di dalam Al-Quran juga memiliki panjang yang berbeda-beda, ada
yang sangat panjang seperti paragraf, ada juga yang hanya terdiri dari beberapa kalimat.

Di dalam ayat-ayat Al-Quran, umumnya menyebut dirinya sebagai ucapan ialhi yang
menggunakan kata ganti orang pertama tunggal dan jamak yaitu saya dan kami, kata ganti ini
secara jelas mengacu kepada Allah SWT yang Maha Esa. Banyak ayat-ayat Al-Quran yang
menggambarkan penghakiman di mana Allah SWT akan menyerahkan setiap manusia ke surga
atau neraka sesuai dengan amalannya di dunia.

Tidak hanya itu, ada juga beberapa narasi yang berpusat kepada manusia-manusia istimewa atau
alkitabiah seperti Nabi Adam, Musa, Ibrahim, Maryam dan-lain-lain. Ada juga satu surat yang
mencakup luas cerita tentang nabi Yusuf, Surat ke-12 di dalam Al-Quran. Al-Quran juga
mengatakan bahwa dia adalah penyempurna dan membenarkan kitab-kitab terdahulu,

Di dalam Al-Quran juga tercantum hukum-hukum untuk berkeluarga, pembagian hak waris,
hukum ritual seperti sholat, berzakat atau kewajiban berpuasa. Ada juga larangan-larangan untuk
mengkonsumsi hal-hal yang diharamkan seperti makan babi atau minum anggur. Al-Quran juga
menjelaskan tentang hukuman untuk pencurian atau pembunuhan, hukuman orang yang riba atau
curang dalam berdagang.
Al-Quran merupakan Kitab Suci bagi umat Islam yang dijadikan petunjuk, penuntun, dan juga
pedoman. Dalam memahami isi tulisan di dalamnya, buku Sekelumit Kandungan Isi Al Qur’an
ini dapat kamu jadikan pedoman.

Al-Quran membentuk fondasi hukum untuk umat Islam, meskipun rincian dari hukum-hukum
tersebut tidak dituliskan dari Al-Quran, namun bisa dilihat dari hal-hal yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad atau yang disebut dengan hadits.

Sejarah Al-Quran
Sumber-sumber sejarah Islam mengatakan bahwa kumpulan wahyu Al-Quran yang lengkap
ditulis setelah kematian Nabi Muhammad. Ketika banyak sahabat-sahabat Nabi yang hafal Al-
Quran terbunuh di medan perang, ketakutan akan kehilangan pengetahuan Al-Quran mulai
muncul. Maka dari itu diputuskan untuk mengumpulkan wahyu Al-Quran. Tulisan-tulisan wahyu
Al-Quran datang dari berbagai bahan seperti cabang pohon palem, batu dan ingatan para sahabat.

Sahabat Nabi, Zaid bin Tsabit, diketahui telah menyalin ayat-ayat Al-Quran pada lembaran
perkamen apapun yang bisa ditemukan, dan kemudian menyerahkannya kepada Khalifah Umar
bin Khattab yang pada saat itu menjabat dari 634 – 644 M. Setelah kematian Umar bin Khattab,
koleksi dari catatan Al-Quran diwariskan kepada putrinya Hafsah.

Pada saat kepemimpinan Khalifah Ketiga, Utsman bin Affan, ia mulai menyadari adanya sedikit
perbedaan dalam pengucapan Al-Quran saat Islam berkembang dari Jazirah Arab ke Persia dan
Afrika Utara. Untuk mencegah adanya perbedaan dalam penulisan ayat-ayat Al-Quran, Khalifah
Utsman bin Affan yang menjabat dari tahun 644-656 M memerintahkan salinan dari Zaid bin
Tsabit dikirim ke pusat kota.

Dalam dua puluh tahun setelah kematian Nabi Muhammad, Al-Quran dibuat dalam bentuk
tertulis. Teks tersebut menjadi model dari mana salinan dibuat dan disebarluaskan ke seluruh
pusat kota negara-negara Muslim. Beberapa versi lain dari Al-Quran kini telah dimusnahkan.
Para ilmuwan dan sejarawan Muslim meyakini dan menerima bahwa teks Al-Quran saat ini
merupakan versi asli yang disusun oleh para Khalifah.

Pada tahun 1972, di masjid yang berada di kota Sanaa Yaman, sebuah manuskrip ditemukan.
Manuskrip tersebut telah terbukti sebagai teks Al-Quran yang paling kuno yang diketahui ada
pada saat itu. Studi menunjukan bahwa perkamen tersebut berasal dari periode sebelum 671 M.

Menurut sejarah Islam, Al-Quran diturunkan kepada nabi Muhammad secara terpisah dan
berangsur-angsur. Seringkali ayat-ayat yang diturunkan merupakan kelompok ayat yang terpisah.
Sumber-sumber Islam menyimpan sejumlah besar laporan tentang kejadian di mana suatu surat
atau bagian dari sebuah surat diturunkan. Dengan demikian, para penafsir Al-Quran pra-modern
membayangkan wahyu AL-Quran terkait erat dengan peristiwa-peristiwa tertentu dalam
kehidupan Nabi Muhammad.

