Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Klorofil adalah pigmen utama berwarna hijau pada tumbuhan, memiliki struktur
mirip dengan hemoglobin (pigmen pada darah manusia), dimana atom sentral Fe2+ pada
darah diganti dengan Mg2+ pada klorofil. Klorofil merupakan senyawa yang tidak stabil
dan sangat peka terhadap cahaya sehingga sulit untuk menjaga agar molekulnya tetap
utuh dengan warna hijau yang sangat menarik. Selain itu, klorofil juga peka terhadap
panas, oksigen dan degradasi kimia. Degradasi klorofil pada jaringan sayuran
dipengaruhi oleh pH. Pada media basa, kondisi klorofil lebih stabil, sehingga dapat
menekan reaksi pembentukan feofitin yang berwarna hijau kecoklatan.
Sel-sel mesofil yang terdapat di daun banyak mengandung kloroplas. Di dalam
kloroplas terdapat klorofil (zat hijau daun). Di dalam kloroplas tidak hanya terdapat
klorofil yang menjadi zat penyebab warna hijau daun. Tetapi di dalam kloroplas terdapat
juga pigmen-pigmen warna yang lain yaitu carotenoids, phycocyanin, phycoerythrin, dan
fucoxanthin. Masing–masing pigmen tersebut memiliki warna yang berbeda-beda dan di
setiap daun mempunyai satu jenis kloroplas yang dominan. Daun mengandung klorofil,
karena itulah daun berwarna hijau. Sebagian besar klorofil terdapat di daun, namun pada
bagian-bagian tanaman lain seperti akar, batang, buah, biji, dan bunga juga terdapat
klorofil dengan jumlah terbatas. Distribusi klorofil pada daun berbeda-beda. Klorofil di
pangkal daun akan berbeda dengan klorofil di bagian ujung, tengah, dan tepi daun.
Perbedaan jumlah klorofil ini akan menunjukkan perbedaan warna daun. Semakin hijau
warna daun maka semakin tinggi kandungan klorofilnya.
Kandungan klorofil di dalam sayuran daun merupakan salah satu kriteria penting
untuk menentukan kandungan zat gizi sayuran daun. Klorofil diketahui berperan sebagai
antioksidan bagi tubuh. Oleh karena itu, kini klorofil diekstrak dan dikonsumsi sebagai
suplemen makanan.
Flavonoid adalah kelompok senyawa alam dengan variabel struktur fenolik dan
dapat ditemukan pada tumbuhan. Pada saat ini terdapat peningkatan minat pada potensi
teraputik tanaman obat yang kemungkinan berkaitan dengan gugus phenolnya, khususnya
flavonoid. Flavonoid telah dikonsumsi oleh manusia sejak lama. Flavonoid memiliki
kemampuan biologi yang luas dalam menjaga kesehatan manusia dan membantu
mengurangi resiko berbagai penyakit. Khususnya untuk efek anti hipertensi dari senyawa
flovanol telah diteliti secara luas. Senyawa ini menghasilkan kemampuan untuk
mengurangi stres oksidatif, menghambat aktifitas angiotensin converting enzim,
meningkatkan relaksasi endotel pembuluh darah, mengatur signaling sel dan ekspresi
gen. Kemampuan untuk menggunakan flavonoid sebagai ACE inhibitor dalam mengatur
tekanan darah telah diteliti sejak beberapa dekade yang lalu dan hampir semua telah
terbukti efektif dalam menekan kerja ACE. Kata kunci: ACE inhibitor, Flavonoid,
kemampuan biologi, struktur fenolik, tekanan darah.
Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang larut dalam lemak dan berwarna
kuning hingga merah oranye. Pigmen ini sering terbentuk bersama dengan klorofil dalam
kloroplas tetapi ada dalam kromoplas lain juga dapat terjadi bebas dalam tetesan lemak
Zat warna karotenoid dapat diperoleh dengan menggunakan ekstraksi metode maserasi.
Metode maserasi dilakukan dengan merendam sampel dalam pelarut organik dengan
waktu tertentu pada suhu ruang. Metode etil asetat rimpang bangle menunjukkan hasil
positif terhadap penarikan senyawa golongan flavonoid, tanin, minyak atsiri, dan
glikosida.
Karatenoid adalah pigmen alami yang disintesis oleh tanaman, alga, jamur,
kapang dan bakteri. Karotenoid juga ditemukan dalam ikan (salmon, trout, sea beam,
kakap merah, dan tuna), kulit, cangkang atau kerangka luar hewan air, seperti moluska
(clam, oyster, scallop) dan krustasea (lobster, udang, dan kepiting) mengandung pigmen
karotenoid yang diperoleh melalui makanannya.
Karotenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan
dan merupakan antioksidan alami yang larut dalam lipid. Salah satu senyawa karotenoid
yaitu beta karoten yang mempunyai peran sangat penting sebagai prekusor vitamin . Beta
karoten mempunyai peran yaitu memberikan kontribusi terhadap warna bahan pangan.
Beta karoten merupakan pigmen kuning yang boleh digunakan dalam pemberian warna
makanan.

B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Klorovil
1. Pengantar
Klorivil adalah pigmen warna hijau yang berperan dalam proses fotosintesis
dengan menyerap dan mengubah energy cahaya menjadi energi kimia. Klorovil
terdapat pada tumbuhan, alga dan bakteri fotosintetik. Istilah klorovil berasal dari
bahasa yunani yaitu “chloros” artinya hijau dan “phyllos”artinya daun. Istilah ini
diperkenalkan tahun 1818. Dimana pigmen tersebut diekstrak dari tumbuhan dengan
menggunakan pelarut organik. Riset tersebut dilakukan oleh hans fischer peneliti
klorofil yang memperoleh nobel prizewinner pada tahun 1915berasal dari technishe
hochschule, munich Germany.
Klorofil diketahui berperan sebagai antioksidan bagi tubuh. Ketersediaan
klorofil yang tinggi di alam serta khasiat biologis yang dimilikinya menjadi peluang
untuk dikembangkan sebagai bahan suplemen pangan atau pangan fungsional. Faktor
yang mempengaruhi kandungan klorofil pada suatu tanaman adalah umur tanaman,
morfologi daun serta faktor genetik. Umur daun dan tahapan fisiologis suatu tanaman
merupakan faktor yang menentukan kandungan klorofil. Tiap spesies dengan umur
yang sama memiliki kandungan kimia yang berlainan dengan jumlah genom yang
berlainan pula. Hal ini mengakibatkan metabolisme yang terjadi juga berlainan
terkait dengan jumlah substrat maupun enzim metabolismenya.

Perbedaan kadar klorofil pada tanaman ini disebabkan karena kadar pigmen lain
yang ada pada daun tersebut lebih dominan atau disebabkan oleh adanya faktor
adaptasi pada suatu tumbuhan. Klorofil termasuk salah satu pigmen yang terdapat
dalam tubuh tumbuhan dengan jumlah paling banyak berdistribusi untuk proses
kehidupan tumbuhan dengan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Dalam
proses fotosintesis, pigmen dan molekul lainya mengambil energi dari sinar matahari
untuk membentuk ATP dan koenzim NADPH yang kemudian digunakan dalam
stroma untuk membentuk karbohidrat dari karbon dioksida dan air . Sel-sel mesofil
yang terdapat di daun banyak mengandung kloroplas. Di dalam kloroplas terdapat
klorofil (zat hijau daun).

Pada proses fotosintesis terdapat 3 fungsi utama dari klorofil yaitu :


a. Memanfaatkan energy matarari
b. Memicu fiksasi CO2 menjadi karbohidrat dan menyediakan dasar energetic bagi
ekosistem secara keseluruhan
c. Karbohidrta yang dihasilkan fotosintesis melalui proses anabolisme diubah
menjadi protein, lemak, asam nukleat dan molekul organic lainnya.

