Anda di halaman 1dari 36

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kematian

2.1.1 Definisi Kematian

Kematian atau mortalitas adalah salah satuAdari tiga komponen proses

demografi yang berpengaruhAterhadap struktur penduduk. DuaAkomponen

proses demogrsfi lainnya adalahAkelahiran (fertilitas) dan mobilitasApenduduk.

Tinggi rendahnya tingkatAmortalitas penduduk di suatuAdaerah tidak hanya

mempengaruhi pertumbuhan pendudukAtetapi juga merupakan barometerAdari

tinggi rendahnya tingkat kesehatan masyarakatAdi daerah tersebut (Bagus, 2008).

Menurut Prawirohardjo (2016) kematian pada bayi dibagi menjadi beberapa

kategori, yaitu:

1. Kematian Janin (foetal death) ialah kematian hasil konsepsi sebelum

dikeluarkan dengan sempurna oleh ibunya tanpa memandang tuanya

kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari

ibunya, janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan,

seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot. Kematian

janin dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

Golongan I : kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu

penuh

Golongan II : kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu

5
6

Golongan III : kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late

foetal death)

Golongan IV : kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga

golongan di atas.

2. Kelahiran mati (stillbirth) ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan

mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan

lahir atau sama dengan 1000 gram).

3. Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7

hari pertama kehidupannya.

4. Kematian postneonatal ialah kematian bayi antara usia 1 bulan hingga 12

bulan.

2.2 Kematian Bayi

2.2.1 Definisi Kematian Bayi

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada saat bayi lahir sampai satu

hari sebelum hari ulang tahun pertama. Berdasarkan penyebabnya, kematian bayi

dibedakan oleh faktor endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen (kematian

neonatal) adaalah kejadian kematian yang terjadi pada bulan pertama sejak bayi

dilahirkan umumnya disebabkan oleh faktor yang dibawa sejak lahir, diwarisi

oleh orangtua pada saat konsepsi atau didapat dari ibunya selama kehamilan.

Kematian eksogen (kematian postnatal) adalah kematian bayi yang terjadi antara

usia satu bulan atau sampai satu tahun disebabkan oleh faktor yang berkaitan

dengan pengaruh lingkungan (Wandira & Indawati, 2012).


7

Menurut peneliti kematianAbayi diakibatkan karena kondisi ibu saat hamil

kurang baik. Ibu jarang memeriksakan kehamilannya kepadaAtenaga kesehatan,

jarak kelahiran yang terlaluAsempit, dan makanan yang dikonsumsi ibuAtidak

bersih menyebabkan bayi lahir denganAberat badan rendah dan rentanAakan

penyakit yang dapat memperbesarArisiko kematian bayi.

2.2.2 Penyebab Kematian Bayi

Menurut Wandira & Indawati (2012), ada beberapa penyebab kematian bayi

sebagai berikut:

1. Umur Ibu

Umur ibu turutAmenentukan kesehatan maternalAdan sangat erat

dengan kondisi kehamilan,Apersalinan, nifas, dan bayi. Usia ibuAhamil

yang terlalu muda (≤20 tahun) atauAterlalu tua (≥35 tahun) merupakan

faktor penyulitAkehamilan sebab keadaan tubuh ibuAhamil yang terlalu

muda belum siapAmenghadapi kehamilan, persalinan, dan nifas

sertaAmerawat bayinya. Berbeda dengan ibu hamil terlalu tua

yangAmenghadapi risiko kelainan bawaanAdan penyulit padaAwaktu

persalinan yang disebabkanAoleh karena jaringan ototArahim kurang

baikAuntuk menerima kehamilanA(Waang, 2012).

Umur saatAkehamilan menjadi salah satu faktor penting yang berperan

dalam BBLR, terutama padaAkehamilan remaja. Umur ibu <20

tahunAadalah faktor predisposisi kondisi BBLR. Remaja (<20 tahun)

secaraAfisiologis dan emosional belum sepenuhnyaAmatang. Secara fisik,

terjadi penurunan suplaiAdarah ke leher rahim, perkembanganArahim yang


8

belum sempurna dan rendahnya tingkatAhormon gonadotropin.

Berdasarkan psikologis, remaja lebihAcenderung untuk terlibat dalam

perilaku berisiko (merokokAdan alkohol) selama kehamilan.

KehamilanApada remaja cenderung tidak terencanaAdan tidak diinginkan,

lebihAcenderung terlambat atau tidak menerima perawatan

sebelumAmelahirkan, dan kecil kemungkinanAuntuk mencapai berat badan

yang cukup selamaAkehamilan dibanding wanita dewasaA(Davis, Morin,

Stone, 2009).

Angka perkawinan usia muda di Indonesia cukup tinggi terutama di

daerah pedesaan. Perkawinan usia muda biasanya tidak disertai dengan

persiapan pengetahuan reproduksi yang matang dan tidak pula disertai

kemampuan mengakses pelayanan kesehatan karena peristiwa hamil dan

melahirkan belum dianggap sebagai suatu keadaan yang harus

dikonsultasikan ke tenaga kesehatan. Masih banyak terjadi perkawinan,

kehamilan, dan persalinan diluar kurun waktu reproduksi yang sehat

terutama pada usia muda. Resiko kematian pada kelompok dibawah 20

tahun dan pada kelompok diatas 35 tahun adalah 3 kali lebih tinggi dari

kelompok reproduksi sehat, yaitu 20-34 tahun (Mochtar, 1998). Beberapa

referensi lain menyatakan bahwa kematian maternal pada waktu hamil dan

melahirkan umur <20 tahun berisiko 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari

kematian maternal pada usia 20-30 tahun dan akan meningkat pada usia

>35 tahun (Prawirohardjo, 2016). Terkait dengan kondisi kesehatan yang

menurun, maka kualitas sel telur pun akan menurun sehingga dapat
9

meningkatkan risiko keguguran, serta kelainan/ cacat bawaan pada janin

akibat kelainan kromosom. Selain itu, mulai muncul berbagai keluhan

kesehatan saat hamil, seperti; tekanan darah tinggi dan diabetes yang sering

memengaruhi proses persalinan (Hanif, 2011).

