Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA YANG MENGALAMI


“IMMOBILITY”
(KURANG BERGERAK)
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

Korma Mata Kuliah :


Teten Tresnawan, S,Kp.,M.Kep

Disusun Oleh :
Intan Cahya Putri Lestari (32722001D19047)

Kelas:
3A Diploma III Keperawatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI


PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya. Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia
Yang Mengalami Immobility (Kurang Bergerak)” ini disusun untuk
memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan Gerontik program
studi Diploma III Keperawatan.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya. Semoga makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan
pembaca.

Sukabumi, 24 November 2021

penyusun

i
ii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................
KATA PENGANTAR ................................................................................i
DAFTAR ISI .............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................1
A. LATAR BELAKANG ...............................................................1-2
B. TUJUAN PENULISAN ................................................................3

BAB II TINJAUAN TEORITIS ..............................................................4


A. KONSEP LANSIA .....................................................................4-6
B. KONSEP PENYAKIT ..................................................................6
1. DEFINISI .................................................................................6
2. PENYEBAB .........................................................................6-7
3. BATASAN KARAKTERISTIK.............................................7
4. IMOBILITAS YANG TERJADI PADA TULANG LANSIA
................................................................................................7-8
5. KLASIFIKASI KERUSAKAN MOBILITAS FISIK PADA
LANSIA ...................................................................................8
6. MANIFESTASI KLINIS ....................................................8-9
7. KOMPLIKASI MOBILITASI .........................................9-10
8. PATOFISIOLOGI............................................................10-12
9. PATHWAY.............................................................................13
10. PEMERIKSAAN PENUNJANG .........................................14
11. PENATALAKSANAAN .................................................14-15
12. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK ...........................16

BAB III PEMBAHASAN .......................................................................17


A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...................................17
1. PENGKAJIAN .................................................................17-33
2. MASALAH KEPERAWATAN............................................33
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN ..........................................33
4. INTERVENSI ..................................................................33-37
5. EVALUASI ............................................................................37

BAB IV PENUTUP .................................................................................38

i
KESIMPULAN .......................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................39

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Lansia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas

yang pada tahun 2010, jumlah lanjut usia (lansia) sebesar 23,9 juta jiwa

(9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun

2020 diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan

usia harapan hidup 71,1% (Effendi dan Makhfudli, 2009).

Secara biologis lanjut usia ialah orang yang mengalami proses

penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya

tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang

dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan

dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ yang dapat

menyebabkan terjadinya penurunan mobilitas (Roubenoff et al., 2000).

Lanjut usia (Lansia) adalah periode dimana organisme telah

mencapai kematangan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah

menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu, pada lansia akan terjadi

proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau

mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan

sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki

kerusakan yang terjadi (Darmojo, 2004).

Pada proses degeneratif biasanya terjadi penurunan produksi cairan

sinovial pada persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi

lebih tipis dan

1
ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan

(fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan persendian. Proses

degeneratif mengakibatkan terjadi perubahan pada jaringan ikat sekitar

sendi seperti tendon, ligamen, kapsul sendi dan fasia yang mengalami

penurunan elastisitas. Sendi kehilangan fleksibilitasnya sehingga

menyebabkan penurunan kemandirian pada lansia (Pudjiastuti dan Utomo,

2003).

Keterbatasan gerak dan berkurangnya aktivitas fisik pada sendi

menurut Tortora & Grabowski (2003) dapat memperparah kondisi

tersebut, dan menyebabkan terjadinya penurunan mobilitas. Mobilitas

dalam pengertiannya adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan

kemandirian bagi seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai

tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas normal. Imobilitas dan

intoleran aktivitas sering sekali terjadi pada lansia. Sebagian besar lansia

mengalami imobilitas dengan bermacam-macam penyebab.

Penurunan gerak pada lansia dapat disebabkan adanya permasalahan

pada persendiannya. kontraktur. Pada sendi lutut lansia sebanyak 25%

mengalami kekakuan pada posisi fleksi. Kekakuan tersebut dapat

disebabkan adanya kalsifikasi pada lansia yang akan menurunkan

fleksibilitas sendi (Uliya, Soempeno, dan Kushartanti, 2007).