2. Macam macam klorofil


Pada tumbuhan didapatkan bermacam-macam pigmen yang berperan
menyerap energy cahaya. Pigmen fotosintesis terdapat dalam kloroplas yang
terdiri dari klorofil a, b, santofil, karotenoid, bakterioklorofil pada bakteri. Pigmen
ini menyerap warna atau gelombang cahaya yang berbeda-beda. Maing-masing
menyerap maksimum pada gelombang cahaya tertentu. Pigmen umumnya
mempunyai penyerapan maksimum pada gelombang cahaya pendek dan juga
panjang. Untuk memaksimalkan penyerapan energy cahaya, maka pada kloroplas
terdapatkelompok pemanen cahaya yang disebut dengan antena yang terdiri dari
bermacam-macam pigmen. Pigmen yang paling banyak pada kloroplas adalah
klorofil. Klorofil merupakan pigmen yang berwarna hijau yang terdapat pada
kloroplast. Pigmen ini berguna untuk melangsungkan fotosintesis pada tumbuhan.
a. Klorofil a
Suatu senyawa kompleks antara magnesium dengan porfirin yang
mengandung cincin sklopentanon (cincin V). klorofil a merupakan salah satu
bentuk klorofil yang terdapat pada semua tumbuhan autotrof. Klorofil a
menghasilkan warna hijau biru.
b. Klorofil b
Klorofil b adalah klorofil kedua yang terdapat pada tumbuhan hijau.
Klorofil juga terikat pada protein didalam sel. Klorofil b terdapat pada
gangguan hijau chlorophytadan tumbuhan darat. Klorofil b menghasilkan
warna hijau kekuningan.
c. Klorofil c
Klorofil c terdapat pada ganggang coklat phaeophyta serta diatome
bacillariophyta. Klorofil c menghasilkan warna hijau coklat.
d. Klorofil d
Klorofil d terdapat pada ganggang merah rhadophyta. Akibat adanya klorofil,
tumbuhan dapat menyusun makanannya sendiri dengan bantuan cahaya
matahari. Klorofil d menghasilkan warna hijau merah.

3. Aktivitas biologis
Telah lama diketahui bahwa pigmen yang terdapat dalam bahan pangan dapat
dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam pembuatan produk-produk pangan.
Pewarna alami ini dinilai lebih aman untuk dikonsumsi. Namun, dalam beberapa
tahun terakhir, pigmen alami tersebut tidak hanya dimanfaatkan sebagai pewarna
pada bahan pangan saja, tetapi juga mempunyai peranan fungsional dalam bidang
kesehatan. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, aktivitas biologis klorofil
umumnya diperlihatkan oleh klorofilin yaitu derivat klorofil yang telah kehilangan
gugus fitol dan metil sehingga memiliki kelarutan yang tinggi dalam air. Klorofilin
komersial yang banyak digunakan dalam berbagai studi yang telah dilakukan adalah
SCC yang sebagian besar berisi senyawa klorin. Baik klorin maupun rhodin adalah
bentuk derivat klorofil yang teroksidasi yang ditandai dengan putusnya cincin
isosiklik cincin kelima. Hal ini mengindikasikan dugaan bahwa oksidasi klorofil
belum tentu menurunkan aktivitas biologis klorofil. Telah dilaporkan bahwa klorofil
dan derivatnya memiliki kemampuan antimutagenik, antikarsinogenik, antioksidan
dan hipokolesterolemik. Dalam kaitannya dengan pencegahan aterosklerosis
diperlukan data-data mengenai kapasitas antioksidan dan hipokolesterolemik.
Kemampuan hipokolesterolemik dikemukakan oleh Vlad et al 1995 yaitu pemberian
Cuprofilin kompleks Cu II-klorofil selama 90 hari yang secara nyata dapat
menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan lipida serum darah tikus yang
sebelumnya telah memperlihatkan indikasi terkena aterosklerosis. Selain itu pada
aorta tikus yang diberi cuprofilin juga menampakkan infiltrasi lipid yang berkurang
secara nyata. Hal ini menunjukkan bahwa klorofil atau derivatnya berpengaruh
terhadap metabolisme kolesterol. Penelitian Alsuhendra 2002 menunjukkan bahwa
konsumsi zinkofilin atau seng-feofitin turunan klorofil yang ion Mg 2+ pada inti
porfirinnya telah digantikan oleh Zn 2+ pada dosis 100,2 mghariekor bersama-sama
dengan kolesterol 0.1 secara nyata menurunkan kadar total kolesterol dan LDL serum
kelinci New Zealand White jantan setelah 4 minggu diintervensi. Akibat lebih lanjut
adalah pembentukan plak aterosklerosis aorta kelinci dapat dicegah, sehingga luas
plak yang terbentuk relatif kecil serta frekuensi kejadian relatif rendah. Dugaan
adanya kemampuan derivat klorofil, terutama yang telah kehilangan gugus fitolnya,
berikatan dengan kolesterol adalah berdasarkan artikel yang ditulis oleh Ma dan
Dolphin 1999. Mereka menyebutkan ditemukannya beberapa ester klorin-kolesterol
di sedimen permukaan danau. Strukturnya memperlihatkan posisi kolesterol
menggantikan gugus fitol dalam berikatan dengan klorin.
4. Sumber pangan
Klorofil atau pigmen utama tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai food
suplement yang dimanfaatkan untuk membantu mengoptimalkan fungsi metabolik,
sistem imunitas, detoksifikasi, meredakan radang (inflamatorik) dan
menyeimbangkan sistem hormonal. Klorofil juga merangsang pembentukan darah
karena menyediakan bahan dasar dari pembentuk haemoglobin. Peran ini disebabkan
karena struktur klorofil yang menyerupai hemoglobin darah dengan perbedaan pada
atom penyusun inti dari cincin porfirinnya. Salah satu suplemen makanan yang telah
dikonsumsi adalah liquid chlorophyll atau chlorophyillin yang berbahan dasar dari
ekstrak klorofil daun alfalfa (Medicago sativa L.). Suplemen tersebut telah banyak
diperdagangkan sebagai suplemen siap saji. Selain berbahan dasar tanaman alfalfa,
suplemen siap saji berbahan dasar klorofil juga sudah diproduksi dari alga contohnya
Spirulina sejenis alga biru hijau, dan Chlorella sejenis alga hijau.
Sumber pangan klorofil yaitu sayuran hijau yang sering dikonsumsi seharí-hari
oleh masyarakat Indonesia yaitu daun kemangi (Ocimum sanctum), cincau (Cylea
barbata Myers), kangkung (Ipomoea aquatica), bayam (Amaranthus spp.), singkong
( Manihot utilísima L.), pegagan (Centella asiatica), daun pepaya (Carica papaya L),
Tanaman kangkung darat (Ipomea reptans Poir.), bayam hijau (Amaranthus tricolor
L.) sawi hijau (Brassica juncea L.), dan selada (Lactuca sativa L.), Selada
(Lactucasativa L.)

5. Fungsi kesehatan dan hasil penelitian


Penggunaan klorofil bagi tubuh manusia dapat membantu dalam hal
a. meningkatkan jumlah sel-sel darah, khususnya meningkatkan produksi
hemoglobin dalam darah,
b. mengatasi anemia,
c. membersihkan jaringan tubuh,
d. membersihkan hati dan membantu fungsi hati,
e. meningkatkan daya tahan tubuh terhadap senyawa asing (virus, bakteri,
parasit),
f. memperkuat sel, dan
g. melindungi DNA terhadap kerusakan dan yang terpenting dari molekul
klorofil adalah aman terhadap tubuh
Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan Tween 80
sebesar 1% ke dalam larutan pengekstrak meningkatkan jumlah klorofil
larut air dan kapasitas antioksidan ekstrak.Pengujian dilanjutkan
dengan penentuan konsentrasi Tween 80 yang ditambahkan (yaitu
0,25%, 0,5%, 0,75, 1%, b/v) dan proses inkubasi yang diberikan
terhadap hancuran daun (yaitu tanpa diinkubasi dan diinkubasi pada
70-750C selama 0, 30, 60 menit). Hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa proses ekstraksi yang dilakukan dengan menggunakan larutan
pengekstrak 0,75% Tween 80 dalam Na-sitrat 12 mM dan pemberian
lama inkubasi selama 30 menit menghasilkan ekstrak suji yang terpilih
(diberi kode ESTS/Ekstrak Suji Tween Sitrat).
Kadar total klorofil dan kapasitas antioksidan ekstrak suji
menurun selama penyimpanan selama 1 bulan pada suhu refrigerasi,
namun total padatan terlarut tidak mengalami perubahan. Meskipun
penambahan antioksidan asam askorbat 0.1% (b/v) ke dalam ekstrak
suji mengakibatkan menurunkan intensitas warna hijau, namun
intensitas warna hijau ekstrak ini lebih stabil selama penyimpanan
dibandingkan ekstrak suji tanpa penambahan asam askorbat. Kadar
total klorofil juga menunjukkan pola yang sama, sehingga diduga
penambahan asam askorbat dapat membantu mempertahankan
kestabilan klorofil ekstrak suji dalam perlakuan penyimpanan yang
diberikan.

