Pembimbing
dr. Bambang, Sp.An
Disusun oleh
Thomas Albert Yudhistira
11.2015.292
1
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
STATUS ANESTESI
SMF ILMU ANASTESI
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Karang tengah RT 2 RW 2 Kelurahan Cimanggu Kab. Cilacap
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2016
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
KELUHAN UTAMA
OS merasa mulas-mulas sejak jam 19:00 1 hari SMRS.
2
Tidak ada riwayat asma
Tidak ada riwayat kencing manis
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak ada riwayat penyakit jantung
Tidak ada riwayat operasi sebelumnya
Tidak ada riwayat penyakit ginjal
Pasien tidak memakai gigi palsu, tidak ada gigi yang goyang
Pasien tidak merokok, tidak memakai narkotika, dan tidak mengkonsumsi alkohol
Pasien sudah mulai puasa sejak jam 21.30 WIB
Informed consent terhadap pasien dan keluarga.
Pemberian surat persetujuan tindakan medis terhadap keluarga pasien.
Penjelasan terhadap pasien dan keluarga mengenai kemungkinan resiko dan komplikasi
terhadap tindakan operasi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Respirasi : 22 x/menit
Kepala : Normocephali, rambut distribusi merata, warna
hitam, tidak mudah rontok.
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor
Leher : Tidak terlihat benjolan, tidak teraba pembesaran
KGB
Toraks : Simetris saat statis dan dinamis
Cor : BJ I dan BJ II reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : suara napas vesikuler +/+, wheezing (-),rhonki (-)
Abdomen : TFU 32 cm, DJJ 144x/menit, leopold tidak
3
dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, nadi teraba kuat
Edema Sensitibiltas
- - + +
- - + +
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Hemostatis
Kimia Darah
4
Status Fisik ASA
ASA II: Pasien Hamil.
Diagnosis Kerja
Wanita 23 tahun G1P0A0 dengan usia kehamilan 37 minggu dengan bayi letak sungsang.
Intra Operasi
Lama Anestesi : 08.50 - 09.30 (40 menit)
Lama Operasi : 08.55 – 09.25 (30 menit)
Premedikasi : Ondansetron 4mg bolus IV
Induksi :-
Recovery :-
Obat-obatan : Bupivacain 20mg spinal, Oksitosin 20 unit, Methergin 200 mcg,
Dexketoprofen 50 mg, Tramadol 100mg.
Maintenance : O2 2 L/menit
Catatan : Bayi lahir pukul 09.05 WIB dengan jenis kelamin perempuan
Lampiran Monitoring Tindakan Operasi :
Jam Tindakan Tekanan Nadi Saturasi
Darah (x/menit) O2 (%)
(mmHg)
08.40 Pasien masuk ke kamar operasi, 110/70 86 98
– dan dipindahkan ke meja operasi
08.45 Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
Pemasangan jalur intravena
08.45 Injeksi ondansetron 4 mg IV 123/77 85 99
– Bupivacain 15mg masuk secara
08.53 spinal
Maintanance oksigenasi dengan
5
O2 menggunakan selang kanul
oksigen (2 L/menit)
08.55 Operasi dimulai 120/80 89 99
08.57 Kondisi terkontrol selama proses 120/79 90 99
section caesarea
09.05 Proses pengeluaran bayi 120/79 101 99
– Bayi dan plasenta keluar
09.20 Pemberian Bledstop (Methyler-
gometrine) 200 mcg bolus IV
Oksitosin 20 unit drip IV
Dexketoprofen 50 mg drip IV
Tramadol 100mg drip IV
09.25 Operasi selesai 110/70 76 99
09.35 Pasien dipindahkan ke ruang Re- 118/76 82 99
covery Room
Dilakukan monitoring pada Re-
covery Room
POST-OPERASI
Pasien dipindahkan ke recovery room
Keluhan: pusing (+), nyeri (-), mual (-)
Dilakukan observasi TTV dan penilaian berdasarkan Aldrete score (1-2 jam), jika ≥8
boleh dipindahkan ke ruang perawatan
Pemeriksaan Fisik : 09.40 : TD 116/75 mmHg HR 84 x/m SpO2 99%
09.55 : TD 120/70 mmHg HR 80 x/m SpO2 100%
10.10 : TD 115/79 mmHg HR 83 x/m SpO2 100%
10.25 : TD 114/79 mmHg HR 85 x/m SpO2 99%
10.40 : TD 117/85 mmHg HR 85 x/m SpO2 100%
10.55 : TD 117/85 mmHg HR 82 x/m SpO2 100%
11.10 : TD 123/78 mmHg HR 82 x/m SpO2 99%
11.25 : TD 118/80 mmHg HR 82 x/m SpO2 99%
