Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS KASUS INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)

PADA PASIEN TN. DN DENGAN KASUS PULMONALIS EMBOLISM

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat dan


Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing:
Santy Sanusi, S.Kep., Ners, M.Kep

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Citra Octaliani Charlida NIM. 042019

Eva Rahmaya NIM. 042019

Fauziah Agustiningrum NIM. 042019

Fikri Rizki Fadlurrahman NIM. 042019

Lestari Nur Hidayah NIM. 042019

Rani Putri Pribadi NIM. 042019028

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

2019/2020
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG

ANALISIS KASUS IGD

Program Studi : PROFESI NERS

Kasus : PULMONALIS EMBOLISM

Kelompok : 1 (Satu)

Ketua : Rani Putri Pribadi

Anggota kelompok : 1. Eva Rahmaya

2. Fikri Rizki Fadlurrahman

3. Citra Octaliani Charlida

4. Lestari Nur Hidayah

5. Fauziah Agustiningrum
ANALISIS KASUS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

I. KASUS

WAKTU KEADAAN UMUM KETERANGAN


13/5/20 Tn. Dn usia 23 tahun tiba di IGD diantar
Pkl. 15.10 masyarakat menggunakan angkot karena KLL
sedang mengendarai motor menyalip mobil
tapi tertabrak mobil yang disalip dari arah kiri
motor. Kejadian KLL pkl 14.30. Pasien
terpental kearah kanan jalan, beruntung tidak
ada kendaraan dari arah kanan.
Saat akan dipindahkan ke brandcar, petugas
security meminta pasien menyebutkan
namanya kemudian pasien menjawab dengan
lemah menyebutkan nama dan tempat
tinggal.
Pasien dalam keadaan sadar, tampak sangat
kesakitan, wajahnya pucat, perdarahan
banyak pada paha kanan ditutup kain
kerudung yang diikat melingkar di paha utk
hentikan perdarahan, pasien mengeluh nyeri
pada kaki kanan dan tidak bisa digerakkan.
Pada saat dievakuasi ke brandcar pasien
berteriak teriak kesakitan, kemudian petugas
memasang terlebih dahulu emergency
stretcher scoop untuk memudahkan evekuasi
pasien.
15.20 Tiba di ruang triase dilakukan pembebatan
perdarahan sementara menggunakan kassa
tebal kemudian diukur tanda-tanda vital TD
90/70 mmHg, frekuensi nadi 105 x/menit,
frekuensi napas 26x/menit, suhu 36,5⁰C,
skala nyeri 7 (0 – 10) tampak berkeringat
banyak.
Triase ESI skor 2, segera dipindahkan ke
ruang resusitasi
15. 30 Masuk ruang resusitasi kemudian
dipindahkan ke tempat tidur tindakan. Pasien
berteriak kesakitan saat dipindahkan terutama
saat kaki kanan dipegang.
Perawat mengatur posisi supine, memasang
oksigen 3 liter /menit binasal canule.
Seluruh pakaian luar pasien dilepaskan
dengan cara digunting untuk melihat area
fraktur dan jejas di bagian tubuh lainnya.
Tampak deformitas tungkai kanan dan tidak
bisa digerakkan, tungkai kanan lebih pendek
dari tungkai kiri, luka robekan terbuka
diameter 10 x 7 cm, tampak tulang runcing
menonjol keluar 5 cm dari permukaan kulit,
perdarahan masih aktif pada kassa dari triase,
bengkak, kebiruan di sekitar luka, teraba Hasil lab darah :
krepitasi pada area fraktur. Hb 11 mg/dl,
Bantalan kassa tebal diganti untuk hentikan leukosit 11.000,
perdarahan kemudian dipasang bidai 3 PCV 45%,
batang dibalut elastic verband kemudian trombosit 460.000,
tungkai diatur posisi elevasi 15º. GDS 112 gr/dl,
Perawat mengambil sampel darah vena untuk
pemeriksaan lab kemudian memasang IV
cath no. 16 pada vena brachialis kiri transfusi
set 2 line menggunakan threeway stop cock,
Line 1 ; cairan NaCl 0,9% 1500 ml pada jam
ke-1 selanjutnya 1500 ml/6 jam
Line 2 ; ketorolac drip 30 mg/jam via infusion
pump

