Anda di halaman 1dari 14

1.

Paracetamol
Menurut Tomset al. (2008) parasetamol digunakan untuk mengatasi nyeri
sedang. Menurut Spigsetdan Hagg (2019) penggunaan obat parasetamol untuk
wanita menyusui cukup aman karena transfer obat yang tercapai ke ASI jumlahnya
sedikit dan meskipun dapat terdeteksi di ASI kadar obatnya rendah. Selain itu WHO (2002)
menyebutkan bahwa parasetamol aman untuk ibu menyusui. Kombinasi parasetamol
dantramadol menurut Pergolizziet al. (2012) menunjukkan keamanan untuk
menangani nyeri.
Paracetamol diekskresikan pada ASI dalam jumlah yang sangat sedikit. Mengingat
konsentrasi puncak paracetamol akan dicapai dalam 1 – 2 jam dan tidak dapat dideteksi
setelah 12 jam, pemberian ASI per 3 jam akan membuat bayi menerima sekitar 0,14% dari
dosis ibu dengan asumsi bahwa ibu menerima 2% dosis. Parasetamol memiliki waktu paruh
yang cukup singkat yaitu 2,6 jam. Secara teoritis konsentrasi parasetamol di dalam ASI
sebesar 4,39 mg/L, konsentrasi tersebut < 0,1% dari dosis yang digunakan ibu menyusui
yaitu 500 mg. Jumlah maksimal untuk orang dewasa adalah 1 gram (1000 mg) per dosis dan
4 gram (4000 mg) per hari. Dalam jurnal British Journal of Clinical Pharmacology,
disebutkan bahwa paracetamol saat ini dipasarkan sebagai analgesik dan antipiretik, untuk
digunakan tidak lebih dari 3 hari tanpa berkonsultasi dengan dokter.
Penggunaan paracetamol untuk ibu menyusui juga dapat memberikan efek samping.
Mengutip dari Alcohol and Drug Foundation, efek samping paracetamol yang paling umum
adalah mengantuk dan kelelahan, serta ruam dan gatal. Ibu dianjurkan berhenti
menggunakan paracetamol dan hubungi dokter ketika masih mengalami demam setelah 3
hari penggunaan serta masih merasakan nyeri setelah 7 hari penggunaan (atau 5 hari jika
merawat anak). Selain itu, bila Ibu mengalami ruam kulit, sakit kepala terus-menerus, atau
kemerahan atau bengkak; atau jika gejala memburuk, atau memiliki gejala baru,
konsultasikan langsung ke dokter. Simpan paracetamol pada suhu kamar jauh dari panas dan
lembap. Supositoria rektal dapat disimpan pada suhu kamar atau di lemari es.
2. Ibuprofen
Ibu nifas dan menyusui dapat mengonsumsi obat ibuprofen ketika mengalami demam,
nyeri, sakit kepala, dan lainnya. Ibuprofen dikonsumsi dengan syarat tiidak sedang
menderita asma atau penyakit maag. Kedua kondisi tersebut bisa memperparah keadaan jika
mengonsumsi ibuprofen. Menurut American Academy of Pediatrics, ibuprofen juga sudah
masuk ke dalam daftar obat-obatan yang aman dikonsumsi oleh ibu menyusui. Bahkan
ibuprofen juga memiliki peluang efek samping yang sangat kecil pada bayi. Karena
ibuprofen hanya masuk ke dalam air susu ibu (ASI) dalam jumlah yang sedikit.
Walaupun ibuprofen tergolong aman untuk ibu menyusui, namun ibu tetap harus
memerhatikan dosisnya agar kemungkinan efek samping pada bayi menjadi sangat kecil.
Dosis ibuprofen biasanya 200 mg per tablet. Untuk itu, Mama bisa mengonsumsi maksimal
dua tablet 200 mg setiap empat atau enam jam. Sedangkan untuk batas maksimum, bisa
mengonsumsi sampai 1200 mg dalam 24 jam. Jadi, tidak boleh lebih dari enam tablet dalam
sehari. Jika ibuprofen sudah diresepkan oleh dokter maka bisa dikonsumsi dengan batas
maksimum, yaitu 1600-3200 mg untuk per harinya.
Sebelum mengonsumsi ibuprofen sebaiknya memerhatikan beberapa peringatan ini:
 Ibuprofen tidak boleh dikonsumsi oleh penderita gagal jantung, gangguan fungsi ginjal
dan hati, asma, maag, lansia, tekanan darah tinggi, dan lainnya.
 Selama minum ibuprofen pun tidak disarankan untuk mengonsumsi alkohol dan merokok
karena dapat memicu perdarahan pada saluran pencernaan.
 Jika Mama ingin melaksanakan operasi, segera beri tahu kepada dokter bahwa sedang
mengonsumsi ibuprofen.
Ibuprofen aman dikonsumsi oleh ibu menyusui dan kemungkinan efek samping pada bayi
sangat kecil. Ibuprofen harus dikonsumsi dengan benar agar tidak ada efek samping yang
terjadi. Untuk itu, ibuprofen tidak dianjurkan untuk dikonsumsi secara berlebih atau melebihi
batas dosis yang telah ditentukan. Jika tubuh sudah membaik atau sehat, sebaiknya hentikan
konsumsi ibuprofen karena ibu menyusui tidak boleh mengonsumsi ibuprofen lebih dari 10
hari.
Sama seperti obat lainnya, ibuprofen mungkin dapat memiliki efek samping seperti
mengalami sakit perut, mual, diare, sembelit, dan pusing. Selain itu, efek samping berat
ibuprofen juga bisa terjadi, seperti sesak napas, urine berwarna lebih gelap, kulit dan mata
tampak menguning.

