LATAR BELAKANG
Beban hidup masyarakat untuk energi sudah menjadi biaya tinggi. Penggunaan bahan bakar gas
untuk kebutuhan rumah tangga sudah sejak lama dicanangkan oleh pemerintah dalam
menggantikan minyak tanah.
Ketersedian listrik oleh pemerintah tidak merata dan makin hari makin mahal biayanya bagi
masyarakat pedesaan. Dengan pola pengembangan listrik yang mengutamakan kepentingan
industri besar semata, masyarakat rural semakin tidak terperhatikan pemenuhan kebutuhan
listriknya yang sebenarnya merupakan motor penggerak ekonomi mikro Indonesia
Ekploitasi besar-besaran dan tidak logis terhadap sumber daya alam dari fosil oleh oknum
pengusaha dan oknum pejabat pemerintah, makin merusak lingkungan dan dampaknya langsung
dirasakan oleh masyarakat yaitu menurunnya kualitas lingkungan untuk hidup serta hal ini
menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat daerah.
Kesulitan ekonomi dan langkanya lapangan pekerjaan makin menjerat masyarakat hingga
memunculkan masyarakat miskin baru dalam.. Daya dukung ekonomi mikro terhadap ekonomi
makro yang semakin lemah dikarenakan ketidak berdayaan masyarakat dalam berusaha juga
menjadi seperti sebuah lingkaran setan tak ubahnya seperti ayam dan telur, mana yang harus
didahulukan.
VISI
MISI
TUJUAN
Melalui aktivitas pemeliharaan sapi potong, masyarakat dapat mandiri secara ekonomi dengan
mendapat keuntungan dari usaha penggemukannya, dan mandiri secara energi yaitu dapat
memenuhi kebutuhan gas dan listrik sendiri dengan memanfaatkan kotoran sapi yang diubah
menjadi gas untuk keperluan rumah tangga dan listrik untuk berbagai keperluan lainnya.
SASARAN
Terciptanya model mandiri ekonomi dan mandiri energi menggunakan sumber daya
pemeliharaan sapi ditengah-tengah lingkungan pedesaan dan selanjutnya dapat dikembangkan
diberbagai daerah lainnya ditanah air.
gambar
Beberapa jenis sapi yang biasa digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong
di Indonesia adalah :
1. Sapi Ongole, Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh,
bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik
1. Sapi Bali, Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan
pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat
beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.
2. Sapi Brahman, Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada
bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di
Indonesia.
3. Sapi Madura, Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang
terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya
pertambahan berat badan rendah.
4. Sapi Limousin, Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan
putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan
mempunyai tingkat produksi yang baik
Sejatinya semua jenis ras punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tentang hal ini
sudah banyak diulas di pelbagai literatur tentang sapi potong. Hanya kita sebagai Praktisi
peternakan seyogyanya perlu memperhatikan nilai-nilai praktis dan ekonomis dari jenis ras
tersebut baik dari sisi kekuatan finansial peternak, peruntukannya dan timing tepat
penjualannya.
Untuk ADG (penambahan Berat harian) diakui memang sapi jenis Limousin dan simmental
F1 telah menjadi primadona mampu mencapai 1,3-2kg/ harinya. Disusul di belakangnya
silangan SIMPO dan LIMPO dengan ADG 1-1,7kg/hari. Berlanjut kemudian PO murni, Bali
dan seterusnya yang lebih rendah penambahan berat hariannya dan struktur tubuhnya.
Namun poin terpenting untuk tidak kita lupakan dari semua itu tentunya adalah Fisiologi dan
kriteria performance sapi itu sendiri. Tampilan fisik yang ideal mencakup body frame, power
depan dan belakang sapi akan mempengaruhi ADG, kemudahan pemeliharaan,dan harga purna
jualnya.
