BAB II Copd
BAB II Copd
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau disebut juga dengan COPD
(Cronic Obstruktif Pulmonary Disease). Menurut Gleadle (2007) , PPOK merupakan
penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan nafas progresif yang disebabkan oleh
reaksi peradangan abnormal. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang
membentuk PPOK yaitu bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asma (Manurung,
2016).
2.2 Anatomi fisiologi
1. Saluran Nafas Atas
a. Hidung
Terdiri dari bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol
dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Bagian internal
hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan
dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit yang disebut septum rongga hidung
dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular
yang disebut mukosa hidung.
Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi
lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan
dari paru-paru, sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru.
b. Faring
Faring atau tenggorokan merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan
hidung dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region yaitu nasal
(nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring). Fungsi faring yaitu
untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digesi.
c. Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang
menghubungkan paring dan trakea. Laring sering disebut sebagai kotak suara
dan terdiri atas :
1. Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama
menelan.
2. Glotis : ostium antara pita suara dalam laring.
3. Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini
membentuk jakun.
4. Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring
(terletak di bawah kartilago tiroid).
5. Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago
tiroid.
6. Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan
bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring). Fungsi utama laring
adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga berfungsi
melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan
batu
7. Trakea
Disebut juga batang tenggorokan. Ujung trakea bercabang menjadi dua
bronkus yang disebut karina.
2. Saluran Nafas Bawah
a. Bronkus
Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus)
dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10
bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus
segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus
subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik
dan saraf.
b. Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus, bronkiolus
mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas.
c. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak
mempunyai kelenjar lendir dan silia).
d. Bronkiolus Respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas.
e. Duktus Alveolar dan Sakus Alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus
alveolar dan kemudian menjadi alveoli.
f. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang jika
bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2, terdiri atas 3 tipe :
a. Sel-sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli.
b. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi
surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah
alveolar agar tidak kolaps).
c. Sel-sel alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis
dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan.
3. Paru
Paru merupakan organ yang elastis yang terletak dalam rongga dada atau toraks.
Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh
fisura interlobaris, paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus (lobus-lobus)
tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
4. Pleura
Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis
terbagi menjadi 2 :
1. Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada.
2. Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paru. Diantara pleura
terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis.
Pleura berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama
pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir.
Paru-paru adalah organ penting dari respirasi, terletak di samping kanan dan kiri
mediastinum, dan terpisah satu sama lain oleh jantung dan organ lainnya dalam
mediastinum. Paru-paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40
m2 untuk pertukaran udara (Faiz & Moffat, 2013). Karakteristik paru-paru yaitu
berpori, tekstur kenyal ringan, mengapung di air dan sangat elastis. Permukaan
paru-paru halus, bersinar dan membentuk beberapa daerah polihedral, yang
menunjukkan lobulus organ masing-masing daerah dibatasi oleh garis-garis yang
lebih ringan (fisura). Paru kanan dibagi oleh fisura transversa dan oblik menjadi
tiga lobus : atas, tengah, dan bawah. Paru kiri memiliki fisura oblik dan dua lobus
(Gray, 2010).
2.3 Etiologi
Ketiga penyakit yang menjadi penyebab PPOK yaitu asma, emfisema paru-paru dan
bronchitis. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit paru obstruksi kronis
adalah :
a. Alergen
Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma misalnya debu, spora, jamur, bulu binatang, makanan laut dan
sebagainya
b. Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza
merupakan salah satu factor pencetus yang paling menimbulkan asma bronchial.
Diperkirakan dua pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan
oleh infeksi saluran pernafasan
c. Olahraga atau kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asma akan mendapakan serangan asma bila melakukan olahraga
atau aktifitas fisk yang berlebihan.
d. Obat-obatan
Beberapa klien dengan asma bronchial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
e. Polusi uadara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran. Rangsangan, seperti asap yang berasal
dari pabrik, kendaraan bermotor, merokok dan lain-lain (somantri, 2009).