3. Vitamin A
Vitamin A merupakan salah zat penting yang larut dalam lemak dan dalam hati, tidak
dapat di buat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari luar, berfungsi untuk penglihatan,
pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Fungsinya ibu yang
baru melahirkan diberikan vitamin A dalam 24 jam setelah kelahiran/masa nifas adalah:
a. Mempercepat proses penyembuhan luka
b. Mencegah terjadinya infeksi pada masa nifas
c. Meningkatkan kandungan vitamin A pada ASI
d. Meningkatkan daya tahan tubuh bayi, karena bayi lahir dengan cadangan vitamin A
yang sedikit
Kekurangan vitamin A pada ibu hamil dapat menyebabkan:
a. Penyembuhan luka yang lebih lambat
b. Lebih mudah terserang infeksi pada masa nifas
c. Kulit kering
d. Bayi lebih rentan terhadap infeksi
Setiap ibu nifas mendapatkan suplemen vitamin A satu kapsul 200.000 IU segera setelah
persalinan dan satu kapsul 200.000 IU diminum 24 jam kemudian. Sedangkan suplemen besi
sebaiknya diberikan selama tiga bulan postpartum terutama di daerah dengan prevalensi
anemia yang tinggi. Inilah beberapa alasan, mengapa penting bagi ibu yang baru melahirkan
untuk mengonsumsi vitamin A sesuai dosis yang dianjurkan, yaitu 100.000-200.000 IU
(diberikan berupa 2 pil selama 2 hari). Dosis ini diberikan karena kebutuhan bayi akan
vitamin A tinggi untuk pertumbuhan dan peningkatan daya tahan tubuh. Pemberian 1 kapsul
vitamin A 200.000 SI warna merah pada ibu nifas hanya cukup untuk meningkatkan
kandungan vitamin A dalam ASI selama 60 hari. Pemberian 2 kapsul vitamin A 200.000 SI
warna merah di harapkan dapat menambah kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi
usia 6 bulan.
4. Mitrodiazole
Farmakologi metronidazole adalah sebagai amubisida, bakterisida, dan trikomonasida.
Eliminasi terutama melalui urine. Farmakodinamik metronidazole dimulai dari konversi
molekul menjadi bentuk radikal bebas short-lived nitroso oleh reduksi intraseluler. Konversi
ini terjadi di dalam sitoplasma bakteri, atau organela spesifik protozoa, dan menyebabkan
obat menjadi aktif terhadap kuman yang memiliki metabolisme anaerob. Namun, obat juga
efektif terhadap kuman yang bersifat mikroaerofili, seperti Helicobacter pylori.