2
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi syarat perbaikan nilai
2. Memahami penkajian keperawatan immobility pada lansia
3. Memehami diagnosia keperawatan immobility pada lansia
4. Memehami perencanaan keperawatan immobility pada lansia

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP LANSIA
1. Proses Menua Pada Lansia
Penuaan dapat terjadi secara fisiologis dan patologis. Perlu hati-
hati daalm mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang mengalami penuaan
fisiologis (fisiological aging), diharapkan mereka tua dalam keadaan
sehat(healty aging). Penuaan itu sesuai dengan kronologis usia( penuaan
primer), dipengaruhi oleh factor endogen, perubahan dimulai dari sel
jaringan organ system pada tubuh. Berbagai perubahan terjadi pada system
musculoskeletal, meliputi tulang keropos (osteoporosis), pembesaran
sendi, pengerasan tendon, keterbatasan gerak, penipisan discus
intervertebralis, dan kelemahan otot, terjadi pada proses penuaan.
Bila penuaan banyak dipengaruhi oleh factor eksogen, yaitu
lingkungan, social budaya, gaya hidup disebut penuaan sekunder. Penuaan
itu tidak sesuaidengan kronologis usia dan patologis. Factor eksogen juga
dapat mempengaruhi factor endogen sehingga dikenal dengan factor
risiko. Factor risiko tersebut dapat menyebabkan terjadinya penuaan
patologis(pathological aging).  Pada lansia, struktur kolagen kurang
mampu menyerap energi. Kartilago sendi mengalami degenerasi didaerah
yang menyangga tubuh dan menyembuh lebih lama. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya osteoarthritis. Begitu juga masa otot dan
kekuatannya juga berkurang.
2. Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat,1999). Sedangkan menurut pasal 1

4
ayat(2), (3), (4) UU no.13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa
usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
3. Klasifikasi lansia
Lima klasifikasi lansia
a) Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b) Lansia Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c) Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI,2003)
d) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang /jasa(Depkes RI,2003).
e) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI,2003).
4. Karakteristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a) Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat(2), (3), (4) UU
no.13 Tahun 1998 tentang Kesehatan).
b) Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit
, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptive.
c) Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
5. Tipe lansia
Beberapa tipe lansiabbergantung pada karakter, pengalaman hidup,
lingkungan, kondisi fisik, mental’ social, dan ekonominya
(Nugroho,2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Tipe arif bijaksana

5
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah
hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi
panutan
b) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
c) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik,
dan banyak menuntut.
d) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan
melakukan pekerjaan apa saja
e) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tak acuh.
B. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Mobilitas Fungsional adalah pergerakan yang memberikan
kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.
Imobilisasi adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik pada bagian
tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas( nanda, 2005:131)
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk
menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor
resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun
di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada
jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka
dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung,
juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system
kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi,

6
menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara
(ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh.
(Lindgren et al. 2004)

2. PENYEBAB
Berbagai kondisi dapat menyebabkan terjadinya imobilisasi, sebagai
contoh:
a) Gangguan sendi dan tulang:
Penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang tentu
akan menghambat pergerakan (mobilisasi)
b) Penyakit saraf:
Adanya stroke, penyakit Parkinson, dan gangguan sarap
c) Penyakit jantung atau pernafasan
d) Gangguan penglihatan
e) Masa penyembuhan
f) Fraktur

3. BATASAN KARAKTERISTIK
Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan,
termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
a) Keengganan untuk melakukan pergerakan
b) Keterbatasan rentang gerak
c) Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
d) Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol
mekanis dan medis
e) Gangguan koordinasi
f) Postur tubuh tidak stabil selama melakukan aktifitas rutin
g) Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik kasar
h) Keterbatasan melakukan ketrampilan motorik halus.

