Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS OKA

Disusun Oleh :

Tutuko Radite Proboprakoso Nugroho

1310.221.075

Pembimbing :

Letkol Ckm dr. Suparno, Sp. An

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif

Rumah Sakit Tentara Tingkat II dr. Soedjono Magelang

Periode 21 april 2014 25 mei 2014 2014

1
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : TUTUKO RADITE PROBOPRAKOSO


NUGROHO

NIM : 1310. 221. 074

FAKULTAS : KEDOKTERAN UMUM

PERGURUAN TINGGI : UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL


VETERAN JAKARTA

JUDUL LAPORAN OKA : MANAJEMEN KLINIS BRONKIOLITIS PADA


BAYI 6 BULAN DD BRONKOPNEUMONI
BAGIAN : KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU ANESTESI DAN
TERAPI INTENSIF RUMAH SAKIT TENTARA TINGKAT II DR. SOEDJONO
MAGELANG

Mengetahui dan Menyetujui

Pembimbing,

Letkol. Ckm dr. Suparno, Sp. An

2
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 79 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Magelang
Diagnosis Pre-Op : Polip Nasal Sinistra
Tindakan Op : Biopsy
Jenis anestesi : General Anastesi

II. PEMERIKSAAN PRE-ANESTESI


BB : 42 Kg
TB : 148 cm (IMT = 22,3 )

Sistem Pernapasan : pernapasan 28x/mnt, nafas spontan


teeth : tidak ada kelainan
toungue: tidak ada kelainan
tonsil : tidak ada kelainan, T1-T1
tumor : tampak polip hidung kiri + sebesar kacang
3cm x 3cm
tiroid : tidak ada kelainan
tempuro mandibula joint : tidak ada kelainan
tiromental distance : tidak ada kelainan
trakea : tidak ada kelainan
Mallampati 2

Sistem Sirkulasi : Tekanan darah 140/80 mmHg


Nadi 72x/mnt
Lab : Hb 13.0
WBC : 10.1
PLT : 233

Sistem Sarar Pusat : GCS : 15, Compos Mentis


riwayat operasi (-)
riwayat alergi obat (-)
riwayat hipertensi (+)
riwayat diabetes mellitus (-)
riwayat penyakit jantung (-)
riwayat rinitis alergi (+)

Sistem Perkemihan : Buang air kecil lancar, kateter (-)

3
Sistem Pencernaan : Bising usus 6x/mnt
Buang air besar lancar, NT(-)
Hepar dan lien tidak teraba

S. Muskuloskeletal : Dalam batas normal. tidak ada edema, tidak ada


eritema rash pada kulit.

Kesimpulan : pasien wanita usia 79 tahun dengan massa (polip)


hidung kiri termasuk ASA PS III

III. RENCANA ANESTESI


1. Persiapan Anestesi :
- Informed consent
- Pasien puasa 6 jam pre-op
- Infus Ringer Laktat 20 tpm
2. Jenis Anestesi : General Endotrakeal Anestesi (GETA)
3. Monitoring : tanda vital setiap 5 menit, kedalaman anestesi, perdarahan, dan
cairan
4. Perawatan pascaanestesi di Recovery Room (RR)

IV. TATALAKSANA ANESTESI

1. Persiapan
Persiapan Pasien
a. Identitas penderita, periksa persetujuan operasi, persetujuan keadaan
puasa preanestesi.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital :
T : 168/96 mmHg N : 86 x/menit

R : 24 X/menit S : 36,8 C

c. Kelancaran Infus Ringer Laktat 20 tts/menit yang terpasang pada


tangan kanan.
d. Pasien tidak dipasangkan DC Kateter.

Persiapan obat
a. Anestesi Inhalasai dan Gas : Nitrous Oxide, Isoflurance, Sevoflurance,
Oksigen
b. Anestesi Intravena : Propofol, Ketamine, Midazolam, Diazepam

4
a. Golongan Opioid : Fenthanyl, Pethidin
b. muscle relaxant : vecuronium bromida, recuronium bromida
c. analgetik : tramadol, ketorolac
c. Antidotum intravena :
a. anticholinergic : Sulfas Atropin
b. antiopioid : Naloxon
c. pressor : ephedrin, adrenalin
d. lumagenic antidotum hipnotik : aminophilin
e. antidotum muscle relaxant : prostigmin

Persiapan Alat

a. Scope : Stetoscope
b. Tube : Endotrakeal tube
c. Airways : Guedel
d. Tape : plester
e. Introducer : Stilet
f. Connector : penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
g. Suction : penyedot lendir dan ludah
h. Mesin anestesi
i. Ambubag/ manual ventilator

