B
DI UNIT GAWAT DARURAT RSUD SYAMSYUDIN, SH
KOTA SUKABUMI
Disusun Oleh:
Fariz Zakly Tiarno
C1AC21048
PROGRAM NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2021
A. Survey Primer
1. Deskripsi Pasien
An.B berusia 10 tahun datang ke IGD RSUD Syamsyudin, SH pada pukul 08.20
dengan keadaan sadar, dengan tekanan darah tidak terkaji, nafas 26x/ menit, SpO2
66%, nadi tidak teraba dan suhu 35,3 C.
Pada pemeriksaan airway tidak terdapat suara tabahan seperti snoring atau gurgling
airway clear. Pada pemeriksaan breathing pasien mengalami sesak dimana respirasi
24x/ menit kemudian dilakukan pemaberian O2 nassal kanul sebanyak 4 liter. Pada
pemeriksaan circulation pasien ditemukan tampak pucat, suhu 35,3 C, kemudian
dilakukan pemasangan infus. Pada pemeriksaan disability keadaan pasien saat di IGD
pasien tersadar dan tampak lemas.
2. Informasi Pra Hospital
Menurut keluarga yang mengantar pasien, pasien demam sejak hari 4 hari yang lalu
dan sempat di bawa ke klinik dan demam sempat turun pada hari senin, dan pada hari
senin pasien mengalami demam Kembali dan muntah dan mengeluh sesak, muntah
sebanyak 4x.
3. Respon Petugas IGD
Setelah sampai IGD pasien mendapat perawatan pemasangan infus dan pemberian O2
nasal kanul sebanyak 4 liter.
4. Biodata Klien
Nama : An.B
Usia : 10 Tahun
Alamat : Bojong Lopang
Diagnosa Medis : DSS
Tgl Masuk : 16 – 03 – 2022 pukul 08:20 WIB
5. Pengkajian dan Resusitation Procces
Diagnosa Keperawatan :
Kesimpulan:
Airway Clear
Diagnosa Keperawatan :
Kesimpulan :
Pola napas tidak efektif
Breathing Clear
Diagnosa Keperawatan :
Kesimpulan :
Circulation clear
Kesimpulan :
Disability clear
DS : - ● Tidak
dilakukan
DO :
pengkajian
● Pasien non trauma karena klien
● Tidak terdapat luka bukan korban
terbuka kecelakaan
Diagnosa Keperawatan :
Kesimpulan :
Exposure Clear
Diagnosa Keperawatan
Kesimpulan :
Foley kateter
DS : -
DO :
● Klien tidak
terpasang gastric
Jam 09.30WIB
tube
Tidak dilakukan
pemasangan NGT
Diagnosa Keperawatan :
Kesimpulan :
DS : - ● Tidak ● TD : 110/80
dilakukan mmHg
DO : pemasangan ● S : 36.5
heart monitor ● RR : 23x/menit
● Klien tidak
● Observasi TTV ● N : 98x/menit
mengalami
setiap 1 jam ● SPO2 : 99%
penurunan
kesadaran
● Kesadaran klien
compos mentis
● Suhu 36,3oC
● Nadi 112x/menit
● Rr 24x/menit
● SpO2 98%
Diagnosa Keperawatan :
Kesimpulan :
B. Survey Sekunder
1. Riwayat MIST
M (mechanical injury) : klien tidak ada riwayat alergi obat-obatan.
I (injury) : klien tidak terdapat luka terbuka, trauma maupun
nontrauma
S (signs) : TD mmHg, S 35,5oC, RR 24x/menit, N x/menit, SpO2
66%, nilai GCS: ( E : 4 M : 6 V : 5) dengan skor 15 compos mentis.
T (therapy) :-.