Dalam bentuk konversi tersebut, obat akan bersifat sitotoksik, dan dapat berinteraksi
dengan DNA molekul, menghambat sintesis asam nukleat, dengan cara merusak DNA
kuman. Kerusakan tersebut akan berakibat degradasi DNA dan kematian sel. Sintesis DNA
dihambat dalam waktu 30 menit, dan kuman mati dalam waktu 5 jam. Apabila konversi obat
dalam sel kuman tidak dapat dilakukan, dan tidak terjadi aktifasi obat, maka dikatakan sel
tersebut sebagai sel yang resisten terhadap obat ini. [4].
Farmakokinetik metronidazole berupa aspek absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
eliminasinya. Bioavailabilitas metronidazole adalah sebagai berikut:
a. 93-100%, bila obat dikonsumsi per oral, atau diberikan secara intravena
b. 60-80% per rektal
c. 20-25% per vaginal
Konsentrasi puncak dalam serum pada pemberian per oral dan intravena adalah 10
mcg/ml setelah pemberian 500 mg metronidazole dosis tunggal. Konsentrasi puncak
dicapai sekitar 1 jam setelah pemberian. Sedangkan pada pemberian rektal, kadar
konsentrasi puncak diperkirakan setengah dari pemberian oral dan intravena, serta akan
tercapai setelah sekitar 4 jam. Data mengenai absorpsi metronidazole per vaginam masih
terbatas. Diperkirakan bahwa kadar konsentrasi puncak dari pemberian 500 mg
metronidazole per vaginam adalah 2 mcg/ml, dan tercapai setelah 8 hingga 24 jam.
Absorpsi obat pada vagina tergantung faktor-faktor seperti:
a. Formulasi obat, supositoria atau krim
b. Dosis
c. Keadaan fisikokemikal vagina selama pengobatan
Konsentrasi puncak dalam serum, plasma darah, dan minimum lethal concentration
(MLC) tergantung pada dosis obat. Pada pemberian metronidazole 500 mg intravena setiap
8 jam, diketahui bahwa konsentrasi serum tertinggi adalah 25 mcg/ml dan terendah adalah
15 mcg/ml. Fungsi ginjal yang terganggu tidak mengubah waktu paruh serum dari
metronidazole, namun waktu paruh dari metabolit hidroksi akan meningkat sebanyak 4 kali
lipat dan berakumulasi di serum. Plasma clearance metronidazole akan menurun pada
penderita dengan ganguan fungsi hati. Tatalaksana yang dapat dilakukan pada infeksi luka
perimeum dan luka abdominal terjadi akibat kuman yang menginfeksi luka episiotomi atau
abdomen pada ibu nifas adalah mengompres luka dengan metronidazol 500 mg 3 kali
sehari selama lima hari. Pengobatan dengan antibiotik hingga 48 jam bebas demam dengan
ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam ditambah
metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam.
Metronidazole secara luas didistribusikan dalam jaringan dan cairan tubuh, dengan
kadar yang secara umum sama dengan konsentrasi serum. Kadar terapeutik obat ditemukan
dalam darah, cairan serebrospinal, eksudat paru, empedu, cairan seminal, tulang, otak, dan
jaringan pelvis. Metronidazole dapat melewati sawar darah-otak, sawar plasenta, dan
ditemukan dalam saliva serta air susu ibu (ASI) dalam konsentrasi yang sama dengan
konsentrasi serum.
Biotransformasi metronidazole terjadi di hepar oleh enzim CYP2C9 melalui
hidroksilasi. 2-hidroksimetronidazole merupakan produk metabolit utama. Efektivitas
antimikrobial berkisar 35-60%. Dosis tinggi tidak dianjurkan bagi lansia, pasien yang
sangat sakit, dan disfungsi hepar. Hal ini dikarenakan pada kondisi tersebut akan terjadi
metabolisme obat yang menurun sehingga menurunkan clearance obat dalam darah.
Metronidazole 77% diekskresikan ke urine, dan 14% ke feses. Metabolit obat yang
terutama terdapat di urine adalah berupa hasil metabolisme oksidasi rantai samping, yaitu
5-nitroimidazole dan 2-metil-5-nitroimidazole asam asetat, dan hasil konjugasi
glukuronida. Sisanya sekitar 20% merupakan metronidazole yang tidak diubah. Renal
clearance obat sekitar 10 mL/menit/1,73 m2. Waktu paruh metronidazol sekitar 8 jam
tetapi pada neonatus memanjang sekitar 25-72 jam. Waktu paruh juga memanjang pada
penderita dengan gangguan hepar.  [1,3,13]
Bakteri patogen yang telah dilaporkan resisten terhadap metronidazole
adalah Helicobacter pylori  dan Sutterella sp. Organisme patogen yang telah dilaporkan
kepekaannya terhadap obat ini menurun
adalah Actinomyces, Bifidobacterium, Eubacterium, Lactobacillus, dan Propionibacterium
sp. Meski telah dilaporkan terjadinya kegagalan pengobatan metronidazole akibat resisten
kuman, namun tingkat resistensinya masih rendah. Karena metronidazole terkenal dalam
hal keamanan dan efektifitasnya secara klinis, maka obat ini masih diandalkan di seluruh
dunia untuk tata laksana infeksi kuman anaerob. [1,4]

