Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN CEREBROVASCULAR ACCIDENT DI RUANG MELATI


RUMAH SAKIT DAERAH BALUNG JEMBER

oleh
Joko Anang Susanto
NIM 152310101311

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2018
A. KONSEP TEORI
1. Anatomi dan Fisiologi
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang
lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum
(otak besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan
diensefalon.
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan
korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis
yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk
gerakan – gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperanan pada kegiatan
memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi
tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi
oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang
memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah
sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot,
serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula
oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata
merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor,
pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.
Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan
pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

1
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang
terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi.

b. Nervus Kranial
1. Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi, membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
2. Nervus optikus
Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3. Nervus okulomotoris
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot pengerak bola
mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris.
4. Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar mata
yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5. Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan
saraf otak besar, sarafnya yaitu:
a. Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala
bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan
bola mata.

2
b. Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir
atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
c. Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motorik)
mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya
mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal dan dagu.
6. Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai
saraf penggoyang sisi mata.
7. Nervus fasialis
Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut motorisnya
mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di
dalamsaraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis)
untuk wajah dan kulit kepala fungsinya sebagai mimik
wajah untuk menghantarkan rasa pengecap.
8. Nervus auditoris
Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan
dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
9. Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi faring, tonsil dan
lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10. Nervus vagus
Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru,
esofagus, gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan
dalam abdomen. Fungsinya sebagai saraf perasa.
11. Nervus asesorius
Saraf ini mensarafi muskulus sternocleidomastoid dan muskulus
trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
12. Nervus hipoglosus

3
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf lidah.
Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

2. Definisi
Stroke adalah sindrom yang tanda dan gejalanya menghilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang sangat cepat [
CITATION Gin07 \l 1057 ].
Stroke disebabkan oleh karena terputusnya suplai darah ke otak,
biasanya karena semburan pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan.
Hal tersebut dapat memotong suplai oksigen dan nutrisi, yang menyebabkan
kerusakan pada jaringan otak [ CITATION WHO14 \l 1057 ].
Stroke adalah suatu serangan pada otak akibat pembuluh darah
yang mensuplai darah pembawa oksigen dan glukosa untuk metabolisme
sel-sel otak agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik terganggu.
Serangan tersebut terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala sesuai
dengan bagian otak yang tidak mendapatkan suplai darah. [ CITATION
War14 \l 1057 ]
Dalam definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stroke adalah
suatu serangan pada otak akibat terputusnya suplai darah menuju otak yang
terjadi karena semburan pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan,
yang tanda dan gejalanya menyebabkan menghilangnya fungsi sitem saraf
pusat yang berkembang sangat cepat.

3. Epidemiologi
WHO (2006), menyatakan bahwa penyakit yang menjadi
pembunuh utama di kawasan negara berkembang sudah bergeser dari
penyakit menular ke penyakit tidak menular. Dari seluruh kematian di dunia
tahun 2000 (55.694.000 kematian) ternyata 59% di antaranya akibat
penyakit tidak menular, sedangkan 9,1% akibat kecelakaan dan sisanya
akibat penyakit menular serta penyakit lain. Salah satu penyakit tidak

4
menular yang prevalensinya cukup tinggi yaitu stroke atau cerebro vaskuler
accident.
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan
kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan
cermat. Hal tersebut diperkuat oleh data prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesda, 2007) adalah 8/1000 penduduk
atau 0,8%. Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5% atau
250.000 orang meninggal dunia dan sisanyacacat ringan maupun berat.
Stroke merupakan satu masalah kesehatan yang besar dalam
kehidupan modern saat ini. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke, sekitar 2,5 % atau 125.000
orang meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita
stroke cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang
penduduk usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan
produktif. Stroke dapat menyerang setiap usia, namun yang sering terjadi
pada usia di atas 40 tahun. Angka kejadian stroke meningkat dengan
bertambahnya usia, makin tinggi usia seseorang, makin tinggi kemungkinan
terkena serangan stroke.

4. Etiologi
Stroke pada anak-anak dan orang dewasa pada usia muda jarang
ditemukan daripada stroke pada usia tua, tetapi sebagian stroke pada
kelompok usia dewasa muda bisa lebih buruk daripada stroke pada usia tua.
Faktor genetik merupakan salah satu faktor predisposisi untuk stroke.
[ CITATION Ram12 \l 1057 ]
Sekitar 80% sampai 85% stroke adalah stroke iskemik, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan pada sirkulasi serebrum di satu atau
lebih arteri besar. [ CITATION Ram12 \l 1057 ]
Klasifikasi dari stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas:
a. Transient Ischaemic Attack (TIA)

5
TIA menggambarkan terjadinya suatu defisit neurologik secara tiba-
tiba dan defisit tersebut berlangsung hanya sementara (< 1 hari). Lesi
vaskular yang terjadi bersifat reversible dan disebabkan oleh
embolisasi. Sumber utama dari emboli yaitu “plaque atheromatosa”
di arteria karotis interna atau arteria vertebrobasilaris. [ CITATION
Sid09 \l 1057 ]
b. Stroke in Evolution (SIE) / Progressing Stroke
SIE menggambarkan perkembangan defisit neurologik yang
berlangsung secara bertahap-tahap dan berangsur-angsur dalam
waktu < 1 hari. SIE berimplikasi bahwa lesi intravaskular yang
sedang menyumbat arteri serebral berupa”plaque atheromatosa”
yang sedang ditimbun oleh fibrine dan trombosit. Penimbunan
tersebut disebabkan oleh hiperviskositas darah atau karena
perlambatan arus aliran darah. [ CITATION Sid09 \l 1057 ]
c. Completed Stroke
Kelumpuhan yang sudah tidak memperlihatkan progresi lagi.
Kesadaran tidak terganggu. Lesi vaskular bersifat iskhemia serebri
regional. [ CITATION Sid09 \l 1057 ]
Beberapa penyebab stroke iskemik meliputi:
a. Trombosis
Aterosklerosis (tersering); Vaskulitis: arteritis temporalis,
poliarteritis nodosa; robeknya arteri: karotis, vertebralis (spontan
atau traumatik); Gangguan darah: polisitemia, hemoglobinopati.
[ CITATION Ram12 \l 1057 ]
b. Embolisme
Sumber di jantung: fibrilasi atrium (tersering), infark miokardium,
penyakit jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik,
kardiomiopati iskemik; Sum9ber tromboemboli aterosklerotik di
arteri: bifurkasio karotis komunis, arteri vertebralis distal; Keadaan
hiperkoagulasi: kontrasepsi oral, karsinoma. [ CITATION Ram12 \l 1057
]

6
c. Vasokonstriksi
Vasospasme serebrum setelah PSA (Perdarahan Subarakhnoid).
[ CITATION Ram12 \l 1057 ]

5. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu stroke iskemik maupun
stroke hemorragik. Sebuah prognosis hasil sebuah penelitian di Korea
menyatakan bahwa, 75,2% stroke iskemik diderita oleh kaum pria dengan
prevalensi berupa hipertensi, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol.
Berdasarkan sistem TOAST, komposisi terbagi menjadi 20,8% LAAS,
17,4% LAC, 18,1% CEI, 16,8% UDE dan 26,8% ODE. [ CITATION The16 \l
1033 ]
Deteksi secepatnya dalam masa ‘Golden Period’ beberapa jam
setelah serangan stroke sangat berarti bagi kesehatan pasien pasca stroke.
Stroke iskemik, karena penyumbatan harus diberikan obat pengencer darah
untuk melancarkan sumbatan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah
serangan stroke, sedangkan stroke hemorragik dimana terjadi pendarahan
harus segera dilakukan pembedahan untuk membersihkan darah dari otak.
Jika terlambat penangannya, maka pasien akan menderita pasca stroke yang
lebih berat. [ CITATION The16 \l 1033 ]
1. Stroke hemorragik
Dalam stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak
dan merusaknya. Pendarahan dapat terjadi di seluruh bagian otak seperti
caudate putamen; talamus; hipokampus; frontal, parietal, dan occipital
cortex; hipotalamus; area suprakiasmatik;cerebellum; pons; dan midbrain.
Hampir 70 persen kasus stroke hemorrhagik menyerang penderita
hipertensi.
Stroke hemorragik terbagi menjadi subtipeintracerebral hemorrhage (ICH),
subarachnoid hemorrhage (SAH), cerebral venous thrombosis, dan spinal

7
cord stroke. ICH lebih lanjut terbagi menjadi parenchymal hemorrhage,
hemorrhagic infarction, dan punctate hemorrhage.
2. Stroke iskemik
Dalam stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur
pembuluh daraharteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua
arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri carotis interna
merupakan cabang dari arteri carotis communis sedangkan arteri vertebralis
merupakan cabang dari arteri subclavia.