Menurut Manuaba (2007) usia kurang dari 20 tahun merupakan usia

menunda kehamilan, dimana organ-organ reproduksinya belum berfungsi

secara maksimal, jalan lahir belum bisa menyanggah bagian yang ada

didalamnya secara sempurna. Organ reproduksi yang belum maksimal

mengakibatkan kurang terbentuknya jaringan ikat dan vaskularisasi yang

belum sempurna sehingga membentuk selaput ketuban yang tipis dan tidak

kuat yang dapat memicu terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan

Mochtar (1998) mengemukakan bahwa pada kehamilan diatas 35 tahun,

biasanya penyakit-penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi atau

diabetes melitus pada wanita lebih sering muncul. Semakin bertambah usia,

penyakit degeneratif seperti gangguan pembuluh darah, biasanya lebih

banyak muncul dibandingkan dengan mereka yang usia muda. Penyakit

degeneratif tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi ketuban

pecah dini. Adanya gangguan pembuluh darah atau devaskularisasi dapat

menyebabkan nekrosis pada jaringan sehingga jaringan ikat yang

menyangga membran ketuban makin berkurang yang akhirnya

mengakibatkan ketuban pecah dini.


10

2. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan baik yang meninggal

ataupun hidup (Zaenab & Joeharno, 2008). Dalam penelitian ditemukan

bahwa sebagian besar jarak kelahiran kurang dari 2 tahun. Dengan jarak

kelahiran yang kurang dari 2 tahun, kesehatan fisik dan rahim ibu masih

butuh cukup istirahat dan ada kemungkinan ibu masih menyusui (Wandira

& Indawati, 2012). Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan

nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun persalinan (Mochtar,

1998). Paritas memiliki hubungan erat dengan penyulit atau komplikasi

persalinan yang pernah dialami pada kelahiran sebelumnya. Klasifikasi

paritas Primipara wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup

besar untuk hidup di dunia luar. Multipara adalah adalah wanita yang

pernah melahirkan bayi beberapa kali (sampai 5 kali). Grandemultipara

adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup atau

mati 9. Paritas yang paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal dan

perinatal adalah paritas 2-3. Paritas 1 dan ≥ 4 mempunyai angka kematian

maternal lebih tinggi (Prawirohardjo, 2016).

3. Pendidikan

Menurut Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pendidikan

mempengaruhi proses belajar karena semakin tinggi pendidikan maka

semakin banyak informasi yang didapat. Pendidikan sangat dibutuhkan

manusia untuk pengembangan diri dan meningkaatkan kematangan

intelektual seseorang.
11

Pendidikan hendaknya tercipta sebuah wadah dimana peserta didik bisa

secara aktif mempertajam dan memunculkan ke permukaan potensi-

potensinya sehingga mejadi kemampuan-kemampuan yang dimilikinya

secara alamiah. Definisi ini juga memungkinkan sebuah keyakinan bahwa

manusia secara alamiah memiliki dimensi jasad, kejiwaan, dan spiritualitas.

Definisi yang sama memberikan ruang untuk berasumsi bahwa manusia

memiliki peluang untuk bersifat mandiri, aktif, rasional, sosial, dan

spiritual. Pengertian pendidikan tersebut juga dapat didukung oleh pertalian

sosial yang dibuat oleh teoritisi fungsionalis oleh Talcott Parsons (1977),

diantara tingkat pendidikan yang lebih tinggi dapat meningkatkan keahlian

pekerja dan meningkatkan penghasilan individu.

Menuntut pendidikan sampai tingkat tinggi memungkinkan bagi

manusia untuk mempunyai keahlian yang bisa digunakan untuk

mendapatkan pekerjaan yang memberikan penghasilan yang berguna untuk

meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pengertian secara lebih operasional

dikemukakan oleh Philip H. Phenix ketika mendefinisikan pendidikan yang

dalam hal ini pendidikan umum sebagai suatu process of engendering

essential meanings, proses pemunculan makna-makna yang esensial (Latif,

2009).

Pendidikan formal atau lebih dikenal dengan sistem persekolahan

mempunyai pernanan yang amat menentukan perkembangan potensi

manusia seara maksimal. Rendahnya tingkat pendidikan dan besarnya

beban tanggungan keluarga merupakan salah satu faktor penyebab


12

kemiskinan maupun keterpurukan kesehatan di daerah perdesaan. Melalui

pendidikan, masyarakat memilki kesempatan untuk menggali potensinya

demi memperoleh kehidupan yang lebih layak. Akses perempuan dalam

dunia pendidikan tidak serta mengatasi masalah diskriminasi yang dialami

perempuan. Maknanya adalah terbukanya akses pendidikan tidak serta

membawa transofrmasi sosial apalagi transformasi kebudayaan. Pendidikan

orangtua juga berpengaruh terhadap pola perkembangan anak. Fenomena

yang banyak terjadi, orangtua menginginkan anaknya menjadi orang yang

sukses dalam pendidikan maupun karirnya sehingga, di masa yang akan

datang anak mampu memperbaiki kualitas hidupnya menjadi lebih baik

dari sebelumnya.

Wanita dengan tingkat pendidikan rendah biasanya cenderung untuk

mempunyai keputusan yang tidak dianjurkan. Ibu dari pedesaan yang

berpendidikan rendah biasanya cenderung melahirkan di rumah dan

ditolong oleh tenaga non-medis sehingga banyak mengalami kompliasi

kehamilan yang dapat mengancam jiwa ibu dan bayi. Hal ini terjadi karena

rendahnya pendidikan ibu di pedesaan dan kurangnya pemahaman dalam

menggunakan fasilitas kesehatan (Wijono, 2001).

Faktor pendidikan ibu merupakan faktor pengaruh yang kuat terhadap

kematian bayi. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha sadar untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan didalam dan luar sekolah

seumur hidup sehingga makin matang dalam menghadapi dan memecahkan

berbagai masalah termasuk masalah kesehatan dalam rangka menekan


13

risiko kematian. Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan reaksi serta

pembuatan keputusan rumah tangga terhadap penyakit. Terlihat bahwa

kematian balita yang rendah dijumpai pada golongan wanita yang

mempunyai pendidikan yang tinggi. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan

ibu erat kaitannya dengan tingkat pengertian terhadap perawatan kesehatan

dan perlunya pemeriksaan kehamilan (Dwi, 2011).