4. IMOBILITAS YANG TERJADI PADA TULANG LANSIA

7
Sistem atau Perubahan Perubahan Keadaan patologis
organ morfologik fungsional

Tulang Osteoporosis Asimtomatik atau Osteoporosis


:penipisan nyeri punggung :meningkat, nyeri
trabekulae dan ringan, kifosis, punggung berat,
melebarnya bungkuk dan kifosis dan
rongga tulang tinggi badan fraktur(densitas
menurun tulang tak cukup).
Osteomalasia:
kurangnya
penulangan pada
matriks tulang
normal, nyeri
tulang, miopati,
fraktur penyakit
paget( osteitis
deformans),
tonjolan tulang jari
kaki, sub-luksasi
sendi tangan atau
kaki, telapak kaki
nyeri dan masalah
kaki lain

5. KLASIFIKASI KERUSAKAN MOBILITAS FISIK PADA LANSIA


a) Osteoporosis
b) Osteomalasia
c) Penyakit paget tulang
d) Penyakit keganasan tulang
e) Osteomielitis akut

8
f) Fraktur( fraktur leher femur, fraktur colle’s, fraktur columna fertebralis)
g) Arthritis rheumatoid.

6. MANIFESTSI KLINIS
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek Hasil
 Penurunan konsumsi  Intoleransi ortostatik
oksigen maksimum
 Peningkatan denyut
 Penurunan fungsi ventrikel
jantung, sinkop
kiri
 Penurunan kapasitas
 Penurunan volume
kebugaran
sekuncup
 Konstipasi
 Perlambatan fungsi usus
 Penurunan evakuasi
 Pengurangan miksi
kandung kemih
 Gangguan tidur
 Bermimpi pada siang hari,
halusinasi

7. KOMPLIKASI IMOBILISASI
Imobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai berikut:
a) Infeksi saluran kemih
b) Sembelit
c) Infeksi paru
d) Gangguan aliran darah
e) Luka tekansendi kaku
f) Intoleransi aktivitas
g) Penurunan kekuatan dan ketahanan
h) Nyeri dan rasa tidak nyaman
i) Gangguan persepsi atau kognitif
j) Gangguan neuromuskuler
k) Depresi

9
l) Ansietas berat.

Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis


dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan
penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami
komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terjhadap
imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hamper sama dengan proses
penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini.

8. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat.
Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit
(infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan
Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung
pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari
otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

10
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a) Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini.
Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
b) Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum
dan iga.
c) Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau
ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan
jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah
(tibia dan fibula) .
d) Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha
(hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang pada jari.
e) Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan

11
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
f) Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan
tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
g) Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea,
laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi
kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
h) Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral
atau jalur motorik.
i) Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor
aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur
yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan
pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.

12
9. Pathway
Imobilisasi

Tidak mampu beraktivitas

Tirah baring yang lama

Kehilangan Gangguan Jaringan kulit Jantung Ginjal Gastro


daya tahan fungsi paru- yang tertekan mengalami intestinal
otot paru vasokontriksi

Penurunan otot Penumpukan Perubahan Penyumbatan Ketidak Ganggu


(atrofi) sekret sistem mampuan an
intragumen diblader Kataboli
kulit Suplai aliran sme
Perubahan Sulit batuk terganggu
sistem muskulus
skeletal Kontriksi Anoreksia
pembuluh
Gangguan darah Retensi
jalan napas Nitrogen
tidak
seimbang
Sel kulit menjadi
13
mati
Kelemahan otot
Konstipasi Kemunduran
defekasi

Stres terjadi

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak
atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

11. PENATALAKSANAAN
a) Pencegahan primer

14
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang
kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung
sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi
system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu
proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan
masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan
1. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social
yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal,
perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet
yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan
kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak
mendukung
2. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat
memberikan efek latihan.
3. Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama,
pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan
membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan
pengalaman;
4. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima
oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan.
Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau
latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.

15
b) Pencegahan sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas
dapat dikurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan.
Keberhasilan intervensi berasal diri suatu pengertian tentang berbagai
faktor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan
penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi
dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawatan dihubungkan
dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
c) Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi
lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter,
ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial,
dan keluarga serta teman-teman

12. PENATALAKSANAAN TERAPEUTIK


Pengobatan terapeutik ditujukan kearah perawatan penyakit atau
kesakitan yang dihasilkan atau yang turut berperan terhadap masalah
imobilitas dan penanganan konsekuensi aktual atau potensial dari
imobilitas.  Contoh-contoh pendekatan terhadap penanganan imobilitas
meliputi terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot,
kompresi pneumatik intermiten dan kekuatan otot, kompresi pneumatik
intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah
vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insesif untuk
hiperinflasi alveoli, dan tirah baring, kecuali untuk eliminasi.