6. Patofisiologi
Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus
selama 15 sampai 20 menit, akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Oklusi di arteri tidak selalu menyebabkan infark di daerah otak. Proses
patologi yang dapat menyebabkan infark pada otak dapat berupa:
1. Keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis
dan trombosis yang menyebabkan robeknya dinding pembuluh atau
peradangan
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya
syok atau hiperviskositas darah
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal
dari jantung atau pembuluh ekstrakranium
4. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
[ CITATION Ram12 \l 1057 ]
Suatu stroke mungkin didahului oleh Transient Ischemic Attack
(TIA) yang serupa dengan angina pada serangan jantung. TIA adalah
serangan-serangan defisit neurologik yang mendadak dan singkat akibat
iskemia otak fokal yang cenderung membaik dengan kecepatan dan tingkat
penyembuhan bervariasi tetapi biasanya dalam 24 jam. TIA mendahului
stroke trombotik pada sekitar 50% sampai 75% pasien. [ CITATION Ram12 \l
1057 ]

8
Patofisiologi dari stroke non hemoragik dapat di uraikan sebagai
berikut.
a. Trombosis
Didapati oklusi di tempat arteri cerebral yang bertrombus.
Penyumbatan disebabkan oleh suatu embolus yang dapat bersumber
pada arteri cerebral, karotis interna, vertebro-basilar, arkus aorta
asendens ataupun katup serta endokardium jantung. [ CITATION
Sid09 \l 1057 ]
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinik dengan cara:
a) Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah
b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus
atau perdarahan aterom
c) Merupakan terbentuknya thrombus yang kemudian terlepas
sebagai emboli
d) Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi
aneurisma yang kemudian dapat robek. [ CITATION Ram12 \l
1057 ]
b. Embolisme
Embolus tersebut berupa suatu trombus yang terlepas dari
dinding arteri yang aterosklerotik dan berulserasi, atau gumpalan
trombosit yang terjadi karena fibrilasi atrium, gumpalan kuman
karena endokarditis bakterial atau gumpalan darah dan jaringan
karena infark mural. Embolisasi yang berumber pada arteri serebral
lebih sering terjadi daripada embolisasi yang terjadi di jantung.
Keadaan arteri-arteri serebral yang sudah aterosklerotik atau
aterosklerotik dapat menyebabkan terjadi oklusi arteri pada
embolisasi. [ CITATION Sid09 \l 1057 ]

9
Embolus akan menyumbat aliran darah dan terjadilah anoksia
jaringan otak di bagian distal sumbatan. Di samping itu, embolus
juga bertindak sebagai iritan yang menyebabkan terjadinya
vasospasme lokal di segmen di mana embolus berada. Gejala
kliniknya bergantung pada pembuluh darah yang tersumbat.
[ CITATION Ram12 \l 1057 ]

7. Manifestasi Klinis
Menurut De Freitas et al, 2009 yang dikutip dalam [ CITATION
Set11 \l 1057 ] tanda dan gejala stroke antara lain.
 Hemidefisit motorik
 Hemidefisit sendorik
 Penurunan kesadaran
 Kelumpuhan nervus fasialis (N.VII) dan hipoglosus (N.XII) yang
bersifat sentral
 Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan
gangguan fungsi intelektual (demensia)
 Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)
 Defisit batang otak

Gejala-gejala stroke dapat timbul :


 Secara tiba-tiba dalam waktu sejenak, beberapa menit, jam, atau
setengah hari
 Saat hilang kesadaran (pingsan = koma)
 Secara berangsur-angsur dan disertai kesadaran yang menurun
 Secara tiba-tiba tanpa gangguan kesadaran
 Langsung setelah mendapatkan kejang fokal pada lengan atau tungkai
ataupun seluruh tubuh, dengan hilangnya kesadaran sewaktu kejang
 Beberapa waktu setelah mendapatkan serangan vertigo atau sakit kepala

10
 Beberapa waktu setelah mengidap buta mutlak menetap pada sisi yang
berlawanan dengan sisi tubuh yang lumpuh
 Beberapa waktu setelah mengidap buta sementara sebanyak satu kali
atau beberapa kali
 Setelah mengidap infark jantung atau berada dalam keadaan hipotensi. [
CITATION Sid09 \l 1057 ]

8. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
CT scan bermanfaat dalam membedakan stroke perdarahan (PIS/PSA)
dengan stroke tanpa perdarahan (trombosis/emboli). Adanya darah
pada perdarahan baru mengakibatkan terjadinya suatu daerah dengan
peningkatan densitas, sebaliknya, suatu infark mengakibatkan suatu
aderah dengan penurunan densitas. Sebagai tambahan, CT scan
mampu membantu menentukan lokasi dan ukuran abnormalitas,
seperti daerah vaskularisasi, superfisial atau dalam, kecil atau luas.
Hingga saat ini, CT scan kepala merupakan gold standar dalam
diagnosis stroke
2. EKG
Karena pentingnya iskemia dan aritmia jantung, serta penyakit jantung
lainnya sebagai penyebab stroke, maka pemeriksaan EKG harus
dilakukan pada semua pasien stroke akut.
3. Kadar Gula
Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya
diabetes melitus sebagai salah satu faktor resiko utama stroke.
Tingginya kadar gula darah pada stroke akut berkaitan pula dengan
tingginya angka kecacatan dan kematian. Selain itu, dengan
pemeriksaan dapat diketahui adanya hipoglikemia yang memberikan
gambaran klinik menyerupai stroke.
4. Elektrolit Serum dan Faal Ginjal

11
Pemeriksaan ini perlu dilakukan, terutama berkaitan dengan
kemungkinan pemberian obat osmotrapi pada pasien stroke yang
disertai peningkatan tekanan intrakranial, dan keadaan dehidrasi. Pada
keadaan terjadi gangguan fungsi ginjal pemberian obat osmoterapi
(manitol) tidak boleh diberikan / kontraindikasi. 
5. Darah Lengkap
Pemeriksaan ini diperlukan untuk menentukan keadaan hematologik
yang dapat mempengaruhi stroke iskemik, misalnya anemia,
polisitemia vera, dan keganasan.
6. Faal Homeostatis
Pemeriksaan jumlah trombosit, PT dan Aptt diperlukan terutama
berkaitan dengan pemakaian obat antikoagulan dan trombolitik
7. X-Foto Thorax
Pemeriksaan radiologik toraks berguna untuk menilai besar jantung,
adanya kalsifikasi katup jantung, maupun edema paru
8. Angiografi Serebral
Pemeriksaan ini dapat memberi informasi penting dalam diagnosis
kausa dan lokasi stroke. Secara spesifik, angiografi serebrum dapat
mengungkapkan lesi ulseratif, stenosis, displasia fibromuskular,
fistula arteriovena,vaskulitis, dan pembentukan yrombus di pembuluh
besar. Saat ini, angiogafi srebrum dianggap merupakan. Namun cara
yang paling akurat untuk mengidentifikasi dan mengukur stenosis
arteri otak , kegunaan metode ini agak terbatas oleh penyulit yang
dapat hampir terjadi pada 12% pasien. Risiko utama dari pemeriksaan
ini adalah robeknya aorta atau arteria karotis dan embolisasi pembuluh
besa ke pembuluh intrakranium
9. MRI
Diperlukan bila pada angiografi tidak ditemukan PSA. MRI juga
berguna untuk mengidentifikasi adanya arterio venosus malformation
(AVM) yang tidak terlihat oada angiografi.
10. EEG

12
Pada pasien stroke dengan kejang, perlu dilakuka pemeriksaan EEG
karena kejang pada pasien stroke merupakan kontraindikasi
pemberian rTPA. [ CITATION Sme17 \l 1057 ]
9. Penatalaksanaan
Menurut Perdossi, 2007 yang dikutip dalam [ CITATION Set11 \l
1057 ] penatalaksanaan stroke yaitu:
a. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
dan merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan
agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien
diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari
pemberian cairan dekstrosa atau salin dalam H2O.
Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto
toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin
time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika
hipoksia, dilakukan analisis gas darah.
Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan
dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan pada
keluarganya agar tetap tenang. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat
adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
b. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.
c. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku,
menelan, terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik).

13
Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan
tujuan kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan
program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
 Penatalaksanaan komplikasi,
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi,
terapi wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi,
 Prevensi sekunder
 Edukasi keluarga dan Discharge Planning

14
B. Pathway

Penyakit yang mendasari stroke (alkohol,


hiperkolestroid, merokok, stress, depresi, kegemukan)

Aterosklerosis
Kepekatan darah Pembentukan
(elastisitas pembuluh
meningkat thrombus
darah menurun)

Obstruksi
thrombus di otak

Penurunan darah ke otak

Hipoksia cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada Perubahan


motorik di lobus frontalis nervus V, VII, IX, X persepsi sensori
hemisphare/hemiplagia
Penurunan kemampuan otot
mengunyah / menelan
Gangguan Mobilitas
mobilitas fisik menurun
Gangguan Keseimbangan
Tirah baring reflek menelan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Resiko kerusakan Defisit perawatan


integritas kulit diri

Sumber: Price, 2006

15
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan tahap awal yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu di
data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-data
tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp
berikutnya. Misalnya : nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak
lainnya.

a. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan sekarang :


Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan vertigo, mual, muntah,
afasia ( berbicara tidak lancar ), kelemahan badan untuk bergerak,
bicara agak pelo, terjadi penurunan kesadaran dan tidak dapat
berkomunikasi..
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien CVA stoke mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit
jantung, anemia, DM.
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita
stroke,hipertensi dan penyakit jantung.

b. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi Kesehatan/Penanganan Kesehatan
Pasien memahami cara-cara pencegahan dan penanganan stroke.
1. Pola Nutrisi/Metabolik
pasien mampu mengontrol aliran darah ke otak.
2. Pola Eliminasi

16
Memastikan pasien tidak mengalami inkontinensia urine karena
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan dan
mengendalikan kandung kemih karena kerusakan control motorik.
3. Pola Aktivitas/Latihan
Menggambarkan pola latihan dan aktivitas, pasien latihan untuk
menghindari kecacatan karena kelumpuhan wajah dan tubuh yang
timbul mendadak.
4. Pola Tidur/Istirahat
Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi tentang tingkat
energi. Terkadang pasien dengan stroke mengalami susah tidur
terkait dengan rasa tidak nyaman yang disebabkan karena terjadi
perubahan pada tubuhnya.
5. Pola Personal Hygiene
Menggambarkan persepsi klien terkait kebersihan diri, cara
merawat diri dan lingkungan. Kaji klien terkait cara merawat diri
dan lingkungan tempat tinggal.
6. Pola Sensoris dan Kognitif
Menggambarkan tingkat pengetahuan klien, pendidikan terakhir
dan tingkat konsentrasi klien.
7. Pola Hubungan dan Peran
Klien mengalami keterbatasan aktivitas sehari-hari karena stroke
yang di dialaminya.
8. Pola Reproduksi dan Seksual
Menggambarkan kondisi dan fungsi reproduksi dan seksual klien.
Pada kebanyakan klien dengan stroke, mengalami gangguan
reproduksi karena terjadi kelumpuhan dan perubahan status mental
yang mendadak.
9. Pola Mekanisme Koping
Menggambarkan mekanisme koping klien dan cara klien
menyelesaikan masalah terkait tingkat keparahan yang
mempengaruhi kondisi kesehatan serta aktivitas sehari-hari klien.