16.00 Monitoring TTV :


TD 100/80 mmHg, frekuensi nadi 80 x/menit,
frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36⁰C,
saturasi O2 100%
Cek PMS : Ujung jari kaki masih bisa
digerakkan sedikit, CRT < 3 detik, akral
hangat, tidak tampak pucat, tidak terasa
kebas, rangsang sentuh pada telapak kaki dan
area distal bidai masih terasa.
16.30 Pasien dibawa ke ruang ronsen : Hasil : Compund
Fraktur terbuka 1/3
femur dextra
17.30 Rencana pasien akan dilakukan pemasangan
traksi di OK, tapi menunggu keluarga sedang
diperjalanan dari luar kota dan OK sedang
penuh tindakan.
18.30 Monitoring TTV :
Kesadaran CM, nyeri masih terasa skala 5 (0
– 10), TD 100/80 mmHg, frekuensi nadi 90
x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, saturasi
O2 98%
Cek PMS : Ujung jari kaki masih bisa
digerakkan sedikit, CRT < 3 detik, akral
hangat, tidak tampak pucat, tidak terasa
kebas, rangsang sentuh pada telapak kaki dan
area distal bidai masih terasa.
Monitor perdarahan :
Perdarahan sudah berkurang tidak terlalu
aktif.
21.20 Keluarga pasien datang kemudian mengurus
administrasi informed consent untuk
dilakukan tindakan.
21.30 Pasien dibawa ke OK emergency untuk
dilakukan pemasangan skeletal traksi dan
debridement luka terbuka.
23.00 Pasien kembali ke ruang observasi IGD
menunggu ruang perawatan yang masih
penuh.
04.20 Tiba-tiba pasien mengeluh sesak, gelisah,
mengeluh nyeri dada kiri, keringat banyak
sekali, tahcipneu, napas cepat dan pendek,
tachikardi, saturasi turun 95%, TD 90/70
mmHg, frekuensi nadi 120 x/menit, frekuensi
napas 30 x/menit, JVP meningkat, batuk
berdarah.
Perawat segera mengganti oksigen
menggunakan sungkup sederhana 8
liter/menit dan menyiapkan bag valve,
mengatur posisi semi fowler, memasang
elektroda disambungkan ke layar bedside
monitoring. Tampak gambaran EKG ST
elevasi leads II
04.30 Pengambilan darah AGD dan d Dimer Hasil ; Ph 7,35,
Foto ronsen cyto PaO2 60 PaCO2
25,
Hasil ronsen :
tampak kedua paru
berwarna putih,
tampak emboli
pada arteri
pulmonalis
05.00 Dokter memberikan streptokinase 1,5 juta
unit dan menyiapkan pemasangan ETT
05.10 Kesadaran menurun, pasien apneu, TD 80/60
mmHg, saturasi 88%, nadi teraba kecil,
frekuensi nadi 130 x/menit.
Perawat segera melakukan support napas
melalui bagvalve 12 x/menit
05.20 Dipasang ETT dan dipasang ventilator
Rencana masuk ICU tapi masih penuh,
Diagnosa Keperawatan saat masuk ;
1. Risiko syok hipovolemik berhubungan
dengan luka terbuka area fraktur femur
Diagnosa Keperawatan tambahan ;
2. Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan emboli paru

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Triase

Triase adalah proses pengambilan keputusan yang kompleks dalam rangka

menentukan pasien mana yang berisiko meninggal, berisiko mengalami

kecacatan, atau berisiko memburuk keadaan klinisnya apabila tidak mendapatkan

penanganan medis segera, dan pasien mana yang dapat dengan aman menunggu.

Berdasarkan definisi ini, proses triase diharapkan mampu menentukan kondisi

pasien yang memang gawat darurat, dan kondisi yang berisiko gawat darurat.

Prosedur triase :

1) Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD Rumah Sakit

2) Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk

menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan cara:

a) Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien

b) Menilai kebutuhan medis

c) Menilai kemungkinan bertahan hidup

d) Menilai bantuan yang memungkinkan

e) Memprioritaskan penanganan definitif


3) Namun bila jumlah Pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di

luar ruang triase (di depan gedung IGD Rumah Sakit).

4) Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode

warna:

a) Kategori merah: prioritas pertama (area resusitasi) Pasien cedera berat

mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.

b) Kategori kuning: prioritas kedua (area tindakan) Pasien memerlukan tindakan

defenitif tidak ada ancaman jiwa segera.

c) Kategori hijau: prioritas ketiga (area observasi) Pasien degan cedera minimal,

dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan.

d) Kategori hitam: prioritas nol Pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas

dan tidak mungkin diresusitasi.

