Pengelolaan Sumber Daya Energi Menurut Undang Udang Nomor 30 Tahun 2007 tentang
Energi, Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang
Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, dan Undang Undang Nomor 21
Tahun 2014 tentang Panas Bumi
B. Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Undang-undang ini mengatur mengenai pengusahaan minyak dan gas bumi yang
didalamnya terdapat pengaturan mengenai:
a. Ketentuan umum;
b. Azas dan tujuan;
c. Penguasaan dan pengusahaan;
d. Kegiatan usaha hulu;
e. Kegiatan usaha hilir;
f. Penerimaan negara;
g. Hubungan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dengan Hak Atas Tanah;
h. Pembinaan dan pengawasan;
i. Badan pelaksana dan badan pengatur;
j. Dan lain-lain.
B. Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Didalam undang-undang ini terdapat aturan-aturan yang mengatur mengenai
bagaimana pemanfaatan serta pengusahaan mineral dan batubara dengan sistem
pertambangan dengan aturan-aturan sebagai berikut:
a. Ketentuan umum
b. Asas dan tujuan
c. Penguasaan mineral dan batubara
d. Kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara
e. Wilayah pertambangan
f. Usaha pertambangan
g. Izin usaha pertambangan
h. Persyaratan perizinan usaha pertambangan
i. Izin pertambangan rakyat
j. Izin usaha pertambangan khusus
k. Persyaratan perizinan usaha pertambangan khusus
l. Data pertambangan
m. Hak dan kewajiban
n. Penghentian sementara izin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan
khusus
o. Berakhirnya izin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus
p. Usaha jasa pertambangan
q. Pendapatan negara dan daerah
r. Penggunaan tanah untuk kegiatan usaha pertambangan
s. Pembinaan, pengawasan, dan perlindungan masyarakat
t. Penelitian dan pengembangan serta Pendidikan dan pelatihan
u. Dan lain-lain.
1
M. Hamidi Rahmat, “RUEN, Rencana Umum Energi Nasional”
https://setkab.go.id/ruen-rencana-umum-energi-nasional/ diakses pada 22 April 2019 pukul 08.04 WIB
b. Menjamin ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam
negeri;
c. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya energi secara terpadu dan
berkelanjutan;
d. Meningkatkan efesiensi pemanfaatan energi;
e. Menjamin akses yang adil dan merata terhadap energi, pengembangan
kemampuan teknologi, industri energi dan jasa energi dalam negeri;
f. Menciptakan lapangan kerja dan terkendalinya dampak perubahan iklim dan
terjaganya fungsi lingkungan hidup.
2) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Sumber daya minyak dan gas bumi adalah salah satu sumber daya alam yang
memiliki nilai ekonomis yang mahal, nilai ekonomis yang mahal tersebut ditunjukan
dengan sejauh mana peran minyak dan gas bumi dalam perkenomialn nasional dimana
sektor pertambangan minyak dan gas bumi menjadi salah satu sumber pemasukan bagi
penerimaan negara yang cukup masif dalam APBN.2 Dikarenakan minyak dan gas bumi
adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis yang mahal maka
dalam undang-undang ini arah kebijakan regulasi mengenai minyak dan gas bumi adalah:
a) Diperlukan sistem fiskal untuk minyak, gas bumi dan CBM (coal bed methane)
yang lebih menjamin keuntungan atau mengurangi resiko kontraktor dengan
memberikan bagian pemerintah atau GT (government take) yang kecil untuk R/C
(revenue/cost) yang kecil atau GT yang besar untuk R/C yang besar;
b) Perlu segera membangun infrastruktur untuk gas termasuk LNG (liquefied
naturan gas) receiving terminal, pipa transportasi, SPBG (stasiun pengisi bahan
bakar gas), infrastruktur gas kota dan lain-lain. Perlu harga gas domestik yang
menarik;
c) Perlu meningkatkan kualitas informasi untuk wilayah kerja yang ditawarkan
melalui perbaikan ketersediaan data antara data geofisika dan geologi;
2
Ganesha Patria Wicaksono, “Kelembagaan Pengelola Minyak dan Gas Bumi Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi,” (31
Januari 2015), hlm. 109.
