Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Pembimbing
dr. Bambang, Sp.An

Disusun oleh
Thomas Albert Yudhistira
11.2015.292

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRSTEN KRIDA WACANA
PERIODE 11 DESEMBER 2017 – 30 DESEMBER 2017

1
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN REANIMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
STATUS ANESTESI
SMF ILMU ANASTESI
RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Karang tengah RT 2 RW 2 Kelurahan Cimanggu Kab. Cilacap
Tanggal Pemeriksaan : 19 Oktober 2016

ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis

KELUHAN UTAMA
OS merasa mulas-mulas sejak jam 19:00 1 hari SMRS.

Riwayat Penyakt Sekarang :


Wanita 23 tahun G1P0A0 hamil 37 minggu datang ke RSAU pada tanggal 17
Oktober 2017 karena sebelumnya telah dijadwalkan untuk rencana sectio caesarea pada
tanggal 18 Oktober 2016 karena bayi letak sungsang. Pasien mengatakan 1 hari SMRS
terasa mulas sejak pukul 19.00. HPHT 14 Januari 2016.

Riwayat Penyakit Penyerta:


DM (-), Hipertensi (-), Asma (-), Alergi (-), Pre-eklampsia (-)
Riwayat Operasi Sebelumnya:
Tidak ada
Anamnesis Berkaitan dengan Rencana Anestesi
 Tidak ada riwayat alergi obat dan makanan

2
 Tidak ada riwayat asma
 Tidak ada riwayat kencing manis
 Tidak ada riwayat hipertensi
 Tidak ada riwayat penyakit jantung
 Tidak ada riwayat operasi sebelumnya
 Tidak ada riwayat penyakit ginjal
 Pasien tidak memakai gigi palsu, tidak ada gigi yang goyang
 Pasien tidak merokok, tidak memakai narkotika, dan tidak mengkonsumsi alkohol
 Pasien sudah mulai puasa sejak jam 21.30 WIB
 Informed consent terhadap pasien dan keluarga.
 Pemberian surat persetujuan tindakan medis terhadap keluarga pasien.
 Penjelasan terhadap pasien dan keluarga mengenai kemungkinan resiko dan komplikasi
terhadap tindakan operasi.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Respirasi : 22 x/menit
Kepala : Normocephali, rambut distribusi merata, warna
hitam, tidak mudah rontok.
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor
Leher : Tidak terlihat benjolan, tidak teraba pembesaran
KGB
Toraks : Simetris saat statis dan dinamis
Cor : BJ I dan BJ II reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : suara napas vesikuler +/+, wheezing (-),rhonki (-)
Abdomen : TFU 32 cm, DJJ 144x/menit, leopold tidak

3
dilakukan
Ekstremitas : Akral hangat, nadi teraba kuat
Edema Sensitibiltas
- - + +
- - + +

2. Pemeriksaan berkaitan rencana anestesi


 Airway paten, nafas spontan, ronki (-), Wheezing (-)
 Mallampati 2
 Leher bebas
 Buka mulut > 3 jari.
 Gigi goyang (-), Gigi palsu (-)

Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap

 Hemoglobin : 12,8 g/dl


 Leukosit : 9600* / mm3
 Eritrosit : 4,0
 Hematokrit : 36%
 Trombosit : 158.000/Ul

Hemostatis

 Masa Perdarahan : 4 menit


 Masa Pembekuan : 12 menit

Kimia Darah

 Gula Darah Sewaktu : 86 mg/dl

Golongan Darah dan Rh : O/Rh (+)


HBsAg : Negatif
Protein Urin : Negatif

4
Status Fisik ASA
ASA II: Pasien Hamil.

Diagnosis Kerja
Wanita 23 tahun G1P0A0 dengan usia kehamilan 37 minggu dengan bayi letak sungsang.