2. Pelaksanaan Anestesi

a. Jam 9:30 pasien masuk kamar operasi, ditidurkan telentang di atas


meja operasi, manset dan monitor dipasang.
b. Jam 9:40 dilakukan premedikasi yaitu dengan pemberian Midazolam
3 mg dan Pethidin 50 mg i.v
c. Jam 9:43 dilakukan fasilitas intubasi tvecuronium bromida 10 mg i.v
d. Jam 9:50. induksi dengan propofol 100 mg i.v, preoksigenasi O2
6L/mnt dengan ventilasi tekanan positif selama 3 menit
e. Jam 9:54 Sesudah pasien rileks dilakukan intubasi dengan
endotracheal tube no.7.5, kedalaman 20 cm, kembangkan cuff, test
masuk trakea dengan penekanan di sternum terdapat hembusan udara
(+) fiksasi dengan plester. Hubungkan dengan mesin anestesi.
Dengarkan dengan menggunakan stetoscope kesamaan hembusan
udara di paru kanan dan kiri
f. Pemeliharaan dengan mengalirkan O2 2 liter/menit dan N2O 2
liter/menit. Untuk maintenance digunakan sevoflurance 2 vol %

5
g. Jam 09:58 ahli bedah memulai operasi, selama operasi tanda vital,
perdarahan dan saturasi O2 dimonitor tiap 5 menit.
h. Jam 10:20 operasi selesai
i. Jam 10:35 pasien sadar, ekstubasi, suction dan penderita dipindahkan
ke ruang pulih sadar.

Monitoring selama operasi.

Jam Tensi Nadi Si02 Keterangan

09:30 168/95 82 99 Terpasang infus Ringer Laktat 500cc 20


tpm

09:40 150/100 80 99 Premedikasi : Midazolam 3 mg i.v dan


Pethidin 50 mg i.v

09:43 90/60 60 99 Vecuronium bromida 10 mg i.v

09:50 70/50 65 99 Induksi propofol 60 mg I.V, O2 6 L / menit


dan intubasi

09:54 80/55 75 99 intubasi endotracheal tube no.7.5,


kedalaman 20 cm, kembangkan cuff, test
masuk trakea (+), N20 : 02 = 2 : 2 sevo 2
vol %.

09: 55 92/50 74 99

09:58 100/65 78 99 Operasi dimulai.

10:00 100/65 77 99

10:05 128/90 69 99 Ketorolac 30 mg iv dimasukan

10:10 120/90 71 99 N2O di matikan

10:15 120/93 70 99 Sevo di matikan

10:20 120/90 72 99 Operasi selesai

10:35 111/65 77

6
10:40 120/60 74

10.45 118/88 78 Ekstubasi

10:50 118/62 76

3. Di Ruang Pemulihan
- Jam 11:00 : pasien dipindahkan ke recovery room dalam keadaan
setengah sadar, posisi terlentang, kepala di ekstensikan, diberikan O 2 2
liter/menit, dan tanda-tanda vital dimonitoring tiap 10 menit.
- Jam 11: 15 : pasien stabil baik, dipindahkan ke Bangsal Seruni
Monitoring Pasca Anestesi

Jam Tensi Nadi RR Keterangan

11:00 130/80 78 20 O2 2 L/menit, monitoring tanda vital

11:15 130/80 82 22 Aldrette scor 9, pasien pindah ke


bangsal Seruni

4. Instruksi Pasca Anestesi

a. Rawat pasien posisi terlentang, kontrol vital sign. Bila tensi turun di
bawah 90/60 mmHg, infus dipercepat. Bila muntah, berikan
Ondansetron 4 mg. Bila kesakitan, berikan Ketorolac 1 ampul.
b. Lain-lain
- Kontrol balance cairan.
- Monitor vital sign.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.2 Polip Nasi

1. Pendahuluan
Polip nasi didefinisikan sebagai kantong mukosa yang terdiri dari edema,
jaringan fibrous, pembuluh darah, selsel inflamasi dan kelenjar.
Menurut Mackay yang dikutip dari Hamadi, terdapat 4 stadium dari polip
nasi yaitu:5
Stadium 0: tidak ada polip
Stadium 1: polip terbatas dalam meatus media tidak keluar ke rongga
hidung tidak tampak dengan pemeriksaan rinoskopi anterior hanya terlihat dengan
nasoendoskopi.
Stadium 2: polip sudah keluar dari meatus media dan tampak dirongga
hidung tetapi tidak memenuhi /menutupi rongga hidung.
Stadium 3: polip sudah memenuhi rongga hidung.