16
BAB III
PEMBAHAHASAN
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP KEPEAWATAN
1. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :                                     
jam:
a) Data biografi
Terdapat : Nama, Tempat &tanggal lahir , Pendidikan terakhir , Agama,
Status, TB/BB, Penmpilan, Ciri-ciri tubuh, Alamat, Orang yang dekat
dihubungi, Hubungan dengan usila, Alamat.
b) Riwayat keluarga
c) Genogram :

17
Keterangan :
d) Riwayat Pekerjaan :
Terdapat Pekerjaan saat ini, Alamat pekerjan, Jarak dari rumah, Alat
transportasi, Pekerjaan sebelumnya, Berapa jarak dari rumah, Sumber –
sumber pendapatan dan kecukupan  terhadap kebutuhan.
e) Riwayat Lingkungan Hidup
Tipe tempat tinggal, Jumlah kamar, Kondisi tempat tinggal, Jumlah
orang yang tinggal  dirumah, Derajat privasi, Tetangga terdekat, Alamat
/ telpon.
f) Riwayat rekreasi
Hobby/minat, Keanggotaan organisasi, Liburan perjalanan.
g) Sistem pendukung
Perawat /bidan/dokter/fisioterapi, jarak dari rumah, pelayanan
kesehatan dirumah, makanan yang dihantarkan, perawatan sehari-hari
yang dilakukan keluarga, dll.
h) Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan ritual, dll.
i) Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun yang lalu, status kesehatan
umum selama 5 tahun yang lalu, keluhan utama (provocative/palliative,
quality/quantity, region, severity scale, timming. Pemahaman dan
penatalaksanaan masalah kesehatan.
j) Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat pengkajian.
k) Penatalaksanaan masalah kesehatan :
Tindakan yang dilakukan klien saat sakit.
Obat-obat yang pernah di terima klien menurut catatan di pelayanan
kesehatan.
l) Pola persepsi pemeliharaan kesehatan
Selama ini klien tidak pernah melakukan hal-hal yang merugikan
kesehatan seperti merokok atau minum-minuman keras.

18
m)Alergi : klien tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan atau
obat-obatan , serta  cuaca yang extrim.
n) Penyakit yang diderita : penyakit keturunan seperti Hipertensi, dan
mempunyai riwayat penyakit stroke
o) Pola aktifitas Hidup sehari hari
Kemampua Independen Bantuan Bantuan Bantun Dep
n Perawatan Alat orang orang ende
Diri lain lain & nt
peralatan
1.      makan
/minum
2.      mandi
3.      Berpakaian
4.      Ke WC
5.     
Transfering/
pindah
6.      Ambulasi

p) Kategori tingkat kemampuan aktivitas


TINGKAT AKTIVITAS/ MOBILITAS KATEGORI

0 Mampu merawat sendiri secara


penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan,
pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak
dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

19
q) Rentang gerak (range of motion-ROM)
DERAJAT RENTANG
GERAK SENDI
NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan 180


lengan ke lateral dari
posisi samping ke
atas kepala, telapak
tangan menghadap ke
posisi yang paling
jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan 150
bawah ke arah depan
dan ke arah atas
menuju bahu.
Pergelangan tangan Fleksi: tekuk jari-jari 80-90
tangan ke arah bagian
dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan 80-90
pergelangan tangan
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk 70-90
jari-jari tangan ke
arah belakang sejauh
mungkin
Abduksi: tekuk 0-20
pergelangan tangan
ke sisi ibu jari ketika
telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk 30-50
pergelangan tangan
ke arah kelingking
telapak tangan
menghadap ke atas.