4. Antenatal Care (ANC)

a) Pengertian ANC

Antenatal Care (ANC) atau yangAbiasa disebut sebagai pelayanan

antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang dikhususkanAbagi

wanita hamil yang diselenggarakan secaraAkompleks. Selama

kehamilan, diberikanAsekitar 12-16 kali kunjungan yang bertujuan

untukAmencegah atau mengidentifikasi danAmengobati kondisi yang

dapat mengancamAkesehatan janin atau bayi baru lahir atauAibu.

Layanan ini dapat membantuAwanita hamil untuk meghadapi kehamilan

dan persalinan sebagai pengalamanAyang positif (WHO, 2013).

MenurutADepkes RI (2008), Antenatal CareAmerupakan kujungan ibu

hamil denganAtenaga kesehatan untuk mendapat pelayanan

ANCAsesuai dengan standar yang ditetapkan,Aistilah kunjungan sendiri

bukan hanyaAmengandung arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke

fasilitas pelayananAmelainkan setiap ibu hamil yang melakukanAkontak

dengan tenaga kesehatan baik di posyandu, pondokAbersalin desa, dan


14

kunjungan rumah dengan ibu hamil tidakAmemberikan pelayanan ANC

sesuai denganAstandar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil.

b) Tujuan ANC

Menurut KemenkesARI (2010), tujuan dari ANC adalah:

a. Memantau kemajuan untuk memastikan kesehatan, serta

kesejahteraan ibu dan janin

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, maternal, serta

sosial ibu dan bayi

c. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat

ibu maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin

d. Mendukung dan mendorong penyesuaian psikologis dalam

kehamilan, melahirkan, menyusui, dan menjadi orang tua

e. Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan dalam

pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif

f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran

bayi agar dapat tumbuh dan berkembang secara normal

g. Menurunkan angka kesakitan, serta kematian ibu dan perinatal

h. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan/komplikasi yang

mungkin terjadi selama masa kehamilan, termasukAriwayat penyakit

secara umum, dan pembedahan, serta menangani atau merujuk sesuai

kebutuhan

i. MeningkatkanAkesadaran sosial serta aspek psikologis tentang

melahirkan bayi dan pengaruhnya pada keluarga


15

j. Memantau semuaAibu hamil mengenai tanda komplikasi obstetrik

secara individu dan melakukan pemeriksaan diagnostik jika

diperlukan sesuai indikasi

k. Meyakini bahwa ibu yang mengalami tandaAbahaya dapat kembali

normal setelah mendapatkan penanganan dan tidak selalu dianggap

atau diperlakukan sebagai kehamilan yang berisiko

l. Membangun hubunganAsaling percaya antara ibu dengan pemberi

asuhannya

m. Menyediakan informasi sehingga ibu dapatAmembuat keputusan

berdasarkan informasi tersebut

n. Melibatkan suami atau anggotaAkeluarga dalam pengalaman

kehamilan yang relevan dan mendorong peran keluarga untuk

memberikanAdukungan yang dibutuhkan ibu

c) Pelayanan ANC

Menurut Depkes RI (2016) pelayanan ANCAmemiliki cakupan

kunjungan yang penting untukadiperhatikan, yaitu:

a. CakupanAKunjunganAPertamaA(K1)AIbu Hamila

Cakupan K1 merupakan jumlah ibuahamil yang baru

memperolehApelayanan antenatal pertama kaliaoleh tenaga

kesehatanAdibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah

kerjaApada kurunAwaktu satu tahun.

b. CakupanAKunjunganAIbu Hamil K4a


16

Cakupan K4 merupakan jumlah dari ibu hamil yang telah

memperolehApelayanan antenatal sesuaiAdengan standar paling

sedikit empatAkali sesuai dengan jadwal yang dianjurkanAdi tiap

trimesterAdibandingkan jumlah sasaran ibuAhamil dalam satu

wilayah kerja pada kurun waktu satuAtahun. Indikator

tersebutAmemperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadapAibu

hamil beserta tingkat kepatuhanAibu hamil dalam rangka

memeriksakanAkehamilannya kepada tenagaAkesehatan.

KunjunganAibu hamil sesuai standar ialah pelayananAyang

mencakup minimal:

1. Penimbanganaberat badanadan pengukuran tinggiabadan.

2. Pengukuranatekananadarah.

3. PengukuranaLingkaraLengan Atas (LiLA).

4. PengukuranaTinggi PuncakaRahim (fundus uteri).

5. Penentuan statusaimunisasi tetanus danapemberian imunisasi

tetanus toksoid yang telah disesuaikan dengan status imunisasi.

6. Pemberian tablet tambahadarah minimal 90 tabletaselama

kehamilan.

7. Penentuan presentasiajanin dan Denyut Jantung Janina(DJJ).

8. Pelaksanaan temu wicaraA(pemberian komunikasi

interpersonaladan konseling, termasuk keluargaAberencana).


17

9. Pelayanan tesAlaboratorium sederhana,Aminimal tes hemoglobin

darah (Hb), pemeriksaan protein urin danApemeriksaan golongan

darah (bilaAbelum pernah dilakukan sebelumnya).

10. TatalaksanaAkasus.

Menurut Kemenkes (2010) dalam Pedoman Antenatal

Terpadu,Auntuk memberikan pelayananAyang berkualitas hendaknya

tenaga kesehatan melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar

yangAterdiri dari:

1. Menimbang berat badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali

kunjunganAantenatal dilakukan untuk mendeteksi

adanyaAgangguan pertumbuhan janin.APenambahan berat badan

yang kurang dari 9 kg selamaAkehamilan atau kurang dari 1 kg

setiap bulannya menunjukkan adanya gangguanApertumbuhan

janin.

2. Mengukur lingkar lengan atas (LILA)

Pengukuran LILA hanya dilakukanApada kontak pertama

untuk mendeteksi ibu hamil yag berisiko kurang energiAkronik

(KEK). Kurang energi kronis yang dimaksud yaitu ibu hamil yang

mengalamiAkekurangan gizi dan telah berlangsung lama

(beberapa bulan/tahun)Ayaitu LILA <23,5 cm. Ibu hamil

denganAKEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah.


18

3. MengukurAtekanan darah

Pengukuran tekananAdarah padaAsetiap kali kunjungan

antenatalAdilakukan untuk medeteksi adanya hipertensiA(tekanan

darahA140/90 mmHg) padaAkehamilan dan pre-

eklampsiaA(hipertensiAdisertai edemaApada wajah dan atau

tungkai bawah, dan atau proteinuria.

4. Megukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Pengukuran Tinggi Fundus UteriApada setiap kali

kunjunganAantenatal dilakukan untuk mendeteksiApertumbuhan

janin sesuai atau tidakAdengan usia kehamilan. Jika Tinggi

Fundus uteri tidak sesuai dengan usia kehamilan, maka

kemungkinan terdapatAgangguan pertumbuhanAjanin.

StandarApengukuran menggunakan pita pengukurAsetelah usia

kehamilan 24 minggu.A

5. Menghitung Denyut Jantung JaninA(DJJ)

Penilaian DJJAdilakukanApada akhir trimester 1 dan

selanjutnya pada setiap kali kunjungan antenatal.AJika DJJ lambat

(<120 denyut/menit) atauADJJ cepat (>160 denyut/menit),

makaAmenunjukkan adanya fetal distress.A

6. MenentukanApresentasi janin

Menentukan presentasi janinAdilakukan ketika kehamilan

memasuki akhir trimester 2 dan selanjutnya setiap kali

kunjunganAantenatal. Pemeriksaan iniAdilakukan untuk


19

mengetahui letak janin.AJika pada trimesterA3 bagian bawah

janin bukan kepalaAatau kepala janin belumamasuk ke panggul,

makaAterdapat kelainan letak,Apanggul sempit, atau

adanyaamasalah lain.A

7. Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

Pemberian imunisasi Tetanus Toksoid bertujuan untuk

mencegah terjadinyaAtetanus neonatorum, sehingga ibu hamil

harus mendapatkan imunisasiATT. Pada saat kontak pertama,

dapatAdilakukan skrining status imunisasi TT padaAibu hamil.

PemberianAimunisasi TT pada ibu hamil disesuaikanadengan

statusaimunisasi ibu saat ini.

8. Pemberian tablet tambah darah (tablet besi [Fe])

Pemberian tablet tambah darah bertujuan untuk mencegah

anemia gizi besi, setiapAibu hamil harus mendapatkan tablet besi

minimal 90 tabletAselama masaAkehamilan dan diberikan sejak

kontak pertama.

Pemeriksaan laboratorium yang terbagi menjadi rutin dan khusus

dilakukan pada saat antenatal yang meliputi:

a. PemeriksaanAgolongan darah

Pemeriksaan golonanAdarah pada ibu hamil tidak hanya

bertujuan untuk mengetahui jenis golongan darah ibu, tetapi juga

bertujuan untuk mempersiapkanAcalon pendonor darah yang


20

sewaktu-waktuAdiperlukan jika terjadi situasi gawat darurat pada

saat proses melahirkan.

b. Pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb)

Pemeriksaan kadarAhemoglobin darah ibuAhamil dilakukan

minimal satu kali ketika memasuki kehamilan trimester

pertamaAdan satu kali pada trimesterAketiga. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mengetahui ibu hamil tersebut mengidapAanemia

atau tidak selama kehamilannya,Akarena pada ibu degan kondisi

anemia dapat mempengaruhiAproses tumbuh dan kembang janin

di dalam kandungan.A

c. Pemeriksaan protein dalam urin

Pemeriksaan protein dalam urinApada ibu hamil dilakukan

ketika kehamilan memasuki trimester kedua dan ketigaAatas

indikasi. Pemeriksaan iniAditujukan untuk mengetahui adanya

proteinuria pada ibu hamil. ProteinuriaAmerupakan salah satu

indikatorAterjadinyaApreeklampsia pada ibu hamil.A

d. Pemeriksaan kadar gula darah

Ibu hamil yangAdicurigai mengidap diabetes mellitus harus

dilakukan pemeriksaan gulaAdarah secara berkala selama

kehamilannyaAminimal satu kali pada saat kehamilan memasuki

trimester pertama, satu kaliApada trimester kedua, dan satu kali

pada trimesterAketiga (terutama pada trimester ketiga).A


21

e. Pemeriksaan darah malaria

Semua ibu hamil di daerah endemisAmalaria menjalani

pemeriksaan darah malaria dalam upaya skriningApada kontak

pertama.AIbu hamil di daerah non-endemis malariaAjuga

menjalani pemeriksaan darahAmalaria jika terdapat indikasi.A

f. PemeriksaanAtes sifilis

Pemeriksaan tes sifilis perlu dilakukan di daerahAdengan risiko

tinggi dan pada ibu hamil yangAdiduga sifilis.

PemeriksaanAsifilis sebaiknya dilaksanakan sediniAmungkin

pada kehamilan.

g. PemeriksaanAHIV

Pemeriksaan HIV terutamaAditujukan untuk daerah yang

memiliki risiko tinggi dengan kasus HIV dan ibu hamil yang

dicurigaiAmengidap HIV.ASetelah menjalani konseling dengan

tenaga kesehatan, ibu hamilAdiberikan kesempatan atas

keputusannya untukAmenjalani tes HIV.

h. Pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA)

Pemeriksaan BTA dilakukanApada ibu hamil yang dicurigai

mengidap tuberculosis sebagaiApencegahan agar infeksi

tuberculosisAsebagai pencegahan agar infeksi tuberculosis

tidakAmempengaruhi kesehatan janin. Selain pemeriksaan

tersebut,Ajika diperlukan dapat dilakukan

pemeriksaanApenunjang lainnya di fasilitas rujukan.


22

Berdasarkan hasil pemeriksaan ANCAdi atas dan hasil pemeriksaan

laboratorium, makaAsetiap kelainan yangAditemukan pada ibu hamil

harus ditangani sesuai dengan standar danAkewenangan tenaga

kesehatan. Kasus yangAtidak dapat ditangani harus dirujuk

sesuaiAdengan sistem rujukan.

d) Jadwal Pemeriksaan ANC

Secara umum,Aselama periode 2006-2013, sekitar 56%Adari ibu

hamil melakukan pemeriksaan antenatal minimal sebanyakAempat kali

berdasarkan kebijakan WHO.AKunjungan pertama dapat dilakukan

pada trimesterApertama sebelum usia kehamilan 13Aminggu.

Kunjungan kedua dapat dilakukanApada usia kehamilan 24-28 minggu.