2.4 Manifestasi Klinis
Adapun tanda dan gejala klinik PPOK adalah sebagai berikut :
a. “Smoker Cough” biasanya hanya diawali sepanjang pagi yang dingin kemudian
berkembang menjadi sepanjang tahun.
b. Sputum, biasanya banyak dan lengket berwarna kuning, hijau atau kekuningan bila
terjadi infeksi.
c. Dyspnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan
Gejala ini mungkin terjadi beberapa tahun sebelum kemudian sesak nafas menjadi
semakin nyata yang membuat pasien mencari bantuan medik. Sedangkan gejala pada
eksaserbasi akut adalah :
a. Peningkatan volume sputum
b. Perburukan pernafasan secara akut
c. Dada terasa berat
d. Peningkatan purulensi sputum
e. Peningkatan kebutuhan bronkodilator
f. Lelah dan lesu
g. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik , cepat lelah dan terengah-engah.
Pada gejala berat dapat terjadi :
a. Sianosis, terjadi kegagalan respirasi
b. Gagal jantung dan oedema perifer
c. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah yang memerah yang
disebabkan (polycythemia (erythrocytosis, jumlah erythrosit yang meningkat, hal
ini merupakan respon fisiologis normal karena kapasitas pengangkutan O2 yang
berlebih (Ikawati, 2016).
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Berhenti Merokok
2. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator (Aminophilin dan
adrenalin)
3. Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul
4. Penanganan terhadap komplikasi – komplikasi yang timbul
5. Pengobatan oksigen bagi yang memerlukan O2 harus diberikan dengan aliran
lambat : 1-3 liter / menit
6. Mengatur posisi dan pola pernafasan untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap
7. Memberi pengajaran tentang teknik-tekni relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan
energy
8. Tindakan rehabilitasi :
a. Fisioterapi terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus
b. Latihan pernafasan untuk melatih penderita agar bias melakukan pernafasan
yang paling efektif baginya
c. Latihan dengan beban olahraga tertentu dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmaninya
d. Vocational suidance : usaha yang dilakukan terhadap penderita agar kembali
dapat mengerjakan pekerjaan seperti semula.
e. Pengelolaan psikososial , terutama ditujuakn untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang diseritanya (Padila, 2012).
Penatalaksanaan Keperawatan :
1. Mencapai bersihan jalan nafas
a. Pantau adanya dyspnea dan hipoksemia pada pasien
b. Jika bronkodilator atau kortikosteroid diprogramkan berikan obat secara
tepat dan waspadai kemungkinan efek sampingnya.
c. Pastikan bronkospasme telah berkurang dengan mengukur peningkatan
kecepatan aliran ekspansi dan volume (kekuatan ekspirasi, lamanya waktu
untuk ekhalasi dan jumlah udara yang diekhalasi) serta dengan mengkaji
adanya dyspnea dan memastikan bahwa dyspnea telah berkurang.
d. Dorong pasien untuk menghilangkan atau mengurangi semua iritan paru,
terutama merokok sigaret.
e. Fisioterapi dada dengan drainase postural, pernapasan bertekanan positif
intermiten, peningkatan asupan cairan.
2. Meningkatkan pola nafas
a. Latihan otot inspirasi dan latihan ulang pernapasan dapat membantu
meningkatkan pola pernafasan
b. Latihan pernafasan diafragma dapat mengurangi kecepatan respirasi
3. Memantau dan menangani komplikasi
a. Kaji pasien untuk mengetahui adanya komplikasi
b. Pantau perubahan kognitif, peningkatan dyspnea, takipnea dan takikardia
c. Pantau nilai oksimetri nadi dan berikan oksigen sesuai kebutuhan
d. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi atau
komplikasi lain dan laporkan perubahan pada status fisik atau kognitif
(Susan, 2012).