5. Gentamicin
Gentamicin adalah obat yang umumnya digunakan untuk mencegah atau mengobati
berbagai infeksi bakteri. Gentamicin termasuk golongan antibiotik aminoglikosida. Obat
Gentamicin bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Gentamicin tersedia dalam
berbagai bentuk, yaitu gentamicin injeksi (suntikan), serta gentamicin dalam bentuk salep
atau krim. Antibiotik bekerja dengan membunuh bakteri atau membuat bakteri sulit untuk
tumbuh dan berkembang biak. Meskipun ampuh mengatasi infeksi akibat bakteri, tapi
antibiotik tidak bisa dipakai untuk mengobati infeksi virus.
Gentamicin injeksi disuntikkan ke vena atau otot sesuai anjuran dokter, biasanya setiap 8
jam sekali diberikan dalam perawatan. Sementara itu, gentamicin salep diberikan setelah
membersihkan kulit dengan air dan sabun. Oleskan sedikit produk salep Gentamicin di area
kulit yang mengalami infeksi, kemudian baurkan hingga merata. Dosis obat gentamicin
injeksi dan salep tergantung pada kondisi kesehatan, berat badan, tes laboratorium, dan
respon terapi. Jika menggunakan sendiri obat gentamicin salep di rumah, ikuti semua aturan
persediaan dan penggunaan dari penyedia layanan kesehatan. Sebelum menggunakan,
periksa produk ini apakah tercemar partikel atau perubahan warna.
Jika terlihat ada perubahan warna dan tekstur pada salep gentamicin, jangan gunakan
produk tersebut. Bacalah cara penyimpanan dan pembuangannya dari brosur yang tersedia.
Antibiotik bekerja dengan baik saat jumlah obat di tubuh tetap dalam kadar yang konstan.
Jadi, gunakan gentamicin injeksi atau salep dengan interval yang kurang lebih sama.
Lanjutkan penggunaan salep gentamicin hingga yang diresepkan habis, walaupun gejala
menghilang setelah beberapa hari. Menghentikan obat terlalu cepat dapat membuat bakteri
lanjut berkembang, yang akhirnya kembali terinfeksi. Pengobatan dengan antibiotik hingga
48 jam bebas demam dengan ampisilin 2 g IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB
IV tiap 24 jam ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam.
Efek samping antibiotik yang sering muncul yaitu mual, muntah, sakit perut, atau tidak
nafsu makan. Nyeri, iritasi, kemerahan pada tempat suntikan dapat terjadi. Gentamicin
berpotensi menyebabkan masalah ginjal dan kerusakan saraf serius, berakhir dengan risiko
tuli permanen dan masalah keseimbangan. Beri tahukan dokter jika Anda merasakan suara
berdering atau menderu, tuli, pusing, atau penurunan jumlah urin yang tidak biasa. Tidak
semua orang mengalami efek samping berikut ini. Mungkin ada beberapa efek samping yang
tidak disebutkan di atas. Bila Anda memiliki kekhawatiran mengenai efek samping tertentu,
konsultasikanlah pada dokter atau apoteker Anda.