Kunjungan ketiga dapat dilakukan pada usia kehamilan 32 minggu dan

kunjunganAkeempat dilakukan padaAusia kehamilan 36 minggu. Setiap

kunjungan harus mencakupApelayanan yang sesuai dengan

kebutuhanAkomprehensif masing-masing ibu hamil dan

tahapAkehamilan mereka. Jika terdeteksi adanya masalah, maka

frekuensi danAruang lingkup pemeriksaan harusAditingkatkan.

Sebagian besar masalah kesehatan pada ibu hamil dapat

dicegah,Adideteksi, dan diobati selama kunjunganAANC oleh petugas

kesehatan yang terlatih.AIntervensi, misalnya ada vaksinasi tetanus

toksoid, skrining,Apengobatan untuk infeksi, dan identifikasi tanda

bahaya selamaAkehamilan. Menurut WHO (2010), informasi penting

yang perluAdisampaikan pada setiapAkali kunjungan ANC, yakni:


23

a. Trimester I

Dilakukan 1 kali kunjungan, yaitu pada usia kehamilanA0-13

minggu yang bertujuan untuk membangun hubunganAsaling percaya

antara petugas kesehatan dengan ibu hamil,Amendeteksi masalah dan

menanganinya,Amelakukan tindakan pencegahan seperti

anemia,Akekurangan zat besi, dan tetanus nonatorum serta

mendorongAperilaku sehat (gizi, istirahat, dan kebersihan).A

b. Trimester II

Dilakukan 1 kali kunjungan yaitu pada usia kehamilanA14-28

minggu yang bertujuan untukAmembangun hubungan salingApercaya

antara petugas kesehatan dengan ibu hamil, mendeteksiAmasalah dan

menanganinya, melakukan tindakan pencegahan seperti anemia,

kekurangan zat besi, dan tetanusAneonatorum, mendorong perilaku

sehatA(gizi, istirahat, dan kebersihan), serta kewaspadaanAkhusus

mengenai preeklampsia.

c. Trimester III

Dilakukan 2 kali kunjungan yaituApada usia kehamilan 28-36

minggu dan 36-40 minggu.APada saat taksiran persalinan, jika ibu

belumAmelahirkan, maka dianjurkan untuk mendeteksi janinAsecara

dini, melakukan rujukan atauAtindakan secara tepat, dan

mencegahAterjadinya kehamilan serotinus.


24

5. Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan Lahir Rendaha(kurang dari 2500 gram) merupakan satu

dari faktor utamaayang berkontribusiAterhadap kematian perinatal dan

neonatal. Berat Badan LahiraRendah (BBLR)Adibedakan menjadi 2

kategori,Ayaitu: BBLR karena prematurA(usia kandungan kurangAdari 37

minggu) atauABBLR karena intrauterine growth retardation

(IUGR),Ayaitu bayi cukup bulan tetapi beratAkurang untuk

usianya.ABanyak BBLR di negara berkembangAdengan IUGR sebagai

akibat dari ibu dengan status gizi buruk, anemi, malaria, dan menderita

Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum konsepsi atau ketika

hamilA(Djaja, Soemantri, 2003).

Pada Kongres “European Perinatal Medicine” ke II di London (1970)

dibuat keseragaman definisi yaitu (Walyani, 2015):

a. Bayi kurang bulan: bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37

minggu (259 hari).

b. Bayi cukup bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai dari 37 minggu

sampai 42 minggu (259 hari-293 hari).

c. Bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42 minggu atau

lebih (294 hari atau lebih).

SudartiA(2013) juga membedakan BBLR menjadi tiga macam

berdasarkan penanganan dan harapan hidup:

a. BBLR adalah bayi dengan berat lahir 1500-2499 gram

b. BBLSR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram
25

c. BBLER adalah bayi dengan berat lahir kurrang dari 1000 gram A

Etiologi BBLR menurut Sudarti (2013) adaAbeberapa faktor yang

mempengaruhi BBLR:

a. Faktor IbuA

1. Usia ibu < 20 tahun atau > 35 tahunA

2. ParitasA

3. RasA

4. InfertilitasA

5. Riwayat kehamilan tidak baikA

6. Lahir abnormalA

7. Jarak kelahiran terlalu dekatA

8. BBLR pada anak sebelumnyaA

9. PreeklampsiaA

b. Faktor PlasentaA

1. TumorA

2. KehamilanAganda

c. FaktorAJanin

1. InfeksiAbawaan

2. KelainanAkromosom

Menurut Muslihatun (2010),Afaktor-faktor penyebab kejadian BBLR

dibagi menjadi:

a. Faktor Ibu
26

1. Penyakit ibu: toksemia gravidarum,Aperdarahan antepartum,

trauma fisik dan psikologis,Anefritis akut dan diabetes mellitus.A

2. Usia ibu: <20 tahun dan >35 tahun,Amultigravida dengan jarak

persalinan terlalu dekat.A

3. Keadaan sosial: ekonomi rendahadan perkawinan tidak sah.

4. Kebiasaan ibu: ibu perokok,apeminum alkohol, dan pecandu

narkoba.A

b. Faktor bayi: hidramnion,akehamilan ganda, dan kelainan kromosom

c. Faktor lingkungan: dataranatinggi, radiasi dan zat racunA

Sudarti (2013) menyatakan tanda dan gejala bayi BBLR antara lain:

a. BeratAbadan bayi < 2500 gram

b. Panjang bayi < 45 cm, lingkar kepala < 33 cm, danalingkar dada < 30

cm

c. Kepala bayi nampak terlihat lebihAbesar dibandingkan dengan

badannya, rambut kepala tipis dan halus,aelastisitas daun telinga

d. DindingAthorax pada bayi elastisAdan putting susu belum

terbentukA

e. Abdomen pada bayi terjadiAdistensi, kulit perut tipis, dan terlihat

pembuluh darahA

f. Kulit bayi terlihat transparan dan tipisA

g. Banyaknya lanugo dan masih sedikitnya jaringan lemak subkutanA

h. Pada bayi laki-laki skrotum kecil dan testis tidak terabaA


27

i. Pada bayi perempuanalabia mayora hampir tidak ada dan klitoris

menonjolA

j. Kadang didapatkan oedema pada ekstremitasadan garis pada telapak

kaki sedikit

k. Pergerakan masih lemah untuk fungsi motorik

Dalam penelitian Suprihatiningsih (2009), menyatakan bahwa penyebab

kematian bayi karena BBLR 15-20% menduduki urutan ketiga setelah

infeksi. BBLR meninggal dikarenakan pada BBLR banyak menghadapi

masalah yaitu lemak kulit dan lemak cokelat kurang, serta kemampuan

metabolisme rendah, sehingga bayi mudah kehilangan panas dan terjadi

hipotermi yang dapat menyebabkan kematian pada bayi. Masalah lain yang

dihadapi BBLR adalah alat pencernaan belum berfungsi sempurna

sehingga penyerapan makanan dan pengosongan lambung berkurang.