Rencana Tindakan Bedah


Sectio Caesarea

Rencana Teknik Anestesi


Jenis Anestesi : Anestesi Regional
Teknik Anestesi : Spinal

Intra Operasi
Lama Anestesi : 08.50 - 09.30 (40 menit)
Lama Operasi : 08.55 – 09.25 (30 menit)
Premedikasi : Ondansetron 4mg bolus IV
Induksi :-
Recovery :-
Obat-obatan : Bupivacain 20mg spinal, Oksitosin 20 unit, Methergin 200 mcg,
Dexketoprofen 50 mg, Tramadol 100mg.
Maintenance : O2 2 L/menit
Catatan : Bayi lahir pukul 09.05 WIB dengan jenis kelamin perempuan
Lampiran Monitoring Tindakan Operasi :
Jam Tindakan Tekanan Nadi Saturasi
Darah (x/menit) O2 (%)
(mmHg)
08.40  Pasien masuk ke kamar operasi, 110/70 86 98
– dan dipindahkan ke meja operasi
08.45  Pemasangan monitoring tekanan
darah, nadi, saturasi O2
 Pemasangan jalur intravena
08.45  Injeksi ondansetron 4 mg IV 123/77 85 99
–  Bupivacain 15mg masuk secara
08.53 spinal
 Maintanance oksigenasi dengan

5
O2 menggunakan selang kanul
oksigen (2 L/menit)
08.55  Operasi dimulai 120/80 89 99
08.57  Kondisi terkontrol selama proses 120/79 90 99
section caesarea
09.05  Proses pengeluaran bayi 120/79 101 99
–  Bayi dan plasenta keluar
09.20  Pemberian Bledstop (Methyler-
gometrine) 200 mcg bolus IV
 Oksitosin 20 unit drip IV
 Dexketoprofen 50 mg drip IV
 Tramadol 100mg drip IV
09.25  Operasi selesai 110/70 76 99
09.35  Pasien dipindahkan ke ruang Re- 118/76 82 99
covery Room
 Dilakukan monitoring pada Re-
covery Room

POST-OPERASI
 Pasien dipindahkan ke recovery room
 Keluhan: pusing (+), nyeri (-), mual (-)
 Dilakukan observasi TTV dan penilaian berdasarkan Aldrete score (1-2 jam), jika ≥8
boleh dipindahkan ke ruang perawatan
 Pemeriksaan Fisik : 09.40 : TD 116/75 mmHg HR 84 x/m SpO2 99%
09.55 : TD 120/70 mmHg HR 80 x/m SpO2 100%
10.10 : TD 115/79 mmHg HR 83 x/m SpO2 100%
10.25 : TD 114/79 mmHg HR 85 x/m SpO2 99%
10.40 : TD 117/85 mmHg HR 85 x/m SpO2 100%
10.55 : TD 117/85 mmHg HR 82 x/m SpO2 100%
11.10 : TD 123/78 mmHg HR 82 x/m SpO2 99%
11.25 : TD 118/80 mmHg HR 82 x/m SpO2 99%
11.40 : TD 118/78 mmHg HR 82 x/m SpO2 100%

6
MODIFIED ALDRETE SCORE
Jam Activity Respiration Circulation Consciousness O2 saturation Score
09.40 1 2 1 1 2 7
09.55 1 2 1 1 2 7
10.10 1 2 2 1 2 8
10.25 1 2 2 1 2 8
10.40 1 2 2 2 2 9
10.55 1 2 2 2 2 9
11.10 1 2 2 2 2 9
11.25 1 2 2 2 2 9
11.40 1 2 2 2 2 9