6. Ampisilin

Ampicillin adalah obat antibiotik yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri pada
berbagai bagian tubuh, seperti saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih,
kelamin, telinga, dan jantung. Ampicilin hanya dapat digunakan dengan resep dokter.
Ampicillin termasuk ke dalam antibiotik golongan penisilin. Obat ini bekerja dengan cara
membunuh bakteri penyebab infeksi. Obat ini tidak dapat digunakan untuk mengobati
infeksi virus, seperti flu dan pilek.

Jenis obat Antibiotik penisilin

Golongan Obat resep

Manfaat Mengobati infeksi bakteri

Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak

Kategori B: Studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan


adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol
Ampicillin untuk
pada wanita hamil.
ibu hamil dan
Ampicillin dapat sedikit terserap ke dalam ASI. Berkonsultasilah
menyusui
terlebih dahulu dengan dokter sebelum menggunakan obat ini saat
sedang menyusui.

Bentuk obat Kaplet, kapsul, sirop kering, suspensi, dan serbuk injeksi

Ampicllin adalah antibiotik yang tidak boleh digunakan sembarangan dan harus atas
resep dokter. Sebelum menggunakan ampicillin, Anda perlu memperhatikan beberapa hal
berikut:
a. Jangan menggunakan ampicillin jika Anda memiliki riwayat alergi terhadap obat ini dan
obat golongan penisilin.
b. Beri tahu dokter jika Anda memiliki riwayat alergi terhadap obat beta laktam lain,
seperti sefalosporin
c. Jangan menjalani vaksinasi dengan vaksin hidup, seperti vaksin tifus atau BCG ketika
menggunakan ampicillin. Hal ini karena, ampicilin dapat menurunkan efektivitas vaksin
hidup.
d. Beri tahu dokter jika Anda menderita asma, diabetes, demam kelenjar atau gangguan
ginjal.
e. Beri tahu dokter jika Anda sedang menggunakan obat-obatan lain, seperti obat, obat
herbal, atau suplemen. Terutama jika Anda sedang menjalani pengobatan
dengan allopurinol, chloramphenicol, chloroquine, erythromycin,
methotrexate, tetracycline, atau warfarin.
f. Beri tahu dokter jika Anda sedang hamil, menyusui, atau merencanakan kehamilan.
g. Ampicillin dapat menurunkan efektivitas pil KB. Konsultasikan dengan dokter mengenai
pilihan alat kontrasepsi yang bisa digunakan selama menjalani pengobatan dengan obat
ini.
h. Jika terjadi reaksi alergi obat atau overdosis setelah menggunakan ampicillin, segera
temui dokter.

Ampicillin diresepkan oleh dokter. Dosis akan disesuaikan dengan usia, berat badan, dan
kondisi pasien. Pengobatan dengan antibiotik hingga 48 jam bebas demam dengan ampisilin
2 g IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV tiap 24 jam ditambah metronidazol
500 mg IV tiap 8 jam. Tatalaksana infeksi luka perimeum dan luka abdominal terjadi akibat
kuman yang menginfeksi luka episiotomi atau abdomen yang dapat dilakukanadalah
memberikan antibiotik ampisilin 500 mg peroral tiap 6 jam.