17
10. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Menggambarkan kondisi spiritual, kepercayaan, kebiasaan dan
nilai-nilai yang dianut klien sehari – hari.

c. Pemerikasaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun karena kekurangan cairan dan kulit tanpak
pucat kebiruan jika klien kekurangan oksigen.
3. Sistem pernafasan
Adanya batuk, sesak nafas, peningkatan produksi sputum dan
terjadi peningkatan produksi pernafasan pada klien yang terjadi
infeksi. Pada pasien stroke dengan penurunan kesadaran terjadi
penurunan batuk dan peningkatan produksi secret.
4. Sistem kardiovaskuler
Pada pasein dengan stroke mengalami syok hipovolemik yang akan
meningkatkan tekanan darah dan dapat terjadi hipertensi masif (TD
>200mmHg)
5. Sistem gastrointestinal
Pada pasein stroke mengalami kesusahan menelan, anoreksia, mual
muntah karena terjadi peningkatan asam lambung. Terjadi
konstipasi akhibat penurunan paristaltik usus.
6. Sistem urinary

18
Terjadi inkontinensia urine karena ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan dan mengendalikan kandung
kemih karena kerusakan control motorik.
7. Sistem muskuloskeletal
Terjadi peningkatan tornus otot. Pada pasien stroke yang
mengalami kelumpuhan anggota badan akan mengalami kelemahan
gerak.
8. Sistem neurologis
Terjadi penyumbatan pembuluh darah dan jaringan perfusi yang
tidak adekuat. Dilakukan pemantauan kesadaran klien. Pada pasien
stroke, tingkat kesadarannya biasanya berkisar pada tingkat letergi,
stupor dan semikomatosa.
9. Siriraj Skor Stroke
Tanda dan
No. Penilaian Indeks
Gejala
Composmentis (0)
1. Kesadaran Somnolen (1) x 2,5
Koma (2)
Tidak (0)
2. Muntah x2
Ya (1)
Tidak (0)
3. Nyeri Kepala x2
Ya (1)
4. Tekanan Darah Diastole x 0,1
Ateroma: Tidak (0)
(1)
5. DM Ya x3
Angina Pectoris
6. Konstanta -12

Siriraj Skor= (Kesadaran x 2,5) + (Muntah x 2) + (Nyeri Kepala x 2) +


(Diastole x 0,1) – (Ateroma x 3) – 12
Hasil: >1 stroke hemoragik, < - 1 stroke non-hemoragik

10. Man Arterial Pressure


( 1 x Sistole)+(2 x Diastole)
Man Arterial Pressure=
3

19
Hasil: 70 – 90 normal

2. Diagnosa
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan status aliran
darah
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kerusakan menelan
3. Perubahan persepsi sensosri b.d kelemahan nervus V, VII, IX, X
4. Perawatan diri b.d tirah baring
5. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan pusat gerakan motorik
6. Resiko kerusakan integritas kulit b.d tirah baring
7. Gangguan reflek menelan b.d penurunan kemampuan otot menelan

20
3. Intervensi

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Keseimbangan NOC : NIC :


Nutrisi kurang 1. Perilaku patuh : diet yang 1. Manajemen elektrolit atau
dari kebutuhan sehat cairan
tubuh 2. Perilaku patuh : diet yang 2. Monitor cairan
disarankan 3. Terapi nutrisi
3. Pengetahuan : 4. Konseling nutrisi
manajemen berat badan 5. Monitor nutrisi
4. Status menelan : fase oral 6. Bantuan perawatan diri :
5. Peawatan diri : makan pemberian makan
7. Monitor tandatanda vital
8. Manajemen hiperglikemi

2. Perubahan 1. Menunjukkan tanda dan 1. Monitor tingkat dan


persepsi gejala fungsi persepsi fungsi neurologis
sensori dan sensori baik 2. Monitor fungsi persepsi
2. Penglihatan, dan sensori
pendengaran, makan dan 3. Monitor tanda dan gejala
minum dalam keadaan penurunan neurologis
baik 4. Kaji fungsi penglihatan
3. Mengungkapkan fungsi 5. Kaji fungsi pendengaran
persepsi dan sensori 6. Kaji TTV klien
dengan baik

3. Perawatan diri 1. Adaptasi terhadap 1. Manajemen lingkungan


disabilitas fisik 2. Peningkatan citra tubuh
2. Tingkat kecemasan 3. Terapi latihan
3. Koordinasi pergerakan keseimbangan

21
4. Daya tahan 4. Terapi latihan pergerakan
5. Pergerakan sendi : bahu sendi
6. Tingkat nyeri 5. Terapi latihan control otot
7. Status kenyamanan : 6. Manajemen nyeri
lingkungan 7. Bantuan perawatan diri

4. Gangguan 1. Toleransi terhadap 1. Perawatan tirah baring


mobilitas fisik aktivitas 2. Peningkatan mekanika
2. Partisipasi latihan tubuh
3. Daya tahan 3. Manajemen lingkungan
4. Pergerakan sendi : lutut 4. Peningkatan latihan :
5. Kebugaran fisik latihan kekuatan
5. Peningkatan latihan :
keseimbangan
6. Terapi aktivitas

5. Resiko 1. Posisi tubuh : berinsiatif 1. Pencegahan luka tekan


kerusakan sendiri 2. Peningkatan latihan :
integritas kulit 2. Status sirkulasi peregangan
3. Keseimbangan cairan 3. Terapi latihan :
4. Perawatan ostomi sendiri keseimbangan
5. Perawatan diri : 4. Terapi latihan :
kebersihan pergerakan sendi
6. Berat badan : massa 5. Kontrol infeksi
tubuh. 6. Terapi nutrisi

6. Gangguan 1. Fungsi gastrointestinal 1. Pengaturan posisi


reflek menelan 2. Status nitrisi : energi 2. Relaksasi otot progresif
3. Status neurologis : 3. Terapi menelan
sensori cranial? Fungsi 4. Pemberian makanan
motorik dengan tabung enteral
4. Status pernafasan : 5. Manajemen pengobatab

22
kepatenan jalan nafas 6. Manajemen nutrisi
5. Status nutrisi : asupan 7. Bantuan perawatan diri :
nutrisi pemberian makan

4. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan. Dalam evaluasi keperawatan menggunakan SOAP atau data
subjektif, objektif, analisa dan planning kedepannya. Jika masalah sudah teratasi
intervensi tersebut dapat dihentikan, apabila belum teratasi perlu dilakukan
pembuatan planning kembali untuk mengatasi masalah tersebut.
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Stroke
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan stroke adalah sebagai berikut.
1. Klien dapat melakukan aktivitasnya kembali (bisa bermobilitas sendiri)
2. TTV klien kembali normal
3. Pergerakan sendi kembali normal
4. Tidak terjadi kekurangan elektrolit dan cairan
5. Klien dapat menggerakkan badannya dan berbicara secara lancer
6. Kebutuhan nutrisi pasien tercukupi
7. Klien bisa menelan tanpa gangguan
8. Klien dapat merawat dirinya sendiri

Nama Mahasiswa : Joko Anang Susanto


NIM : 152310101311
Tempat Pengkajian : Ruang Melati RSD Balung

23
Tanggal :
I. IDENTITAS KLIEN

Nama: No. RM:


Umur: Pekerjaan:
Jenis Kelamin: Status Perkawinan:
Agama: Tanggal MRS:
Pendidikan: Tanggal Pengkajian:
Alamat: Sumber Informasi:
II. Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa medik :
Stroke Infark emboli luas + afasia motorik.
2. Keluhan utama :
Saat MRS : keluarga klin mengeluh klien tidak ba bergerak
Saat pengkajian : keluarga klien mengeluh kleien belum bisa bergerak
3. Riwayat penyakit sekarang :
Pada hari Rabu/8 Februari 2017, klien mengeluh kepalanya pusing. Tetapi
klien tidak memeriksakan kondisinya karena dianggap hanya pusing
biasa. Pada hari Kamis/ 9 Februari 2017 pukul 13.00 WIB, klien pamit
pada keluarga untuk pergi ke sawah seperti biasanya. Biasanya klien
pukul 15.00 WIB sudah pulang, tetapi saat itu klien tidak kunjung pulang
ke rumah hingga pukul 16.00 WIB. Anak klien pun menjemput klien ke
sawah. Klien ditemukan terduduk di pematang sawah dalam keadaan
dingin seluruh tubuhya dan tidak berbicara. Klien pun langsung dilarikan
ke Puskesmas Wuluhan oleh keluarganya. Keluarga diberitahu bahwa
klien terkena stroke. Keesokan harinya Jumat/10 Februari 2017 pukul
09.00 WIB, Puskesmas Wuluhan merujuk ke RSD dr. Soeandi Jember
karena tidak ada obat stroke. Setelah 3 hari dirawat di Ruang Melati,
kondisi kien membaik dimana klien mampu menggerakkan tangan dan
kaki kirinya tetapi anggota tubuh kanan masih tidak dapat berfungsi
dengan baik.
4. Riwayat kesehatan terdahulu :
a. Penyakit yang pernah dialami :
Klien tidak pernah memiliki riwayat hipertensi sebelumnya. Tekanan
darah klien biasanya berkisar 100/70 mmHg. Pada tahun 2010, klien

24
pernah mengalami kejadian serupa di sawah. Klien ditemukan tidak
sadarkan diri dan dibawa ke Puskesmas Wuluhan. Setelah sadar, klien
tidak mengalami ganguan berbicara. Setelah dirawat di Puskesmas
sehari, klien diperbolehkan KRS. Klien menangkal memiliki DM dan
tidak pernah memeriksakan kadar gula darah klien.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll) :
Klien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan, dan plester.
c. Imunisasi :
Keluarga menatakan tidak mengetahui apakah dulu mendapat
imunisasi lengkap atau tidak.
d. Kebiasaan/pola hidup/life style :
Keluarga klien mengatakanklien mempunyai kebiasaan bangun pagi
untuk melaksanakan sholat subuh. Setelah menalankan sholat subuh,
lalu klien bersiap bekerja sebagai petani di sawah. Klien termasuk
perokok berat dimana klien bisa menghabiskan 8-10 linting rokok
perhari yang dibuatnya sendiri.
e. Obat-obatan yang digunakan :
Keluarga lien mengatakan klien menggunakan obat-obatan yang biasa
dibeli di warung dan obat-obatan yang diresepkan saat memeriksakan
diri di Puskesmas.
5. Riwayat penyakit kearga :
Orang tua klien memiliki penyakit hipertensi.
Genogram :