B. Emergency Severity Index (ESI)

Emergency Severity Index (ESI) dikembangkan sejak akhir tahun 90-an di

Amerika Serikat. Sistem ESI berstandar pada perawat dengan pelatihan triase

secara spesifik. Pasien yang masuk digolongkan dalam ESI 1 sampai ESI 5

sesuasi dengan kondisi pasien. Apabila ada pasien baru datang ke unit gawat

darurat, maka petugas triase akan melakukan dua tahap penilaian, tahap pertama

adalah menentukan keadaan awal pasien apakah berbahaya atau tidak. Triase ESI

berstandar pada empat pertanyaan dasar. Pertama: apakah pasien memerlukan

intervensi penyelamatan jiwa segera? Bila ya, maka pasien masuk dalam ESI 1.

Bila tidak, ajukan pertanyaan kedua: apakah pasien tidak bisa menunggu (karena

resiko tinggi, perubahan kesadaran akut, atau nyeri hebat)? Bila jawabannya ya,
maka pasien masuk dalam ESI 2. Bila tidak, pikirkan pertanyaan ketiga: berapa

sumber daya yang akan diperlukan pasien (pemeriksaan penunjang)? Bila tidak

ada, maka pasien masuk kategori ESI 5. Bila ada satu sumber daya yang

diperlukan (misal: pemeriksaan laboratorium), maka pasien masuk kategori ESI 4.

Bila lebih dari satu sumber daya yang diperlukan (misal: pemeriksaan

Laboratorium dan foto polos thorax), maka pasien masuk kategori ESI 3.

Keempat, khusus pada ESI 3, ukurlah tanda vital. Jika pasien terdapat kelainan

pada tanda-tanda vital, maka pasien masuk ESI 2, jika tidak, pasien masuk ESI 3.

Berikut ini Algoritma Triase ESI sebagai berikut:

Respon time setiap level pada Triase ESI:

Level ESI Respon Time


ESI 1 ≤ 0 menit
ESI 2 ≤ 15 menit
ESI 3 ≤ 30 menit
ESI 4 ≤ 60 menit
ESI 5 ≤ 120 menit