Cara menggunakan ampicillin dengan benar pastikan untuk membaca petunjuk pada
kemasan obat dan mengikuti anjuran dokter dalam menggunakan ampicillin. Ampicillin
dalam bentuk suntik dan infus hanya boleh diberikan oleh dokter atau petugas medis di
bawah pengawasan dokter. Ampicillin yang dimasukkan ke dalam infus diberikan melalui
intravena, sedangkan ampicillin injeksi diberikan secara intravena atau intramuscular.
Ampicillin dalam bentuk obat minum perlu dikonsumsi 1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan. Telan obat dengan bantuan segelas air putih. Jika diresepkan ampicillin sirop
kering, campurkan serbuk dengan air putih sesuai petunjuk penggunaan. Sebelum
dikonsumsi, kocok botol obat yang berisi suspensi cair atau sirop kering yang sudah
tercampur dengan air. Gunakan pipet atau sendok takar yang terdapat dalam kemasan agar
dosisnya tepat. Gunakan obat ini pada waktu yang sama tiap harinya agar lebih efektif. Bagi
Anda yang lupa menggunakan ampicillin, disarankan untuk segera melakukannya begitu
teringat, jika jeda dengan jadwal penggunaan berikutnya tidak terlalu dekat. Jika sudah dekat,
abaikan dan jangan menggandakan dosis. Jangan menghentikan penggunaan obat
sembarangan. Gunakan obat sesuai dengan durasi yang diresepkan oleh dokter walaupun
gejala yang diderita sudah membaik. Berhenti menggunakan obat sebelum waktunya dapat
meningkatkan risiko bakteri menjadi kebal terhadap obat ini. Simpan ampicillin dalam
bentuk kaplet, kapsul, dan sirop kering di tempat bersuhu ruangan, terhindar dari sinar
matahari langsung dan suhu lembab.

Simpan ampicillin dalam bentuk sirop kering yang sudah dicampur dengan air dan
suspensi cair di kulkas dengan suhu 2–8°C. Buang sisa obat yang sudah dilarutkan jika tidak
habis dalam waktu dua minggu.
Jika digunakan dengan obat-obatan lain, ampicillin dapat menyebabkan interaksi berikut ini:
a. Penurunan efektivitas vaksin hidup, seperti vaksi tifus, vaksin BCG, atau vaksin kolera
b. Peningkatan risiko terjadinya perdarahan bila digunakan dengan warfarin
c. Peningkatan risiko munculnya ruam kulit jika digunakan dengan allopurinol
d. Penurunan efektivitas ampicillin jika digunakan bersama chloroquine, doxycycline,
chloramphenicol, erythromycin, atau tetracycline
e. Penurunan kadar ampicillin jika digunakan bersama obat golongan proton pump
inhibitor, seperti lansoprazole atau omeprazole
f. Penurunan efektivitas pil KB
g. Peningkatan kadar methotrexate
Ampicillin dapat menimbulkan beberapa efek samping, di antaranya, diare, mual, dan
muntah. Lakukan pemeriksaan ke dokter jika keluhan di atas tidak membaik dan bertambah.
Segera temui dokter jika mengalami reaksi alergi obat yang ditandai dengan bengkak pada
kelopak mata dan bibir, muncul ruam yang terasa gatal, dan kesulitan bernapas, atau timbul
efek samping serius, seperti diare yang berlanjut dengan tinja berdarah, kram perut, gejala
infeksi, seperti demam, menggigil, batuk, dan sakit tenggorokan, serta perubahan pada lidah,
seperti black hairy tongue atau luka pada lidah.