Keterangan :
= laki-laki = meninggal = klien

= perempuan -------- = tinggal serumah

25
III. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
a. Keadaan sebelum sakit
 Keluarga Tn. B mengatakan bahwa sehat itu adalah saat Tn. B
masih bisa melakukan aktivitas atau kegiatan sehari-hari yaitu
sebagai seorang petani yang bekerja di sawah.
b. Keadaan saat sakit
 Keluarga Tn. B mengatakan khawatir tentang kondisi Tn. B saat
ini dan berharap sembuh secepatnya.
 Keluarga Tn. B berharap mudah-mudahan setelah dibawa dan
dirawat di RS keadaan Tn. B membaik dan sembuh agar dapat
kembali bekerja di sawah seperti biasanya.
Interpretasi : Keluarga mampu mengambil keputusan pemeliharaan
kesehatan yang benar. Keluarga klien merasa khawatir dengan kondisi
klien karena walaupun klien telah sepuh, klien merupakan orang tua yang
dapat menjadi panutan di rumah untuk semua anak-anakya walau
pekerjannya hanya sebagai seorang petani.
2. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
- Antropometri :
TB = 160 cm. BB = 55 kg.
IMT = BB(kg)/TB(m)2
IMT = 55/(1,60)2 = 21, 48
Hasil pengukuran IMT didapatkan 21, 48 hasil ini menunjukkan IMT
normal (18,5-25,0)
Interpretasi : hasil pengukuran IMT menunjukkan status gizi klien
adalah normal.
- Biomedical sign :
Hb = 12,2 gr/dL, Trombosit = 248, Hematokrit = 36,5%, Leukosit =
10,2, Albumin = 3,0
Interpretasi : hasil pemeriksaan darah melalui laboratorium terdapat
beberapa hasil lab yang berada di luar nilai normal.
- Clinical sign :
Konjungtiva tidak anemis, tidak terdapat ikterus, kontur kulit lembek,
CRT < 2 detik di kaki kiri, CRT > 2 detik di kaki kanan, klien tampak
terbaring lemah.

26
Interpretasi : klien mengalami penurunan kesadaran.
- Diet pattern (intake makanan dan cairan) :
a. Keadaan sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien makan 3 kali
sehari dengan menu nasi dan lauk pauk untu sayurnya sedang,
untuk minumnya 4-5 gelas sehari.
b. Keadaan saat sakit
Keluarga klien menyampaikan saat ini porsi makan yang
disediakan oleh RS hanya makanan halus seperti susu yang kental
karena klie tidak dapat makan melalui mulut namun melalui
selang NGT. Klien mendapatkan sonde tim saring sebanyak 4x200
cc/ 24 jam.
Balance kalori
Balance kalori = masukan kalori – kebutuhan kalori
 Masukan kalori = makan+minum+asupan nutrisi lainnya
Porsi makan yang disediakan RS ± 1.500 kkal, klien menghabiskan 1
gelas makan berarti masukan kalori klien adalah 1.500 kkal.
 Kebutuhan kalori
Kebutuhn kalori berdasarkan level aktivitas
- Tidak aktif -> TEE (Total Energy Expenditure) = BMRx1.2
- BMR (Basal Metabolic Rate) :
Laki-laki = 88,362 + (13,397x BB dalam kg) + (4,799 x TB dalam
cm) – (5,677 x umur dalam tahun)
Jadi kebutuhan kalori klien :
BMR = 88,362 + (13,397x 55) + (4,799 x 160) – (5,677 x 62)
= 88,362 + 736,835 + 76, 84 – 351,974
= 1236, 063 kkal.
TEE = BMR x 1.2
= 1236,063 x 1,2
= 1483, 27 kkal.
Balance kalori = Asupan kalori – kebutuhan kalori
= 1.500 – 1483, 27
= 16, 73 kkal (kebutuhan kalori imbalance)
Interpretasi : Intake nutrisi klien inadekuat.
3. Pola eliminasi :
BAK
- Frekuensi : tidak terkaji karena klien menggunakan keteter

27
- Jumlah : ± 400cc/ 8 jam
- Warna : kuning
- Bau : berbau urine khas
- Karakter : cair seperti urine normal
- BJ : tidak terkaji
- Alat bantu : klien terpasang kateter urine
- Kemandirian : klien terpasang kateter urine
- Lain :-
BAB
- Frekuensi : belum pernah BAB selama di RS
- Jumlah : tidak terkaji
- Konsistensi : tidak terkaji
- Warna : tidak terkaji
- Bau : tidak terkaji
- Karakter : tidak terkaji
- BJ : tidak terkaji
- Alat bantu : klien menggunakan pampers
- Kemandirian : klien tidak mampu pergi ke kamar mandi sendiri
- Lain : peristaltik uss 3x/menit
Interpretasi : pola eliminasi klien terganggu terutama dalam hal BAB.
Balance cairan :
Intake cairan : air metabolism : 150 cc
Infus : 300 cc
Injeksi obat : 50 cc
Makan minum : 480 cc
Total : 980 cc/8jam
IWL = (15X55)
24 jam
= 825/24 jam
= 275/8 jam
Output cairan : urine : 400 cc
BAB : - cc
IWL : 275 cc
Total : 675 cc/8jam
Balance cairan = intake – output

28
= 980-675
= + 305 cc/8jam (pemenuhan cairan berlebih)
4. Pola aktivitas & latihan
a. Keadaan sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan sebelum sakit klien biasanya selalu
melakukan aktifitasnya seperti biasa seperti orang normal pada
dasarnya.
b. Keadaan sejak sakit
Keluarga klien mengatakan bahwa saat ini klien tidak mampu
mengerjakan kebiasaannya di rumah karena sedang sakit. Klien hanya
terbaring lemah di tempat tidur RS.
c.1. Aktivitas harian (ADL)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi/ ROM 

Keterangan :
1 : tergantung total
2 : dibantu petugas dan alat
3 : dibantu petugas
4 : dibantu alat
5 : mandiri
Status oksigenasi : CRT < 2 detik di kaki kiri, CRT > 2 detik di
kaki kanan, sianosis (-), klien tampak
sedikit sesak untuk bernapas.
Fungsi kardiovaskuler : TD = 140/60 mmHg, N = 84x/menit, bunyi
S1 S2 tunggal, CRT < 2 detik.
Terapi oksigen : Kebutuhan oksigenasi klien menggunakan O2
nasal 4 lpm, kebutuhan terapi oksigen : 7,5
lpm
Interpretasi : status ADL mengalami penurunan
5. Pola tidur & istirahat
a. Keadaan sebelum sakit

29
Keluarga klien mengatakan saat sehat dalam sehari klien bisa tidur ± 8
jam dengan keadaan segar setelah bangun tidur.
b. Keadaab sejak sakit
Keluarga klien mengatakan saat ini klien tampak tidur terus. Keluarga
tidak tahu apakah klien tidur atau mengalami penurunan kesadaran.
Interpretasi : pola tidur dan istirahat klien sedikit terganggu.
6. Pola kognitif & perseptual
a. Keadaan sebelum sakit
Fungsi kognitif dan memori : kemampuan klien untuk berhitung dan
mengingat masih bagus.
Fungsi dan keadaan indra : masih bagus.
b. Keadaan sejak sakit
Fungsi kognitif dan memori : kemampuan klien untuk berhitung dan
mengingat menurun.
Fungsi dan keadaan indra : fungsi dan keadaan indra sensori menurun.
Interpretasi : masalah persepsi sensori ditemukan pada klien.
7. Pola persepsi diri
a. Keadaan sebelum sakit
Gambaran diri : keluarga klien mengatakan saat sehat klien
selalu menjaga kebersihan dan merawat dirinya.
Identitas diri : keluarga klien mengatakan bahwa klien adalah
seorang suami dan ayah yang baik bagi istri dan
anak-anaknya.
Harga diri : keluarga klien merasa bahwa klien adalah
seorang ayah yang baik untuk anak-anaknya
karena mampu menyekolahkan ank-anaknya.
Ideal diri : keluarga klien mengatakan bahwa klien selalu
berusaha menjadi yang terbaik untuk istri dan
anak-anaknya.
Peran diri : keluarga mengatakan bahwa klien mempunyai
pekerjaan sebagai petani.
b. Keadaan sejak sakit
Gambaran diri : keluarga klien mengeluhkan bahwa pasien tidak
pernah sakit sebelumnya dan sekali sakit
langsung paraj seperti saat ini.
Identitas diri : seorang suami dan ayah.
Harga diri : keluarga klien mengatakan akan menjaga klien
selama sakit di RS hingga sembuh dan bisa

30
pulang ke rumah sebagaimana klien menjadi
seorang ayah yang baik untuk istri dan anak-
anaknya.
Ideal diri : keluarga klien berharap klien bisa cepat sembuh
agar dapat pulang berkumpul kembali di rumah.
Peran diri : kebiasaan saat di rumah tidak bisa dilakukan
selama di RS.
Interpretasi : gangguan pola persepsi diri akibat ketidakmampuan
untuk melakukan dan memenuhi kebutuhan keluarganya.
8. Pola seksualitas & reproduksi
a. Keadaan sebelum sakit
Pola seksualitas : keluarga klien mengatakan bahwa klien tidak
pernah asa gangguan dan hubungan dengan
keluarganya harmonis.
Fungsi reprduksi : klien saat ini sudah memiliki 6 orang anak.
b. Keadaan sejak sakit
Pola seksualitas : keluarga klien mengtakan bahwa klien tidak ada
gangguan dan hubungan dengan keluarga
harmonis. Istri klien sesekali menjenguknya dan
anak klien selalu menunggu di RS.
Fungsi reproduksi : klien saat ini sudah memiliki 6 orang anak.
Interpretasi : pola seksualitas dan reproduksi klien normal.
9. Pola peran & hubungan
a. Keadaan sebelum sakit
Keluarga klien mengatakan bahwa hubungan klien dengan keluarga
dan lingkungan sekitarnya baik
b. Keadaan sejak sakit
Keluarga klien mengatakan bahwa hubungan klien dengan keluarga
dan lingkungan sekitar baik. Saat ini klien tidak bisa berkumpul
bersama keluarga dan lingkungannya di rumah karena di rawat di RS.
Namun keluarga dan tetangga klien telah menjenguk dan melihat
keadaan klien saat ini, terutama anak-anak klien senantiasa menjaga
klien di RS.
Interpretasi : pemenuhan pola peran klien terganggu karena sakit.
10. Pola manajemen koping-stress
a. Keadaan sebelum sakit

31
Keluarga klien mengatakan saat di rumah ketika ada masalah klien
selalu berusaha menyelesaikan masalahnya tersebut secara mandiri
dan diskusi dengan istri saja.
b. Keadaan sejak sakit
Keluarga klien mengatakan bahwa anak-anaknya senantiasa berusaha
mengupayakan yang terbaik untuk kesembuhan klien agr cepat
bergabung lagi dengan keluarganya di rumah.
Interpretasi : tidak ada masalah pola manajemen koping-stress.
11. Sistem nilai & keyakinan
a. Keadaan sebelum sakit
Klien meyakini bahwa sehat itu adalah sesuatu yang sangat berharga.
b. Keadaan sejak sakit
Keluarga klien meyakini bahwa sakit yang dialami klien sekarang
adalah ujian dati Tuhan YME.
Interpretasi : sistem nilai dan keyakinan baik.