Untuk mempelajari Al-Quran, kamu bisa membaca buku ini sebagai referensi yaitu Buku Pintar
Al-Quran: Segala Hal yang Perlu Kita Ketahui Tentang Al-Quran, yang disusun oleh Lingkar
Kalam. Buku ini disusun dengan bahasa yang mudah dimengerti dan juga tersemat gambar-
gambar sebagai penunjang pembahasan buku tersebut.

Sebagai kitab suci yang sempurna bagi umat Islam dan menjadi seebuah pedoman para umatnya
dalam menjalankan kehidupan. Terdapat proses yang menjadi sejarah dari Al-Quran yang secara
ringkas dapat kamu pelajari pada buku Sejarah Ringkas Al Quran Kandungan & Keutamaannya.

Al-Quran bukan hanya kitab untuk “mengaji”, tapi juga untuk dikaji. Untuk dipelajari, dibaca
tafsirnya, juga diambil hikmahnya, supaya kita bisa mengambil pelajaran dari kitab tersebut.

Terlebih bagi seorang Muslim, Al-Quran bukan hanya buku suci. Tapi, sebuah panduan.
Panduan untuk menjalani kehidupan. Kita sering sebut dengan way of life.  

Bagi kalangan muslim yang berprofesi sebagai hakim, Al-Quran juga memberikan haluan.
Meskipun, mungkin ada perbedaan soal tafsirannya. Namun, secara umum, beberapa ayat Al-
Quran telah menunjukkan beberapa prinsip penting.

Pertama, berlaku adil. Berlaku adil adalah perintah Allah. Jelas, bahwa ini adalah perintah
Allah. Karena itu, jika kita tidak berlaku adil, itu menyalahi perintah. Yang artinya kita berdosa.

Disebutkan dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 58, yang artinya “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila
kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil.
Sesungguhnya Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”(Q.S An-Nisa: 58)

Selain ayat tersebut, masih banyak ayat-ayat yang memerintahkan untuk berlaku adil. Misalnya,
Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 42 dan Al-Quran Surat An-Nahl ayat 90. Kedua ayat ini senada
dengan ayat di atas.

Kedua, Tidak pandang bulu. Bahwa, berlaku adil itu pada semua orang. Meskipun terhadap
kerabat, jika salah harus dikatakan salah. Tanpa pandang bulu, apakah itu terhadap orang kaya
atau orang miskin. Tidak boleh pandang bulu. Ini juga perintah Allah.

Disebutkan dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 135 yang artinya, “Wahai orang-orang yang


beriman, jadilah kamu para penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap
dirimu sendiri atau terhadap kedua orang tua dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa)
kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (untuk kebaikannya). Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan untuk menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa Allah
Maha teliti terhadap segala sesuatu yang kamu kerjakan.” (Q.S An-Nisa: 135)

Ketiga, mengadili tanpa kebencian. Dalam mengadili suatu perkara, kita tidak boleh mengadili
berdasarkan kebencian. Kebencian terhadap salah satu pihak atau kedua pihak. Sehingga, hakim
memberikan hukuman lebih berat dari yang seharusnya. Atau sebaliknya, menjatuhkan hukuman
yang lebih ringan dari yang seharusnya. Tidak mengadili berdasarkan kebencian, ini juga
perintah Allah dalam Al-Quran.

Disebutkan dalam Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya, “Wahai orang-orang yang
beriman, jadilah kamu para penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil.
Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Maidah: 8)

Empat, tidak mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu itu kecenderungan diri. Kemauan kita sebagai
seorang manusia. Sebagai manusia, tentu kita ingin yang macam-macam. Dan keinginan
semacam ini akan menyesatkan. Ini tidak diperbolehkan.

Dalam Al-Quran Surat Shad ayat 26 disebutkan yang artinya, “Wahai Dawud, Sesungguhnya


engkau Kami jadikan sebagai khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di
antara manusia secara adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu sehingga akan
menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah
akan mendapatkan azab yang berat disebabkan karena mereka melupakan hari perhitungan.”
(Q.S Shad: 26)

Selain ayat tersebut, masih banyak ayat-ayat lain yang melarang kita untuk mengikuti hawa
nafsu. Terlebih lagi dalam mengadili. Kita tidak boleh mengadili berdasarkan hawa nafsu.
Bahkan dalam banyak hal, kita tidak boleh menuruti hawa nafsu. Kita harus melihat aturan
syariat, dan juga aturan hukum yang berlaku.

Jadi, berlaku adil, tidak pandang bulu, mengadili tanpa kebencian, dan tidak mengikuti hawa
nafsu. Paling tidak, empat hal itu adalah prinsip-prinsip penting yang harus dipegang teguh oleh
kalangan Muslim yang berprofesi sebagai penegak keadilan.

Itu adalah pesan Al-Quran. Pesan-pesan Allah yang terdokumentasi dalam kitab suci. Dan
sebagai seorang Muslim, terlebih lagi berprofesi sebagai penegak keadilan, tentu harus
memegang teguh prinsip-prinsip tersebut.

Anda mungkin juga menyukai