Pengamatan terhadap perubahan kadar klorofil dan kapasitas


antioksidan ESTS selama pencernaan dilakukan dengan menggunakan
simulasi kondisi pencernaan in vitro dikombinasikan dengan
penggunaan kantung dianalisis 6000-8000 MWCO (molecular weight cut
off) untuk estimasi tingkat penyerapan klorofil. Penurunan kadar
klorofil dan kapasitas antioksidan ESTS selama pencernaan lebih besar
daripada larutan SCC (sodium copper chlorophyllin) sebagai pembanding.
Jumlah klorofil yang terserap (terdialisis) sekitar 6,7% untuk ESTS (0,1
g/ml) dan 22% untuk larutan SCC 2,3 mM, dan selanjutnya menjadi
bahan pertimbangan dosis pengujian in vivo. Ekstrak suji maupun
larutan SCC menunjukkan kemampuan menghambat penyerapan
kolesterol secara in vitro. Jumlah kolesterol yang terdialisis sebesar 0%
untuk ekstrak suji dan 3,9% untuk larutan SCC 2,35 mM. Sebagai
pembanding yaitu pelarut ekstrak suji (Tween 80 0,75% dalam Na-sitrat
12 mM) menghasilkan 112% kolesterol yang terdialisis.

Dalam pengujian kapasitas antioksidan secara in vivo digunakan


tikus putih Sprague Dawley jantan sebanyak 3 kelompok, yaitu (1)
kelompok suji (ESTS), (2) kelompok SCC dan (3) kelompok kontrol.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemberian secara oral ESTS 0,14
g/ml maupun SCC 1 mM masing-masing sebanyak 2 ml selama 2 bulan
tidak mengakibatkan perbedaan berat organ hati, limpa dan ginjal tikus.
Pemberian ESTS secara nyata (p<0.05) menurunkan kadar MDA hati,
meningkatkan aktivitas katalase hati dan superoksida dismutase (SOD)
hati, berturut-turut sebesar 70%, 40% dan 25% dibandingkan kelompok
kontrol. Pemberian SCC menghasilkan peningkatan aktivitas SOD hati
yang lebih besar yaitu 66% dibandingkan kelompok kontrol.

Dalam pengujian daya hipokolesterolemik ESTS secara in vivo,


dilakukan dengan cara pemberian ekstrak suji (ESTS) 0.3 mg/ml secara
oral sebanyak 2 ml per hari kepada tikus hiperkolesterolemia. Dalam
waktu 8 hari, kelompok ESTS memiliki kadar total kolesterol serum
yang lebih rendah (64.0 mg/dl), kadar LDL serum yang lebih rendah
(15.3 mg/dl), dan indeks ateroganik yang lebih kecil (0,97) dibandingkan
kelompok kontrol positif (tikus hiperkolesterolemia yang diberi akuades)
yaitu total kolesterol serum 79,5 mg/dl, LDL serum 26.5 mg/dl dan
indeks aterogenik 1.24. Kandungan asam empedu isi sekum kelompok
suji (6.82 µmol/g). Studi lebih lanjut secara in vitro dilakukan untuk
melihat mekanisme hiperkolesterolemik. Pengujian tingkat penyerapan
asam empedu ke dalam kantung dialisis memperlihatikan bahwa ESTS
menghambat 41% jumlah asam empedu yang terabsorpsi relatif
terhadap akuades, sehingga diduga penurunan kadar kolesterol plasma
disebabkan oleh adanya mekanisme penghambatan reabsorpsi asam
empedu ke dalam darah.

Pengujian antioksidatif pada sistem LDL secara in vitro dilakukan


dengan menggunakan ekstrak suji (ESTS 1), SCC dan ekstrak klorofil suji
(KS) masing-masing dengan kadar klorofil yang setara yaitu 0.041
mg/ml, serta ESTS2 dengan kadar klorofil 0.082 mg/ml. SCC dapat
menahan 100% oksidasi LDL oleh CuSO4, sedangkan KS dan ESTS2
sebesar 39.7% dan 54.2%. ESTS1 tidak dapat menahan oksidasi LDL.
Pengujian lebih lanjut terhadap akumulasi kolesterol oleh makrofag
menunjukkan bahwa ESTS2, KS dan SCC mampu menghambat
akumulasi kolesterol masing-masing sebesar 41,37 dan 50%. Hasil ini
memperlihatkan adanya potensi ESTS dalam pencegahan aterosklerosis.

B. Flavonoid

Suatu tanaman dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selalu melakukan


metabolisme primer. Hasil metabolisme primer ini berupa metabolit primer seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Disamping adanya metabolisme primer,
tanaman juga melakukan metabolisme sekunder yang mana metabolit primer sebagai
prekursornya. Metabolisme sekunder dilakukan tanaman dalam mempertahankan
hidupnya dari serangan biotik dan abiotik disekitar tumbuhnya. Hasil metabolisme
sekunder berupa metabolit sekunder seperti senyawa – senyawa fenol, penil propanoid,
saponin, terpenoid, alkaloid, tanin, steroid dan flavonoid.

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang


paling banyak ditemukan didalam jaringan tanaman.Senyawa fenolik ini yang dimiliki
oleh sebagian besar tumbuhan hijau dan biasanya terkonsentrasinya pada biji, buah, kulit
buah, kulit kayu, daun, dan bunga.
Flavonoid adalah metabolit sekunder dari polifenol, ditemukan secara luas pada
tanaman serta makanan dan memiliki berbagai efek bioaktif termasuk anti virus, anti-
inflamasi (Qinghu Wang dkk, 2016), kardioprotektif, antidiabetes, anti kanker, (M.M.
Marzouk, 2016) anti penuaan, antioksidan (Vanessa dkk, 2014) dan lain-lain. Senyawa
flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon yang tersusun
dalam konfigurasi C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6
(cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon. (Tiang-Yang
dkk, 2018).

1. Aktivitas Biologis

Flavonoid adalah kelompok dengan berat molekul rendah berbasis inti 2-fenil-
kromon yang merupakan biosintesis dari turunan asam asetat / fenilalanin dengan
menggunakan jalur asam shikimat. Secara tradisional, flavonoid diklasifikasikan dengan
tingkat oksidasi, annularitas cincin C, dan sambungan posisi cincin B . Flavon dan
flavonol mengandung jumlah terbesar senyawa, mewakili sebagian kecil flavonoid, yaitu
kategori 2-benzoγ-pyron. Quercetin golongan flavonol misalnya, telah dipelajari paling
banyak biasanya. Flavanon dan flavanonol memiliki ikatan jenuh C , dan sering
ditemukan dengan flavon dan flavonol pada tanaman. Isoflavon, seperti daidzein, adalah
senyawa 3-fenil-kromon. Sebagai prekursor utama biosintesis flavonoid, kalcon adalah
isomer pembuka cincin C dari dihydroflavon, bertanggung jawab untuk tampilan warna
tanaman. Struktur flavonoid, aurones adalah cincin C beranggota 5 turunan benzofuran.
Anthocyanidin adalah kelompok yang penting pigmen chromen untuk karakteristik warna
tanaman, ada dalam bentuk ion.

Flavanol adalah produk reduksi dari dihydroflavonols, terutama dengan flavan-3-


ol yang terdistribusi pada kerajaan tumbuhan, juga dikenal sebagai katekin. Namun,
masih ada flavonoid lain tanpa kerangka C6-C3-C6, misalnya, biflavon, kromon, furan
dan xanthon. Glikosida, dengan kategori penghubung yang berbeda, yang mendominasi
bentuk flavonoid yang ada. Pilihan sisi glikosilasi dikaitkan dengan struktur aglycones
C2 = C3 (Tian Yang dkk, 2018). Ada beberapa subkelas flavonoid: flavanols, flavanon,
flavon, isoflavon, anthocyanidins, dan flavonol. Pembagian dalam subkelas flavonoid
didasarkan pada sifat-sifat struktural. Flavanol ditemukan dalam anggur merah dan
anggur merah (ex-catechins), flavanon ditemukan pada makanan sitrus (ex-narigenin),
flavon (exapigenin) ditemukan dalam bumbu berdaun hijau, isoflavon ditemukan pada
makanan kedelai, dan pada hampir semua makanan flavonol ditemukan. Flavonoid asal
katekin terutama ditemukan pada teh hijau dan hitam dan anggur merah, sedangkan
antosianin ditemukan pada stroberi dan buah beri lainnya, anggur, anggur dan teh.