2.7 WOC
Faktor predisposisi PPOK
Hiperatropi kelenjar
mukosa Peningkatan Peningkatan
pelepasan elastase pelepasan
enzim proteolitik oksidan
Penyempitan saluran udara
secara periodik
Cedera sel
2.9.3 Intervensi
a. Memonitor kecepatan,
irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
b. mencatat pergerakan dada,
catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot bantu
pernafasan dan retraksi otot
c. Memonitor suara nafas
tambahan
d. Memonitor pola nafas
e. Auskultasi suara nafas,
catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas
tambahan
f. mengkaji perlunya
penyedotan pada jalan
nafas dengan auskultasi
suara nafas ronki di paru
g. Memonitor kemampuan
batuk efektif pasien
h. memberikan bantuan terapi
nafas jika diperlukan
(misalnya nebulizer)
4 Ketidakefektifan pola nafas Status pernafasan : ventilasi Terapi oksigen
dengan kriteria hasil : a. mempertahankan kepatenan
jalan nafas
a. Frekuensi pernafasan tidak ada b. menyiapkan peralatan
deviasi dari kisaran normal
oksigen dan berikan
b. Irama pernafasan tidak ada
melalui system humidifier
deviasi dari kisaran normal
c. Suara perkusi nafas tidak ada c. memberikan oksigen
deviasi dari kisaran normal tambahan seperti yang
d. Kapasitas vital tidak ada diperintahkan
deviasi dari dari kisaran normal d. Memonitor aliran oksigen
Status pernafasan : pertukaran e. Memonitor efektifitas terapi
gas dengan kriteria hasil : oksigen
f. mengamati tanda-tanda
a. Tekanan parsal oksigen di hipoventialsi induksi
darah arteri (PaO2) tidak ada
oksigen
deviasi dari kisaran normal
g. mengkonsultasikan dengan
b. Tekanan parsial karbondioksisa
di darah arteri (PaCO2) tidak tenaga kesehatan lain
ada deviasi dari kisaran normal mengenai penggunaan
c. Saturasi oksigen tidak ada oksigen tambahan selama
deviasi dari kisaran normal kegiatan dan atau tidur
d. Keseimbangan ventilasi dan Monitor tanda-tanda vital
perfusi tidak ada deviasi dari
a. Memonitor tekanan darah,
kisaran normal. nadi, suhu dan status
pernafasan dengan tepat
b. Memonitor tekanan darah
saat pasien berbaring,
duduk dan berdiri sebelum
dan setelah perubahan
posisi
c. Memonitor dan laporkan
tanda dan gejala hipotermia
dan hipertermia
d. Memonitor keberadaan
nadi dan kualitas nadi
e. Memonitor irama dan
tekanan jantung
f. Memonitor suara paru-paru
g. Memonitor warna kulit,
suhu dan kelembaban
h. mengidentifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda vital
5 Intoleransi aktivitas NOC NIC
❖ Energy conservation Activity Therapy
❖ Activaty tolerance • mengkolaborasikan dengan
❖ Self Care : ADLs tenaga rehabilitas medik
Kriteria Hasl: dalam merencanakan
❖ Berpartisipasi dalam aktivitas progran terapi yang tepat
fisik tanpa disertai peningkatan • membantu klien untuk
tekaran darah, nadi dan RR mengidentifikasi aktivitas
❖ Mampu melakukam aktivitas yang mampu dilakukan
sehari han (ADLs) secara • membantu untuk memilih
mandiri aktivitas konsisten yang
❖ Tanda Tanda vital norma sesuai dengan kemampuan
❖ lEnergy psikometorLevel fisik, psikologi, dan sosial
kelemahan • membantu untu
❖ Mampu berpindah : dengan mengidentifikasi dan
atau tanpa bantuan alat mendapatkan sumber yang
❖ status kardiopulmurani adekuat di perlukan untuk aktivitas
❖ Sirklasi satus baik yang diinginkan
❖ Status respiras, pertukaran gas • membantu untuk
dan ventilasi adekuat mendapatkan alat bantuan
aktivitas seperti kusi roda,
krek
• membantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
• membantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
• membantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
• menyediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
• membantu pasien untuk
mengmbangkan motivasi
diri dan penguatan
• Memonitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
2.9.5 Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui apakah tujuan yang
ditetapkan sudah dicapai atau belum. Oleh karena itu, evaluasi dilakukan sesuai
dengan kerangka waktu penetapan tujuan (evaluasi hasil), tetapi selama proses
pencapaian terjadi pada klien juga harus selalu dipantau (evaluasi proses).
Untuk memudahkan perawat dalam mengevaluasi atau memantau
perkembangan klien, digunakan komponen SOAP dimana S (subyektif) berisi
data subyektif dari wawancara atau ungkapan langsung pasien, O (obyektif)
berisi data analisa dan interpretasi yang didapatkan dari pemeriksaan fisik
pasien, A (analisis) berdasarkan simpulan penalaran perawat terhadap hasil
tindakan dan P (planning) adalah perencanaan selanjutnya terhadap tindakan
baik asuhan mandiri, kolaboratif, diagnosis laboratorium maupun konseling
sebagai tindak lanjut (Potter and Perry, 2009).