Hepar belum matang dan mudah terjadi gangguan pemecahan bilirubin,

sehingga mudah terjadi hiperbilirubinemia (kuning). Ginjal belum matang

yang mengakibatkan kemampuan pembuang sisa metabolisme dan air

masih belum sempurna, sehingga terjadi edema. Menurut analisis, BBLR

terjadi dimungkinkan karena bayi kehilangan suhu badan, perkembangan

paru-paru yang belum matang, kurangnya pengetahuan keluarga dalam

perawatan bayi dengan BBLR, sehingga terjadi kematian pada neonatus.

Bayi yang lahir dengan berat badan yang kurang baik tidak selalu lahir

dengan kondisi yang tidak sehat, ada juga BBLR dengan kondisi yang

sehat, namun karena penanganan yang tidak tepat sehingga bayi meninggal.
28

Hasil penelitian Mahmudah (2010) menyebutkan bayi dengan BBLR

mempunyai risiko 7,570 kali lebih besar untuk terjadinya kematian

perinatal dibandingkan bayi yang tidak BBLR.

6. Kelainan Kongenital

Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah suatu kelainan pada

struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang ditemukan pada bayi

ketika dilahirkan. Kelainan bawaan yang terjadi dapat disebabkan faktor

genetik (mutasi gen tunggal, gangguan kromosom, multifaktorial) dan non

genetik (teratogen dan defisiensi mikronutrien) (Effendi, 2014) Menurut

Etiologi (1) kelainan bawaan oleh faktor genetik adalah : a) kelainan mutasi

gen tunggal (single gen mutant), terbagi dalam 4 macam antara lain

autosomal resesif (albino, defisiensi alfa-1-antitripsin, thalassemia,

fenilketonuria, serta galaktosemia), autosomal dominan (aniridia, sindrom

marfan, ginjal polikistik, retinoblastoma, korea huntington,

hiperlipoproteinemia, dan lainlain), x-linked ressesive (diabetes insipidus,

buta warna, distrofi muskularis duchene, hemofilia, iktiosis, serta retinitis

pigmentosa), dan x-linked dominant (rakitis), b) kelainan aberasi

kromosom, c) kelainan multifaktorial (faktor lingkungan, sosial ekonomi,

teratogen dan lainnya). (2) kelainan yang disebabkan faktor non genetik:

adalah kelainan yang disebabkan oleh obat - obatan, radiasi penyakit ibu

yang berpengaruh terhadap janin (Effendi, 2014).

Hasil penelitian Mahmudah (2010) menyebutkan bahwa bayi yang

mengalami kelainan kongenital mempunyai risiko 2,205 kali lebih tinggi


29

untuk terjadi kematian perinatal dibandingkan dengan bayi yang tidak

mengalami kelainan kongenital.

7. Bayi Prematur

Bayi prematur merupakan kelompok bayi yang berisiko tinggi. Hal

tersebut disebabkan oleh ketidakmatangan sistem organ tubuh pada bayi

prematur, seperti organ paru-paru, jantung, ginjal, hati, dan sistem

pencernaan (Krisnadi, 2009). Dengan tingkat kematangan tumbuh yang

belum sempurna, bayi prematur memiliki resiko tinggi mengalami masalah

kesehatan hingga kematian.

Angka kejadian prematur dan angka kematian bayi prematur di

Indonesia masih tergolong tinggi. Indonesia termasuk kedalam peringkat

10 besar dari 184 negara dengan angka kejadian prematur yang tinggi,

yaitu 15,5 kelahiran premature per 100 kelahiran hidup. Dilihat dari jumlah

bayi yang lahir prematur, Indonesia merupakan negara kelima dengan

jumlah bayi prematur terbanyak di dunia, yaitu sebesar 675.700 bayi

(WHO, 2014).

8. Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan

Perilaku dan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang dapat

mempengaruhi derajat kesehatan baik individuAmaupun masyarakat.

Peningkatan derajat kesehatan hanyaAdapat dicapai apabila kebutuhan

(need) dan tuntutan (demand) perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau

masyarakat terhadapAkesehatan dapat terpenuhi kebutuhan dan tuntutan ini


30

adalah sesuatu yang terdapat pada pihak pemakai jasa

pelayananAkesehatan (health consumer) (Waang, 2012).

Menurut Levey dan Lomba yang dikutip dalam Azwar (2010),

pelayanaan kesehatanAadalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara

danAmeningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkanApenyakit

serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga, dan

masyarakat.

Menurut Parasuraman, Zeithmal,Adan Berry (1990), ada empat faktor

yang mempengaruhi persepsi dan harapanApasien terhadap jenis

pelayanan, yaitu:

a. Pengalaman dari teman (word of mouth communication)

b. Kebutuhan atau keinginan (personal need)

c. Pengalaman masa lalu saat menerima jasa kesehatan (past

experiences)

d. Komunikasi melalui iklan (eksternal marketing)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) menyatakanAbahwa

pelayanan pertolongan persalinan dapatAdibedakan menjadi dua, yaitu:

tenaga professional yang terdiri dari dkter spesialis kebidanan,Adokter

umum, perawat, dan bidan. Tenaga non-professional adalah dukunAbayi

baik yang terlatih maupun tidak terlatih. Pelayanan persalinan dapat

dilakukanAdi rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin, pondok bersalin


31

desa (polindes), posAkesehatan desa (poskesdes), maupun di rumah

penduduk.