Terapi pasca bedah


Infus : RL 500cc/8 jam
Medikamentosa : Tramadol 100mg

7
PEMBAHASAN

Anestesi Sectio Cesaria Pasien Cukup Bulan dengan Cephalo Pelvic Disproporsion
Distosia yang secara literatur berarti persalinan yang sulit, memiliki karakteristik ke-
majuan persalinan yang abnormal atau lambat. Persalinan abnormal atau lambat umum terjadi
bila ada disproporsi antara ukuran bagian terbawah janin dengan jalan lahir. Pada presentasi
kepala, distosia adalah indikasi yang paling umum saat ini untuk seksio sesaria. CPD
(cephalopelvic disproportion) adalah akibat dari panggul sempit, ukuran kepala janin yang
besar, atau lebih sering kombinasi dari kedua di atas. Setiap penyempitan diameter panggul
yang mengurangi kapasitas pelvis dapat mengakibatkan distosia selama persalinan. Panggul
sempit bisa terjadi pada pintu atas panggul, midpelvis, atau pintu bawah panggul, atau umum-
nya kombinasi dari ketiganya. Karena CPD bisa terjadi pada tingkat pelvic inlet, outlet dan
midlet, diagnosisnya bergantung pada pengukuran ketiga hal tersebut yang dikombinasikan
dengan evaluasi ukuran kepala janin. Panggul sempit disebut sebut sebagai salah satu kendala
dalam melahirkan secara normal karena menyebabkan obstructed labor yang insidensinya
adalah 1 3% dari persalinan1,2
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung sendiri tanpa
pengambilan tindakan yang tepat, timbul bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu dapat
berupa partus lama yang dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum,
ruptur uteri mengancam serta resiko terjadinya fistula vesikoservikalis, atau fistula vesiko-
vaginalis, atau fistula rektovaginalis karena tekanan yang lama antara kepala janin dengan tu-
lang panggul. Sedangkan bahaya pada janin dapat berupa meningkatkan kematian perinatal,
dan perlukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin bahkan bisa menimbulkan fraktur
pada os parietalis. Panggul sempit dikatakan sebagai salah satu indikasi persalinan seksio
sesarea yang kejadiannya semakin meningkat dalam tiga dekade terakhir.3,

Anestesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarackhnoid.
Anestesi spinal adalah salah satu metode anestesi yang diinduksi dengan menyuntikkan
sejumlah kecil obat anestesi lokal ke dalam cairan cerebro-spinal (CSF). Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.
Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke dalam ruang
subarachnoid di daerah antara vertebra L3-L4 atau L4-L5. Untuk mencapai cairan

8
serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulis  subkutis  Lig. Supraspinosum
 Lig. Interspinosum  Lig. Flavum  ruang epidural durameter  ruang
subarachnoid.4

Gambar 1. Lokasi Penyuntikan Anestesi Spinal

Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang
digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen,
lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan
penyebaran obat.
Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian
besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan
sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat
meninggalkan cairan serebrospinal.
Kelebihan atau manfaat teknik anestesi regional ini adalah 4,5
 Pasien tetap sadar sehingga jalan nafas serta sistem respirasi tetap paten dan aspirasi
isi lambung tidak mungkin terjadi
 Pemulihan pasca operasi lancer,tanpa komplikasi atau dengan efek sedasi yang mini-
mal
 Pengelolaan nyeri pascabedah karena blockade saraf yang dihasilkan dapat diperpan-
jang
 Blokade saraf yang berhasil efektif mencegah perubahan metabolic dan endokrin aki-
bat pembedahan
 Mengurangi jumlah perdarahan
 biaya relatif murah

9
 Menurunkan mortalitas pasca operasi
 Mengurangi tempoh waktu rawat inap

Indikasi Anestesi regional:


 Bedah ekstremitas bawah
 Bedah panggul
 Tindakan sekitar rektum perineum
 Bedah obstetric-ginekologi
 Bedah urologi
 Bedah abdomen bawah
 Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatric biasanya dikombinasikan dengan anes-
thesia umum ringan

Kontra indikasi :6
Tabel 1: Kontraindikasi absolut dan relative terhadap anestesi spinal
Absolut Relatif
 Pasien menolak  Infeksi sistemik
 Infeksi pada tempat suntikan  Infeksi sekitar tempat suntikan
 Hipovolemia berat, syok  Kelainan neurologis
 Koagulapatia atau mendapat terapi  Kelainan psikis
koagulan  Bedah lama
 Tekanan intracranial meningkat  Penyakit jantung
 Fasilitas resusitasi minim  Hipovolemia ringan
 Kurang pengalaman tanpa  Nyeri punggung kronik
didampingi konsulen anestesi.

Teknik analgesia spinal


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah
lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam
30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.4
Langkah-langkah Anestesi Spinal :
1. Setelah dimonitor,tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala,selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien mem-
bungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba.Posisi lain adalah duduk.

10
Duduk sedikit membungkuk dalam keadaan relaks,pasien tidak mengkakukan otot,
dagu rapat ke dada dengan kaki lurus di atas meja operasi.