20
Tangan dan jari Fleksi: buat kepalan 90
Tangan dan jari tangan
Ekstensi: luruskan 90
jari
Hiperekstensi: tekuk 30
jari-jari tangan ke
belakang sejauh
mungkin
Abduksi: 20
kembangkan jari
tangan
Adduksi: rapatkan 20
jari-jari tangan dari
posisi abduksi
Fleksi: buat kepalan 90
tangan
Ekstensi: luruskan 90
jari
Hiperekstensi: tekuk 30
jari-jari tangan ke
belakang sejauh
mungkin
Abduksi: 20
kembangkan jari
tangan

r) Derajat kekuatan otot


PERSENTASE
SKALA KEKUATAN NORMAL KARAKTERISTIK
(%)

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi
otot dapat di palpasi atau

21
dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal
melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh

s) KATZ INDEX

AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN


(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA Dengan pemantauan,
pemantauan, perintah perintah, pendampingan
ataupun didampingi personal atau perawatan
total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri Mandi dengan bantuan
tanpa bantuan, atau lebih dari satu bagian
hanya memerlukan tuguh, masuk dan keluar
bantuan pada bagian kamar mandi.
tubuh tertentu Dimandikan dengan
(punggung, genital, bantuan total
atau ekstermitas
lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap Membutuhkan bantuan
mandiri. Bisa jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan bantuan dipakaikan baju secara
unutk memakai sepatu keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju

22
(toilet), mengganti dan keluar toilet,
pakaian, membersihkan sendiri
membersihkan genital atau menggunakan
tanpa bantuan telepon
PINDAH POSISI (1 poin) (0 poin)
Masuk dan bangun Butuh bantuan dalam
dari tempat tidur / berpindah dari tempat
kursi tanpa bantuan. tidur ke kursi, atau
Alat bantu berpindah dibantu total
posisi bisa diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol Sebagian atau total
secara baik inkontinensia bowel dan
perkemihan dan buang bladder
air besar
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan
makanan ke mulut sebagian atau total
tanpa bantuan. dalam makan, atau
Persiapan makan bisa memerlukan makanan
jadi dilakukan oleh parenteral
orang lain.
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA Dengan pemantauan,
pemantauan, perintah perintah, pendampingan
ataupun didampingi personal atau perawatan
total

Total Poin : 
6 = Tinggi (Mandiri);  4 = Sedang;  <2 = Ganggaun fungsi berat;  0 = Rendah (Sangat
tergantung)

t) Indeks ADL  BARTHEL (BAI)


NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/

23
pembuangan tinja tak teratur (perlu
1 pencahar).
Kadang-kadang
2 tak terkendali (1x
seminggu).
Terkendali
teratur.
2 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali
berkemih 1 atau pakai kateter
Kadang-kadang
2 tak terkendali
(hanya 1x/24
jam)
Mandiri
3 Membersihkan diri (seka 0 Butuh
muka, sisir rambut, 1 pertolongan
sikat gigi) orang lain
Mandiri
4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung
masuk dan keluar 1 pertolongan
(melepaskan, memakai orang lain
celana, membersihkan, Perlu pertolongan
menyiram) 2 pada beberapa
kegiatan tetapi
dapat
mengerjakan
sendiri beberapa
kegiatan yang
lain.
Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong
2 memotong
makanan
Mandiri

24
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak
2 bantuan untuk
3 bias duduk
Bantuan minimal
1 orang.
Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah)
2 dengan kursi
3 roda.
Berjalan dengan
bantuan 1 orang.
Mandiri

Total Skor
Skor BAI :
20         : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11   : Ketergantungan sedang
5 - 8     : Ketergantungan berat
0 - 4     : Ketergantungan total
u) Nutrisi, Eliminasi, Aktifitas, Istirahat & tidur, Sexual.
v) Psikologis :
 Persepsi  klien
 Konsep diri 
 Emosi
 Adaptasi
 Mekanisme pertahanan diri Tinjauan Sistem
w) Keadaan umum    
1. Tingkat kesadaran
2. GCS
3. Tanda vital