C. EWS (Early Warning System)


Early warning system (Sistem Peringatan Dini) merupakan suatu strategi
untuk memonitor penurunan kondisi pasien di rumah sakit dan memastikan bahwa
tindakan resusitasi dilakukan secara efektif terhadap kondisi pasien di rumah sakit
dan memastikan bahwa tindakan resusitasi dilakukan secara efektif terhadap
pasien dengan kegawatan medis termasuk henti jantung. Instrumen yang
digunakan untuk menilai kondisi pasien secara dini adalah Early Warning Score.
a. Tujuan :
Untuk memantau adanya perubahan keadaan umum pada pasien, untuk
mengurangi angka pemanggilan code blue, sehingga penanganan pasien dilakukan
sebelum pasien jatuh ke kondisi henti nafas pemanggilan code blue, sehingga
penanganan pasien dilakukan sebelum pasien jatuh ke kondisi henti nafas dan
henti jantung.
b. Petunjuk Umum:
1) Early Warning Skor (EWS) tidak menggantikan penilaian klinis yang
kompeten
2) Ketika dicurigai tentang perubahan kondisi pasien yang tidak stabil,
perawatan dan monitoring dapat ditingkatkan terlepas dari skor.
3) Beberapa pasien mungkin memerlukan pemeriksaan medis segera meskipun
skornya tidak tinggi.
4) Observasi dan pencatatan Early Warning Skor (EWS) ini dilakukan:
a) Pada saat pasien masuk
b) Setiap 8-12 jam (sesuai protokol RS)
c) Sesuai clinical pathway
d) Jika pasien mengalami perubahan kondisi
e) Jika dicurigai terdapat perubahan kondisi pasien
c. Ruang Lingkup :
1) Instalasi Rawat Inap Instalasi Rawat Inap
2) Instalasi Maternal dan Perinatal Instalasi Maternal dan Perinatal
3) Ruang Nifas Ruang Nifas
4) Ruang Perinatologi
d. Instrumen yang digunakan :
1) Untuk Pasien Dewasa ( Untuk Pasien Dewasa (≥≥16 tahun) menggunakan :
Early Warning System Dewasa
2) Untuk Pasien Anak-anak menggunakan : Pediatric Early Warning System
3) Untuk Pasien Obstetry menggunakan : Modified Obstetric Warning System
e. Petunjuk Teknis Pengisian Lembar Early Warning Scoring Dewasa:
1) Perawat mengisikan identitas pasien, tanggal, dan jam observasi
2) Perawat melakukan hand hyginene
3) Perawat mengucapkan salam kepada pasien
4) Perawat menjelaskan bahwa akan dilakukan pengukuran keadaan umum
pasien
5) Perawat menilai tingkat kesadaran pasien dengan ketentuan :
a) Tuliskan angka 0 (nol) bila pasien dalam keadaan sadar
b) Tuliskan angka 3 (tiga) bila pasien mengalami penurunan kesadaran namun
berespon terhadap rangsang verbal atau nyeri.
c) Centang pada area berwarna biru bila pasien tidak sadar dan tidak berespon.
6) Perawat mengukur tekanan darah pasien :
a) Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai tekanan darah sistolik 111-180 mmHg.
b) Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai tekanan darah sistolik 181-220 atau 101-110
mmHg.
c) Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai tekanan darah srstolik 91-100 mmHg.
d) Tuliskan angka 3 (tiga) bila nilai tekanan darah sistolik 71-90 mmHg atau ≥
220 mmHg.
e) Centang pada area berwarna biru bila nilai tekanan darah sistolik ≤70 mmHg.
7) Perawat menghitung frekuensi nadi pasien dan mengisikan nilai score sesuai
warna nilai nadi
a) Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai nadi 51 – 90 denyut per menit.
b) Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai nadi 91-110 atau 41-50 denyut per menit.
c) Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai nadi 111-130 denyut per menit.
d) Tuliskan angka 3 (tiga) bila nilai nadi 131-140 denyut per menit.
e) Centang pada area berwarna biru bila nilai nadi ≤ 40 atau ≥ 140 denyut per
menit.
8) Perawat mengukur suhu pasien dan mengisikan nilai score sesuai warna nilai
suhu:
a) Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai suhu 36,1ºC – 38,0ºC
b) Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai suhu 38,1ºC – 39,0ºC atau 35,1ºC – 36,0ºC
c) Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai suhu >39,0ºC
9) Perawat menghitung frekuensi nafas pasien dan mengisikan nilai score sesuai
wama nilai nafas:
a) Tuliskan angka 0 (nol) bila nilai frekuensi nafas 12-20 kali per menit.
b) Tuliskan angka 1 (satu) bila nilai frekuensi nafas 9-11 kali per menit.
c) Tuliskan angka 2 (dua) bila nilai frekuensi nafas 21-24 kali per menit.
d) Tuliskan angka 3 (tiga) bila nilai frekuensi nafas 6-8 atau 25-34 kali per
menit.
e) Centang pada area berwarna biru bila nilai frekuensi nafas ≤ 5 atau ≥ 35 kali
per menit.
10) Perawat mengukur saturasi oksigen pasien dan mengisikan nilai sesuai warna
nilai saturasi oksigen:
a) Tuliskan angka 0 (nol) bila saturasi oksigen ≥96%.
b) Tuliskan angka 1 (satu) bila saturasi oksigen 94-95%.
c) Tuliskan angka 2 (dua) bila saturasi oksigen 92-93%.
11) Perawat menilai rentang skor resiko sesuai dengan kondisi pasien :
a) Zona putih : jika total skor 0
b) Resiko ringan : jika total skor 1-4
c) Resiko sedang : jika total skor 5-6
d) Resiko tinggi : jika total skor ≥7 atau terdapat 1 parameter “blue”
e) Code Blue jika terdapat kondisi henti nafas atau henti jantung
12) Perawat mengisikan frekuensi observasi sesuai dengan zona wama yang
didapat dari total score
a) Zona putih : monitoring minimal tiap 12 jam
b) Resiko ringan : monitoring tiap 4 - 6 jam
c) Resiko sedang : monitoring setiap jam
d) Resiko tinggi : monitoring tanda-tanda vital secara kontinyu