IV. Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum :
Kesadaran pasien somnolen dengan nilai GCS =E3VxM6
Tanda- tanda vital :
- TD = 140/60 mmHg
- Nadi = 84x/menit
- RR = 24x/menit
- Suhu = 370 C
Interpretasi : Hasil pengukuran TTV klien tidak dalam batas normal.
Pengkajian fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi : Keadaan rambut dan hygiene kepala kurang bersih, warna
rambut hitam dan mulai banyak uban,distribusi merata, rambut
tidak mudah rontok, bentuk kepala simetris, tidak terdapat luka
di bagian kepala.
Palpasi : tidak ada benjolan ataupun massa pada daerah kepala.
2. Mata
Inspeksi : Tidak terdapat edema pada palpebra, tidak terdapat ikterus,
tidak ditemukan tanda-tanda anemis, pupil 3/3 isokor, posisi
mata simetris, lensamata jernih, refleks cahaya positif, klien
tidak menggunakan alat abnt kacamata.
Palpasi : tidak ada benjolan dan massa pada bagian mata.

32
3. Telinga
Inspeksi : telinga simetris, lubang telinga kurang bersih, respon
pendengaran berkurang, tidak ada perdarahan dan oedem di
skitar area telinga.
Palpasi : tidak ada benjolam dan massa di sekitar telinga.
4. Hidung
Inspeksi : hidung simetris, keadaan bersih, menggunakan alat bantu
napas (O2 nasal), tidak ada kripitasi, tidak ada perdarahan dan
oedem di sekitar area hidung.
Palpasi : tidak ada benjolan serta massa di sekitar hidung.
5. Mulut
Inspeksi : mulut simetris, tidak ada luka, tidak ada tanda sianosis, warna
sedikit pucat, bau mulut (+), tidak ditemukan adanya
perdarahan, trismus 1 cm.
Palpasi : tidak ada benjolan dan massa di sekitar mulut.
6. Leher
Inspeksi : tidak terlihat adanya pembesaran tyroid dan retensi vena, tidak
ada tanda defiasi trakea.
Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran tyroid dan retensi vena, tidak
ada benjolan ataupun massa.
7. Dada
Pengkajian Paru Jantung
Inspeksi Bentuk dada simetris, Iktus cordis tak
terlihat penggunaan tampak
otot bantu pernapasan,
retraksi dada (+), tidak
ada lesi
Palpasi Tidak ada benjolan Iktus cordis tak
dan massa, vokal teraba
fremitus tidak terkaji,
pengemangan dada
simetris.
Perkusi Kedua lapang paru Perkusi jantung
sonor pekak
Auskultasi Suara napas kadua Suara jantung S1 dan
lapang paru vesikuler, S2 tunggal dan
suara ronchi +/+ reguler
8. Abdomen
Inspeksi : asites (-) dan tidak ada jejas, bentuk perut cekung.
Auskultasi : peristaltik usus 3x/menit

33
Palpasi : tidak ada benjolan ataupun massa, hati tidak teraba, ginjal
tidak teraba.
Perkusi : timpani
9. Urogenital
Inspeksi : klien terpasang keteter urine, urine tampung 500cc/8jam,
tidak ditemukan adanya jejas lesi pada daerah kemaluan.
Palpasi : tidak ada benjolan maupun massa pada area genitalia, anus
tidak terkaji.

10. Ekstremitas
Kekuatan otot 1111 3333 oedem : - -
1111 3333 - -
11. Kulit dan kuku
Inspeksi : warna kulit hitam, tidak terlihat adanya jejas ataupun luka pada
semua area tubuh klien.
Palpasi : turgor kulit elastis, CRT < 2 detik, tidak ada tanda-tanda
sianosis dan anemis, kuku tampak panjang dan kotor.
12. Keadaan lokal
Klien berbaring di tempat tidur dan terpasang infus di tangan kanan
dengan cairan normal saline.
13. Neurologis
a. Status mental dan emosi
Status mental dan emosi klien tidak terkaji karena klien tidak sadarkan
diri
b. Pengkajia saraf kranial
Saraf Fungsi Cara Hasil
Pemeriksaan Pemeriksaan
I : Olfaktorius Penciuman, Anjurkan klien Tidak terkaji
tipe sensori, menutup mata
asal olfactory dan uji satu
bulbi persatu hidung
klien kemudian
anjurkan klien
untuk
mengidentifikasi
perbedaan bau-
bau yang
diberikan

34
II : Optikus Penglihatan, Dengan snellen Klien mampu
tipe sensori, card pada jarak melihat ke
asal otak 5-6 meter dan arah
tengah pemeriksaan luas mahasiswa
lapang pandang saat dilakukan
dengan cara tindakan
menjalankan keperawatan
sebuah benda
dari samping
kanan ke depan
(kanan kiri dan
atas bawah)
III : Pergerakn Tatap mata klien Pupil isokor,
Okulomotorius mata melalui dan anjurkan refleks cahaya
otot medial klien (+), klien
dan lateral, menggerakkan mampu
tipe motor ke mata dari dalam membuka
otot mata, ke luar dan mata
parasimpatik dengan
motor, asal menggunakan
otak tengah lampu senter uji
reaksi pupil
dengan
memberikan
rangsangan sinar
ke dalamnya.
IV : Troklearis Pergerakan Anjurkan klien Bola mata
bola mata melihat ke mampu
melalui otot bawah dan ke melihat
obliq supeior, samping kanan mengikuti
tipe motor, kiri dengan tangan
asal ota menggerakkan mahasiswa
tengah bagian tangan
bawah pemeriksa
V : Trigeminus Sensasi kulit Optalmikus : Refleks kedip
wjah, kulit menggunakan (+), klien
kepala, kapas halus sering
membran sentuhkan pada menggertakka
mukosa kornea klien, n giginya.
mulut hidung, perhatikan
mengunyah refleks berkedip
dengan tipe klien maksilaris :
sensori dan kapas sentuhkan
motor, asal pada wajah klien
pons mandibularis :
uji kepekaan

35
lidah dan gigi,
anjurkan klien
menggerakkan
rahang dan
menggigit
VI : Abdusen Pergerakan Anjurkan klien Klien mampu
bola mata ke melirik kanan melirik ke
samping kiri kanan kiri
melalui otot
rectus
lateralis
VII : Fasialis Pengecapan; Anjurkan klien Tidak terkaji
sensasi umum tersenyum,
pada platum mengangkat alis,
dan telinga mengerutkan
luar, sekresi dahi
kelenjar
lakrimalis,
submandibula
dan
sublingual,
ekspresi
wajah
VIII : Pendengaran; Tes rine weber Tidak terkaji,
Vestibulokokleari keseimbanga dan bisikan, tes klien dalam
s n keseimbangan kondisi bedrest
dengan klien
berdiri menuup
mata
IX : Pengecapan; Mengembungka Tidak terkaji
Glosofaringeus sensari umum n mulut; bersiul
pada faring
dan telinga;
mengangkat
palatum;
sekresi
kelenjar
parotis
X : Vagus Pengecapan; Mengembungka Refleks
sensasi umum n mulut, bersiul menelan klien
pada farings, cederung
laring, dan lemah,
telinga; terpasang
menelan; NGT
fonasi;
parasimpatis

36
untuk jantung
dan visera
abdomen
XI : Asesorius Fonasi; Anjurkan klien Klien mampu
spinal gerakan menggerakkan menoleh kanan
kepala; leher kepala dan bahu kiri
dan bahu
XII : Hipoglosus Gerak lidah Menjulurkan Klien mampu
lidah menjulurkan
lidah, tidak
terdapat
deviasi

Pemeriksaan refleks patologis


Hofman (-), tromer (-), refleks babinzki (+), refleks chaddock (+), refleks
gordon (+).

Pemeriksaan dengan Siriraj Score


No. Variabel Gejala Klinis Score
1. Derajat kesadaran Sadar (15) 0x2,5
Apatis (9-14) 1x2,5
Oma (3-8) 2x2,5
2. Muntah Ya 1x2
Tidak 0x2
3. Sakit kepala (selama 2 jam) Ya 1x2
Tidak 0x2
4. Tekanan darah diastol ...x0,1
5. Tanda-tanda ateroma Ya (satu/lebih) 1x3
1. Angina pectoris Tidak 0x3
2. Claudicatio intermitten
3. DM
6. Konstan -12
Total

Siriraj Stroke Score = (2,5x0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x60) – (3x0) – 12


= -6
Skor < 1 artinya stroke non hemoragik
Pemeriksaan dengan Algoritme Gajah Mada
Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
 Terdapat penurunan kesadaran,  Penurunan kesadaran (-), nyeri
nyeri kepala, dan refleks kepala (-), refleks babinski (+)
babinski
 Ketiganya atau dua dari  Penurunan kesadaran (-), nyeri
ketiganya (+) kepala (-), refleks babinski (-)

37
Diketahui bahwa klien tidak mengalami penurunan kesadaran, nyeri kepala,
dan babinski (+) sehingga dapat disimpulkan bahwa klien mengalami stroke
non hemoragik

Morse Fall Scale (MFS)


No. Pengkajian Skala Nilai Ket.
1. Riwayat jatuh ; apakah pasien pernah Tidak 0 0
jatuh dalam 3 bulan terakhir ?

Ya 25
2. Diagnosa sekunder : apakah pasien Tidak 0 0
memiliki lebih dari 1 penyakit ?