Antioksidan memiliki mekanisme aktivitas yang berbeda seperti penangkap


radikal bebas, inaktivasi peroksida dan spesies oksigen reaktif lainnya, khelasi logam,
dan pendinginan produk oksidasi lipid sekunder. Antioksidan diklasifikasikan sebagai
antioksidan utama dan antioksidan sekunder, berdasarkan proses mekanismenya.
Antioksidan primer menunjukkan aktivitasnya terutaa melibatkan penangkapan radikal
bebas pada konsentrasi sangat rendah namun, pada konsentrasi sangat tinggi mereka
dapat bertindak sebagai prooxidants. termasuk dalam jenis ini adalah vitamin E (-
tokoferol) dan flavonoid. Antioksidan fenolik sintetis adalah antioksidan utama.
Antioksidan sekunder tanpa melibatkan penangkapan radikal bebas, jenis ini meliputi
penangkapan oksigen dan agen pereduksi, agen pengkhelat, menyerap sinar ultraviolet
dan mendeaktivasi oksigen singlet. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dan
melindungi tubuh terhadap reactive oxygen species (ROS). Antioksidan merupakan zat
yang dibutuhkan oleh tubuh yang secara umum dapat menghambat oksidasi lemak.
Dimana radikal bebas dihasilkan dari produk samping hasil dari proses pembentukan
energi dalam tubuh. Antioksidan adalah kelompok bahan kimia yang melindungi sistem
biologis terhadap potensi efek berbahaya dari proses, atau reaksi oksidasi, dengan
berbagai cara, flavonoid bisa mencegah luka akibat radikal bebas. Salah satunya adalah
menangkap langsung radikal bebas. Flavonoid dioksidasi oleh radikal, menghasilkan
radikal yang lebih stabil dan tidak reaktif. Dengan kata lain, flavonoid menstabilkan
spesies oksigen reaktif melalui reaksi dengan senyawa reaktif radikal Flavonoid terpilih
bisa langsung menangkap superoksida, sedangkan flavonoid lainnya bisa menangkap
turunan radikal oksigen yang sangat reaktif disebut peroxynitrit. Epicatechin dan rutin
juga merupakan penangkap radikal yang kuat. Kemampuan penangkap mungkin karena
aktivitas inhibitornya pada enzim xantin oksidase. Dengan menangkap radikal, flavonoid
dapat menghambat oksidasi LDL secara in vitro. Tindakan ini melindungi partikel LDL
dan, secara teoritis, flavonoid mungkin memiliki tindakan pencegahan melawan
aterosklerosis. (Korkina dkk, 1997)

Flavonoid mampu menangkap radikal bebas secara langsung melalui sumbangan


atom hidrogen. Radikal dibuat tidak aktif menurut persamaan reaksi pada Gambar 2, di
mana R • adalah radikal bebas dan Fl-O• adalah radikal fenoksil. Aktivitas antioksidan
invitro flavonoid bergantung pada penataan gugus fungsi pada struktur intinya.
Konfigurasi dan jumlah total gugus hidroksil secara substansial mempengaruhi
mekanisme aktivitas antioksidan. Konfigurasi hidroksil cincin B adalah yang paling
banyak menentukan penangkapan ROS, sedangkan substitusi cincin A dan C memiliki
dampak kecil konstanta laju penangkapan radikal anion superoksida. Aktivitas
antioksidan invitro dapat ditingkatkan melalui polimerisasi monomer flavonoid, misal
Proanthocyanidin (juga dikenal sebagai tanin terkondesat), polimer dari katekin, sangat
baik dalam antioksidan invitro karena tingginya jumlah gugus hidroksil dalam
molekulnya. kapasitas antioksidan proanthocyanidin tergantung pada oligomer rantai
panjang dan jenis ROS yang dengannya mereka bereaksi. (Procházková dkk, 2011)

Kemampuan antioksidan dari berbagai flavonoid lebih kuat dari vitamin C dan E,
misal potensial reduksi satu elektron dari epigallocatechin gallat dalam kondisi standar
550 mV, lebih rendah dari glutathion (920 mV) dan sebanding dengan αtocopherol(480
mV)(Frei B dkk, 2003 dan Jovanovic SV dkk, 1996). Flavonoid dapat mencegah
terjadinya luka akibat radikal bebas dengan mekanisme berikut, penangkapan langsung
dari spesies oksigen reaktif (ROS), aktivasi dari enzim antioksidan (Nijveld Rj dkk,
2001), aktivitas pengkelatan logam (Ferrali M dkk, 1997), reduksi radikal -tocopheryl
(Hirano R dkk, 2001 dan Heim KE dkk, 2001), penghambatan oksidasi (Heim KE dkk,
2001) dan Cos P dkk, 1998), mitigasi stres oksidatif yang disebabkan oleh oksida nitrat
(Van Acker SA dkk, 1995), peningkatan kadar asam urat (Lotito dkk, 2006), peningkatan
sifat antioksidan dengan antioksidan molekul rendah (Yeh Sl dkk, 2005).

2. Sumber Pangan

Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat ditemukan pada
setiap ekstrak tumbuhan. Flavonoid adalah kelas senyawa yang disajikan secara luas di
alam. Hingga saat ini, lebih dari 9000 flavonoid telah dilaporkan, dan jumlah kebutuhan
flavonoid bervariasi antara 20 mg dan 500 mg, terutama terdapat dalam suplemen
makanan termasuk teh, anggur merah, apel, bawang dan tomat. Flavonoid ditemukan
pada tanaman, yang berkontribusi memproduksi pigmen berwarna kuning, merah,
oranye, biru, dan warna ungu dari buah, bunga, dan daun. Flavonoid termasuk dalam
famili polifenol yang larut dalam air.

Buah-buahan dan sayuran merupakan sumber makanan tinggi flavonoid yang baik
untuk tubuh. Sumber makanan yang banyak mengandung senyawa flavonoid yaitu:
 Rosella. Ekstrak rosella dipercaya baik untuk mengobati kolesterol
tinggi, hipertensi, dan diabetes tipe 2. 
 Apel. Di dalam apel terkandung flavonoid bernama quercetin yang dapat
mencegah serangan jantung, mencegah katarak, mengendalikan asma, dan
mempercepat pemulihan kenaikan asam lambung.
 Red wine kaya akan kandungan flavonoid yang dapat menurunkan
risiko penyakit jantung. Jika Anda tidak minum alkohol, manfaat flavonoid yang
sama dapat Anda raih dari mengonsumsi anggur ungu segar. Kandungan flavonoid
ini terdapat pada kulit anggur.
 Sirsak. Buah sirsak kaya akan fenol (sejenis flavonoid), potasium, vitamin C,
dan E yang dikatakan berkhasiat untuk mengobati beberapa penyakit seperti kanker
dan hipertensi. Antioksidan pada sirsak juga dapat membantu menangkal radikal
bebas.
 Belimbing wuluh tinggi Vitamin C, asam oksalat, tannin, asam amino, dan
flavonoid yang dipercaya bermanfaat mengobati hipertensi, kolesterol tinggi, kanker,
dan diabetes. Namun hati-hati jangan kebanyakan belimbing wuluh karena buah ini
mengandung banyak asam oksalat yang dapat memicu batu ginjal atau memperparah
konsisi gagal ginjal akut jika dikonsumsi kebanyakan.
 Kacang kedelai. Salah satu sumber flavonoid yang tinggi terdapat pada
kacang kedelai. Beberapa penelitian menyatakan bahwa kacang kedelai diduga
bermanfaat mencegah kanker payudara, membantu menurunkan kadar gula darah
tinggi, mengurangi kolesterol, dan membantu meredakan gejala menopause. Namun
manfaat flavonoid yang satu ini masih perlu diteliti lebih lanjut.
Selain itu, flavonoid juga banyak ditemukan pada sumber makanan atau minuman
lain seperti teh hijau, jeruk, pare, rempah, dan biji-bijian.
3. Fungsi Kesehatan Dan Hasil Penelitian