d) Perlu meningkatkan kemampuan nasional migas dengan keberpihakan pemerintah
misalnya untuk kontrak-kontrak migas yang sudah habis maka pengelolaannya
diutamakan untuk perusahaan nasional dengan mempertimbangkan program
kerja, kemampuan teknis dan keuangan;
e) Perlu mendorong perbankan nasional untuk memberikan pinjaman guna
membiayai kegiatan produksi energi nasional;
f) Dana depletion premiun dari energi tak terbarukan sangat diperlukan guna
meningkatkan kualitas informasi untuk penawaran konsesi-konsesi migas baru,
peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan penelitian, infrastruktur
pendukung migas, serta untuk pengembangan energi non-migas dan energi di
pedesaan;
g) Perlu dikaji segera kemungkinan impor gas (LNG).
3) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Keberadaan mineral dan batubara dapat menjadi salah satu tolok ukur
kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. Rata-rata negara dengan kekayaan mineral dan
batubara yang tinggi, cenderung akan menjadi negara yang maju dan sejahtera. Namun,
hal ini harus diiringi dengan pengelolaan yang baik menyeluruh terhadap kekayaan
mineral tersebut. Dengan karakteristik kegiatan usaha pertambangan mineral dan
batubara yang sangat penting dan terkait hajat hidup orang banyak tersebut maka
diperlukan kepastian berusaha dan kepastian hukum di dunia pertambangan mineral dan
batubara. bahwa kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang merupakan
kegiatan usaha pertambangan di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah
mempunyai peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada
pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, arah
kebijakan regulasi mineral dan batubara adalah:
a) Mengutamakan kebutuhan dalam negeri;
b) Melakukan pengaturan harga domestik dan kebutuhan internasional (ekspor);
c) Mengatur tatalaksana produksi dan pasar mulai dari hulu sampai hilir termasuk
pembentukan badan pengatur yang independen;
d) Mengembangkan infrastruktur, transportasi, stockpiling dan blending;
e) Menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan pada pertambangan antara lain
memasukkan biaya lingkungan, good mining practice, pembatasan open surface
mining, mengutamakan tambang dalam, prioritas tata ruang, konservasi
lingkungan dan pemanfaatan teknologi bersih;
f) Melakukan regionalisasi batubara termasuk mine mouth power plant;
g) Meningkatkan eksplorasi sumber daya.
3
Grita Anindarini dan Margaretha Quina, “Mengenal Kebijakan Perencanaan Ketenagalistrikan Di Indonesia,”
ketenagalistrikan (November 2018), hlm. 3
4
Ibid, hlm. 8.
5
Ibid, hlm. 8.
5) Undang Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
Indonesia mempunyai potensi panas bumi yang besar, yang lokasinya tersebar
sepanjang jalur gunung api aktif (ring of fire) mulai dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Sulawesi Utara, dan Maluku. Panas bumi merupakan sumber energi terbarukan
yang apabila dikembangkan sebagai energi listrik, selain sebagai sumber energi yang
ramah lingkungan, juga dimanfaatkan secara berkelanjutan. Arah kebijakan regulasi
panas bumi adalah:
a) Meningkatkan eksplorasi panas bumi dan membuat perkiraan biaya yang layak
pada lokasi yang berbeda-beda;
b) Memastikan status tata guna lahan di hutan-hutan yang memiliki potensi panas
bumi;
c) Mengkaji implementasi peraturan perundang-undangan di sektor panas bumi
untuk mendekatkan sektor hulu dan hilir;
d) Melakukan penyempurnaan di dalam pengelolaan dan persyaratan tender panas
bumi, yang antara lain meliputi: pendelegasian kepada PLN untuk melakukan
tender, pembagian resiko yang menguntungkan antara PLN dan pengembang,
harga jual dan mekanisme serta pembinaan untuk skala kecil dan penyehatan
BUMN;
e) Meningkatkan kemampuan dalam negeri untuk mendukung kegiatan eksplorasi
dan industri pendukung kelistrikan.
Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang dasar menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”. Dalam pasar tersbeut terdapat frasa kekayaan alam alam yang terkandung
didalamnya yang salah satunya merupakan sumber daya energi. Asas yang terkandung dalam
Pasal 2 Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi, pasal 2
Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara
;Undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan serta Undang-Undang Nomor
21 tahun 2014 pada pokoknya adalah agar sumber daya masing-masing dapat dimanfaatkan
sebesar-sebarnya guna kemakmuran warga negara selaras dengan pasal 33 Ayat 3
Undang-Undang Dasar RI 1945 tanpa mengurangi aspek keberlanjutan sumberdaya alam
tersebut agar manfaat dari sumber daya energi tersebut dapat digunakan guna kemakmuran
rakyat yang akan datang pula. Selain itu tidak dapat dipungkiri bahwa Energi merupakan cabang
produksi yang penting karena Indonesia kaya akan sumbernya dan juga menyangkut dengan
hajat hidup orang banyak sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat 2 sehingga dalam
penggunaannya diperlukan pengaturan yang kokoh dalam pemanfaatannya yang harus efisien
serta berkelanjutan demi kepentingan masyarakat yang akan datang dan juga dikuasai oleh
negara.
4. Pokok-pokok Pengaturan
Ketentuan-ketentuan yang terdapat di berbagai Undang-Undang mengenai Sumber daya
Energi memiliki pokok pengaturan yang berbeda sesuai dengan sumber daya Energi yang
digunakan dan dimanfaatkan
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, terdapat 88 Pasal
yang mengatur mengenai Panas Bumi. Dalam Undang-Undang tersebut, terdapat inti dari
ketentuan yang ada di dalamnya, yaitu Pengusahaan dan Pemanfaatan Panas Bumi, Izin Panas
Bumi, dan penggunaan lahan.
Undang-Undang ini terbagi menjadi beberapa bab yang berdasarkan dari inti ketentuan
yang tersusun sebagai berikut:
BAB I : Ketentuan Umum
BAB II: Kewenangan Penyelenggaraan Panas Bumi
BAB III: Pengusahaan Panas Bumi
BAB IV: Penggunaan Lahan
BAB V : Hak dan Kewajiban
BAB VI: Data dan Informasi
BAB VII: Pembinaan dan Pengawasan
BAB VIII: Peran Serat Masyarakat
BAB IX: Penyidikan
Uraian mengenai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 memandang bahwa Panas
Bumi merupakan sumber daya alam terbarukan dan merupakan kekayaan alam yang berada di
Indonesia yang mempunyai peranan penting untuk menunjang pembangunan nasional yang
berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Sementara dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang
mengatur mengenai tenaga listrik yang dituangkan di dalam 58 Pasal yang pada intinya mengatur
tentang penyediaan tenaga listrik, pengelolaan tenaga listrik, dan pembangunan
ketenagalistrikan. Dengan penjabaran dalam bab-bab sebagai berikut:
BAB I : Ketentuan Umum
BAB II: Asas dan Tujuan
BAB III: Penguasaan dan Pengusahaan
BAB IV: Kewenangan Pengelolaan
BAB V : Pemanfaatan Sumber Energi Primer
BAB VI: Rencana Umum Ketenagalistrikan
BAB VII: Usaha Ketenagalistrikan
BAB VIII: Perizinan
BAB IX: Penggunaan Tanah
BAB X : Harga Jual, Sewa Jaringan, dan Tarif Tenaga Listrik
BAB XI : Lingkungan Hidup dan Keteknikan
BAB XII: Pembinaan dan Pengawasan
BAB XIII: Penyidikan
BAB XIV: Sanksi Administratif
BAB XV : Ketentuan Pidana
BAB XVI: Ketentuan Peralihan
BAB XVII: Ketentuan Penutup
Uraian atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, bahwa fokus dari ketenagalistrikan
adalah penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik serta usaha penunjang tenaga listrik.