Frekuensi
Skor Klasifikasi Respon Klinis Tindakan
Monitoring
0 Sangat Rendah Dilakukan monitoring Melanjutkan monitoring Min 12 jam
1-4 Rendah Harus segera dievaluasi Perawat mengassesmen Min 4-6 jam
oleh perawat terdaftar yang perawat/ meningkatkan
kompeten harus frekuensi monitoring
memutuskan apakah
perubahan frekuensi
pamentauan klinis atau
wajib eskalasi perawatan
klinis
5-6 Sedang Harus segera melakukan Perawat berkolaborasi Min 1 jam
tinjauan mendesak oleh dengan tim/ pemberian
klinisi yang terampil dengan assesmen kegawatan/
kompetensi dalam penilaian meningkatkan perawatan
penyakit akut di bangsal dengan fasilitas monitor yang
biasanya oleh dokter atau lengkap.
perawat dengan
mempertimbangkan apakah
eskalasi perawatan ke tim
perawatan kritis diperlukan
(yaitu tim penjangkauan
perawatan kritis)
≥7 Tinggi Harus segera memberikan Berkolaborasi dengan tim Bad set
penilaian darurat secara medis/ pemberian assesmen monitor/ every
klinis oleh tim kegawatan/ pindah ruang time
penjangkauan/ critical care ICU
outreach dengan kompetensi
penanganan pasien kritis
dan biasanya terjadi transfer
pasien ke area perawatan
dengan alat bantu
D. Fisiologis Sistem Respirasi (pernapasan)
1. Mekanisme Pernapasan
Pernapasan pada manusia berlangsung dengan cara mengubah tekanan udara
di dalam paru-paru. Perubahan tekanan ini menyebabkan udara dapat keluar dan
masuk dari dan ke dalam paru-paru yang disebut bernapas. Proses bernapas pada
manusia melalui 2 (dua) tahap :
- Pernafasan Dada
- Pernafasan Perut
 fase inspirasi
diafragma berkontraksi,dari posisi melengkung menjadi datar,paru-
parumengembang.akibatnya,tekanan udara dalam paru-paru lebih kecil
dibandingkan tekanan udara luar,sehingga udara masuk.
 fase ekspirasi
otot diafragma berelaksasi ,posisi dari mendatar melengkung kembali,paru-
paru mengempis.akibatnya,tekanan udara di paru-paru lebih besar dibandingkan
tekanan udara luar,sehingga udara keluar dari paru.
2. Jenis Respirasi
a. Respirasi internal
Mencakup reaksi reaksi metabolik intra sel yang menggunakan O2 dan
menghasilkan CO2 sewaktu oksidasi molekul untuk menghasilkan energi (ATP)
dari makanan.
 Respirasi eksternal
Adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang terjadi antara udara
dalam gelembung paru-paru dengan darah dalam kapiler.
3. Ventilasi Paru
Ventilasi selama inspirasi udara mengalir dari atmospir ke alveoli sebaliknya
selama ekspirasi udara yang mauk kedalam alveoli mempunyai suhu dan
kelembaban atmosper. Ventilasi dibagi menjadi dua :
- Ventilasi pulmonari yaitu tidak dikalikan dengan jumlah pernafasan permenit
= 500x12=6000ml/menit.
- Ventilasi alveoli yaitu (volume tidal dead space) dikalikan jumlah pernafasan
permenit = (500-150)X12=4200ml/menit
-

Udara masuk dan keluar dari paru-paru, cairan dalam bentuk gas atau cair
mengalir dari satu tempat ke tempat lainnya. Adanya tekanan gradient
menyebabkan cairan akan berpindah dari tempat bertekanan tinggi ke tekanan
rendah, udara tidak memasuki dan tidak meninggalkan paru-paru. Mekanisme
yang menyebabkan tekanan gradien antara udara atmosfer dan udara alveolar.

a. Difusi gas dalam darah


Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan
darah pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karna perbedaan tekanan, gas
berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah
tekanan parasial.Dipengaruhi oleh :
- Kekebalan membran respirasi
- Koefisien difusi.
- Luas permukaan membran respirasi.
- Perbedaan tekanan parsial.
b. Transportasi gas dalam darah
Sebagian besar oksigen yang diangkut darah berkaitan dengan
hemoglobin.Hemoglobin adalah protein quarterner yang terbentuk dalam 4 rantai
polipeptida yang berbeda yaitu 2 rantai Alfa (a) dan 2 rantai beta (p) yang masing-
masing berikatan dengan “kelompok heme” yang mengndung zat besi ikatan
oksigen- hemoglobin dibentuk dalam paru-paru dimana PO2 tinggi. Makin rendah
konsentrasi O2 dalam jaringan, makin banyak O2 hemoglobin yang akan
dilepaskan. Hal ini menjamin bahwa jaringan akktif menerima O2 sebanyak yang
diperlukan untuk dapat melanjutkan pernafasan sel.