Seperti yang telah dijelaskan di atas, flavonoid adalah bagian dari antioksidan
yang ditemukan dalam makanan. Jika terus dibiarkan menumpuk, radikal bebas dapat
menyebabkan kerusakan pada DNA dan sel-sel yang sehat sehingga menyebabkan
gangguan keseimbangan dalam tubuh.
Kerusakan inilah yang kemudian dapat memicu timbulnya berbagai penyakit.
Mulai dari radang sendi, penyakit jantung, aterosklerosis, stroke, hipertensi, tukak
lambung, penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, kanker, sampai menyebabkan
penuaan dini. Antioksidan bekerja menetralisir sifat perusak radikal bebas sehingga dapat
mencegah penyakit-penyakit tersebut, Selain beragam keuntungan di atas, ada segudang
manfaat flavonoid lain yang sama luar biasanya untuk tubuh Anda, di antaranya:
 Membantu tubuh menyerap vitamin C dengan lebih baik
 Membantu mencegah dan/atau mengobati alergi, infeksi virus, arthritis, dan kondisi
peradangan tertentu.
 Dapat memperbaiki sel yang rusak akibat radikal bebas.
 Mampu meningkatkan gejolak suasana hati yang diakibatkan oleh gangguan
mood hingga depresi.
 Menurunkan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular, namun hal ini masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa metabolit sekunder inilah yang mempunyai


bioaktivitas farmakologis. Flavonoid pada tanaman meniran mempunyai bioaktivitas
sebagai imunomodulator. Isoflavon pada kedelai dapat dipergunakan sebagai antioksidan
alami. Pinostrobin hasil isolasi pada rimpang temu kunci (Kaempferia pandurata Roxb)
mempunyai bioaktivitas menghambat aktivitas enzim topoisomerase I kanker payudara dan
menghambat pertumbuhan fibrosarkoma melalui mekanisme kenaikan ekspresi p53 dan
penurunan ekspresi VEGF ((Vascular Ephidermal Growth Factor). Pinostrobin juga dapat
dipergunakan sebagai antioksidan. Katecin yang ada pada teh yaitu Epilogalocatekin (EGC)
dan Epilogalocatecin galat (EGCG) mempunyai bioaktivitas sebagai antioksidan

Berdasarkan dalam hasil penelitian Bastanul Arifin dkk.2018 Flavonoid


merupakan salah satu senyawa alami yang banyak ditemukan dalam tumbuhan-tumbuhan
dan makanan yang menjanjikan untuk mengobati berbagai penyakit seperti kanker,
antioksidan, bakteri patogen, radang, disfungsi kardio-vaskular, dan mempunyai
kemampuan antioksidannya dalam mencegah terjadinya luka akibat radikal bebas. Hal ini
dikarenakan kemampuan dalam metilasi flavonoid yang dapat meningkatkan peranan
flavonoid dalam bidang obat-obatan. Metilasi dari flavonoid melalui kelompok hidroksil
bebasnya atau atom C yang dapat meningkatkan stabilitas metaboliknya dan meningkatkan
transportasi membran yang terjadi dalam tubuh. Kemampuan bioaktifitas beberapa
golongan senyawa flavonoid terutama dalam hal antioksidan, dimana aktivitas antioksidan
invitro flavonoid bergantung pada penataan gugus fungsi pada struktur intinya. Konfigurasi
dan jumlah total gugus hidroksil secara substansial mempengaruhi mekanisme aktivitas
antioksidan (Bastanul Arifin dan sanusi ibrahim(2018)).

Penelitian Sandi Widiasari 2018 juga mengungkapkan Kemampuan untuk


menggunakan flavonoid sebagai ACE inhibitor dalam mengatur tekanan darah telah diteliti
sejak beberapa dekade yang lalu dan hampir semua telah terbukti efektif dalam menekan
kerja ACE. Pada kelompok flavonoid antosianin telah menunjukkan efek ACE inhibisi
pada in vitro, sedangkan pada in vivo, mekanisme dari turunnya tekanan darah dengan
antosianin dilaporkan berhubungan dengan aktifitas antioksidannya, pemeliharan endotel
dengan nitrat oksida dan pencegahan serum lipid okdidasi tapi efek inhibisi ACE tidak
ditemukan. Hasil pengamatan kerja ACE inhibisi pada antosianin in vitro dapat dapat dapat
dijelaskan dengan kemampuan pengikatan metal dari flavonoid dengan gugus hidroksil
pada posisi 3, 5, 7 dan 3’, 4’. Perbedaan variasi efek ACE inhibisi pada ekstrak tanaman
bisa jadi karena perbedaan tipe flavonoid dan konsentrasinya dan perbedaan genetik dan
materi pada tanaman dan metode persiapan ekstraksi sangat berpengaruh. Dari tinjauan
literatur, pada kelompok flavonoid flavonol menunjukan potensi ACE inhibisi baik in vitro
maupun in vivo. Tetapi karena flavonol diketahui menghasilkan sulfat, glukoronid, dan
metabolit termetilasi pada in vivo, ACE inhibisi oleh quercetin oleh metabolit quercetin in
vitro memerlukan penelitian lebih jauh. Pada penelitian Flavonoid dengan Menggunakan
Model Molekuler hal –hal yang paling berpengaruh dari inti flavonoid pada aktifitas ACE
inhibisi adalah; ikatan ganda C2=C3, 4’-O-metoksilasi, 3’ – hidroksilasi, 3-O-glikosilasi.