11.40 : TD 118/78 mmHg HR 82 x/m SpO2 100%
6
MODIFIED ALDRETE SCORE
Jam Activity Respiration Circulation Consciousness O2 saturation Score
09.40 1 2 1 1 2 7
09.55 1 2 1 1 2 7
10.10 1 2 2 1 2 8
10.25 1 2 2 1 2 8
10.40 1 2 2 2 2 9
10.55 1 2 2 2 2 9
11.10 1 2 2 2 2 9
11.25 1 2 2 2 2 9
11.40 1 2 2 2 2 9
7
PEMBAHASAN
Anestesi Sectio Cesaria Pasien Cukup Bulan dengan Cephalo Pelvic Disproporsion
Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik ke-
majuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat umum terjadi
bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada presentasi
kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria. CPD
(cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul sempit, ukuran kepala janin yang
besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas. Setiap penyempitan diameter panggul
yang mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul
sempit bisa terjadi pada pintu atas panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umum-
nya kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan
midlet, diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan
dengan evaluasi ukuran kepala janin. Panggul sempit disebut sebut sebagai salah satu kendala
dalam melahirkan secara normal karena menyebabkan obstructed labor yang insidensinya
adalah 1 3% dari persalinan1,2
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat
berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum,
ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesiko-
vaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan tu-
lang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal,
dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan fraktur
pada os parietalis. Panggul sempit dikatakan sebagai salah satu indikasi persalinan seksio
sesarea yang kejadiannya semakin meningkat dalam tiga dekade terakhir.3,
Anestesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid.
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan
sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang
subarachnoid di daerah antara vertebra L3-L4 atau L4-L5. Untuk mencapai cairan
8
serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulis subkutis Lig. Supraspinosum
Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural durameter ruang
subarachnoid.4
Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang
digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen,
lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan
penyebaran obat.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian
besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan
sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal.
Kelebihan atau manfaat teknik anestesi regional ini adalah 4,5
Pasien tetap sadar sehingga jalan nafas serta sistem respirasi tetap paten dan aspirasi
isi lambung tidak mungkin terjadi
Pemulihan pasca operasi lancer,tanpa komplikasi atau dengan efek sedasi yang mini-
mal
Pengelolaan nyeri pascabedah karena blockade saraf yang dihasilkan dapat diperpan-
jang
Blokade saraf yang berhasil efektif mencegah perubahan metabolic dan endokrin aki-
bat pembedahan
Mengurangi jumlah perdarahan
biaya relatif murah
9
Menurunkan mortalitas pasca operasi
Mengurangi tempoh waktu rawat inap
Kontra indikasi :6
Tabel 1: Kontraindikasi absolut dan relative terhadap anestesi spinal
Absolut Relatif
Pasien menolak Infeksi sistemik
Infeksi pada tempat suntikan Infeksi sekitar tempat suntikan
Hipovolemia berat, syok Kelainan neurologis
Koagulapatia atau mendapat terapi Kelainan psikis
koagulan Bedah lama
Tekanan intracranial meningkat Penyakit jantung
Fasilitas resusitasi minim Hipovolemia ringan
Kurang pengalaman tanpa Nyeri punggung kronik
didampingi konsulen anestesi.