Gambar 2. Posisi pasien pada saat anestesi spinal

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan  kedua garis Krista iliaka, misal L2-
L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap me-
dulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,23G,25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggu-
nakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. tusukkan introduser
sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,kemudian masukkan jarum spinal
berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari
kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah
resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit
berisi obat dan obar dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi
sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau anda yakin ujung
jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º bi-
asanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.

Obat Anestesi Spinal


Bupivakain
11
 Bupivakain adalah derivat butil dari mepivakain yang kurang lebih tiga kali lebih
kuat daripada asalnya. Obat ini bersifat long acting dan disintesa oleh BO af Ekenstem dan
dipakai pertama kali pada tahun 1963. Secara komersial bupivakain tersedia dalam 5
mg/ml solutions. Dengan kecenderungan yang lebih menghambat sensoris daripada motoris
menyebabkan obat ini sering digunakan untuk analgesia selama persalinan dan pasca bedah.6
Pemberian bupivakain isobarik, biasanya menggunakan konsentrasi 0,5%, volume 3-4
ml dan dosis total 15-20 mg, sedangkan bupivakain hiperbarik diberikan dengan konsentrasi
0,5%, volume 2-4ml dan total dosis 15-22,5 mg. Salah satu sifat yang paling disukai dari
bupivakain selain dari kerjanya yang panjang adalah sifat blockade motorisnya yang lemah.
Toksisitasnya lebih kurang sama dengan tetrakain. Konsentrasi yang lebih tinggi (0,5 – 0,75
%) digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi infiltrasi 0,25 - 0.5 %, blok saraf tepi 0,25 –
0,5 %, epidural 0,5 – 0,75 %, spinal 0,5 %. Dosis maksimal pada pemberian tunggal adalah
175 mg. Dosis rata-ratanya 3 – 4 mg/kgBB.7