Penyediaan dapat dilakukan dengan pengadaan tenaga listrik.
Berbeda lagi dengan pokok-pokok pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara adalah kegiatan
pertambangan untuk pengelolaan dan pengusahaan mineral dan batubara, wilayah Pertambangan,
dan izin usaha pertambangan.
Uraian dari Pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa kegiatan
pertambangan mineral dan batubara merupakan kegiatan usaha pertambangan di luar panas
bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah mempunyai peranan penting dalam memberikan njlai
tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara
berkelanjutan.
Terdapat pula pokok-pokok pengaturan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi, seperti penguasaan dan pengusahaan, kegiatan usaha dan
hubungan kegiatan usaha minyak dan gas bumi dengan hak atas tanah.
Dapat ditarik kesimpulan mengenai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 bahwa
kegiatan usaha minya dan gas bumi memberikan nilai tambah kepada pertumbuhan ekonomi
nasional. Kegiatan usaha dikuasai negara untuk mengelola agar dapat secara maksimal
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan.
6
Ranjabar, Jacobus. Sistem Sosial Budaya Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.
Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya tersebut penulis akan membagi Latar
Sosial-Budaya dan Politik-Ekonomi sebelum dan sesudah pengaturan Sumber Daya Alam Energi
ke dalam beberapa bagian sesuai dengan masing-masing pengaturan yakni Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi; Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan/atau
BatuBara; Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan serta
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi.
a) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi
Kebijakan terhadap pengelolaan Energi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 30
tahun 2007 tentang Energi dibuat oleh Badan Koordinasi Energi Nasional (BAKOREN) pada
tahun 1981. Fungsi dari BAKOREN tersebut dituang dalam pasal 2 Keputusan Presiden Nomor
46 tahun 1980 tentang BADAN KOORDINASI ENERGI NASIONAL dalam hal ini adalah
sebagai berikut: i) merumuskan kebijakan pemerintah di bidang pengembangan dan pemanfaatan
Energi secara terpadu; ii) Merumuskan program pengembangan dan pemanfaatan energi secara
nasional; dan iii) mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kebijakan dibidang Energi oleh
instansi yang bersangkutan. Sementara itu Badan Koordinasi Energi Nasional itu sendiri
merupakan Badan yang diketuai oleh Menteri Pertambangan dan Energi yang merangkap sebagai
anggota sementara anggotanya itu sendiri merupakan menteri-menteri lainnya seperti Menteri
Pekerjaan Umum; Menteri Perindustrian; Menteri Pertahanan-Keamanan dsb. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 KePres Nomor 46 tahun 1980.
Setelah dibuatnya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi; lembaga yang
menjalankan fungsi BAKOREN adalah Dewan Energi Nasional dengan tugas sebagai berikut: i)
Merancang dan merumuskan kebijakan Energi Nasional untuk diterapkan oleh pemerintah
dengan persetujuan DPR; ii) Menetapkan rencana umum energi nasional; iii) Menetapkan
langkah-langkah penanggulangan kondisi krisis dan darurat energi; iv) Mengawasi pelaksanaan
kebijakan di bidang energi yang bersifat lintas sektoral.
b) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dam Gas Bumi
Sebelum adanya Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001, pengaturan Minyak dan Gas
Bumi diatur oleh Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 Tenetang Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi yang dilihat dalam latar sosial-budaya serta politik-ekonomi maka pengaturan
tersebut tidak mengatur adanya unsur pemanfaatan berkelanjutan serta bentuk-bentuk usaha
dalam energi minyak dan gas bumi karena pengaturan minyak dan gas pada tahun 1960 hanya
meliputi: eksplorasi; eksploitasi; pemurnian dan pengolahan; pengangkutan serta penjualan.