c. Transport oksigen
Sekitar 97 % oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berkaitan
dengan hemoglobin ( Hb), 3% oksigen sisanya larut dalam plasma
1) Setiap molekul dalam kempat molekul besi dalam hemoglobin berikatan
dengan satu molekul oksigen untuk membentuk oksi hemoglobin ( HbO2)
berwarna merah tua. Ikatannya ini tidak kuat dan referesible. Hemeglobin
tereduksi (Hhb) berwarna merah kebiruan.
2) Kapasitas oksigen adalah volume maksimum oksigen yang dapat berikatan
dengan ejumlah hemoglobin dalam darah.
- Setiap sel darah merah mengandung 280 juta molekul hemoglobin.
Setiap gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen
- 100ml darah rata-rata mengandung 15 gr hemoglobin untuk maksimum
20ml O2/100ml darah atau (15 X 1,34). Konsentrasi hemoglobin ini
biasanya dinyatakan sebagai preentase volume dan merupakan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh.
3) Kejenuhan O2 darah adalah rasio antara volume O2 aktual yang terikat pada
hemoglobin dan kapasitas O2
4) Afinitas hemoglobin terhadap O2.
Hemoglobin dipengaruhi oleh pH, temperature, dan konsentrasi.
- Hemoglobin dan pH peningkatan PCO2 darah atau peningkatan asiditas
darah (penurunan pH darah dan peningkatan konsentrasi ion hydrogen).
Melemahkan ikatan antara O2 dan hemoglobin terhadap PCO 2
manapun.
- Hemoglobin dan temperature.
Peningkatan temperature yang terjadi dalambisinitas sel-sel yang

bermetabolis aktif jug akan menggerakan kurva kekanan dan

meningkatkan penghantaran O2 ke otot yang bergerak.

E. Pulmonalis Embolis

1. Definisi

Pulmonary embolism atau Emboli paru adalah peristiwa infark jaringan

paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis oleh peristiwa

emboli. Keadaan ini dapat memberikan gambaran klinis dengan spektrum

luas, mulai dari suatu gambaran klinis yang asimptomatik sampai keadaan

yang mengancam nyawa berupa hipotensi, shock kardiogenik dan keadaan

henti jantung yang tiba-tiba (sudden cardiac death). Emboli paru adalah
penyumbatan pada pembuluh darah di paru-paru. Penyumbatan biasanya

disebabkan oleh gumpalan darah yang awalnya terbentuk dibagian tubuh lain,

terutama kaki.

Emboli paru merupakan salah satu kegawatdaruratan pada bidang

kardiovaskular yang cukup sering terjadi. Emboli paru merupakan peristiwa

infark jaringan paru akibat tersumbatnya pembuluh darah arteri pulmonalis

akibat peristiwa emboli. Oklusi pada arteri pulmonal dapat menimbulkan

tanda gejala yang beragam, dari keadaan yang asimptomatik hingga keadaan

yang mengancam nyawa, seperti hipotensi, shok kardiogenik, hingga henti

jantung tiba-tiba. Berdasarkan penelitian, insidensi terjadinya emboli paru

pada populasi adalah 23 per 100,000 penduduk dengan angka kematian 15%

yang menunjukkan bahwa penyakit ini masih merupakan sebuah penyebab

emergensi kardiovaskular. Beberapa penyebab utama dari sebuah kejadian

emboli paru merupakan tromboemboli vena, tetapi penyebab lain seperti

emboli udara, emboli lemak, cairan amnion, fragmen tumor, dan sepsis masih

mungkin terjadi.

Tugas yang belum:

1. Fisiologis sistem kardiovakular

2. Teori kasus pulmonary embolis sama fraktur

3. Algoritma pulmonary embolis sama fraktur (algoritma fraktur

belum)

4. Pengukuran skoring pada pulmonalis embolis harus dimasukin (ada

di file bu eva)

Anda mungkin juga menyukai