Ya 15
3. Alat bantu jalan : 0 0
- bedrest / dibantu perawat
- kruk/tongkat/walker 15
- berpegangan pada benda 30
sekitar (kursi.almari, meja)
4. Terapi intravena : apakah pasien Tidak 0 20
terpasang infus? Ya 20
5. Gaya berjalan/cara berpindah 0
- Normal/bedrest/immobile 0
(tidak dapat bergerak
sendiri)
- Lemah (tiak bertenaga) 10
- Gangguan/tidak normal 20
(pincang/diseret)
6. Status mental 15
- Pasien menyadari kondisi 0
dirinya
- Pasien mengalami 15
keterbatasan daya ingat
Total nilai 35
Keterangan :
Tingkatan risiko Nilai MFS Tindakan
Tidak berisiko 0-24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25-50 Pelaksanaan intervensi
pencegahan jatuh standar
Risiko tinggi ≥51 Pelaksanaan intervensi
pencegahan jatuh risiko
tinggi
Interpretasi : pasien memiliki risiko jatuh rendah.

38
V. Terapi
No. Jenis terapi Dosis dan rute
1. NaCl 14 tpm
IV
2. Antrain 3x500 mg
3. Ranitidin 2x25 mg
4. Citicolin 2x125 mg
IV
5. Furosemid 1x20mg/2 ml
IV
6. ASA 1x100 mg
Tablet
7. CPG 1x75 mg
1-0-0 NGT
8. Simvastatin 20 mg
0-0-1 NGT
9. Candesartan 1x8 mg 0-0-1
NGT
10. ISDN 2x5 g
NGT
11. Nebul ventolin 3x2,5 mg
Inhalasi

VI. Pemeriksaan penunjang & Laboratorium


No. Jenis Nilai normal (rujukan) Hasil
pemeriksaan (hari/tanggal)
Nilai Satuan
1. Hematologi 10
Hematologi feb
lengkap 17
(HTL)
Hemoglobin 4,5-11,0 gr/dl 12,2 gr/dl
Leukosit 4,5-11,0 109 / L 10,2 109 / L
Hematrokit 41-53 % 36,5 %
Trombosit 150-450 109 / L 248 109 / L
Elektrolit
Natrium 135-155 mmol/L(ISE) 136 mmol/L(ISE)
Kalium 3,5-5,0 mmol/L(ISE) 4,08 mmol/L(ISE)
Chlorida 90-110 mmol/L(ISE) 106,4 mmol/L(ISE)
Faal hati
SGOT 10-35 U/L (370 C) 23 U/L (370 C)
SGPT 9-43 U/L (370 C) 12 U/L (370 C)
Gula darah
Glukosa <200 mg/dl 137 mg/dl
sewaktu

39
Faal ginjal
Kreatinin 0,6-1,3 mg/dl 0,9 mg/dl
serum
BUN 6-20 mg/dl 17 mg/dl
Urea 12-43 mg/dl 37 mg/dl
2. Faal hati 11
Albumin 3,4-4,8 gr/dl 3,0 gr/dl feb
Glukosa <120 mg/dl 133 mg/dl 17
puasa
Lemak
Trigliserida <150 mg/dl 96 mg/dl
Kolestrol <220 mg/dl 96 mg/dl
total
Kolestrol <40->60 mg/dl 21 mg/dl
HDL
Kolestrol
LDL <100 mg/dl 49 mg/dl

VII.ANALISA DATA

No. Data penunjang Etiologi Masalah


1. DS : Risiko Risiko
Keluarga klien ketidakefektifan ketidakefektifan
mengeluh klien lemas perfusi jaringan perfusi jaringan
di ekstremitas atas dan otak otak
bawah bagian kanan.
DO : Infark jaringan otak
TD = 140/60 mmHg
NV VII : kelumpuhan Iskhemi
facialis +
NV IX : afonia +, Aterosklerosis
mukosa mulut kering
+ Sumplai darah ke
NV X : disfagia +, otak terhambat
afasia ekspresif +
NV XI : tidak ampu Sumbatan
menggerakkan kepala, pembuluh darah
leher, dan bahu (aterogenesis)
NV XII : lidah lemah,
pergerakan lidah (-),
disatria tetraperese Emboli
GCS : E3VxM6
Plak yang ada di
jantung terbawa

40
aliran darah ke otak

Pembuluh darah
vasodilatasi

Fase REM
(pengaktifan
metabolisme dan
peningkatan CO2)

Klien bangun tidur


dari posisi supinasi
ke posisi duduk
2. DS : Ketidakefektifan Ketidakefektifan
Keluarga klien bersihan jalan bersihan jalan
mengatakan klien napas napas
batuk.
DO : Akumulasi sekret
- Klien terlihat
sesak Bedrest
- Retraksi dada (+)
- Pernapasan Penurunan
cuping hidung (-) kesadaran
- RR = 24x/menit
- Ronchi (+) Otak kekurangan
asupan oksigen

Aliran darah
terganggu

Emboli
3. DS : Konstipasi Konstipasi
Keluarga mengatakan
sekali BAB pada Kontraksi usus
tanggal 10 Feb 2017 menurun
DO :
RT : skibala (+) Bedrest
Frekuensi : tidak BAB
Bising usus : 3x/menit Tetraparase

Kelemahan otot

Kerusakan NV VIII

Kerusakan lobus
temporalis

41
4. DS : Hambatan Hambatan
Keluarga mengatakan mobilitas fisik mobilitas fisik
klien lemas di
ekstremitas atas dan Tetraparase
bawah bagian kanan.
DO : Kelemahan otot
TD = 140/60 mmHg
NV XI : tidak mampu Krusakan NV VIII,
menggerakkan XI
ekstremitas atas dan
bawah bagian kanan Kerusakan lobus
Tetraparase temporalis
GCS : E3VxM6
ADL klien rendah Lobus frontal
Kekuatan otot :
1111 3333 Infark

1111 3333
5. DS : Kelebihan volume Kelebihan volume
Keluarga mengatakan cairan cairan
kaki klien kaku dan
kers Iskemik
DO :
TD = 140/60 mmHg Edema serebri
Ronchi (+)
RR = 24x/menit Pompa Na, K gagal
Penurunan hematrokit mengkompresi
= 36,5%
Balance cairan = Aliran darah
(+305cc/8jam) terganggu
UP = 400cc/8jam
Emboli
6. DS : Keridakseimbangan Keridakseimbangan
Keluarga mengatakan nutrisi: kurang dari nutrisi: kurang dari
klien hanya diberikan kebutuhan tubuh kebutuhan tubuh
tim saring lewat selang
NGT BB turun 20% dari
DO : BB ideal
TB = 160 cm
BB = 55 kg Asupan nutrisi
IMT = 21,48 menurun
Klien terpasang selang
NGT Disatria, disfalgia,
Bising usus = afasia
3x/menit
Disfagia (+) Gangguan NV IX,

42
X, XII

Kerusakan pons

Infark

Iskemik
7. DS : Gangguan menelan Gangguan menelan
Keluarga mengatakan
klien tidak bisa Disfagia
menelan makanan
DO : Gangguan NV IX,
NV XII : lidah lemh, X, XII
pergerakan lidah (-),
disfalgia (+) Lobus parietal
Klien terpasang NGT
Infark
8. DS : Kerusakan Kerusakan
Keluarga mengatakan integritas kulit integritas kulit
bibir klien pecah-
pecah, kulit kaki kaku Kulit pecah-pecah
dan keras. kaku dan keras
DO :
CRT <2 detikpada Asupan nutrisi
kaki kanan menurun
Kulit kaki keras dan
kaku Kerusakan otot
Nutrisi tim saring per menelan
sonde
Defist motorik

Lobus frontal
9. DS : Hambatan Hambatan
Keluarga mengatakan komunitas verbal komunitas verbal
bahwa klien tidak bisa
berbicara. Afasia
DO :
NV IX : afonia (+), Gangguan NV IX,
mukosa mulut kering X, XII
(+)
NV X : disatria (+), Lobus parietal
afasia ekspresif (+)
NV XII : lidah lemah, Infark
pergerakan lidah (-),
disfagia
GCS : E3VxM6

43
10. DS : Defisit perawatan Defisit perawatan
Keluarga mengatalan diri : mandi diri : mandi
klien lemah
DO : Kesulitan
Ekstremitas kanan atas melakukan
dan bawah tidak bisa aktivitas mandi
digerakkan
GCS : E3VxM6 Kelemahan otot
Indeks barter : 2 ekstremitas

Kerusakan lobus
temporalis
11. DS : Risiko jatuh Risiko jatuh
Keluarga menyatakan
klien lemah dan Mobilisasi
banyak bergerak terganggu
DO :
Skala jatuh risiko Defisit motorik
rendah
Penurunan kekuatan Lobus frontal
ekstremitas bawah

VIII. Diagnosa Keperawatan

No. Diagnosa Tanggal Tanggal


perumusan pencapaian
1. Risiko ketidakefektifan perfusi 13 Februari 2017 6 Februari 2017
jaringan otak b.d embolisme.
2. Ketidakefektifan bersihan 13 Februari 2017 6 Februari 2017
jalan napas b.d penumpukan
sekret.
3. Konstipasi b.d kelemahan otot 13 Februari 2017 6 Februari 2017
abdomen.
4. Hambatan mobilitas fisik b.d 13 Februari 2017 6 Februari 2017
kelemahan.
5. Kelebihan volume cairan b.d 13 Februari 2017 6 Februari 2017
gangguan mekanisme regulasi.
6. Ketidakefektifan nutrisi : 13 Februari 2017 6 Februari 2017
kurang dari kebutuhan tubuh
b.d ketidakmampuan makan.
7. Gangguan menelan b.d 13 Februari 2017 6 Februari 2017
gangguan saraf kranial XII
8. Kerusakan integritas kulit b.d 13 Februari 2017 6 Februari 2017
nutrisi tidak adekuat
9. Hambatan komunikasi verbal 13 Februari 2017 6 Februari 2017

44
b.d gangguan saraf kranial IX,
X, XII
10. Defisit perawatan diri : mandi 13 Februari 2017 6 Februari 2017
b.d kelemahn otot
11. Risiko jatuh b.d penurunan 13 Februari 2017 6 Februari 2017
fungsi neurologik.