25
x) Pemeriksaan fisik
 Mengkaji skelet tubuh
Primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal
adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot;
rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara
periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan
keefektifan intervensi. Adanya deformitas dan kesejajaran.
Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang
atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
 Mengkaji tulang belakang
a) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
 Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
 Mengkaji system otot dan Mengkaji system
kardiovaskuler
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung
atau meyakinkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas.
Hanya sedikit petunjuk diagnostik yang dapat diandalkan pada
pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi
ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak

26
seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah,
pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah
dan sinkop
 Mengkaji system respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala
atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan
temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam
pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang
terjadi
 Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis.
cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).
 Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah
reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit
sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat
buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit
setelah tekanan dihilangkan
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer
dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu
pengisian kapiler.

 Mengkaji Perubahan-perubahan fungsi


urinaria

27
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-
tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen
bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-
gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk
berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
 Mengkaji Perubahan-perubahan
Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada
abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosongan rektum
yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental,
iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
 Mengkaji Faktor-faktor lingkungan
tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam
rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan
yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat
duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan
koridor yang terhalang, tempat tidur posisi yang tinggi, dan cairan
pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang
potensial dapat meningkatakan mobilitas

y) Status kognitif/Afektif sosial.


 SPSMQ

Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)


Skore
No Pertanyaan Jawaban
+ ─
1 Tanggal berapa hari ini?
Hari apa sekarang? (hari, tanggal,
2
tahun)
3 Apa nama tempat ini

28
4 Berapa nomer telepon anda
Dimana alamat anda?  (tanyakan bila
4a
lansia tidak punya nomer telepon)
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden indonesia sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama (gadis) anda dulu?
Kurangi 3 dari 20 dan tetap
10 pengurangan 3 dari setiap angka baru,
semua secara menurun
Jumlah Kesalahan Total

 MMSE

Mini Mental State Exam (MMSE)


Nilai
Pasien Pertanyaan
Max
Orientasi
5 Tahun, musim, tanggal, hari, bulan apa sekarang?
Dimana kita : negara bagian, wilayah, kota, rumah
5
sakit, panti
Registrasi
3 Nama 3 objek : 1 detik untuk mengatakan masing2
kemudian tanyakan klien ketiga objek tersebut,
setelah menanyakannya beri 1 poin untuk setiap
jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ketiganya. Jumlahkan percobaan dan
catat.

29
Percobaan : .........................................
Perhatian dan Kalkulasi
Seri 7”, 1 poin untuk setiap kebenaran. Berhenti
5 setelah jawaban 5 jawaban. Bergantian eja “kata”
kebelakang
Mengingat
Meminta untuk mengulang ketiga objek di atas.
3
Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
Nama pensil dan melihat (2 poin)
9 Mengulang hal berikut : tak ada jika, dan, atau
tetapi (1 poin)
Nilai Total

 Inventaris depresi beck


Skor Uraian
e
A. Kesedihan

3 Saya sangat sedih/ tidak bahagia dimana saya tidak dapat


menghadapinya.
2 Saya galau/ sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar
darinya.
1 Saya merasa sedih atau galau.
0 Saya tidak merasa sedih.
B. Pesimisme

3 Saya merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat
membaik.
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memendang kedepan.
1 Saya merasa berkecil hati untuk mengenai masa depan.
0 Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa depan.
C. Rasa kegagalan

30
3 Saya merasa benar-benar gagal sebagai orang tua,(suami/istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat
adalah kegagalan.
1 Saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya.
0 Saya tidak merasa gagal.
D. Ketidakpuasan

3 Saya tidak puas dengan segalanya.


2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan apapun.
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan.
0 Saya tidak merasa puas.
E. Rasa bersalah

3 Saya merasa sangat buruk atau tidak berharga.


2 Saya merasa sangat bersalah.
1 Saya merasa buruk/ tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik.
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah
F. Tidak menyukai diri sendiri

3 Saya benci diri saya sendiri.


2 Saya muak dengan diri saya sendiri.
1 saya tidak suka dengan diri saya sendiri.
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri saya sendiri.
G. Membahayakan diri sendiri

3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai


kesempatan.
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri.
1 Saya merasa lebih baik mati.
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri
sendiri.
H. Menarik diri dari social

3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
peduli pada mereka semua.
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
mempunyai sedikit perasaan pada mereka .
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya.
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain.