Usia sapi yang ideal untuk digemukkan mulai 1,5 sampai dengan 2,5 tahun, di sini kondisi sapi
sudah mulai maksimal pertumbuhan tulangnya dan tinggal mengejar penambahan massa otot
(daging) yang secara praktis dapat dilihat dari gigi yang sudah berganti besar 2 dan 4 buah. Sapi
yang sudah berganti 6 gigi besarnya (3 tahun ke atas) juga cukup bagus. Hanya di usia ini sudah
muncul gejala fatt (perlemakan) yang tentunya akan berpengaruh dengan nilai jual dari pelaku
pemotongan ternak.
Sapi apabila masih di bawah usia ideal penggemukan biasanya lebih lambat proses gemuknya
dikarenakan selain bersamaan pertumbuhan tulang dan daging juga sangat rentan resiko
penyusutan serta labil proses penambahan berat disebabkan adaptasi tempat yang baru,
pergantian pola pakan dan teknis perawatan serta penyakit.
Tentang variabel berat tubuh, pastinya akan kita lihat dulu dari jenis ras apa sapi yang akan kita
pelihara. Sapi jenis limousin dan simmental maupun silangannya dengan PO kala umur 1,5 tahun
sudah berbobot rata-rata 350-400 kg, sedang sapi PO murni hanya kisaran 185-275 kg. Nah, dari
sini nantinya kita akan mulai berhitung tentang teknis penilaian ideal untuk mengukur sistem
pemeliharaan dan transaksi jual beli.
1. Masa pemeliharaan.
apabila masa panen yang diinginkan jangka pendek (k.l 100 hari) pilihlah jenis limousin,
simmental dan silangannya (F1 maupun F2) dengan berat mulai 390-500 kg. Jika proporsional
pemeliharaannya, sapi tersebut akan mampu bertambah minimal 100kg saat panennya.
Namun kalau yang diinginkan masa panen jangka menegah dan panjang ( k.l 250 hari hingga
lebih dari 1 tahun) disarankan agar memilih jenis F1 simmental dan limousin yang murni
genetiknya dengan berat di bawah 350 kg. Kebanyakan peternak yang berpola seperti ini
biasanya untuk investasi, pemurnian genetik indukannya atau bahkan sebagai hewan kesayangan
(klangenan jawa.red).
1. Perhitungan harga.
Sistem transaksinya mirip seperti di bursa pelelangan yang harganya ditentukan berdasarkan
kerelaan penjual dan kisaran harga umum pasar daging sapi secara nasional. Adapun penentuan
beratnya adalah ditimbang pada saat hidup atau istilahnya berat hidup. Selisih berat timbang
pada saat sebelum penggemukan dan setelah penggemukan inilah keuntungan yang didapat oleh
peternak. Tentunya setelah dikurangi biaya penggemukan yaitu pakan dan kesehatan sapi.
Pasaran harga berat hidup saat ini adalah Rp. 36.000,-/kg
Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh
mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain sebagai
berikut :
± 60 % CH4 (metana)
Kesetaraan nilai kalor biogas dengan sumber energi lain 1 m3 Biogas setara dengan :
Proses pembuatan gas dan listrik dari kotoran sapi sangat sederhana yaitu dengan mengumpulkan
kotoran dan limbah sapi dalam digester yang secara anaerob menghasilkan gas metana yang
dapat digunakan untuk memasak dan sebagai bahan bakar genset yang menghasilkan listrik.
Skema lengkap proses dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.
SKEMA PROSES
MANFAAT
Pemanfaatan Kotoran sapi untuk listrik dan gas rumah tangga sebagai konsep Mandiri
Energi
KEMITRAAN
Bentuk kemitraan yang ditawarkan oleh PT Sahastra Hasta Sejahtera (sebagai Pihak 1) adalah
kerjasama pelaksanaan dan pengelola dengan MITRA (sebagai Pihak 2) sebagai penyandang
dana CSR di lokasi yang telah tersedia dan disepakati bersama