7. Erythromycin
Erythromycin digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri, misalnya infeksi
kulit, infeksi mata, infeksi telinga, infeksi saluran kemih, dan infeksi pernapasan.
Erythromycin adalah antibiotik golongan makrolida yang efektif melawan infeksi akibat
bakteri Gram positif dan Gram negatif. Antibiotik erythromycin hanya dapat mengatasi
infeksi bakteri dan tidak dapat digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan virus,
seperti flu. Obat ini bekerja dengan cara mengikat subunit 50s dan 70s ribosom, yaitu tempat
sintesis atau produksi protein yang berguna untuk kelangsungan hidup bakteri. Dengan
terikatnya subunit tersebut, sintesis protein bakteri akan terganggu dan menghambat
pertumbuhannya, sehingga bakteri pun akan mati. 
Golongan Kelas terapi : Antiinfeksi Klasifikasi obat : Antibiotik makrolida
Kategori obat Obat resep
Bentuk sediaan obat Tablet, kaplet, kapsul, sirup kering, obat tetes, krim, salep, gel, dan
injeksi
Dikonsumsi oleh Dewasa dan anak-anak
Kategori kehamilan Kategori B: Penelitian tidak menemukan efek malformasi atau efek
dan menyusui yang mengganggu perkembangan janin.
Dosis obat Dosis setiap orang berbeda-beda. Pastikan selalu berkonsultasi
dengan dokter sebelum menggunakan atau mengonsumsi obat.
Efek samping belum tentu terjadi di setiap penggunaan obat. Namun, segera cari bantuan
medis. Efek samping yang mungkin terjadi karena penggunaan erythromycin, antara lain:
a. Diare
Minumlah sedikit air, tetapi dalam waktu yang sering. Bicaralah dengan apoteker jika
Anda memiliki tanda-tanda dehidrasi, seperti buang air kecil lebih jarang dari biasanya,
atau urine berwarna gelap dan berbau menyengat. Jangan minum obat lain untuk
mengobati diare tanpa berbicara dengan dokter atau apoteker.
b. Sakit perut
Istirahatkan tubuh Anda agar rileks. Makan dan minum secara perlahan dalam porsi lebih
sedikit dan lebih sering dapat membantu mengurangi efek samping. Anda juga bisa
mengurangi efek samping dengan mengompres perut menggunakan handuk hangat atau
botol air panas.
c. Penurunan nafsu maka
d. Mual
Hindari makanan yang sulit dicerna. Jangan berbaring setelah makan. Beristirahatlah
dengan posisi kepala lebih tinggi dari kaki Anda. Jika Anda merasa mual saat bangun di
pagi hari, makanlah daging tanpa lemak atau keju sebelum tidur.
Anda juga bisa menyediakan biskuit di samping tempat tidur dan makanlah sedikit sesaat
setelah bangun tidur. Minumlah setidaknya enam gelas air sehari.
e. Muntah
Minumlah banyak air untuk menggantikan cairan yang hilang dan mencegah terjadinya
dehidrasi. Konsumsi makanan sederhana dan hindari makanan dengan rasa yang kuat,
seperti makanan pedas.
f. Reaksi alergi, seperti gatal-gatal
g. Perdarahan pada saluran cerna bagian atas
h. Gangguan fungsi hati
i. Gangguan irama jantung
j. Pemakaian topikal atau dioleskan pada kulit dapat menyebabkan kulit gatal, kemerahan,
terbakar, mengelupas, kering, atau berminyak
Penyimpanan disimpan pada suhu antara 20-25°C. Kontraindikasi (jangan dikonsumsi
pada kondisi) mempunyai kondisi medis, seperti:
a. Alergi terhadap erythromycin
b. Mengonsumsi terfenadin, astemizol, atau cisapride karena akan meningkatkan gangguan
irama jantung
c. Penderita gangguan fungsi hati berat