31
I. Keragu-raguan

3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali.


2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan.
1 Saya berusaha mengambil keputusan.
0 Saya membuat keputusan yang baik.
J. Perubahan gambaran diri

3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan.


2 Saya merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan
saya dan ini membuat saya tidak menarik.
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak manarik.
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak buruk dari pada sebelumnya.
K. Kesulitan kerja

3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali.


2 Saya telah mendorong diri saya sendiridengan keras untuk melakukan
sesuatu.
1 Saya memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan sesuatu.
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya.
L. Keletihan

3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu.


2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu.
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya.
0 Saya tidak merasa lebih lelah dari biasanya.
M. Anoreksia

3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali.


2 Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang.
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya.
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya.
Penilaian

0-4 Depresi tidak ada atau minimal.


5-7 Depresi ringan.
8-15 Depresi sedang.
16+ Depresi berat.
Dari beck AT, beck RW : screening depressed patients in family

32
practice(1972)

MASALAH KEPERAWATAN
a) Kerusakan mobilitas fisik
b) Gangguan rasa nyaman nyeri
c) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
d) Gangguan perfusi jaringan perifer
e) Kurang perawatan diri
f) Resiko terhadap cidera
g) Resiko terjadi infeksi
h) Konstipasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi
aktivitas, resiko tinggi sindrom disuse
b) Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan penyakit rematik
seperti pengapuran tulang atau patah tulang.
c) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan
fraktur, pemasangan traksi pen, imobilitas fisik.
INTERVENSI
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan
dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom disuse
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
1. Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal
dan fleksibilitas sendi-sendi
2. Klien mampu mempertahankan posisi fungsi, dibuktikan oleh tidak
adanya kontraktur.
Intervensi keperawatan Rasional
1. Observasi tanda          Memberikan informasi sebagai
dan
gejala penurunan dasar dan pengawasan
mobilitas sendi, dan keefektifan intervensi

33
kehilangan ketahanan          Memberikan informasi tentang
2. Observasi status respirasi status respirasi dan fungsi
dan fungsi jantung klien jantung klien

         Mencegah risiko cedera pada

3. Observasi lingkungan lansia


terhadap bahaya-bahaya
keamanan yang potensial.
Ubah lingkungan untuk
menurunkan bahaya-
bahaya keamanan
         Meningkatkan harga
4. Ajarkan tentang tujuan
diri:meningkatkan rasa kontrol
dan pentingnya latihan
dan kemandirian klien
         Membantu perawatan diri dan
kemandirian pasien
5. Ajarkan penggunaan alat-
alat bantu yang tepat

Diagnosa keperawatan: Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan


dengan penyakit rematik seperti pengapuran tulang atau patah tulang.
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:
a. Klien menyatakan nyeri terkontrol
b. Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan pembatasan kontraktur
c. Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan
fungsi kompensasi tubuh
d. Klien mampu mendemonstrasikan tehnik atau prilaku yang
memungkinkan melakukan aktifitas
Interfensi keperawatan Rasional
1. Evaluasi atau lanjutkan 1. Tingkat aktifitas atau latihan
pemantauan tingkat inflamasi atau tergantung dari perkembangan
rasa sakit pada sendi. atau resolusi dari proses