Pemilihan penolong persalinan merupakan salah satuAhak reproduksi

perorangan. Hak reproduksi perorangan dapatAdiartikan bahwa setiap

orang baik laki-laki maupun perempuan (tanpaAmemandang perbedaan

kelas sosial, suku, umur, agama, dan lain-lain) mempunyai hak yang sama

untukAmemutuskan secara bebas dan bertangggung jawabA(kepada diri

sendiri, keluarga, dan masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar anak,

serta menentukan waktuAkelahiran anak dimana akan melahirkan (Depkes,

2010). TenagaAyang dapat memberikan pertolongan persalinan dapat

dibedakan menjadi:

a. Tenaga Kesehatan Professional

a) Dokter spesialis kebidanan dan kandungan

Dokter ahli kebidanan adalah dokter umum yang telah lulus

mengikuti pendidikan ahli di bidang ilmuAkebidanan. Selain

berperan memberikan pelayanan spesialistik, dapat juga berperan

sebagaiApembina jaminan kualitas pelayanan danAtenaga pelatih.

Sebagai ahli dalam obstetric gynecology mereka juga berperan

sebagaiAadvokator di daerahnya.

b) Dokter umum

Dokter merupakan tenaga kesehatan yang menyelesaikan

semua masalah kesehatan yang dihadapi pasienAtanpa

memandang jenis penyakit, organologi, usia, danAjenis kelamin


32

dengan menggunakan prinsip pelayanan yang efektif dan efisien

sertaAmenjunjung tinggi tanggungjawab professional, hukum,

etika, dan moral. Pelayanan yangAdiselenggarakannya sebatas

kompetensi dasarAkedokteran yang diperolehnya selama

pendidikan kedokteran dasarAberdasarkan indikator Indonesia

Sehat 2010, rasioAdokter umum adalah 40:100.000 penduduk.

c) Bidan

Bidan adalah seorang yang telah menyelesakan program

pendidikan bidan yang diakui oleh negara sertaAmemperoleh

kualifikasi dan diberi ijin untuk menjalankan praktik kebidanan di

negeri ini.ABidan harus mampu memberikan supervise,Aasuhan,

dan memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama

hamil,Apersalinan dan paska persalinan, memimpin persalinan

atas tanggung jawab sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan

anak. Menurut indikatorAIndonesia Sehat 2010, rasio bidan

terhadap jumlah penduduk adalah 100:100.000 penduduk.

d) Perawat

Perawat atau nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata

nutrix yang berarti merawat atau memelihara.APerawat adalah

profesi yang difokuskan pada perawatan individu, keluarga, dan

masyarakat sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan,

atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari

lahir sampai mati yangAbekerja secara independen sebagai bagian


33

dari sebuah tim untuk menilai,Amerencanakan, menerapkan, dan

mengevaluasi perawatan.

b. Tenaga Non-professional

a) Dukun Bayi

Dukun bayi adalah mereka yang memberi pertolongan pada

waktu kelahiran atau dalam hal-hal yang berhubungan dengan

pertolongan persalinan. Handayani (2010) menjelaskan bahwa

dukun tidak hanya berperan pada saat pertolongan persalinan,

namun juga perawatan pasca persalinan dan pelaksanaan

budaya/kepercayaan. Perawatan pasca bersalin oleh dukun

dilakukan sampai dengan puput pusar setiap hari dengan

kunjungan pagi dan sore. Dukun juga merawat bayi memandikan

dan merawat tali pusat juga merawat ibu. Selain itu, dukun bayi

umumnya dipercaya dapat memberikan kekuatan spiritual melalui

doa-doa, mantra, dan ritual-ritual adat yang dilakukannya,

sehingga memberikan rasa nyaman dan aman pada ibu yang akan

melahirkan.

9. Status Ekonomi

Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan selain menjadi ibu rumah

tangga dalam kurun waktu kehamilan sampai persalinan. Pada ibu hamil

kebutuhan zat gizi berbeda karena zat-zat gizi yang dikonsumsi selain

untuk aktivitas atau kerja zat-zat gizi tersebut juga digunakan untuk

perkembangan janin yang ada dikandungannya. Semakin berat kegiatan


34

atau pekerjaan yang dilakukan semakin banyak juga energi yang

dibutuhkan (Widayani, 2000) Menurut penelitian (Dewi dan Wawan, 2010)

menyatakan bahwa ibu yang pada saat hamil bekerja berisiko 2,34 kali

lebih besar bayinya mengalami kematian pada masa neonatal dibandingkan

ibu yang tidak bekerja.

10. Riwayat Penggunaan KB

UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera menjelaskan bahwa definisi KB adalah

upaya meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan

ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga guna

mewujudkan keluarga yang sejahtera. KB memastikan bahwa setiap

orang/pasangan mempunyai akses ke informasi dan pelayanan KB agar

dapat merencanakan waktu yang tepat untuk kehamilan, jarak kehamilan

dan jumlah anak. Kehamilan yang masuk dalam kategori “4 terlalu” yaitu

terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan (35 tahun) terlalu sering

hamil dan terlalu banyak anak. KB berpotensi menyelamatkan kehidupan

ibu dan bayi dengan cara memungkinkan wanita untuk merencanakan

kehamilan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari kehamilan pada

usia tertentu atau jumlah persalinan yang membawa bahaya tambahan, dan

dengan cara menurunkan tingkat kesuburan secara umum, yaitu dengan

mengurangi jumlah kehamilan.


35

Berdasarkan studi Lancet, keluarga berencana bermanfaat baik untuk

kesehatan ibu dan bayi, dimana diperkirakan dapat menurunkan 32%

kematian ibu dengan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan dapat

menurunkan 10% kematian bayi, dengan mengurangi jarak persalinan

kurang dari 2 tahun (Mujiati, 2013).

11. Jarak Akses ke Pelayanan Kesehatan

Mempunyai tempat tinggal yang harus menempuh jarak >5 km dari

fasilitas kesehatan berisiko dua kali lipat lebih tinggi terhadap terjadinya

kematian neonatal (OR 2,1). Proporsi wanita yang melahirkan di fasilitas

kesehatan harus menempuh jarak >5 km dari fasilitas kesehatan terdekat

sebesar 56% (AH Diallo, 2011) Berdasarkan penelitian Gizaw et al (2014)

menyebutkan bahwa jarak ke fasilitas kesehatn >5 km dalam analisis

multivariat 1,5 kali lebih berisiko terhadap kematian bayi.

12. Komplikasi Kehamilan dan Persalinan

Komplikasi kehamilan adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang

secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi.

Komplikasi kehamilan meliputi Hb < 11 g/dl, tekanan darah tinggi (sistol >

140 mmHg, diastol > 90 mmHg), oedema nyata, eklampsia, perdarahan

pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia kehamilan > 32

minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis, persalinan

prematur (Depkes, 2008).

