ASKEP SHI GADAR - EMIS RUKAMI - Revisi 25042021
ASKEP SHI GADAR - EMIS RUKAMI - Revisi 25042021
A
DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD SEKARWANGI
Disusun oleh :
EMIS RUKAMI
C1AC20030
A. Survey Primer
1. Deskripsi Klien
Tn. A berusia 35 tahun datang ke IGD RSUD Sekarwangi diantar
oleh keluarganya dengan penurunan kesadaran GCS (E1, M1, V2) klien
langsung dibawa ke ruang tindakan. Klien diduga SHI (severe head
Injury) dengan tanda-tanda penurunan kesadaran, klien terdapat otorhea,
hemaotom, pada pemeriksaan airway didapat suara garling maka
dilakukan suction kemudian suara berubah menjadi snoring sehingga
dilakukan pemasangan OPA, klien juga neck collar airway clear
sementara. Para pemeriksaan breathing ditemukan klien terlihat sesak
pergerakan dinding dada simetris, auskultasi vesikuler, perkusi sonor
frekuensi nafas 28 x/m maka dilakukan pemasangan nasal kanul 5 LPM
breathing clear sementara. Pada pemeriksaan circulation ditemukan
klien tampak pucat, akral dingin, CRT > 2 detik, mukosa bibir kering,
tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 82 x/m, suhu 36,0C. Maka
dilakukan pemasangan infus NACL 500 di loading, dan untuk melihat
output klien maka dilakukan pemasangan kateter sirkulasi clear
sementara.
Pada pemeriksaan disability dilakukan pemeriksaan GCS
didapatkan E1, M2, V1 didapatkan GCS 4 hasil pemeriksaan pupil
anisokor. Pada pemerisaan expossure terdapat luka pada kaki dan
tangan klien merupakan pasien trauma. Klien dipindahkan ke ruang
NAS pada tanggal 28 Oktober 2019 untuk mendapatkan perawatan
intensif dan direncanakan untuk operasi.
2. Informasi Pra Hospital
-
3. Respon Petugas UGD
Jam Tiba Respon Petugas (Dalam Menit)
Pasien Dokter Perawat Trauma Team
- Emis Rukami -
Airway :
Dilakukan
pemasangan airway
definitif
Diagnosa Keperawatan: Kesimpulan:
Ketidakefektifan besihan jalan Airway clear
nafas sementara
Breathing :
Circulation :
Diagnosa keperawatan:
Kesimpulan :
Risiko shock hipovolemik
Circulation clear
sementara.
Disability :
Menentukan tingkat
kesadaran
Memeriksa pupil
Exposure :
Kesimpulan :
Terdapat jejas
multiple injuri
Folley Cateter :
Diagnosa Keperawatan:
Kesimpulan :
Perubahan pola eliminasi urin
Folley cateter clear
sementara
Gastric Tube :
Heart Monitor :
Diagnosa Keperawatan:
- Kesimpulan :
Imaginary :
Diagnosa Keperawatan:
Kesimpulan :
-
Imaginary clear
sementara
B. Survey Sekunder
1. Riwayat AMPLE
A (Allergies) : Keluarga mengatakan bahwa pasien tidak memiliki
riwayat alergi terhadap obat-obatan maupun makanan.
M (Medication) : Keluarga mengatakan bahwa pasien tidak
mengkonsumsi obat apapun ketika sebelum dibawa ke
RS.
P (Past Ilnes) : Keluarga mengatakan bahwa pasien sebelumnya tidak
pernah sakit dan tidak memiliki penyakit menular
ataupun menurun.
L (Last Meal) : Keluarga mengatakan bahwa pasien terakhir makan
kemarin malam, memakan nasi dan lauk.
E (Event) : Keluarga mengatakan bahwa Tn. A tinggal bersama
istri beserta kedua anaknya. Namun saat kejadian,
pasien sedang mengendarai motor hendak pergi bekerja.
Tidak ada yang menyaksikan kronologis pasien, hingga
akhirnya ditemukan warga tidak sadarkan diri dan
dibawa ke RS.
3. Circulation
Menurut ATLS (2012) pada korban yang mengalami perdarahan
dapat menimbulkan terjadinya syok, dimana pada penderita trauma
yang dicurigai terjadi hipovolemia. Oleh karena itu diperlukan adanya
penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita. Hasil
pemeriksaan Circulation pada Tn, A didapatkan tanda-tanda syok pada
klien, klien tampak pucat, akral dingin, CRT > 2 detik, mukosa bibir
kering, tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 82 x/m, suhu 36,0ºC. Maka
tindakan pemasangan infus NS 500 ml (loading) merupakan langkah
yang tepat untuk mencegah syok hipovolemik. Namun, berdasarkan
buku BTCLS (2017) apabila terdapat tanda dini syok harus diberikan
infus 2 line dengan cairan kristaloid yang sudah dihangatkan.
Pada kasus Tn. A, pasien hanya diberikan infus NS hanya dipasang
pada satu line saja dan tidak didapatkan data volume loading cairan
yang diberikan kepada pasien. Bila volume darah turun maka perfusi
otak juga berkurang sehingga dapat menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran. Wajah yang keabuabuan dan kulit ekstremitas pucat
(Anggraeni, 2014).
4. Disability
Hasil pengkajian dan pemeriksaan disability, kondisi Tn. A
mengalami penurunan kesadaran dan didapatkan hasil skor GCS 4 (E1,
M2, V1) dengan tingkat kesadaran stupor dan pupil anisokor.