34
2. Bantu dan ajari keluarga klien inflamasi
untuk pertahankan istirahat tirah 2. Istirahat sistemik dianjurkan
baring atau duduk jika diperlukan, selama eksaserbasi akut dan
jadwal aktifitas untuk memberikan seluruh fase penyakit yang
periode istirahat yang terus penting untuk mencegah
menerus dan tidur dimalam hari kelelahan dan mempertahankan
yang tidak terganggu. kekuatan
3. Bantu  dan ajari keluarga dengan 3. Mempertahankan atau
rentang gerak aktifatau pasif, menigkatkan fungsi sendi,
demikian juga latihan resistif dan kekuatan otot dan stamina
isometric jika memungkinkan. umum. Catatan: latihan yang
4. Ajari klien dan keluarga ubah tidak adekuat dapat
posisi dengan sering dengan menyebabkan kekakuan sendi
personel cukup serta 4. Menghilangkan tekanan pada
demonstrasikan atau bantu tehnik jaringan dan meningkatkan 
pemindahan dan penggunaan sirkulasi, tehnik pemindahan
bantuan mobilitas, mis: trapeze yang tepat dapat mencegah
5. Dorong klien mempertahankan robekan abrasi kulit
postur tegak dan duduk tinggi,
berdiri, berjalan. 5. Memaksimalkan fungsi sendi,
6. Ajarkan keluarga untuk mempertahankan mobilitas
memberikan lingkungan yang 6. Menghindari cedera akibat
aman, mis: menaikkan kursi atau kecelakaan atau jatuh
kloset, menggunakan pegangan
tangga pada bak atau pancuran dan
toilet, penggunaan alat bantu
mobilitas atau kursi roda
penyelamat.
Diagnosa keperawatan: Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang
berhubungan dengan fraktur, pemasangan traksi pen, imobilitas fisik
Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:

35
a) Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang
b) Klien menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan kulit atau
memudahkan penyembuhan sesuai indikasi
c) Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau penyembuhan lesi
terjadi
Intervensi keperawatan Rasional
         Memberikan informasi tentang
1.      Kaji kulit untuk luka terbuka, benda
asing, kemerahan , perdarahan, sirkulasi kulit dan pembentukan
perubahan warna, kelabu, memutih. edema yang membutuhkan
intervensi medik lanjut
2.      Ajarkan keluarga lansia agar
         Mengurangi tekanan konstan pada
mengubah posisi sesering mungkin. area yang sama dam meminimalkan
ressiko kerusakan kulit
3.      Ajarkan keluarga lansia
agar
         Menurunkan kadar kontaminasi
sesering mungkin membersihkan kulit
kulit dengan air sabun hangat.
4.      Tekuk ujung kawat atau tutup ujung
kawat atau pen dengan karett atau         Mencegah cedera pada bagian
gabus pelindung atau tutup jarum tubuh lain
5.      Ajarkan keluarga agar memberikan
bantalan atau pelindung dari kulit
         Mencegah tekanan berlebihan pada
domba atau busa. kulit, meningkatkan eaporasi
kelembapan yang menurunkan
resiko ekskoriasi

EVALUASI
Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan sumatif
(dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan
proses dan evaluasi akhir).
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:

36
 Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jeni ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format catatan
perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang dialami oleh
keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
 Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan
yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara keduanya,
mungkin semua tahap dalam proses keperawatan perlu ditinjau kembali,
agar didapat data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Gangguan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan keterbatasan
kemampuan gerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang intoleransi
aktivitas merupakan suatu keadaan ketidakcukupan energy secara fisiologi atau
psikologis pada seseorang untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari
yang dibutuhkan atau diinginkan.

37
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia
melibakan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat,dokter, ahli
fisioterapi,dan terapi okupasi,seorang ahli gizi,aktivitas sosial, dan keluarga serta
teman-teman.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Moorhouse, geissler, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3,


Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 1999
Dr. Hardywinoto, SKM, Dr. Tony Setia budhi, Ph. D.Panduan Gerontologi,
Jakarta, PTGramedia Pustaka Utama, 1999.
Joseph J. Gallo, William Reichel, Lillian M. Andersen, Buku Saku
Gerontologi, Edisi 2, Jakarta, EGC, 1998.

38
L. Stokckslarger,  Jaime, Schaeffer, liz,  Buku Saku Keperawatan Gerontik,
Edisi 2, Jakarta, Penerbit  Buku Kedokteran, EGC, 2007.
Nanda, Panduan Diagnosa Keperawatan, Jakarta, Prima Medika, 2005.
R. Boedhi-Darmojo, H. Hadi Martono, Buku Ajar geriatri(Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut), edisi ke 2, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2000.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah
Brunner & Suddarth, Cetakan Ke satu, Jakarta, EGC, 2001

39

Anda mungkin juga menyukai