2. History AMPLE
A : klien tidak mempunyai alergi terhadap obat atau makanan
M : klien tidak sedang mengkonsumsi obat apapun dan sebelumnya pernah
dirawat di rumah sakit
P : klien mempunyai riwayat penyakit Asma
L : klien terakhir makan pagi hari dengan bubur
E : pasien sadar dan diantar keluarga ke IGD
3. Pemeriksaan Fisik head to toe
a. Kepala : simetris, tidak terdapat luka, warna rambut hitam, distribusi rambut
merata
b. Wajah : simetris, tidak terdapat sianosis, tidak ada lesi
c. Mata : mata kanan dan kiri simetris, pupil isokor
d. Hidung : lubang hidung kiri dan kanan simetris, tidak dapat pengeluaran
cairan atau darah, terdapat pernapasan cuping hidung
e. Telinga : telinga kiri dan kanan simetris, tidak terdapat pengeluaran cairan
atau darah
f. Mulut : mukosa bibir kering
g. Leher : tidak terdapat pembengkakan kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid
h. Dada : pergerakan dada simetris, tidak terdapat suara nafas tambahan seperti
snoring, Rr : 24x/ menit
i. Abdomen : simetris, tidak terdapat distensi bdomen, tidak ada nyeri tekan
j. Ekstremitas : simetris, tidak terdapat lesi, terpasang infus di tangan sebelah
kiri, akral dingin
k. Genitalia : tidak terpasang kateter
4. Terapi Obat
Cara
No. Nama Obat Dosis Waktu
Pemberian
1 Cairan RL 20cc/ 30 menit IV
2 Oksigen 4 Lpm Nassal kanul
3 Widahes 450cc/ jam IV
5 Dobitamin 1 cc/ jam IV
6 Dopamin 1 cc/ jam IV
5. Prosedur Tes Diagnostik
16/03/2022
08:51 WIB
6. Lembar Observasi
7. Proses Rujukan
PEMBAHASAN
Pada tahap penanganan airway pada pasien An. B didapatkan data pada pemeriksaan
look tampak pasien sadarkan diri, listen tidak terdapat suara tambahan, dan feel terdapat
hembusan nafas dari hidung, pada penanganan dilapangan untuk penanganan airway sudah
sesuai dengan teori.
Pada tahap penanganan breathing pada pasien Tn.W didapatkan data pemeriksaan
look pasien tampak sesak, Rr : 26x/ menit, pada pemeriksaan listen suara nafas vesikuler
(normal), pada penanganan dilapangan untuk penanganan breathing sudah sesuai dengan
teori.
Tindakan pengkajian yang dilakukan oleh perawat diatas sudah benar, sesuai dengan
teori yang dijelaskan oleh Tyas (2020) bahwa pengkajian breathing adalah pengkajian yang
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi. Bila perlu auskultasi dan perkusi. Inspeksi dada
korban: jumlah, ritme dan tipe pernafasan, kesimetrisan pengembangan dada, jejas/kerusakan
kulit, retraksi intercostalis. Palpasi dada korban: Adakah nyeri tekan, adakah penurunan
ekspansi paru. Auskutasi: bagaimanakah bunyi nafas (normal atau vesikuler menurun),
adakah suara nafas tambahan seperti ronchi, wheeing, pleural friksionrub. Perkusi, dilakukan
didaerah thorak dengan hati-hati, beberapa hasil yang akan diperoleh adalah sebagai berikut:
sonor (normal), hipersonor atau timpani bila ada udara di thorax, perak atau dullnes bila ada
konsolidasi atau cairan.
Dalam proses keperawatan setelah dilakukan pengkajian maka dilakukan penegakan
diagnosa keperawatan. Dimana dari hasil pengkajian perawat mengambil diagnose yaitu
ketidakefektifan pola nafas. Sesuai dengan teori dalam SDKI (2017) bahwa ketidakefektifan
pola nafas adalah inspirasi dana tau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat
dengan tanda gejalanya adanya dyspnea, penggunaan otot bantu pernafasan, pola nafas
abnormal, pernafasan cuping hidung.
Dari diagnose tersebut maka intervensi dan implementasi yang dilakukan yaitu
dengan pemberian oksigen nassak kanul sebanyak 4Lx/menit. Berdasarkan pengkajian
didapat nilai SpO2 66% maka dari itu dilakukan pemberian oksigen dengan NRM. SpO2
merupakan presentasi hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen arteri, dimana saturasi
oksigen normal yaitu 95-100%. Dapat disimpulkan bahwa tindakan tersebut sudah sesuai
dengan teori. Adapun penelitian yang mendukung yaitu penelitian Guyton dalam Marisa
(2016) terapi oksigen dengan menggunakan Non-Rebreathing Mask (NRM) memungkinkan
penghantaran oksigen dengan konsentrasi 95%. Hal ini akan menyebabkan peningkatan
ekresi CO2 dan menurunkan konsentrasi CO2 dengan cepat. Diperkuat oleh teori I putu gede
(2017) bahwa NRM dapat meningkatkan saturasi O2 dapat meningkatkan saturasi O2 95-
100%. Karena saturasi O2 klien tergolong rendah maka dilakukan penggunaan NRM.
Pada tahap penangan circulation pada pasien An. B didapatkan data pada kesadaran
tidak mengalami penurunan kesadaran, akral teraba dingin, suhu 36,3 C, tindakan yang
dilakukan yaitu kolaborasi dengan pemberian terapi cairan Ringer Laktat (RL) diloading. Hal
ini sesuai dengan teori yang menyebutkan pemberian cairan infus Ringer Laktat (RL)
digunakan pada awal penanganan karena caiiran ini merupakan jenis cairan kristaloid yang
mengandung kalsium, kalium, laktat, natrium, klorida, dan air. Umumnya diberikan untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang saat mengalami luka, cidera, atau operasi yang dapat
enyebabkan kehilangan darah. (Cristy Pane, 2019)
Pada tahap penanganan Disability pada kasus An. B didapatkan data dari hasil
pemeriksaan tingkat kesadaran An. B yaitu compos mentis dengan GCS (E : 4 M : 6 V : 5).