Menurut Hellquist yang dikutip oleh Zulka, terdapat sub- tipe histologis
yaitu tipe I polip alergik dengan eosinofil yang dominan, tipe II polip
fibroinflamatorik dengan neutrofil yang dominan, tipe III polip dengan hiperplasia
kelenjar seromusinosa dan tipe IV polip dengan stroma atipik. Chmielik membagi
polip berdasarkan histologi menjadi 3 jenis yaitu polip eosinofilik, polip
inflamatori, stroma atipik.

2. Insidens
Polip nasi ditemukan 1-4% dari total populasi, 36% penderita dengan
intoleransi aspirin, 7% pada penderita asma. Polip pada dewasa berkisar 1-4%
sedangkan 0,1% ditemukan pada anak-anak. Angka kejadian polip pada anak-anak
dengan kistik fibrosis 6-48%, sedangkan polip antrokoanal pada anak sekitar 33%
dari seluruh polip nasi pada anak.
Polip nasi terutama ditemukan pada laki-laki dibanding wanita dengan rasio
4:1. Biasanya terjadi setelah umur 20 tahun dan banyak pada umur 40 tahun ke
atas. Polip nasi biasanya timbul setelah anak berumur lebih dari 2 tahun. Jika

8
timbul sebelum 2 tahun maka dapat dipikirkan adanya ensefalokel atau
meningokel.
Polip nasi jarang terjadi pada anak yang berusia kurang dari 10 tahun.
Penyebab pasti polip nasi belum diketahui. Diduga terdapat beberapa faktor risiko
polip nasi diantaranya inflamasi kronik, asma bronkial, kistik fibrosis, rhinitis
alergi, dan rinosinusitis kronik.

3. Anatomi Kavum Nasi

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke


belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi
kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu
dinding medial, lateral, inferior dan superior.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang
memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan
vibrise.
Septum Nasi
Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang
rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada
bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung

4. Diagnosis
Diagnosis polip nasi berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis didapatkan keluhan hidung tersumbat
yang menetap, infeksi sinus/sinusitis, sakit kepala, penciuman berkurang sampai
hilang, tidur ngorok, rinore yang mengalir ke belakang, bersin bersin dan
epistaksis.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya masa polip warna bening soliter,
tidak nyeri bila disentuh dan tidak mengecil setelah diberikan vasokonstriktor
topikal dan pada rinoskopi posterior terdapat nasal drip
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah endoskopi kaku dan
fleksibel, foto sinus polos dan tomografi komputer sinus paranasal diperlukan
juga tes biopsi.

9
5. Penatalakasanaan

Penatalaksanaan polip nasi dapat dilakukan secara konservatif yaitu


menggunakan medika mentosa seperti kortikostreroid topikal, kortikosteroid oral,
terapi untuk mengontrol alergi atau infeksi, dan oabt anti jamur jika disebabkan
oleh jamur. jika terpi konsevatif tidak memberikan hasil maka dapat dilakukan
bedah seperti polipektomi atau bedah sinus endoskopi

6. Prognosis
Polipnasiseringkambuhkembali,olehkarenaitupengobatannyajuga
perluditujukankepadapenyebabnya,misalnyaalergi.Tetapiyangpalingideal
padarinitisalergiadalahmenghindarikontakdenganalergenpenyebab

10
BAB III

PEMBAHASAN

1.1. Pre Operatif


Persiapan pra operatif pada pasien ini meliputi persiapan alat, penilaian dan
persiapan pasien, serta persiapan obat anestesi yang diperlukan. Penilaian dan
persiapan pasien di antaranya meliputi :
a. Penilaian klinis penanggulangan keadaan darurat
b. Informasi
1) Riwayat alergi obat, hipertensi, diabetes mellitus, operasi
sebelumnya, asma
2) Riwayat keluarga (penyakit dan komplikasi anestesia)
3) Menilai jalan nafas (gigi geligi, lidah, tonsil, tempuro-
mandibula-joice, tumor, tiroid, tyro-mental-distance, trakea)
4) Menilai nadi, tekanan darah
5) Makan minum terakhir (mencegah aspirasi isi lambung karena
regurgitasi atau muntah pada saat anestesi)
c. Persiapan informed concent, suatu persetujuan medis untuk
mendapatkan ijin dari pasien sendiri dan keluarga pasien untuk
melakukan tindakan anestesi dan operasi, sebelumnya pasien. Setelah
dilakukan pemeriksaan pada pasien, maka pasien termasuk dalam
klasifikasi ASA III.