Pemanfaatan minyak dan gas bumi pada masa tersebut cenderung demi pemanfaatan energi
untuk kepentingan negara serta peningkatan mutu minyak dan gas bumi indonesia. Dengan
terjadinya perkembangan zaman peraturan tersebut tidak lagi relevan sehingga digantikan oleh
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 dimana kegiatan minyak dan gas bumi mempunyai
peranan penting dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi
nasional yang meningkat dan berkelanjutan dan juga diatur dalam menimbang bahwa minyak
dan gas bumi merupakan komoditas vital yang menyangkut hajat hidup orang banyak sehingga
perubahan-perubahan secara garis besar dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 mengatur
tentang bentuk-bentuk usaha dalam pemanfaatan Minyak dan Gas Bumi, kerja sama serta ijin
usaha dan lainnya.
c) Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
Pengaturan Pertambangan Mineral dan Batubara sebelumnya diatur dalam
Undang-Undang no. 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan
undang-undang tersebut dibuat guna mempercepat terlaksananya pembangunan ekonomi
Nasional dalam menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur materiil dan spirituil
berdasarkan Pancasila sehingga penggunaannya peraturan tersebut adalah untuk mengerahkan
semua dana dan daya untuk mengolah dan membina segenap kekuatan ekonomi potensiil di
bidang pertambangan menjadi ekonomi riil; sehingga unsur utamanya adalah pemanfaatan
sumber daya yang ada guna memperkuat kekuatan ekonomi potensiil sementara itu
undang-undang nomor 4 tahun 2009 dibuat untuk pertambangan mineral dan batubara yang
mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal, transparan,
berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional
secara berkelanjutan
d) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
Dalam masing-masing pengaturan baik setelah adanya Undang-Undang Nomor 30 tahun
2009 dan pengaturan sebelumnya yang mengatur tentang kelistrikan yakni Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1985 dijelaskan bahwa Tenaga listrik adalah salah satu bentuk energi sekunder
yang berarti energi listrik itu merupakan energi yang dapat dihasilkan dari sumber energi lain
seperti air, angin, batubara dsb. Menimbang dalam ketenagalistrikan pada Undang-Undang tahun
1985 memegang teguh cita-cita leluhur yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 dan dalam juga terdapat menimbang yang memberikat penjelasan bahwa ketenagalistrikan
pada saat dibuat peraturan tersebut persebarannya tidak merata dan perlu dioptimalkan
bertuliskan sebagai berikut: “bahwa dalam rangka peningkatan pembangunan yang
berkesinambungan di bidang ketenagalistrikan, diperlukan upaya untuk secara optimal
memanfaatkan sumber-sumber energi untuk membangkitkan tenaga listrik, sehingga menjamin
tersedianya tenaga listrik”.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 ketenagalistrikan memberikan
wewenang kepada otonomi daerah dan masyarakat dalam peningkatan penyediaan listrik
sehingga lebih kurangnya penulis berpendapat bahwa persebaran listrik setelah adanya
Undang-Undang No.30 tahun 2009 telah berkembang dan lebih merata dibandingkan ketika
Undang-Undang nomor 15 tahun 1985 dikeluarkan.
e) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi
Pengaturan tentang Panas Bumi telah diatur sebelumnya pada Undang-Undang Nomor 27
tahun 2003 merupakan peraturan yang telah mengenal pengelolaan yang berkelanjutan,
kelestarian lingkungan hidup dan menggunakan asas yang tidak digunakan dalam asas lain yakni
kepastian hukum. Tetapi peraturan tersebut diganti menjadi UU nomor 21 tahun 2014 dengan
pertimbangan bahwa Undang-Undang yang sebelumnya tidak mengatur tentang pemanfaatan
Panas Bumi secara Komprehensif sehingga diganti serta memberi penjelasan bahwa peraturan
yang sebelumnya bahwa pemanfaatan Panas Bumi belum optimal sehingga perlu Didorong
melalui Undang-Undang ini.
2. M. Hida Lazuardi
a. Sejauh ini sudah adakah insentif terbaru dari pemerintah untuk Energi terbarukan
dan Nuklir?
b. Menurut kalian, PP Kebijakan Energi Nasional apakah sudah mumpuni?
Jawaban:
a. Energi Nuklir masuk ke dalam kategori EBTKE (Energi Baru, Terbarukan, dan
Konservasi Energi), hingga saat ini masih belum ada insentif terbaru dari pemerintah
untuk energi terbarukan, Indonesia Mining and Energy Forum (IMEF) meminta
pemerintah untuk memberikan insentif bagi pengembangan energi terbarukan di
Indonesia. Pasalnya, pengembangannya masih seringkali terganjal oleh masalah
perhitungan investasi yang dinilai tak menguntungkan. Hal ini dikarenakan oleh
kebijakan insentif untuk energi terbarukan yang pernah dirancang oleh pemerintah pada
2015-2016, diubah. Pada 2015-2016, pemerintah berjanji memberikan insentif sesuai
amanat UU dan PP, namun pada akhir tahun 2016, Presiden Jokowi mengatakan bahwa
energi terbarukan tidak membutuhkan insentif.7
b. Menurut kelompok kami, PP No. 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional
sudah mumpuni, hal ini dikarenakan didalam PP tersebut sudah mengatur mengenai
tujuan dan sasaran kebijakan energi nasional, arah kebijakan energi nasional
(ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, prioritas pengembangan energi,
pemanfaatan sumber daya energi nasional, cadangan energi nasional, konservasi energi,
sumber daya energi, dan diversifikasi energi), infrastruktur, akses untuk masyarakat, dan
industri energi.
3. M. Wildan Teddy
Selain pemerintah yang mengeluarkan regulasi, adakah upaya lain yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan permasalahan pertambangan
Jawaban:
Penyelesaian masalah pertambangan baik antara pelaku usaha, masyarakat maupun
pemerintah, dapat dilakukan dengan penerapan self regulation dari pelaku usaha sehingga
menggunakan peratruan dan sanksi yang telah dibuat dari pelaku usaha.
4. Josephine Priscilla
Potensi masalah dalam pengusahaan listrik antara Kementerian ESDM dan PLN
Jawaban:
Dalam prakteknya, Kementerian ESDM dan PLN memiliki berbagai masalah dalam
melaksanakan pengelolaan listrik di Indonesia. Masalah yang terjadi antara Kementerian
ESDM dan PLN seringkali terjadi berkaitan dengan harga listrik bagi pasar serta
penentangan PLN terhadap regulasi yang dibuat oleh Kementerian ESDM.
5. Difa Shafira
Regulasi mengenai PLTU Batubara apakah sudah memadai?
Jawaban:
Regulasi mengenai PLTU Batubara tidak memadai karena banyak menyebabkan
banyak kerugian yang dihasilkan olehnya. Ditambah dengan adanya limbah yang
dihasilkan dari PLTU Batubara dan belum ada aturan yang jelas juga soal buangan
limbah PLTU Batubara. Hal ini dikarenakan saat ini, 91% PLTU batubara terletak di
7
Vincent Fabian Thomas, “IMEF: Investasi Energi Terbarukan Minim Karena Tidak Ada Insentif”,
https://tirto.id/imef-investasi-energi-terbarukan-minim-karena-tidak-ada-insentif-deBX diakses pada 22 April 2019
pukul 09.17 WIB.
wilayah pesisir dengan kapasitas listrik 24.435,96 megawatt (MW). Banyaknya PLTU
berada di pesisir karena operasi memerlukan air banyak.8
Namun ada solusi lain untuk menghasilkan tenaga listrik selain PLTU Batubara.
Panas bumi adalah sumber daya energi lain yang dapat dimanfaatkan untuk meghasilkan
energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan oleh Panas Bumi adalah merupakan hasil dari
Pemanfaatan Tidak Langsung Panas Bumi sesuai dengan PP No.7 Tahun 2017.
Pemanfaatan Tidak Langsung Panas Bumi dipercaya merupakan energi yang lebih ramah
lingkungan dibandingkan dengan PLTU Batubara yang dapat menyebabkan limbah air
maupun udara.
6. Ersyam Natsir
Energi Terbarukan apakah sudah efektif dalam penerapannya di Indonesia dengan cost
yang besar dan hasil yang tidak maksimal?
Jawaban:
Keefektifan dari Energi Terbarukan maupun Energi Fosil pasti ada plus dan
minusnya. Apabila dilihat dari biaya yang dikeluarkan dan hasil yang didapatkan
memang belum dapat dikatakan efektif, tetapi Energi Terbarukan merupakan investasi
bagi negara untuk mengurangi zat buang. Berbeda halnya dengan bahan bakar minyak
bumi seperti biomassa, batubara, etanol, biodiesel, biobutanol, dll.
Bahan bakar fosil juga terdapat plus dan minusnya, walaupun dalam penggunaan
biaya dengan hasil yang diberikan lebih efektif dibandingkan dengan Energi Terbarukan
saat ini, namun dalam penghasilan zat buang dari bahan bakar fosil, tidak seefektif Energi
Terbarukan karena akan merusak dan mencemari lingkungan yang tidak ada investasi
yang diberikan untuk masa yang akan datang.
8
Lusia Arumingtyas, “Belum Ada Aturan Jelas Soal Buangan Limbah PLTU ke Laut”,
https://www.mongabay.co.id/2019/01/03/belum-ada-aturan-jelas-soal-buangan-limbah-pltu-ke-laut/ diakses pada 22
April pukul 09.94 WIB.
sebagai pengusaha listrik harus mengusahakan mencari investor untuk menutup biaya
yang dikurangi dari subsidi apabila menaikkan harga listrik kepada masyarakat tidak
dimungkinkan.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
Indonesia, Undang-Undang Energi, UU No. 30 Tahun 2007, LN No. 96 Tahun 2007, TLN No.
4746
Indonesia, Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 22 Tahun 2001, LN No. 136 Tahun
2001, TLN No. 4152
Indonesia, Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 4 tahun 2009, LN
No. 4 Tahun 2009, TLN No. 4959
Indonesia, Undang-Undang Ketenagalistrikan, UU No. 30 tahun 2009, LN NOMOR 133 tahun
2009 ,TLN No.5052
Indonesia, Undang-Undang Panas Bumi, UU No. 21 tahun 2014, LN Nomor 217 tahun 2014,
TLN No. 5585
Jurnal
Anindarini, Grita dan Margaretha Quina, “Mengenal Kebijakan Perencanaan Ketenagalistrikan
Di Indonesia,” ketenagalistrikan (November 2018), hlm. 3.
Badan Pembinaan Hukum Nasional KEMENKUMHAM, “Laporan Akhir Kelompok Kerja
Analisis dan Evaluasi Hukum Dalam Rangka Kedaulatan Energi” (Desember 2018)
Wicaksono, Ganesha Patria, “Kelembagaan Pengelola Minyak dan Gas Bumi Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi,” (31 Januari 2015), hlm. 109.
Internet
Rahmat, M. Hamidi, “RUEN, Rencana Umum Energi Nasional”
https://setkab.go.id/ruen-rencana-umum-energi-nasional/ diakses pada 22 April 2019 pukul
08.04 WIB