45
IX. Perencanaan Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

1. Resiko ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan keperawatan NIC :


perfusi jaringan otak 3x24 jam, diharapkan ketidakefektifan Monitoring neurologis
berhubungan dengan perfusi jaringan otak berkurang dengan 1. Monitor ukuran, kesemitrisan, reaksi dan
edema serebral. kriteria hasil: bentuk pupil
1. Tidak ada tanda peningkatan TIK 2. Monitor tingkat kesadaran klien
2. Klien mampu berbicara dengan 3. Monitor tanda – tanda vital
jelas, menunjukkan konsentrasi, 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
perhatian dan orientasi baik. muntah
3. Peningkatan tingkat kesadaran 5. Hindari aktivitas jika TIK meningkat.
( GCS 15, tidak ada gerakan
involunter ) Circulatory Precaution
4. TTV dalam batas normal (TD : 1. Kaji sirkulasi perifer secara komprehensig
120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80 – ( nadi perifer, edema, CRT, warna dan
100x/menit, Suhu 36,5-37,5 °c ) suhu ektremitas )
5. Pupil seimbang 2. Kaji kondisi ektremitas meliputi
6. Bebas dari kejang kemerahan, nyeri atau pembengkakan.

46
3. Hindari cidera pada area dengan perfusi
yang minimal
4. Hindarkan klien dari posisi trendelenberg
yang miningkatkan TIK
5. Hindarkan adanya penekanan pada area
cidera
6. Pertahankan cairan dan obat – obatan
sesuai program.
7. Health education tentang keadaan dan
kondisi klien kepada keluarga.

Monitoring TIK
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
yaitu mengkaji GCS klien, tanda – tanda
klien, respon pupil, dan cacat adanya
muntah, sakit kepala, perubahan
tersembunyi (mis : letergi, gelisah
perubahan mental.
2. Hindarkan situasi atau maneuver yang

47
dapat meningkatkan TIK (fleksi / rotasi
leher berlebihan, stimulasi panas dingin,
menahan nafas, mengejan, perubahan
posisi yang cepat )
3. Monitor lingkungan yang dapat
menstimulus peningkatan TIK
4. Berikan lingkungan yang tenang
5. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
seperti steroid dexametason.

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Airway management


bersihan jalan nafas 3x24 jam diharapkan jalan nafas klien 1. Monitor respirasi dan status 02,
berhubungan dengan bebas dari secret dengan kriteria hasil : 2. Pantau frekuensi, irama kedalaman
penumpukan secret 1. Suara nafas yang bersih, tidak ada pernafasan.
sianosis dan dyspneu 3. Berikan posisi yang nyaman yaitu
2. Irama nafas, frekuensi pernafasan semifowler.
dalam rentang normal ( 16 – 4. Anjurkan klien untuk melakukan nafas
20x/menit ) dalam.
3. TTV dalam batas normal ( TD : 5. Kolaborasi dengan dokter untuk

48
120/80, RR 16 – 20x/menit, Nadi 80 memberikan terapi oksigen
– 100x/mnt, Suhu 36,5 – 37,5°C ) 6. Kolabarasi pemberian nebul.

Respiratory monitoring
1. Monitor kecepatan, frekuensi, kedalaman
dan kekuatan ketika klien bernafas
2. Monitor hasil pemeriksaan rontgen dada
3. Monitor suara napas klien
4. Kaji dan pantau adanya perubahan dalam
pernafasan
5. Monitor secret yang dikeluarkan oleh
klien

Terapi oksigen
1. Bersihan jalan nafas dari secret
2. Pertahakan jalan nafas tetap efektif
3. Bersihkan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan
sistem humidifier

49
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur
3. Konstipasi behubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Tentukan pola defekasi bagi klien dan
dengan kelemahan otot. 2x24 jam diharapkan klien dapat letih klien untuk menjalankannya
melakukan BAB dengan kriteria hasil : 2. Atur waktu yang tepat untuk defekasi
1. Defekasi dapat dilakukan satu kali klien seperti sesudah makan
sehari 3. Berikan cakupan nutrisi berserat sesuai
2. Konsistensi feses tidak keras dengan indikasi
3. Eliminasi feses tanpa perlu 4. Berikan nutrisi melalui NGT
mengejan berlebihan. 5. Lakukan masase perut ( sumber : ginting,
2015 dan NHS, 2014 )
6. Kolaborasi pemberian laksatif atau enema
sesuai indikasi

4. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Exercise theraphy


fisik berhubungan 3x24 jam diharapkan tingkat mobilitas klien 1. Monitor tanda –tanda vital
dengan kelemahan meningkat dengan kriteria hasil : 2. HE manfaat melatih gerak klien
1. Klien meningkat dalam aktivitas 3. Latih latihan rentang gerak ( ROM )

50
fisik aktif/pasif
2. Mengungkapkan perasaan dalam 4. Anjurkan klien / keluarga untuk melatih
mingkatkan kekuatan untuk otot – otot anggota tubuh dengan teratur /
berpindah sesering mungkin sesuai kemampuan klien
3. Memperagakan alat bantu 5. Reinforcement positif dan evaluasi pada
mobilisasi klien
6. Kaji kemampuan klien dalam melakukan
mobilisasi
7. Ajarkan klien atau keluarga untuk
merubah posisi.

51
X. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tanggal Jam Implementasi Paraf Evaluasi
Senin, Shift Diagnosa 1: MB Diagnosa 1 :
13 pagi Jam 09.00 Jam 14.0
Februar 1. Membina S:
i 2017 hubungan saling - Keluarga pasien
percaya dengan mengatakan
keluarga pasien. bahwa pasien
2. Memonitor ukuran, masih lemah
kesimetrisan, reaksi - Keluarga pasien
dan bentuk pupil mengatakan
3. Memonitor tingkat bingung pasien
kesadaran pasien tidur atau tidak
Jam 11.30 sadar
4. Memonitor tandai- O:
tandai vital - TD = 150/90
5. Mengkaji sirkulasi mmHg
perifer secara - N = 90x/menit
komprehensif (nadi - Keadan umum
perifer, edema, lemah, kesadaran
CRT, warna, dan menurun,
suhu ekstremitas) E3V1(afasia)M6,
6. Mengkaji kondisi telapak kaki
ekstremitas merah, akral
meliputi hangat, CRT < 2
kemerahan, nyeri, detik, mual (-),
atau gelisah (+),
pembengkakan. somnolen.
Jam 14.00 - NV VII :
7. Memantau tanda kelumpuhan
dan gejala facialis (+)
peningkatan TIK - NV IX : afonia
yaitu mengkaji (+), mukosa
GCS klien, tanda- mulut kering (+)
tanda vital, respon - NV X : disfagia
pupil, dan catat (+), afasia
adanya muntah ekspresif (+)
sakit kepala, - NV XII : lidah
perubahan lemah,
tersembunyi (mis. pergerakan lidah
letargi, gelisah, (-), disatria
perubahan mental) - Tetraparese
A:
Masalah
ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral belum

52
teratasi.
P:
Lanjutkan intervens
diagnosa 1 nomor 1-7
Diagnosa 2 : MB Jam 14.00
Jam 09.00 S:
1. Memonitor repirasi Keluarga klien
dan status O2 mengatakan klien
2. Memantau batuk-batuk
frekuensi, irama, O:
kedalaman - Klien terlihat
pernapasan sesak
3. Memberikan posisi - Retraksi dada (+)
yang nyaman yaitu - Pernapasan
semifowler cuping hidung (-)
Jam 11.30 - RR = 25x/menit
4. Memonitor - Ronchi (+)
kecepatan, - O2 nasal (+) 4
frekuensi, lpm
kedalaman dan A:
kekuatan ketika Masalah keperawatan
pasien bernapas ketidakefektifan
5. Memonitor suara bersihan jalan napas
napas pasien belum teratasi
6. Memonitor sekret P:
yang dikeluarkan Lanjutkan intervensi
oleh pasien dignosa 2 nomor 1-11
7. Membersihkan
jalan napas pasien
dari sekret
Jam 13.00
8. Mempertahanan
jalan napas tetap
efektif
9. Membersihkan
oksigen sesuai
intruksi
10. Monitor aliran
oksigen, kanul
oksigen
11. Memberi
penjelasan kepada
keluarga pasien
tentang pentingnya
pemberian oksigen
Diagnosa 3 : MB Jam 14.00

53
Jam 09.00 S:
1. Menentukan pola Kelarga mengatakan
defekasi bagi klien bahwa klien tetap
dan memotivasi belum nuamg air besar
keluarga klien selama seharian ini.
untuk melatih klien O:
menjalankannya RT : skibala (+)
2. Mengatur waktu BU : 4x/menit
yang tepat untuk A:
defekasi klien Masalah keperawatan
seperti sesudah konstipasi belum
makan teratasi
3. Memberikan P:
cakupan nutrisi Lanjutkan intervensi
berserat sesuai diagnosa 3 nomor 1-6
dengan indikasi
4. Memberikan
sedikit cairan untuk
membasahi mulut
pasien
Jam 13.00
5. Melakukan
massase perut
6. Mengkolaborasikan
pemberian laksatif
atau enema sesuai
indikasi
Dignosa 4 : MB S:
Jam 10.00 Keluarga klien
1. Memonitor tanda- mengeluh klien masih
tanda vital lemas di ekstremitas
2. Mengkaji atas dan bawah
kemampuan pasien terutama pada tubuh
dalam melakukan bagian kanan
mobilisasi O:
3. Memberikan HE - TD = 150/90
mengenai manfaat mmHg
melatih gerak - NV XI : tidak
pasien mampu
4. Memberikan menggerakkan
latihan rentan gerak ekstremitas atas
(ROM) aktif/pasif dan bawah
Jam 13.00 bagian kanan
5. Menganjurkan - Tetraparese
keluarga untuk - GCS : E3VxM6
melatih otot-otot - ADL klien lemah