1.2. Durante Operatif


a. Premedikasi
Obat yang dipakai untuk pasien Midazolam 3 mg, adalah obat anestesi
umum golongan benzodiazepin. tujuan diberikan ini sebagai terapi
premedikasi sedatif selain itu midazolam juga mengurangi rasa cemas
dan amnesia retrograd. Obat ini dipilih karena efek kerja midazolam yang
relatif cepat.

Fentanyl 50 mg adalah agonis opioid sintetik yang strukturnya mirip


dengan meperidin. Fentanyl memiliki efek analgetik 75-125 kali lebih
poten dibanding morfin diikuti petidin. Efeknya dapat menyebabkan

11
depresi miokard dan pelepasan histamin dan mungkin menyebabkan
depresi ventilasi dan bradikardi.

b. Induksi
Dengan menggunakan Propofol 100mg untuk induksi keuntungannya
memiliki efek analgesik, anti emetik, pemulihan yang lebih cepat
dibandingkan dengan obat lainnyadan memiliki rasa nyaman ketika
bangun. Efek sampingnya adalah depresi nafas.
c. Fasilitasi
Vecuronium Bromida 4 mg merupakan obat pelumpuh otot non
depolarisasi yang mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal
dari tanaman leontice leontopetaltum. Keunggulannya adalah
metabolisme terjadi di dalam darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan
ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi berulang, tidak menyebabkan
perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
d. Pemasangan ETT
Tindakan memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulu t
atau melalui hidung, dengan sasaran jalan napas bagian atas atau
trakea. Tujuan penggunaan ETT pada pasien ini :
Menjaga patensi jalan napas karena durasi pembedahan diperkirakan
lebih dari 30menit
Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi
Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
e. Maintenance
N2O dan O2 dengan perbandingan 2 : 2 serta sevofluran 2 vol%.
N2O adalah anestetik inhalasi digunakan sebagai pembawa anestetik
inhalasi lainnya. Pemberiannya tidak boleh terlalu lama karna akan
mengakibatkan hipoksia.
Sevofluran 2 vol% adalah anestetik inhalasi baru yang memberikan
induksi dan pemulihan yang lebih cepat.
f. Terapi cairan
Pasien sudah tidak makan dan minum 8 jam, namun sudah di pelihara
kekurangan cairannya dengan memberikan cairan infus selama di bangsal

12
Untuk kebutuhan selama operasi berlangsung:
BB = 42 kg
a. Maintenance = 4 x 10kg = 40
= 2 x 10kg = 20
= 1 x 22kg = 22 total 82cc/jam
b. Stress operasi (sedang)
= 6cc/kgBB/jam = 6 x 42 = 252 cc/jam
c. Perdarahan = 70cc (perkiraan berat kassa dan suction)
EBV = 75 x 42 = 3150ml
Perdarahan <20 % EBV tidak perlu transfusi, cukup diganti dengan
kristaloid

Pemberian Cairan :
Kebutuhan cairan selama operasi sedang 55 menit
= perdarahan + maintenance + stress operasi
= 70 + 82 + 252
= 404 cc
Cairan yang sudah diberikan saat operasi = 500 cc
Balance cairan : 500cc 404cc = + 196cc

1.1. Post operatif


Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke recovery room. Observasi post
operasi dengan dilakukan pemantauan secara ketat meliputi vital sign (tekanan
darah, nadi, suhu dan respirasi). Oksigen tetap diberikan 2-3 liter/menit.

Dari hasil Aldrrete score di dapatkan


Aldrete Score Point Nilai Pada Pasien
Motorik 4 ekstermitas 2
2 ekstremitas 1
- 0
Respirasi Spontan + batuk 2
Nafas kurang 1
- 0
Sirkulasi Beda <20% 2
20-50% 1
>50% 0
Kesadaran Sadar penuh 2
Ketika dipanggil 1
- 0
Kulit Kemerahan 2
Pucat 1
Sianosis 0

13
Total 9

Apabila total Aldrete score >8 pasien sudah dapat dipindah ke bangsal.
Pada saat malam hari post operasi.
Sistem Pernapasan
Respiratory Rate : 20 x/mnt
Sistem Sirkulasi
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88x/mnt
Sistem Saraf Pusat
GCS : 15
Sistem Perkemihan
DBN
Sistem Pencernaan
Bising usus : 6x/mnt
Sistem Muskuloskeletal
Hidung kiri tertutup oleh kassa