Komplikasi pada spinal anestesi


1.Hipotensi
Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer, komponen blokade midthoracic yang tidak
dapat dihindari dan tidak diinginkan. Berkurangnya venous return (peningkatan kapasitas
vena dan pengumpulan volume darah dari kaki) dan penurunan afterload (penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik) menurunkan maternal mean arterial pressure (MAP),
menimbulkan nausea, kepala terasa melayang dan dysphoria, dan berkurangnya perfusi
uteroplacental. Jika MAP ibu dipelihara, maka gejala pada ibu dapat dihindari dan
uteroplacental perfusion tetap baik.3,4,5,6,7,9,10
Insidensi hipotensi (tekanan sistolik turun di bawah 100 mmHg, atau penurunannya lebih dari
30 mmHg dari pada sebelum induksi) dapat mencapai 80%. Keadaan ini antara lain
disebabkan oleh karena Pada posisi pasien terlentang terjadi kompresi parsial atau total vena
kava inferior dan aorta oleh masa uterus (beratnya kurang lebih 6 kg). 90% pasien yang
mengalami kompresi parsial tidak menunjukkan gejala hipotensi. Keadaan ini disebabkanoleh
mekanisme kompensasi dengan kenaikan venokonstriktor neurogenik. Sedangkan 10%
sisanya dapat menderita hipotensi berat (tekanan sistolik bisa sampai 70 mmHg); dan hampir
75% mengalami gangguan darah balik, sehingga curah jantung berkurang sampai 50%. 6,7,9
2. Blokade spinal Total
Blokade spinal total dengan paralisis respirasi dapat mempersulit analgesia spinal. paling
sering, blokade spinal total merupakan akibat pemberian dosis agen analgesia jauh melebihi
12
toleransi oleh wanita hamil. hipotensi dan apnoe cepat timbul dan harus segera diatasi untuk
mencegah henti jantung. pada wanita tidak melehirkan uterus dipindahkan ke lateral untuk
mengurangi kompresi aortakaval. ventilaasi yang efektif diberikan melaului tuba trackhea
kalau mungkin.,untuk melindungi aspirasi. kalau wanita tersebut hipotensif, cairan intravena
diberikan dan efedrin mungkin membantu untuk meninggikan curah jantung. peninggian
tungkai akan meningkatkan aliran balik vena dan membantu memulihkan hipotensi harus
disediakan persiapan untuk resusitasi jantung kalau terjadi henti jantung.3
3. Kecemasan dan Rasa sakit
Setiap orang yang ada diruang operasi harus selalu ingat bahwa wanita yang berada dibawah
analgesia regional tetap sadar.harus hati-hati sekali berbicara dan melakukan aktivitas yang
berkaitan dengan perawtan ibu dan janinnya,sehingga ibu tersebut tidak menginterpretasikan
ucapan ucapan atau tindakan tindakan tersebut sebagai indikaasi bahwa ia dan janinnya
dalam bahaya, atau kesejahteraan kurang diperhatikan. wanita tersebut biasanya menyadari
setiap manipulasi bedah yang dilakukan dan menerima setiap perast sebagai perasaan yang
tertekan. ia merasa tidak enak terhadap manipulasi -manipulasi diatas blkokade spinal total
sering kali, derajat penghilang rasa nyeri dari analgesia spinal tidak adekuat. dalam keadaan
ini, langkah penghilang rasa nyeri yang dapat diberikan sebelum persalinan dengan
memberikan 50 sampai 70 persen nitrogen oksida dengan oksigen. segera setelah pengkleman
tali pusat berbagai macam teknik dapat dilakukan untuk memberikan analgesia yang efektif.
morfin, meperidin, atau fentanil yang diberikan secara intravena paada waktu ini sering
memberikan analgesia dan euforia yang bagus sekali saat operasi selesai.3
4. Sakit kepala spinal (Pasca pungsi)
Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi meninges dianggap merupakan faktor
utama timbulnya sakit kepala. kiranya, kalau wanita tersebut duduk atau berdiri volume
cairan serebrospinal yang berkurang tersebu menimbulkan tarikan pada struktur-struktur
sistem saraf pusat yang sensitif rasa nyeri. kemungkinan komplikasi yang tidak
menyenangkan ini dapat dikurangi dengan menggunakan jarum spinal ukuran kecil dan
menghindari banyak tusukan pada meninges. membaringkan wanita tersebut datar pada
punggungnya selama beberapa jam, telah dianjurkan untuk mencegah nyeri kepala
pascaspinal, tetapi tidak ada bukti yang baik bahwa prosedur ini sangat efektif. hidarasi yang
banyak telah dikalim bermanfaat, tertapi tidak ada bukti penggunaan yang mendukung.
pemakaian blood patch cukup efektif. beberapa mL darah wanita tersebut tanpa antikoagulan
disuntikan secara epidural ditempat pungsi dural tersebut. salin yang disuntikan serupa dalam
volume yang lebih besar juga telah diklaim menghilangkan sakit kepala penyokong abdomen
13
dapat dikurang dengan cara menggunakan jarum spinal ukuran kecil, korset atau ikat perut
tampaknya menghasilkan mengurangi sakit kepala, tetap berbaring selama 24 jam
pascaoperasi. Dan nyeri kepala tersebut membaik jelas pada hari ketiga dan menghilang pada
hari kelima.3,7
5. Disfungsi kandung kencing
Dengan analgesia spinal, sensasi kandung kencing mungkin dilumpuhkan dan pengosongan
kandung kencing terganggu selama beberapa jam setelah persalinan. akibatnya, distensi
kandung kencing sering merupakan komplikasi masa nifas, terutama kalau telah dan masih
diberikan volume cairan intravena yang banyak. kombinasi dari (1) infus seliter atau lebih
lebih cairan, (2) blokade saraf dari analgesia epidural atau spinal, (3) efek antidiuretik
oksitosin yang diinfuskan setelah lahir dan kemudian dihentikan, (4) rasa sakit akibat
episiotomi yang besar, (5) kegagalan menemukan distensi ksndung kencing pada wanita
tersebut secepatnya, dan (6) kegagalan menghilangkan distensi kandung kencing dengan
cepat dengan kateterisasi, sangat mungkin mengakibatkan disfungsi kandung kencing yang
cukup menyulitkan dan infeksi kandung kencing.3
6. Oksitosin dan hipertensi
Secara berlawanan, hipertensi yang ditimbulkan oleh ergonovin (Ergotrate) atau
metilergonovin (Methergin) yang disuntikan setelah persalinan, sangat sering terjadi pada
wanita yang telah menerima blok spinal atau epidural.3
7. Arakhnoiditis dan meningitis
Tidak ada lagi ampul anestesika lokal yang disimpan dalam alkohol, formalin, pengawet atau
pelarut lain yang sangat toksik. jarum dan kateter sekarang jarang dibersihkan secara kimiwai
sehingga dapat digunakan kembali. sebagai gantinya, digunkan perlengkapan sekali pakai,
dan praktek sekarang ini, ditambah dengan teknik aseptik yang ketat, jarang sekali terjadi
meningitis dan arakhnoiditis.