54
anggota tubuh A:
dengan Masalah keperawatan
teratur/sesering hambatan mobilitas
mungkin sesuai fisik belum teratasi.
kemampuan pasien P:
6. Mengajarkan Lanjutkan intervensi
pasien atau diagnsa 4 nomor 1-7
keluarga untk
merubah posisi
7. Reinforcement
positif dan evaluasi
pada pasien
Senin, Shift Diagnosa 1 : RT Pukul : 19.00 WIB
13 sore 1. Monitor tingkat
Februar kesadaran klien S:
i 2017 Hasil : GCS keluarga mengatakan
E3VxM6 klien tidak muntah
Monitor tanda –
tanda vital . O:
Hasil : TD 140/60 GCS : E3VxM6
mmHg, nadi : TD : 140/60 mmHg,
84x/mnt, suhu 37o nadi : 84x/menit, suhu :
C, RR : 25x/mnt 370C, RR : 25x/menit
2. Monitor keluhan CRT >2 detik pada
nyeri kepala, mual, kaki kanan, CRT < 2
muntah detik pada kaki kiri,
Hasil : keluarga warna ke abu – abuan,
mengatakan klien akral hangat di kaki kiri
tidak mual muntah dan hangat di kaki
3. Mengkaji sirkulasi kanan
perifer secara Obat oral lewat NGT
komprehensif asam asetilsilasilat
( nadi perifer, 1x100 mg 16.00 wib
edema, CRT, warna
dan suhu A:
ekstremitas) Resiko ketidaefektifan
Hasil : CRT >2 jaringan otak belum
detik pada kaki actual
kanan, CRT < 2
detik pada kaki kiri, P:
warna ke abu – Lanjutkan intervesi 1-
abuan, akral hangat 12
di kaki kiri dan
hangat di kaki
kanan
4. Memberikan health

55
education tentang
keadaan dan
kondisi klien
kepada keluarga
5. Mengkolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi
asam asetilisalisilat
Hasil : telah
diberikan obat oral
lewat NGT asam
asetilisalisat 1x100
mg

Diagnosa 2 : RT Pukul : 19.00 WIB


Ketidakefektifan bersihan S:
jalan nafas Keluarga klien
1. Memantau mengatakan pasien
frekuensi, irama, masih batuk
kedalaman,
pernafasan. O:
Hasil : RR RR 25x/menit irama
25x/menit, irama regular, retraksi dada
regular, retrik dada (+)
(+) Suara nafas vesikuler,
2. Monitor suara ronchi (+),
napas klien Klien memakai nasal
Hasil : vesikular, kanul 3lpm
ronchi (+) Telah diberikan nebul
3. Memberikan ventolin 16.00 wib
oksigen sesuai
intruski A:
Hasil : klien ketidakefektifan
memakai nasal bersihan jalan nafas
kanul 3 lpm masih dirasakan klien
4. Memberikan
penjelasan kepada P:
keluarga klien Lanjutkan intervensi 1
tentang pentingnya -11
pemberian oksigen
Hasil : keluarga
mengetahui
pentingnya
pemberian oksigen
untuk keadekuatan

56
nafas
5. Mengkolaborasi
pemberian nebul
Hasil : telah
diberikan nebul
ventolin 16.00 WIB

Diagosa 3 : Konstipasi RT Pukul : 19.00 wib


1. Memberikan S:
cakupan nutrisi Keluarga mengatakan
berserat sesuai klien masih belum
dengan indikasi BAB
Hasil : klien
memberikan tim O:
saring Klien diberi tim saring
2. Memberikan nutrsi 200 cc lewat NGT
melalui NGT Telah dilakukan
Hasil : tim saring massase perut ( sumber
200 cc : ginting, 2015 dah
3. Melakukan NHS, 2014 ) pada area
massase perut abdomen
( sumber : ginting, BU : 3x/menit
2015 dan NHS,
2014 ) pada area A:
abdomen. Konsipasi masih
dirasakan klien

P:
Lanjutkan intervensi no
1-6
Diagnosa 4 : Hambatan RT Pukul : 19.00 WIB
mobilitas fisik S:
1. Monitor tanda – keluarga mengatakan
tanda vital paham dengan gerakan
Hasil : TD 130/90 untuk melatih gerak
mmHg, nadi pada klien.
96x/menit, suhu :
36,70 C, RR O:
24x/menit, motorik TD : 130/90 mmHg,
lemah. nadi : 96x/menit, suhu :
2. Melatih latihan 36,70 C, RR :
rentang gerak 24x/menit
(ROM) pasif Motorik klien lemah,
Hasil : telah somnolen,
dilakukan latihan Telah dilakukan latihan
ROM pasif pada ROM pasif pada

57
ektrmitas kanan ektremitas kanan atas
atas dan bawah dan bawah
3. Menganjurkan Keluarga sesekali
klien/keluarga menggerakkan
untuk melatih otot tangandan kaki klien
– otot anggota
tubuh dengan A:
teratur/sering Hambatan mobilitas
mungkin sesuai fisik masih dirasakan
kemampuan klien klien
Hasil : keluarga
sesekali P:
menggerakkan Lanjutkan intervensi no
tangan dan kaki 1-7
klien
4. Memberikan
reinforcement
positif dan evaluasi
pada keluarga dan
klien
Hasil : telah
diberikan
refoircement positif
pada keluarga dan
klien

Rabu, Shift Diagnosa 1 : risiko RZ Pukul 19.00 WIB


15 sore ketidakefektifan perfusi S:
Februar jaringan otak Keluarga mengatakan
i 2017 Pukul 14.20 WIB klien tidak muntah
1. Mengkolaborasikan O:
pemberian obat - TD = 160/80
sesuai indikasi : mmHg, N =
asam asetilsalisilat 88x/menit, suhu
Hasil : telah 36,50 C, RR =
diberikan obat oral 22x/menit
lewat NGT :asam - GCS : E3VxM6
asetilsalisilat 1x100 - CRT> 2 detik pada
mg kaki kanan, CRT
Pukul 16.00 WIB <2 detik pada kaki
2. Memonitor tingkat kiri, akral hangat
kesadaran klien di kaki kiri dan
Hasil : GCS : dingin di kaki
E3VxM6 kanan
composmentis A:
3. Memonitor keluhan Risiko ketidakefektifan

58
nyeri kepala, mual, perfusi jaringan otak
muntah belum teratasi
Hasil : keluarga P:
menyatakan klien Lanjutkan intervensi 1-
tidak mual muntah 5
4. Mengkaji sirkulasi
perifer secara
komprehensif (nadi
perifer, edema,
CRT, warna, dan
suhu ekstremitas)
Hasil : CRT> 2
detik pada kaki
kanan, CRT <2
detik pada kaki kiri,
akral hangat di kaki
kiri dan dingin di
kaki kanan
5. Memonitor TTV
Hasil : TD =
160/80 mmHg, N =
88x/menit, suhu
36,50 C, RR =
22x/menit
Diagnosa 2 : RZ Pukul 19.00 WIB
ketidakefektifan bersihan S:
jalan napas Keluarga mengatakan
Pukul 14.45 WIB klien masih batuk
1. Memberikan O:
oksigen sesuai - klien memakai
instruksi nasal kanul 3
Hasil : klien lpm
memakai nasal - telah diberikan
kanul 3 lpm nebul ventolin
2. Memberikan 14.45 WIB
penjelasan kepada - RR=22x/menit,
keluarga klien irama reguler,
tentang pentingnya retraksi dada (+)
pemberian oksigen - vesikuler, ronchi
Hasil : keluarga (+)
mengetahui A:
pentingnya Ketidakefektifan
pemberian oksigen bersihan jalan napas
untuk keadekuatan teratasi sebagian
napas P :
3. Mengkolaborasikan Lanjutkan intervensi 1-

59
pemberian nebul 5
Hasil: telah
diberikan nebul
ventolin 14.45 WIB
Pukul 16.00 WIB
4. Memantau
frekuensi, irama,
kedalaman
pernapasan
Hasil :
RR=22x/menit,
irama reguler,
retraksi dada (+)
5. Memonitor suara
napas klien
Hasil : vesikuler,
ronchi (+)

Diagnosa 3 : Konstipasi RZ Pukul 19.00 WIB


Pukul 17.00 WIB S:
1. Melakukan Keluarga mengatakan
massase perut klien masih belum
Hasil : telah BAB
dilakukan massase O:
perut pada area - klien diberikan tim
abdomen saring 200 cc
Pukul 18.00 WIB melalui NGT
2. Memberian - telah dilakukan
cakupan nutrisi massase perut
berserat sesuai pada area
dengan indikasi abdomen
Hasil : klien - bising usus klien
diberikan tim 6x/menit
saring 200 cc A:
melalui NGT Konstipasi belum
3. Memonitor bising teratasi
usus P:
Hasil : bising usus Lanjutkan intervensi no
klien 6x/menit 1-4
Diagnosa 4 : Hambatan RZ Pukul 19.00 WIB
mobilitas fisik S:
Pukul 16.00 WIB Keluarga mengataka
1. Memonitor TTV paham dengan gerakan
Hasil : TD = untuk melatih gerak
160/80 mmHg, pada klien
nadi = 88x/menit, O:

60
motorik lemah - TD = 160/80
Pukul 17.00 WIB mmHg, nadi =
2. Melatih ROM pasig 88x/menit,
Hasil telah motorik lemah
dilakukan latihan - keluarga sesekali
ROM pasif pada menggerakkan
ekstremitas kanan tangan dan kaki
atas dan bawah klien
3. Menganjurkan A:
klien/keluarga Hambatan mobilitas
untuk melatih otot- fisik teratasi sebagian
otot anggota tubuh P:
dengan teratur/ Lanjutkan intervensi no
sesering mungkin 1-4
sesuai kemampuan
klien.
Hasil : keluarga
sesekali
menggerakkan
tangan dan kaki
klien

61
DAFTAR PUSTAKA

Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes: Neurologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit


Erlangga.

Ramadhanis, I. (2012). Hubungan antara Hipertensi dan Kejadian Stroke di


RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Surakarta: Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setyopranoto, I. (2011). Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Continuing Medical


Education , 247 - 250.

Sidharta, P. (2009). Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Dian Rakyat.

Smeltzer, S. C. (2017). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.

Wardhani, N. R., & Martini, S. (2014). Faktot yang Berhubungan dengan


Pengetahuan Tentang Stroke pada Pekerja Institusi Pendidikan Tinggi.
Jurnal Berkala Epidemiologi , hlm. 13-23.

WHO. (2014). World Health Organization. Dipetik September 25, 2017, dari
Stroke, Cerebrovascular accident:
http://www.who.int/topics/cerebrovascular_accident/en/

62
63

Anda mungkin juga menyukai