C. Karotenoid
1. Pengantar
Karotenoid merupakan pigmen organik yang terdapat secara alami pada
khromoplast dari tanaman, organisme photosintesis seperti alga (Spirulina plantesis,
Dunaliella sp) serta beberapa tipe dari jamur dan bakteri. Merupakan salah satu jenis
pewarna pada makanan dan merupakan kelompok pigmen terbesar yang diproduksi di
alam dengan produksi tahunan diperkirakan mencapai 100.000.000 ton. Sebagian besar
merupakan fucoxantin yang diproduksi dari alga yang hidup di lautan dan juga tiga
pigmen utama yaitu lutein, violaxanthin, dan neoxanthin pada daun hijau. Karatenoida
memegang dua peranan penting pada tanaman dan alga yaitu untuk menyerap energi
cahaya yang akan digunakan dalam proses fotosintesisi dan melindungi klorofil dari
fotodamage. Untuk mendapat karotenoid biasa didapat dari ekstraksi beberapa bahan,
seperti wortel, broccoli, kulit citrus, Spirulina plantesis , dunaella sp, tomat. Warna dari
karatenoida banyak menarik perhatian dari berbagai disiplin ilmu karena
bermacammacam fungsi dan sifat yang penting, warnaya berkisar dari kuning pucat
sampai orange yang terkait dengan strukturnya. Karena permintaan yang tinggi dari
karotenoid juga memunculkan suatu teknologi sintesis karotenoid (Armstrong G.A.,
Hearst J.E., 1996).
Karotenoid merupakan salah satu senyawa metabolit sekunder yang diproduksi
oleh beberapa organisme yang telah diisolasi dari habitatnya dan diperlakukan dibawah
kondisi ekstrim (stres) baik secara biotik maupun abiotik (temperature yang sangat
rendah, salinitas tinggi, cahaya kuat, asam dan basa serta kondisi termofilik), tujuannya
adalah untuk menanggulangi dan beradaptasi dengan kondisi tersebut. Mikroalga adalah
salah satu organisme yang mampu beradaptasi dengan baik dalam menghadapi stres
abiotik lalu memproduksi bermacam-macam metabolit. Karakteristik unik dari mikroalga
adalah dapat dieksploitasi untuk produksi metabolit yang diinginkan melalui stres abiotik
yang telah terintegrasi dengan mikroalga untuk produksi biomassanya yang
dikembangkan secara berkelanjutan (Paliwal et al., 2017)
Secara kimia karoten terdiri atas dua bentuk utama yaitu alfa-karoten dan beta-
karoten. Beta karoten terdiri atas dua grup retinil, didalam mukosa usus dipecah oleh
enzim beta-karoten dioksigenase menjadi retinol, yaitu sebuah bentuk aktif dari vitamin
A. Karoten dapat disimpan di hati dalam bentuk provitamin A dan akan diubah menjadi
vitamin A sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Mikroalga memproduksi karotenoid untuk melindungi selnya melawan induksi
fotooksidasi oleh intesitas cahaya matahari pada musim panas dan menstabilkan
membran selnya pada temperatur tinggi yang ekstrim. Fotooksidasi dapat disebabkan
oleh paparan sinar UV seperti tipe A (320-400 nm) dan tipe B (280 - 320 nm). tipe-tipe
tersebut kemungkinan dapat membahayakan sel-sel biologis. Sinar UV A mampu
menyebabkan radikal bebas pada DNA dan Sinar UV B bisa secara lansung
membahayakan DNA dan protein. Sebagai Antioksidan, karotenoid melindungi sel-sel
dari radikal bebas.
Salah satu pewarna alami berasal dari senyawa karotenoid. Karotenoid ini
memberikan warna kuning, jingga hingga merah pada bahan pangan. Karotenoid
memiliki beberapa jenis diantaranya α-karoten, β-karoten, astasantin, likopen, lutein,
zeasantin, β-criptosantin, dan fukosantin. Senyawa-senyawa tersebut memberikan
beberapa fungsi kesehatan bagi tubuh. Secara garis besar, karotenoid memiliki fungsi
sebagai antioksidan yang dapat melindungi tubuh dari radikal bebas. Banyaknya fungsi
karotenoid bagi kesehatan membuat karotenoid juga diaplikasikan menjadi produk
nutrasetikal. Karotenoid secara luas terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran
dengan potensi aktivitas antikanker. (Hana susanti, 2018).
Karotenoid pada beberapa bunga dan buah merupakan pigmen yang dominan.
Warna karotenoid pada daun tidak begitu terlihat karena tertutup oleh klorofil yang jauh
lebih banyak. Apabilakandungan klorofil dalam daun berkurang, karotenoid mulai
tampak dan menghasilkan warna kuning dan merah pada daun-daunnya. (Ika Susanti
Hendriyani, 2018)
Jalur biosintesis karotenoid dimulai ketika rantai isoprenoid dibangun melalui
jalur mevalonat (MVA). Dalam jalur MVA itu, acetyl-coenzyme A diubah menjadi
isopentenyl pyrophosphate (IPP) sepanjang jalur MVA tersebut berlangsung. Fitoen(C40)
akan terbentuk ketika IPP disintesis oleh gen CrtE dan CrtB. Kemudian phytoene
mensintesis gen CrtP, CrtQ dan CrtH/CrtISO sehingga menjadi likopen. Likopen
mengkode gen CrtL-e dan CrtL-b sehingga menjadi α-karoten dan mengkode gen CrtL-b
menjadi β-karoten. Masing-masing dari α-karoten dan β-karoten memiliki jalur
biosintesis sendiri-sendiri, α-karoten yang mensintesis kode gen CrtR-e dan CrtR-b
menjadi lutein. Lutein sendiri akan terbagi menjadi beberapa senyawa diantaranya adalah
prasinosantin, krokosantin yang kemudian menjadi monadosantin dan lorosantin yang
kemudian menjadi siphonasantin. Pada jalur βkaroten yang mengalami hidroksilase oleh
gen CrtR-b menjadi seaksantin hingga akhirnya mencapai Neosantin. Neosantin terbagi
menjadi beberapa senyawa pigmen diantaranya adalah diadiosantin yang teroksidasi
menjadi heterosantin, vaukeriasantin, peridinol yang teroksidasi menjadi peridin
kemudian menjadi firrosantin, dinosantin, dan fukosantin.
2. Aktivitas Biologis
Antioksidan merupakan senyawa penting yang berperan dalam tubuh manusia
sebagai penangkal radikal bebas. Karotenoid tersusun atas senyawa fitokimia antioksidan
kompleks penyusun diet sehat yang sangat efisien dalam meredam singlet oksigen (1O2)
dan mendeaktivasi radikal bebas lainnya.
Karotenoid menyerap cahaya, melalui serangkaian proses fisika kimia berperan
sebagai (foto) proteksi terhadap kerusakan foto-oksidatif. Misalnya, karotenoid (β-
karoten) telah dilaporkan oleh Christensen (1999) dan Scheer (2003) bahwa tingkat
energy triplet karotenoid ini terletak dekat dengan 1O2 (1274 nm, 7849 cm -1 atau 93,9
kJ / mol vs 1380 nm, 7250 cm-1 atau 86,7 kJ/ mol menjadikan β-karoten sebagai
antioksidan alami yang sangat baik. Dengan demikian, proses peredaman singlet oksigen
(1O2) terbukti sangat efisien, terutama untuk karotenoid yang memiliki 11 ikatan rangkap
terkonjugasi (≈1010M-1•s-1). Paling mudah memahami karotenoid sebagai antioksidan
sebagai penetralisir dengan menyumbang salah satu elektronnya untuk radikal bebas
(molekul tidak stabil) yang kemudian menjadi molekul stabil,
Meskipun perilaku protektif karotenoid ditunjukkan sangat menengah (Fiedor et
al., 2001 ; Fiedor et al., 2002), namum secara umum penonaktifan 1O2 didasarkan pada
konversi kelebihan energy untuk memanaskan melalui keadaan triplet paling rendah
karotenoid (3karotenoid*) (Persamaan 1 dan 2).
¹𝑂2 +1 𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑 → ᵌ𝑂2 +ᵌ𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑. ………….1
ᵌ𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑 ∗→1 𝐾𝑎𝑟𝑜𝑡𝑒𝑛𝑜𝑖𝑑+ 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠……………2
Sementara untuk mendeaktivasi radikal bebas, ada tiga jenis reaksi utama dari
karotenoid yaitu,
 transfer elektron antara radikal bebas (R*) dan karotenoid, menghasilkan
pembentukan kation radikal karotenoid/karotenoid*+ (Persamaan 3) atau
anion radikal karotenoid/karotenoid*-(Persamaan 4), formasi
 adduct radikal (Rkarotenoid*) (Persamaan 5) dan (c) transfer atom
hidrogen yang mengarah ke radikal karotenoid netral (karotenoid*)
Rumput laut adalah organisme tingkat rendah yang keberadaannya
sangat melimpah dan salah satu sumberdaya alam hayati laut yang bernilai
ekonomis.Pemanfaatan rumput laut sebagai komoditi perdagangan atau bahan
baku industri masih relatif kecil jika dibandingkandengan keanekaragaman jenis
rumput laut yang ada di Indonesia. Oleh karena itu pemanfaatan rumput laut
yang berpotensi sebagai biotarget industri dapat dimaksimalkan dan mempunyai
peluang besar untuk dioptimalkan dalam pengembangan rumput laut secara terpadu.
Antioksidan adalah senyawa yang dapat mencegah proses oksidasi
radikal. Dari beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa rumput laut merupakan
salah satu penghasil karotenoid terbesar. Karotenoid sangat berperan dalam
menunjang kesehatan dan kelangsungan hidup manusia. Karotenoid menunjukkan
aktivitas biologis sebagai antioksidan, mempengaruhi regulasi pertumbuhan sel,
dan memodulasi ekspresi gen dan respon kekebalan tubuh.Karotenoid utama pada alga
hijau diantaranya β-karoten, lutein, violaxanthin,antheraxanthin, zeaxanthin, dan
neoxanthin.
Pigmen tersebut diasosiasikan dengan respon imun yang lebih baik,
perlindungan terhadap kanker dan sebagaiantioksidan yang potensial.
Sebagaiantioksidan, karotenoid mampu melindungi sel dan organisme dari kerusakan
oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas yang dihasilkan tubuh pada waktu
metabolisme, cahaya matahari, radiasi, dan bahan tercemar. Perlindungan tersebut
terjadi karena karotenoid mempunyai kemampuan dalam meniadakan aktivitasspesies
radikal bebas. Penghambatan radikal bebas oleh karotenoid terutamadilakukan oleh β-
karoten. (Jaka, 2018)
Dari beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa rumput laut merupakan
salah satu penghasil karotenoid terbesar. Rumput laut secara umum
mengandung senyawaklorofil a dan b serta senyawa karoten yang dapat
berfungsi sebagai antioksidan. (Tamat etal,2007).
Kandungan pigmen karotenoid, fukosantin dapat ditemukan pada beberapa
spesies algae coklat. Limantara & Heriyanto (2010) telah melaporkan bahwa pada
beberapa spesies algae coklat seperti Sargassum duplicatum, S. filipendula, S.
polycystum, Padina australis dan Turbinaria conoides mengandung pigmen karotenoid
yaitu fukosantin, baik itu yang bersifat trans dan cis fukosantin. Dilaporkan bahwa
fukosantin pertama kali diisolasi dari algae laut coklat Fucus, Dictyota dan Laminaria
oleh Willstatter & Page pada tahun 1914 (Peng et al., 2011). Berikut struktur rumus
bangun dari fukosantin dan beberapa metabolit yang terkandung di dalamnya yaitu
fukosantinol, amarousiasantin A, dan halosinthiasantin (Gambar 7). Struktur kimia pada
fukosantin ini tergolong unik dan tidak biasa karena memiliki sebuah ikatan alenat dan
5,6-monoepoksida di dalam molekulnya. Fukosantin memiliki sifat labil pada kondisi
lingkungan basa. Oleh karena itu, perlu diperhatikan saat mengekstraksi pigmen ini,
lingkungan basa harus dihindari (Nurcahyanti & Timotius, 2007). Ini berarti fukosantin
merupakan jenis pigmen karotenoid yang sangat sensitif. Perlunya pengalaman dan
teknik yang mencukupi dari peneliti agar dapat mengekstraksi pigmen ini dengan
sempurna.
3. Sumber Pangan
Warna adalah sifat sensori pertama yang diamati pada saat konsumen melihat
produk pangan.Konsumen biasanya tertarik akan makanan yang memiliki warna tertentu
dan menolak jika terdapatpenyimpangan pada warna makanan tersebut. Hal ini karena
secara organoleptik ketertarikan konsumen terutama dipengaruhi oleh penampilan produk
yang dapat mengundang selera. Dalam hal ini, pewarna cukup memberikan rangsangan
sensorik yang kuat kepada konsumen untuk memilikinya. Penggunaan zat pewarna saat
ini semakin meningkat seiring dengan berkembangnya industry pengolahan pangan,
khususnya jenis pewarna sintetis. Pewarna sintetis mudah diperoleh dan tersedia dalam
banyak pilihan, tetapi hanya sedikit yang diizinkan untuk digunakan sebagai pewarna
makanan dan minuman karena toksisitasnya.
Beberapa kasus terakhir yang berkaitan dengan pewarna adalah penyalahgunaan
zat pewarna sintetis yang biasanya digunakan dalam industri tekstil, digunakan sebagai
zat pewarna makanan yang dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, perlu dicari
sumber-sumber pewarna alami yang dapat digunakan dalam pengolahan pangan sehingga
dihasilkan pewarna yang aman dan relatif murah . Beberapa contoh zat pewarna yang
diperoleh dari bahan alami antara lain:
a) Karoten, menghasilkan warna jingga, kuning sampai merah, dapat diperoleh dari
wortel, papaya, ubi jalar kuning.
b) Biskin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon bixa orellan.
c) Karamel, menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis
karbohidrat, gula pasir,laktosa, dll.
d) Klorofil, menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun suji, pandan, dll.
e) Antosianin, menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru, kuning. Banyak
terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet,
bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar
ungu, daun bayam merah, dll.
f) Tannin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah.
Salah satu contoh zat pewarna dari karoten, antara lain:

1) Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) atau dikenal juga dengan istilah ketela rambat
merupakan tanaman yang termasuk ke dalam jenis tanaman palawija, dapat
berfungsi sebagai pengganti bahan makanan pokok (beras) karena merupakan
sumber karbohidrat. Ubi jalar juga mengandung beta carotene serta antioksidan.
Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber energi serta mengandung
vitamin dan mineral seperti Zat besi (Fe), Fosfor (P), Kalsium (Ca), dan Natrium
(Na). Salah satu vitamin yang terdapat pada ubi jalar antara lain vitamin A
(terdapat dalam bentuk beta carotene) terutama pada jenis ubi jalar kuning. Selain
mengandung karbohidrat, protein, lemak dan mineral, ubi jalar juga mengandung
vitamin. Beberapa vitamin yang terdapat pada ubi jalar antara lain vitamin A
(terdapat dalam bentuk beta carotene dan vitamin c). (ani purwanti, 2019)
2) Wortel. Wortel tidak hanya menjadi makanan yang mengandung karoten alfa saja.
Akan tetapi, tanaman sayuran akar yang berwarna jibungga ini juga mempunyai
kandungan beta karoten yang tergolong sangat tinggi. Untuk 1 kg wortel yang
dimasak mempunyai kandungan beta karoten yang berkisar 120% sesuai
kebutuhan harian yang direkomendasikan. Kamu pun bisa mengonsultasikannya
dengan dokter untuk mengetahui jumlah wortel yang sebaiknya kamu konsumsi
dalam sehari.
3) Bayam tidak hanya mempunyai kandungan berupa vitamin dan nutrisi yang
melimpah saja. Akan tetapi, kandungan beta karoten di dalamnya juga bisa
ditemukan pada sayuran hijau ini. Makanan yang mengandung beta karoten serta
nutrisi melimpah lainnya ini tentunya sangat bagus untuk kesehatan tubuh,
apalagi bila bayam dimasak dengan berbagai macam sayuran lainnya. Segala jenis
makanan yang diolah dari bayam bisa kamu konsumsi supaya kebutuhan akan
tubuh terhadap vitamin maupun jenis gizi lainnya dapat terpenuhi dengan baik.
4) Melon. Hampir semua orang menyukai buah yang satu ini. Dagingnya yang
sangat manis dengan tekstur yang lembut menjadikan buah melon memiliki
jumlah penikmat yang banyak. Namun, tahukah kamu? Buah yang satu ini
ternyata juga mempunyai kandungan vitamin serta nutrisi yang sangat melimpah,
termasuk beta karoten yang mempunyai jumlah yang cukup ketika dikonsumsi.
Tapi perlu diingat dengan baik bahwa konsumsi buah melon tidak boleh melebihi
batas normalnya. Oleh sebab itu, perhatikan pula jumlah yang harus dikonsumsi,
terutama bagi kamu yang suka menyantapnya terlalu sering sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif bagi tubuhmu.
5) Apricot. Makanan tinggi beta karoten lainnya bisa kamu temukan di buah aprikot.
Buah khas Mediterania yang mirip apel ini dikenal sebagai sumber vitamin A
yang tinggi. Hal tersebut juga didasarkan fakta bahwa aprikot termasuk salah satu
buah yang mengandung beta karoten yang tinggi. Bahkan, beta karoten di dalam
buah aprikot dinilai sebagai penyumbang vitamin A tertinggi hingga 1669 mkg.
Jumlah ini melebihi alfa karoten dan beta cryptoxanthin yang juga bertindak
sebagai bentuk awal vitamin A lainnya. Kamu bisa memenuhi kebutuhan vitamin
A harian sebesar 60% dari satu cangkir buah aprikot atau sekitar 155 gram.
6) Paprika. Selain buah dan sayur, beberapa makanan dari kategori rempah juga
menjadi sumber beta karoten yang besar. Salah satu rempah yang dikenal dengan
beta karoten melimpah adalah paprika. Dalam takaran satu sendok makan atau
sekitar 7 gram rempah paprika bisa menyumbang hingga 1.868 mkg beta karoten.
Jumlah vitamin A dari rempah paprika sendiri bisa mencukupi 71% kebutuhan
harian.
4. Fungsi Kesehatan dan Hasil Penelitian
Karotenoid dibagi menjadi karoten dan xantofil. Karoten adalah pigmen
yang menyebabkan munculnya warna oranye, sedangkan xantofil adalah
pigmen yang menyebabkan munculnya warna kuning. Karotenoid mampu
melindungi tumbuhan dari solarisasi dengan cara menyerap kelebihan energi
cahaya untuk kemudian dilepas sebagai bahang.Karotenoid mempunyai aktivitas
antioksidan yang sangat tinggi sehingga memiliki dampak pada meningkatnya
sistem imun atau kekebalan tubuh. Karotenoid juga merupakan penghasil provitamin A
(Ani Florida, 2020).
Berbagai fungsi kesehatan bagi tubuh pada karotenoid, antara lain:
1) Mengatasi radang
Kekurangan antioksidan dalam tubuh dapat memicu stres oksidatif. Stres
oksidatif itu sendiri merupakan proses yang menghambat regenerasi dalam
tubuh sehingga penuaan datang lebih cepat. Salah satu fungsi karotenoid
adalah mampu menghambat proses oksidasi lemak yang merugikan.
Likopen, salah satu jenis karotenoid, terkenal paling kuat untuk menjaga
aliran darah tetap lancar hingga melindungi tubuh dari risiko penyakit,
termasuk penyakit kardiovaskular.
2) Mendukung pertumbuhan tubuh
Kandungan vitamin A yang sangat tinggi dalam karotenoid dianggap
sangat baik untuk dikonsumsi oleh bayi dan balita. Vitamin A dalam
karotenoid tersebut berfungsi untuk mendukung proses tumbuh kembang
anak sekaligus memperkuat sel-sel imun tubuhnya. Proses penguatan sel
ini terjadi akibat adanya proses sintesis protein. Semakin kuat
pertumbuhan sel dalam tubuh, maka bayi dan anak-anak dapat tumbuh
semakin optimal sesuai usianya. Tak hanya itu, proses sintesis antara
protein dan zat connexin juga akan membantu tubuh memproduksi
membran yang lebih kuat guna melindungi setiap sel. Dengan demikian,
risiko penyebaran penyakit kanker atau tumor dalam tubuh akan semakin
mengecil.
3) Menjaga kesehatan mata
Jenis karotenoid bernama lutein dan zeaxanthin berperan penting untuk
membentuk lensa dan area retina pada mata. Kedua jenis karotenoid
tersebut juga berguna untuk mengoptimalkan kesehatan mata di masa tua,
sehingga cocok dijadikan investasi untuk menghadapi hari tua dengan
penglihatan yang sehat. Karotenoid bertindak sebagai filter UV yang
mampu melindungi mata dari kerusakan. Alhasil, sel mata akan tetap sehat
dan mengurangi tingkat kerusakan
4) Mengoptimalkan sistem imun tubuh
Manfaat karotenoid yang tak kalah penting adalah karotenoid mampu
memperbaiki sistem imun tubuh. Dengan asupan karotenoid yang cukup,
daya tahan tubuh akan lebih kuat melawan berbagai zat asing yang masuk.
Mulai dari risiko penyakit ringan seperti flu maupun penyakit serius
seperti berbagai jenis kanker yang mematikan.
5) Menjaga kesehatan kulit
Kanker kulit menjadi salah satu penyakit yang bisa diatasi dengan
mengonsumsi makanan yang mengandung karotenoid dan vitamin A.
Dengan memenuhi asupan karotenoid setiap hari, sinar UV yang terpapar
pada kulit dijamin tidak akan menyebabkan kulit kering, penuaan, hingga
melanoma atau kanker kulit.
Menurut penelitian angga rizqiawan., et. All 2021 menyebutkan bahwa
menganalisis biomarker stres oksidatif terkait tumor payudara, sehingga dapat dianalisis
kaitan antar biomarker dari adanya asupan antioksidan seperti betakaroten dapat dilihat.
Penelitian ini dapat membuktikan adanya hubungan postitif asupan β-karoten sebagai
antioksidan aktivitas SOD, dan adanya hubungan negatif aktivitas SOD dengan ukuran
tumor payudara. Hal ini bisa menjadi dasar untuk melakukan intervensi pemberian
tambahan asupan β-karoten untuk menurunkan risiko kanker payudara. Meskipun
demikian, ada kelemahan dari penelitian ini, yaitu tidak dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut terkait jenis tumor jinak payudara yang diderita oleh subjek penelitian, sehingga
tidak diketahui kemungkinan adanya pengaruh jenis tumor jinak payudara terhadap
pengukuran biomarker stres oksidatif. Konsumsi pangan yang mengandung antioksidan
seperti β-karoten perlu dilakukan untuk menurunkan risiko tumor payudara. ( angga
rizqiawan., et. All 2021)
Beberapa hasil penelitian menjelaskan bahwa karotenoid dapat meningkatkan
nilai nutrisi.Hasil penelitian (Prayogo dkk., 2012), pemberian tepung kepala udang dalam
pakan yang mengandung maggot sebagai sumber karotenoid memberikan peningkatan
warna pada tubuh benih rainbow kurumoi (Melanotaenia parva) hingga 5-10%. Ernawati
(2017), mendapatkan bahwa rotiferdan nauplius artemia yang telah diperkaya dengan
karotenoid efektif dalam meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan ketahanan stres larva
nila air payau (Oreochromis. niloticus).
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Daftar pustaka