Pembahasan Kasus
Pada pasien Ny. M 23 tahun G1P0A0 dengan kehamilan 37 minggu dengan posisi
letak sungsang sehingga tidak memungkinkan untuk melalukan persalinan normal sehingga
dibutuhkan persalinan dengan sectio caesarea, teknik anestesi yang dipilih pada kasus ini
sectio cesaria adalah blok regional anestesi spinal. Teknik ini dipilih karena dilihat dari
keadaan umum pasien yang baik dan kesadaran yang compos mentis serta tidak ada indikasi
untuk dilakukan tindakan anestesi umum seperti bradikardia berat pada janin, perdarahan

14
yang massif, gangguan koagulopati serta gangguan kardiovaskular serta komplikasi lain saat
kehamilan.
Menurut Saygil et al, anestesi spinal lebih superior dibandingkan anestesi umum
karena lebih aman untuk janin yang akan lahir. Skor APGAR bayi juga akan lebih baik pada
pasien yang menggunakan anestesi spinal dibandingkan dengan anestesi umum. Selain itu
kemudahan untuk menjaga jalan nafas pasien serta lebih cepatnya kembalinya fungsi traktus
gastrointestinalis pasien membuat anestesi spinal sebagai method of choice dalam kasus
persalinan dengan sectio caesarea.
Pemilihan obat pada kasus ini adalah bupivakain. Berdasarkan literatur, bupivakain
menurunkan insidens terjadinya hipotensi pada anestesi spinal. Selain itu dipilih karena faktor
ketersediaan obat di RSU Bhakti Yudha serta masuk dalam kategori obat yang masuk dalam
jaminan BPJS.
Selama operasi, hal yang penting untuk dimonitor selain tanda-tanda vital pasien
adalah menjaga jalan nafas pada pasien dan saturasi oksigen.

Kesimpulan
Pasien Ny.M 23 tahun G1P0A0 hamil 37 minggu dengan dengan posisi letak
sungsang dilakukan operasi sectio cesar dengan teknik anestesi blok regional spinal. Teknik
ini dipilih karena penggunaan anestesi spinal memiliki efek samping lebih sedikit
dibandingkan anestesi umum baik pada ibu maupun janin, serta tidak ada indikasi untuk
dilakukan anestesi umum. Obat anestesi spinal yang dipilih adalah bupivakain dengan tujuan
menurunkan resiko terjadinya hipotensi pada pasien. Anastesi spinal lebih baik digunakan
pada seksio sesarea, karena menguntungkan bagi ibu dan bayi, dimana tidak adanya induksi
yang mempengaruhi sistem sirkulasi darah yang dapat secara langsung mempengaruhi
kondisi janin.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat. Jakarta: BP-SP,
2008.
2. 2. Lowe, N.K. The Dystocia Epidemic in Nulliparous Women. School of Nursing Oregon
Health & Science University. 2005. [Online] Hyperlink:
http://196.33.159.102/1961%20VOL%20XXXV%20JulDec/Articles/10%20October/
3.5%20A%20CLINICAL%20CLASSIFICATION%20OF%20CEPHALO-PELVIC
%20DISPROPORTION.%20C.J.T.%20Craig.pdf, pada 14 september 2016
3. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC,
2005.
4. Kristanto S. Anestesiologi. Jakarta : FKUI; 2007.
5. Soenarjo, Marwoto, witjaksono et all. Anestesiologi. Semarang : Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi (IDSAI); 2010.
6. Syarif A, Sunaryo. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : FKUI; 2007.
7. Ronald DM, Manuel CP. Basics of anesthesia. 6th edition. Philadelphia: Elsevier; 2011.

16

Anda mungkin juga menyukai