Bakkateig (1984) mengemukakan bahwa penyakit selama kehamilan

yang mempengaruhi kematian perinatal di Swedia 1977-1978 yang


36

terutama adalah diabetes mellitus, penyakit ginjal, kelainan darah, infeksi

saluran dan hipertensi. Menurut Djaja (2003) di Indonesia, bayi yang saat

kehamilan ibunya mengalami perdarahan dan eklampsia memiliki risiko

mengalami kematian neonatal masing-masing sebesar 3,16 dan 3,17 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan bayi yang ibunya tidak mengalami kedua

komplikasi tersebut selama kehamilannya.

13. Asfiksia

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera

bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh

hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-

faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi

lahir (Sarwono & Hanifa, 1997).

Pada bayi yang mengalami asfiksia perlu penanganan yang benar agar

tidak menimbulkan kecacatan bayi dan gangguan pada tumbuh

kembangnya di kemudian hari. Hal ini terjadi karena kurangnya asupan

oksigen pada organ-organ tubuh neonatus, sehingga fungsi kerja organ

tidak optimal. Glikogen yang dihasilkan tubuh dalam hati berkurang yang

menyebabkan terjadinya ikterus dalam jangka panjang dan kematian dalam

jangka pendek. Menurut analisis peneliti asfiksia sebagai penyebab

neonatus dimungkinkan karena pertolongan yang tidak cepat dan tepat,

prosedur tetap yang belum dijalankan sesuai dengan standar, serta

keterlambatan penanganan pada bayi yang asfiksia sehingga menyebabkan

bayi meninggal. Asfiksia merupakan penyebab kematian bayi tertinggi


37

yaitu 49-60%. Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit

pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila

terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke

janin akan terjadi asfiksia. Oleh karena itu asfiksia memerlukan intervensi

dan tindakan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan

morbiditas. Penyebab apapun yang merupakan latar belakang asfiksia,

segera setelah tali pusat dijepit, bayi yang mengalami asfiksia dan tidak

mampu memulai pernafasan spontan yang memadai akan mengalami

hipoksia yang semakin berat dan secara progresif yang menimbulkan

kematian pada bayi (Suprihatiningsih et al, 2009).

Identifikasi pada bayi yang mengalami asfiksia dapat dilakukan melalui

penilaian APGAR skor pada satu dan lima menit kelahiran dengan nilai

APGAR penolong persalinan harus menilai 5 parameter yaitu : denyut

jantung, usaha bernafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. Sedangkan

parameter yang dinilai pada penentuan skor APGAR pun sama meliputi

pernafasan, warna kulit, denyut jantung/frekuensi nadi, reaksi rangsangan

dan tonus otot (Latifah, 2012).

Asfiksia waktu lahir merupakan penyebab utama lahir mati dan kematian

neonatal terutama pada bayi berat lahir rendah. Berdasarkan penelitian

Prabamurti et al (2006) mengenai analisis faktor risiko status kematian

neonatal menunjukkan hasil nilai OR sebesar 7,85 yang berarti bayi yang

pada waktu lahir mengalami asfiksia memiliki risiko kematian neonatal


38

7,85 kali lebih besar dibanding bayi yang pada waktu lahir tidak

mengalami asfiksia.

14. Hipotermia

Hipotermia merupakan salah satu kondisi yang mempengaruhi keadaan

bayi akibat faktor lingkungan. Hipotermia adalah kondisi dimana suhu

tubuh bayi. Tanda - tanda klinis hipotermia adalah: 1) hipotermia sedang

(suhu tubuh 32°C - <32°C), tanda-tandanya antara lain: kaki teraba dingin,

kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak

rata atau disebut kutis marmorata, 2) Hipotermia berat (suhu tubuh <32°C),

tanda-tandanya antara lain: sama dengan hipotermia sedang, dan disertai

dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang

disertai hipoglikemi dan asidosis metabolik, 3) stadium lanjut hipotermia,

tanda-tandanya antara lain wajah, ujung kaki dan tangan berwarna merah

terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul

edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema) (Walyani,

2015).

Bayi baru lahir yang mudah mengalami hipotermia dapat menyebabkan

penurunan kadar glukosa tubuh. Bayi dengan riwayat hipotermia berisiko

1,1 kali lebih besar untuk mengalami kematian neonatal dini dibandingkan

dengan bayi dengan riwayat hipotermia dengan risiko rendah (Zulkifli et al,

2012).
39

15. Status Gizi Ibu Hamil

Intake gizi pada ibu hamil adalah suatu hal yang sangat penting dalam

masa kehamilan yang akan berpengaruh pada bayi yang dikandung, karena

ibu hamil disamping makan untuk dirinya sendiri juga untuk janin yang ada

dalam kandungan. Untuk penilainan status gizi ibu hamil dilakukan

pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Lingkar lengan atas memberikan

gambaran keadaan jaringan otot dan jaringan lemak bawah kulit.

Pengukuran lingkar lengan atas bertujuan untuk mengidentifikasi apakah

ibu hamil tersebut termasuk kategori kekurangan energi kronis (KEK) atau

tidak. Status gizi ibu yang buruk akan mengakibatkan berat badan bayi

lahir rendah yang akan berisiko pada kematian bayi. Dikatakan KEK

apabila pengukuran lingkar lengan atas ibu hamil <23,5 cm (Widayani,

2009).

Hasil penelitian Ekayani (2011) menyebutkan bahwa ibu hamil dengan

status KEK memiliki resiko yang sama terhadap kejadian BBLR yaitu

dengan nilai OR= 5,54.

16. Jarak Antar Kelahiran

Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan

kehamilan yang pertama dengan kehamilan berikutnya (Depkes RI, 2000).

Sejumlah sumber mengatakan jarak ideal kehamilan sekurang - kurangnya

2 tahun, proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan prioritas 1-3

anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata jarak kurang dari 2

tahun menunjukkan proporsi kematian maternal lebih banyak. Jarak


40

kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai waktu singkat

untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke kondisi

sebelumnya (Rofiqi, 2008).

Tercantum dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) bahwa salah satu faktor

risiko kematian perinatal adalah jarak antar kehamilan terakhir kurang dari

2 tahun (Mahmudah, 2011).

Anda mungkin juga menyukai