Kategori B (kategori kehamilan & menyusui) penelitian tidak menemukan efek


malformasi atau efek yang mengganggu perkembangan janin pada trimester pertama dan
selanjutnya. Studi pada reproduksi hewan telah membuktikan tingkat keamanan obat ini.
Segera hubungi dokter jika Anda mengalami:
a. Sakit perut parah dan diare yang berair atau berdarah, bahkan jika terjadi beberapa bulan
setelah dosis terakhir
b. Peradangan pankreas (pankreatitis) yang ditandai sakit parah di perut bagian atas yang
menyebar ke punggung, mual, dan muntah
c. Masalah hati, seperti kehilangan nafsu makan, sakit di sisi kanan atas perut, kelelahan,
mudah memar atau berdarah, urine berwarna gelap, feses berwarna seperti tanah liat,
serta kulit atau mata menguning
d. Sakit kepala dengan nyeri dada dan pusing parah, pingsan, serta detak jantung cepat atau
berdebar-debar
e. Kejang
f. Masalah pendengaran
Interaksi mungkin akan terjadi jika mengonsumsi beberapa obat bersamaan. Jika ingin
menggunakan obat bersamaan, harap konsultasi ke dokter Anda terlebih dahulu. Dokter
mungkin akan mengganti dosis obat tersebut jika memang harus digunakan bersamaan.
Penggunaan obat erythromycin bersama obat-obatan lain dapat menyebabkan interaksi,
seperti:
a. Bromocriptine, colchicine, benzodiazepin tertentu seperti midazolam dan triazolam,
eletriptan, alkaloid ergot seperti ergotamine dan dihydroergotamine, obat-obatan untuk
mengobati disfungsi ereksi atau hipertensi paru seperti sildenafil dan tadalafil, obat untuk
menurunkan kolesterol golongan statin seperti lovastatin dan simvastatin, vinblastine, dan
lain-lain
Erythromycin dapat menghambat pengeluaran obat-obat di atas, sehingga akan
meningkatkan efektivitas dan efek samping obat tersebut.
b. Amiodarone, dofetilide, cisapride, pimozide, procainamide, propafenone, quinidine, dan
sotalol
Penggunaan erythromycin bersama obat di atas dapat menyebabkan risiko gangguan
irama jantung atau perpanjangan interval QT.
c. Antijamur azole seperti itraconazole dan ketoconazole, penghambat saluran kalsium
tertentu seperti diltiazem dan verapamil, obat anti kejang tertentu seperti carbamazepine
dan phenytoin, quinupristin-dalfopristin, saquinavir, dan lain-lain
Obat di atas dapat mempengaruhi ekskresi atau pengeluaran erythromycin dalam tubuh,
sehingga akan menyebabkan tingginya kadar erythromycin dalam tubuh. Hal ini dapat
menimbulkan efek samping, seperti mual, muntah, dan diare.
d. Antikoagulan atau obat untuk memperlambat pembekuan darah, seperti warfarin
Erythromycin dapat meningkatkan efektivitas warfarin, sehingga meningkatkan risiko
perdarahan dan memar.
e. Obat untuk mengatasi tekanan darah tinggi yang bekerja dengan menghambat kalsium,
seperti amlodipine, diltiazem, dan verapamil
Penggunaan erythromycin bersama obat di atas dapat menyebabkan tekanan darah dalam
tubuh menjadi sangat rendah (hipotensi).
f. Vaksin hidup, seperti vaksin BCG atau tifoid
Penggunaan erythromycin bersama vaksin akan menurunkan efektivitas vaksin dalam
mencegah penyakit.
g. Rifampisin dan phenytoin
Penggunaan bersama obat di atas dapat menurunkan efektivitas erythromycin dalam
mengatasi infeksi.
Informasi yang diberikan bukan sebagai pengganti konsultasi medis langsung dengan
dokter atau mengarahkan pemakaian obat dengan merek tertentu. Pemakaian obat harus
dengan resep dokter. Ketersediaan obat tergantung pada indikasi yang disetujui Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

United States National Library of Medicine. Toxnet. Toxicology Data Network.


Nadya dkk. 2019. Studi Penggunaan Obat Analgesik pada Pasien Pasca Partus Pervaginal
dan Sectio Caesareadi RSU Bunda Purwokerto. Purwokerto
Norcahyanti, Ika., Antonius Nugraha., Widhi Pratama. 2018. Survei Tingkat Pengetahuan
tentang Keamanan Penggunaan Obat pada Ibu Menyusui di Puskesmas Sumbersari
Kabupaten Jember. Jember : Universitas Jember.
Gentamicin: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution – MIMS.com Indonesia. (2020).
Retrieved 22 January 2020, from http://mims.com/indonesia/drug/info/gentamicin?
mtype=generic
Gentamicin: Side Effects, Uses & Dosage for This Antibiotic. (2020). Retrieved 22
January 2020, from https://www.rxlist.com/consumer_gentamicin/drugs-condition.htm
Gentamicin SULFATE Vial – WebMD. (2020). Retrieved 22 January 2020, from
https://www.webmd.com/drugs/2/drug-1496/gentamicin-injection/details
Erythromycin | Manfaat dan Indikasi Obat, Dosis, Efek Samping (sehatq.com)
Cudmore, S.L., et al., Treatment of Infections Caused by Metronidazole-Resistant Trichomonas
vaginalis. Clinical Microbiology Reviews, 2004. 17(4): p. 783-793.
Editorial, The nitroimidazole family of drugs. British Journal of Venereal Diseases, 1978. 54(2):
p. 69-71.
Searle and FDA. Flagyl® (Metronidazole). 1999; Available from:
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2003/12623slr058_flagyl_lbl.pdf.
Lofmark, S., C. Edlund, and C.E. Nord, Metronidazole is still the drug of choice for treatment of
anaerobic infections. Clin Infect Dis, 2010. 50 Suppl 1: p. S16-23.

Anda mungkin juga menyukai