10
Duduk sedikit membungkuk dalam keadaan relaks,pasien tidak mengkakukan otot,
dagu rapat ke dada dengan kaki lurus di atas meja operasi.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-
L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap me-
dulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggu-
nakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. tusukkan introduser
sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal
berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah
resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obar dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung
jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º bi-
asanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.
Pembahasan Kasus
Pada pasien Ny. M 23 tahun G1P0A0 dengan kehamilan 37 minggu dengan posisi
letak sungsang sehingga tidak memungkinkan untuk melalukan persalinan normal sehingga
dibutuhkan persalinan dengan sectio caesarea, teknik anestesi yang dipilih pada kasus ini
sectio cesaria adalah blok regional anestesi spinal. Teknik ini dipilih karena dilihat dari
keadaan umum pasien yang baik dan kesadaran yang compos mentis serta tidak ada indikasi
untuk dilakukan tindakan anestesi umum seperti bradikardia berat pada janin, perdarahan
14
yang massif, gangguan koagulopati serta gangguan kardiovaskular serta komplikasi lain saat
kehamilan.
Menurut Saygil et al, anestesi spinal lebih superior dibandingkan anestesi umum
karena lebih aman untuk janin yang akan lahir. Skor APGAR bayi juga akan lebih baik pada
pasien yang menggunakan anestesi spinal dibandingkan dengan anestesi umum. Selain itu
kemudahan untuk menjaga jalan nafas pasien serta lebih cepatnya kembalinya fungsi traktus
gastrointestinalis pasien membuat anestesi spinal sebagai method of choice dalam kasus
persalinan dengan sectio caesarea.
Pemilihan obat pada kasus ini adalah bupivakain. Berdasarkan literatur, bupivakain
menurunkan insidens terjadinya hipotensi pada anestesi spinal. Selain itu dipilih karena faktor
ketersediaan obat di RSU Bhakti Yudha serta masuk dalam kategori obat yang masuk dalam
jaminan BPJS.
Selama operasi, hal yang penting untuk dimonitor selain tanda-tanda vital pasien
adalah menjaga jalan nafas pada pasien dan saturasi oksigen.
Kesimpulan
Pasien Ny.M 23 tahun G1P0A0 hamil 37 minggu dengan dengan posisi letak
sungsang dilakukan operasi sectio cesar dengan teknik anestesi blok regional spinal. Teknik
ini dipilih karena penggunaan anestesi spinal memiliki efek samping lebih sedikit
dibandingkan anestesi umum baik pada ibu maupun janin, serta tidak ada indikasi untuk
dilakukan anestesi umum. Obat anestesi spinal yang dipilih adalah bupivakain dengan tujuan
menurunkan resiko terjadinya hipotensi pada pasien. Anastesi spinal lebih baik digunakan
pada seksio sesarea, karena menguntungkan bagi ibu dan bayi, dimana tidak adanya induksi
yang mempengaruhi sistem sirkulasi darah yang dapat secara langsung mempengaruhi
kondisi janin.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP,
2008.
2. 2. Lowe, N.K. The Dystocia Epidemic in Nulliparous Women. School of Nursing Oregon
Health & Science University. 2005. [Online] Hyperlink:
http://196.33.159.102/1961%20VOL%20XXXV%20JulDec/Articles/10%20October/
3.5%20A%20CLINICAL%20CLASSIFICATION%20OF%20CEPHALO-PELVIC
%20DISPROPORTION.%20C.J.T.%20Craig.pdf, pada 14 september 2016
3. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC,
2005.
4. Kristanto S. Anestesiologi. Jakarta : FKUI; 2007.
5. Soenarjo, Marwoto, witjaksono et all. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi (IDSAI); 2010.
6. Syarif A, Sunaryo. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2007.
7. Ronald DM, Manuel CP. Basics of anesthesia. 6th edition. Philadelphia: Elsevier; 2011.
16