Pupil isokor, kekuatan otot 5/5/5/5. Tindakan yang diberikan perawat sudah sesuai dengan
dengan teori untuk menghitung kesadaran. Pengkajian disability belum menyeluruh karena
pengkajian disability yaitu secara teori memeriksa GCS, reaksi pupil, ukuran pupil dan
kekuatan otot motorik (BT & CLS, 2015).
Pada pemeriksaan exprosure pada An. B pasien bukan merupakan pasien trauma,
maka dari itu tidak dilakukan Logroll. Apa yang dilakukan perawat sudah sesuai dengan teori
menurut Thygerson dalam Kistan (2018) pada pengkajian exposure dilakukan dengan
meninggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien, jika pasien diduga memiliki
cidera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan
logroll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung. Hal ini sejalan dengan teori
Suarningsih (2017) yang menyatakan bahwa Logroll adalah sebuah tehnik yang digunakan
untuk memiringkan klien yang badannya setiap saat dijaga posisi lurus sejajar, untuk klien
yang mengalami cidera spinal untuk mencegah terjadi cidera tambahan. Tetapi tidak
dilakukan logroll jika tidak terdapat trauma namun akan dilakukan log roll pada klien dengan
trauma. Masalah keperawatan tidak ada maka tidak dilakukan intervensi. Hasil evaluasi pada
An. B tidak adanya trauma maka tidak dilakukannya tindakan logroll.
Pada pemeriksaan Folley Cateter dilakukan palpasi dan tidak terdapat distensi
kandung kemih. Adanya distensi kandung kemih menandakan adanya penumpukan urine
yang belum keluar dan tertahan dikandung kemih. Klien mengalami penurunan kesadaran
sehingga membuat klien tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara mandiri.
Pengkajian yang dilakukan perawat pada pengkajian foley cateter ini sudah benar sesuai
dengan teori yang dijelaskan (Kusnanto,2016) yaitu sesuai dengan teori keseimbangan cairan
dimana untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada
keseimbangan antara air yang keluar dan yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini terjadi karena
adanya pertukaran cairan antar kompartemen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya.
Pada An. B tidak di lakukan pemasangan NGT. Hal ini sudah sesuai dengan teori.
Orogastric tube (OGT) adalah selang kecil dan panjang yang dimasukkan melalui
mulut , yang turun ke tenggorokan langsung ke perut . Dua jenis OGT yang
digunakan : " wide boar" tabung yang terbuat dari PVC untuk penggunaan jangka
pendek dan " fine bore" tabung yang terbuat dari silikon atau poliuretan untuk
penggunaan jangka panjang ( 4-6 minggu ). Tujuannya yaitu untuk memasukan makanan
cair atau obat-obatan cair atau padat yang dicairkan,mengeluarkan cairan atau isi
lambung dan gas yang ada dalam lambung,mengirigasi lambung karena perdarahan
atau keracunan dalam lambung,mencegah atau mengurangi mual dan muntah setelah
pembedahan atau trauma. Simpson C, Schanler RJ, Lau C (2002).
Pada Heart Monitor dilakukan pemasangan untuk memantau kondisi pasien
penurunan kesadaran seperti nadi, respirasi, tekanna darah, SPO2 serta irama jantung klien
(TTV). Hasil EKG dinyatakan bahwa gambaran dari EKG adalah normal sinus rhytym.
Daftar Pustaka
BT& CLS. (2015). Buku Panduan BT & CLS (Basic Trauma Life Support and Basic
Cardiac Life Support) Edisi Keenam. Yayasan Ambulan Gawat Darurat 118
Hamarno, dkk (2017). Triage & Pengkajian Keperawatan Gawat Darurat. Bppdsmk.
KemKes
Marlisa, M (2016). Pengaruh Pemberian Terapi Oksigen Dengan Menggunakan Non-
Reabrheting Mask (NRM) Terhadap Nilai Tekanan Parsial CO2 (PaCO2) Pada
Pasien Cidera Kepala Sedang (Moderate Head Injury) Di Ruang Intensive Care
Unit (ICU). RSUP H Adam Malik Medan
Maya, I., G., N., I (2017). Terapi Oksigen. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. RSUP
Sanglah Denpasar
Rini, I. S., Suharsono, T., Ulya, I., Sryanto, Kartikawati, D., & Fathoni, M. (2019). Buku Ajar
Keperwatan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD). Malang: UB Press
Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tyas, C (2020). Keperawatan Kegawatdaruratan dan Manajemen Bencana. Jakarta:
Kemenkes RI