BAB IV

PENUTUP

IV.1. Kesimpulan

Ny, P , 79 tahun, BB 42 Kg, TB 142 cm Pasien pada kasus ini didiagnosis


dengan polip nasi sinistra stadium 3 yang ditegakkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik B1 (Respiratory). Dari anamnesis didaptkan keluhan hidung
tersumbat serta riwayat pilek berulang sejak satu tahun yang lalu. Pilek disertai
pengeluaran sekret berwarna bening. Pasien juga menegeluhkan adanya benjolan
pada rongga hidung sebelah kiri, tidak ada keluhan mimisan
Pada pemeriksaan fisik B1 (Respiratory) sekret didaptkan adanya massa
multipel berwarna pucat, terlihat bertangkai, tidak nyeri tekan, dapat digerakkan,
dan tidak mudah berdarah. Hal ini menunjang ke arah diagnosis polip nasi
Untuk rencana penatalksanaan pasien ini karena merupakan polip nasi ialah
dengan pemberian kortikosteroid kemudian tempering off. Lalu dilakukan
tatalaksana operatif, yaitu dengan polipektomi untuk keperluan biopsi dengan
menggunakan General Endotracheal Anaestesi (GETA).
General Endotracheal Anaestesi (GETA) ditujukan untuk memenuhi
keadaan amnesia, analgesi dan penekanan refleks otot pada pasien dengan cara

14
kombinasi inhalasi dan intravena sehingga didapatkan anestesia umum (General
anastesi) dengan pemeliharaan mengunakan gas anestesi melewati endotrakea.
Kebutuhan cairan selama operasi yaitu jumlah dari perdarahan, maintanance
dan stress operasi (70 + 82 + 252 = 404cc), sedangkan cairan yang sudah
diberikan saat operasi adalah 500cc, sehingga balance cairannya adalah +196cc.
Selama proses operasi tidak terjadi masalah gejolak hemodinamik.
Di ruang pemulihan (recovery room), vital sign pasien dalam batas normal
dan nilai aldrette score mencapai 9 sehingga pasien selanjutnya bisa dipindahkan
ke bangsal

IV.II. Saran

1. Follow Up Preanestesi: Dapat dilengkapi pemeriksaan lab yaitu


SGOT/SGPT, CT/BT dan golongan darah.
2. Persiapan alat dan obat pada pasien dengan GETA dapat menggunakan
sungkup dan ETT sekali pakai untuk menurunankan kejadian infeksi
nosokomial, bila menggunakan re-useable equipment, diharapkan sesuai
dengan prosedur tetap.
3. Penentuan dosis anestesi berdasarkan berat badan akurat dapat mencegah
perpanjangan waktu anestesi yang berlebih atau penggunaan antidotum
dapat diberikan segera setelah pasien selesai operasi untuk mempercepat
waktu pemulihan sehingga tidak menghambat operasi berikutnya.
4. Pasien post-anestesi yang masih apatis belum dapat dipindah ke recovery
room, harus dengan kesadaran compos mentis dengan kondisi vital sign
stabil sepenuhnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bernstein, Joel. Chronic Rhinosinusitis With and Without Nasal Polyposis.in:


Sinusitis from Microbiology to management. New york: Taylor and
Francis; 2006. p 375- 380.
Ekayuda Iwan, Trauma Skelet (Rudapaksa Skelet) dalam: Rasad Sjahriar,
Radiologi Diagnostik. Edisi kedua, cetakan ke-6. Penerbit Buku Balai
Penerbitan FKUI. Jakarta. 2009. Hal 31-43.
Hamadi, Fauziah. Gambaran Histopatologi Polip Nasi.Refrat. Jakarta: Bagian
THT FKUI; 2002.p1-14.
Iloba N. Nasal polyps. March 2009. Available from www.thestethoscope.org,
Cited on May 2014.
Latief Said et al. Petunjuk Praktis Anestiologi Edisi kedua. Penerbit Bagian
Anetstesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Indonesia. 2001.
Jakarta
Puts R and Pabst R.. Ekstremitas Atas dalam: Atlas Anatomi Manusia Sobotta.
Edisi 22. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jilid 1. Jakarta. 2006. Hal 158,
166, 167, dan 169.
Zulka, Elvie. Peranan Sitokin Pada Polip Nasi.Refrat. Jakarta: Bagian THT FKUI;
2002.p9.

16

Anda mungkin juga menyukai