Berdasarkan data tersebut, perawat menegakkan diagnosa keperawatan
Gangguan perpusi jaringan serebral. Menurut Sastrodiningrat (2006)
menyatakan bahwa anisokor, refleks pupil yang tidak teratur atau pupil
yang tidak bereaksi terhadap rangsang cahaya biasanya disebabkan
karena kompresi 28 terhadap saraf otak ketiga atau terdapat cedera pada
batang otak bagian atas, biasanya karena herniasi transtentorial. Menurut
Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Sehingga untuk
menentukan penatalaksaan pada pasien cedera kepala, perlu dilakukan CT
Scan kepala untuk melihat gambaran otak. Sehingga sebelum dipindahkan
ke ruang NAS, sebaiknya pasien dilakukan pemeriksaan penunjang, dalam
hal ini CTScan kepala. Sehingga dokter dapat menentukan tindakan
operasi yang akan dilaksanakan selanjutnya.
5. Exposure
Pada pemeriksaan Exposure yang dilakukan terhadap Tn. A,
perawat melakukan pemeriksaan secara menyeluruh dengan
menanggalkan pakaian klien dan memeriksa apakah ada terdapat jejas
atau cedera di bagian tubuh. Hasil pemeriksaan juga ditemukan multiple
injuri yaitu jejas pada lengan dan kaki (tidak ada luka terbuka).
Hal ini sudah sesuai dengan teori Thygerson (2011) yaitu yang
perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal, setelah semua
pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat
dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperluka pemeriksaan ulang. Selain
itu, karena hasil TTV didapatkan S 36C, maka pasien diberikan selimut
untuk mencegah terjadinya hipotermi.
6. Foley Catheter
Pada kondisi ini Tn. A di pasangkan Foley kateter, namun sebelum
pemasangan DC, harus dipastikan bahwa tidak terdapat tanda rupture
uteri atau hasil auskultasi tidak ditemukan adanya prostat melayang.
Sedangkan pada tahap sebelumnya, Tn. A juga di pasangkan cairan infus
RL 500cc dengan tujuan untuk memantau output cairan dan memastikan
cairan output keluar sesuai dengan kebutuhan pasien. Selain itu,
pemasangan DC pada pasien trauma juga dilakukan untuk mengetahui
ada anuria akibat trauma yang bisa saja terjadi pada organ dalam pasien.
Pemasangan dower kateter merupakan salah satu solusi tindakan
medis untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih seseorang karena
ketidakmampuan pengeluaran urin secara spontan. Pada kasus-kasus
tertentu pemasangan dower kateter mutlak diperlukan. Pada pasien–
pasien dengan diagnosa medis seperti stroke, penyakit jantung (AMI,
IHD), fraktur servikal yang dapat menyebabkan kelemahan dan
keterbatasan aktivitas akan terpasang dower kateter (Hidayat dkk, 2017)
Pada kasus Tn. A perlu dilakukan pasangkan foley kateter, karena
pasien juga mengalami penurunan kesadaran. Hal ini sejalan dengan
penelitian Perdana dkk (2017) yang menjelasakan bahwa pemasangan
kateter perlu dilakukan untuk membantu keseimbangan cairan pada
pasien. Selain itu, dikhawatirkan juga terjadi distensi kandung kemih atau
retensi urin, anuria, dan hal lain yang disebabkan trauma atau syok
hipovolemik.
7. Gastric Tube
Pada kasus pasien Tn. A, tidak diketahui apakah pasien dilakukan
pemasangan NGT atau tidak. Namun, sebaiknya dipertimbangkan upaya
pemasangan NGT pada pasien, setelah ditemukan tanda cedera servikal,
seperti multiple injury yang salah satunya terdapat hematom di kepala.
Apalagi bila ditemukan tanda fraktur basis cranii, yang bisa
memperparah keadaan pasien bila dilakukan pemasangan NGT /
kontraindikasi.
Hal ini sejalan dengan teori Iskandar (2004), perlu dihindari
melakukan irigasi terhadap otorhea atau rhinorea karena akan
mempermudah terjadinya infeksi intrakranial, selain itu hindari
pemasangan NGT jika dicurigai terdapat anterior fossa skull base
fracture. Jika selama observasi, bisanya dilakukan 2 minggu, kebocoran
CSS tidak berhenti maka dillakukan operasi untuk memperbaiki
duramater yang bocor.
8. Heart Monitor
Pada pasien cedera kepala, lakukan pemasangan bed side monitor
yang dilakukan untuk memonitoring status hemodinamik pasien,
tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, dan SpO2 selama observasi.
9. Imaginary
Smits M, dkk (2012) menyatakan bahwa sebagian besar pasien
CKR tidak menunjukkan abnormalitas pada hasil CT-Scannya,
sehingga tidak efisien apabila semua pasien cedera kepala dilakukan
CT-Scan untuk menyingkirkan kemungkinan cedera intrakranial.
Kriteria untuk pemeriksaan CT scan pada pasien cedera kepala telah
banyak dikembangkan antara lain NICE (National Institute Health for
Clinical Excellence), NOC (New Orleans Criteria), CCHR (Canadian
CT Head Rule) dan lain-lain, salah satu indikasi yang digunakan dalam
kriteria-kriteria tersebut adalah GCS.
Pada kasus Tn. A, pasien masih belum sadar dan direncanakan
pindah ke ruang NAS. Namun sebelum pindah, pasien akan dilakukan
CT Scan dan rontgen servikal untuk melihat tanda cedera kepala, cedera
servical atau bahkan fraktur pada ekstremitas yang mungkin saja terjadi
DAFTAR PUSTAKA