http://dinkes.sumbarprov.go.id/details/news/360

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/c0c585d54a388056ea08899533164330.
pdf

http://scholar.unand.ac.id/27206/2/BAB%20I.pdf

Santi Widiasari, MEKANISME INHIBISI ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYM OLEH


FLAVONOID PADA HIPERTENSI. Collaborative Medical Journal (CMJ) Vol 1 No 2 Mei
2018
Bustanul Arifin dan Sanusi Ibrahim, STRUKTUR, BIOAKTIVITAS DAN ANTIOKSIDAN
FLAVONOID STRUCTURE, BIOACTIVITY AND ANTIOXIDAN OF FLAVONOID. Jurnal
Zarah, Vol. 6 No. 1 (2018), Halaman 21-29

Marzouk, M.M. (2016). Flavonoid Constituents And Cytotoxic Activity Of Erucaria Hispanica
(L.) Druce Growing Wild In Egypt. Arabian Journal Of Chemistry, 9, 411–415

Qinghu, W., Jinmei, J., Nayintai, D., Narenchaoketu, H., Jingjing, H., Baiyinmuqier, B. (2016).
AntiInflammatory Effects, Nuclear Magnetic Resonance Identification And HighPerformance
Liquid Chromatography Isolation Of The Total flavonoids From Artemisia Frigida, Journal Of
Food And Drug Analysis, 24, 385-391

Tian-yang., Wang., Qing Li., Kai-shun Bi. (2018). Bioactive flavonoids In Medicinal Plants:
Structure, Activity And Biological Fateasian. Journal Of Pharmaceutical Sciences, 13, 12–23

Korkina, L.G., Afanas'ev. I.B. (1997). Antioxidant And Chelating Properties Of Flavonoids. Adv
Pharmacol, 38, 15163.

Procházková, I., Boušová, N., Wilhelmová. (2011). Antioxidant And Prooxidant Properties Of
flavonoids, Fitoterapia, 82, 513–523

Frei, B., Higdon, J.V. (2003). Antioxidant Activity Of Tea Polyphenols In Vivo: Evidence From
Animal Studies. J Nutr, 133, 3275–3284.

Jovanovic, S.V., Steenken, S., Simic, M.G. (1996). Reduction Potentials Of flavonoid And
Model Peroxyl Radicals. Which Ring In flavonoids Is Responsible For Antioxidant Activity? J
Chem Soc Perkins Trans, 2497–2503.

Nijveldt, R.J., Van, N. E., Van, Hoorn DEC., Boelens, P.G., Van Norren, K., Van Leeuwen
PAM. (2001). Flavonoids: A Review Of Probable Mechanisms Of Action And Potential
Applications. Am J Clin Nutr, 74, 418–25.

Ferrali, M., Signorini, C., Caciotti, B., Sugherini, L., Ciccoli, L., Giachetti, D. (1997). Protection
Against Oxidative Damage Of Erythrocyte Membranes By The flavonoid Quercetin And Its
Relation To Iron Chelating Activity. FEBS Lett, 416,123– 129.
Hirano, R., Sasamoto, W., Matsumoto, A., Itakura, H., Igarashi, O., Kondo, K. (2001).
Antioxidant Ability of Various Flavonoids Against DPPH Radicals and LDL Oxidation. J Nutr
Sci Vitaminol (Tokyo), 47, 357–362.

Heim, K.E., Tagliaferro, A.R., Bobilya, D.J. (2012). Flavonoid Antioxidants: Chemistry,
Metabolism And Structure– Activity Relationships. J Nutr Biochem,13, 572–584.

Cos, P., Ying, L., Calomme, M., Hu, J.P., Cimanga, K., Van Poel B. (1998). Structure–Activity
Relationship And Classification Of flavonoids As Inhibitors Of Xantine Oxidase And
Superoxide Scavengers. J Nat Prod, 61, 71–76

Van Acker, S.A, Tromp, M.N., Haenen, G.R., Van der Vijgh, W.J., Bast, A. (1995). Flavonoids
as Scavengers Of Nitric Oxide Radical. Biochem Biophys Res Commun, 214, 755–759.

Lotito, S.B., Frei, B. (2016). Consumption Of flavonoid-Rich Foods And Increased Plasma
Antioxidant Capacity In Humans: Cause, Consequence, Or Epiphenomenon? Free Radic Biol
Med, 41, 727–746.

Yeh, S.L., Wang, W.Y. Huang, C.H., Hu, M.L. (2005). Pro-oxidative Effect Of ßcarotene And
The Interaction With flavonoids On UVA-induced DNA Strand Breaks In Mouse fibroblast
C3H10T1/2 Cells. J Nutr Biochem, 16, 729–735.

Kumari, M. dan S. Jain. 2012. “Tannins: An Antinutrient with Positive Effect to Manage
Diabetes” in Research Journal of Recent Sciences. vol. 1(12): 70-73.

Prayogo H.H., Rostika R., & Nurruhwati I. (2012). Pengkayaan Pakan Yang Mengandung
Maggot Dengan Tepung Kepala Udang Sebagai Sumber Karotenoid Terhadap Penampilan
Warna Dan Pertumbuhan Benih Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva). Jurnal Perikanan Dan
Kelautan, 3 (3):201-205.

Ernawati. (2017). Pengaruh Pakan Alami (rotifer dan artemia) Hasil Bioenkapsulasi Karotenoid
Terhadap Kelangsungan Hidup, Laju Pertumbuhan Dan Ketahanan Stres Larva Ikan Nila Air
Payau (Oreochromis niloticus) (Tesis). Makassar: Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai