Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008
Perbandingan PP 27 Tahun 2014 Dan PP 38 Tahun 2008
Oleh:
Amela Erliana Crhistine (9D Reguler | 05)
134060018014
Perlu waktu tiga tahun untuk merumuskan dan mengesahkan kebijakan mengenai
pengelolaan barang milik negara ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006. PP
Nomor 6 Tahun 2006 mengatur pengelolaan BMN/D yang meliputi proses perencanaan,
penganggaran, pengadaan, pemeliharaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban.
Dengan terbitnya peraturan ini, diharapkan pengelolaan aset negara dapat dilakukan
secara professional dan modern dengan mengedepankan prinsip good governance
sehingga mampu meningkatkan kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari
masyarakat. Akan tetapi, tata cara pengelolaan BMN/D yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah tersebut belum sepenuhnya dapat secara efektif dilaksanakan oleh
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan
c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara menerbitkan PP Nomor 27 tahun 2014 sebagai
pengganti PP Nomor 6 tahun 2006 yang pernah direvisi sebelumnya melalui PP Nomor 38
tahun 2008.
Nomor 6 Tahun 2006, terutama dalam hal yang terkait Badan Layanan Umum dan
Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dapat dikatakan bahwa PP Nomor 6 Tahun 2006
sebagaimana yang telah direvisi dengan PP Nomor 38 Tahun 2008 tidak sesuai dengan
dinamika pengelolaan BMN/D sekarang. Oleh karena itu diperlukan penyempurnaan atas
peraturan tentang pengelolaan BMN/D. Hal ini juga didukung oleh temuan pemeriksaan
BPK serta adanya kasus-kasus kecurangan terkait pengelolaan BMN/D.
PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana dirubah dalam PP Nomor 38 Tahun 2008 terdiri dari
86 pasal yang dikelompokkan menjadi 16 (enam belas) Bab, sementara PP Nomor 27 Tahun
2014 terdiri dari 111 pasal yang dikelompokkan menjadi 19 (sembilan belas) Bab.
2
PP Nomor 27 Tahun 2014 mengatur secara khusus dan lebih rinci mengenai Pemusnahan, pengelolaan BMN oleh Badan
Layanan Umum, serta BMN berupa Rumah Negara dalam bab tersendiri. Selain itu juga terdapat beberapa pasal yang
mengalami perbedaan karena adanya penyempurnaan aturan pada PP Nomor 27 Tahun 2014. Berikut ini matriks
perbandingan sistematika PP Nomor 27 Tahun 2014 dengan PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagaimana dirubah dalam PP Nomor
38 Tahun 2008:
PP Nomor 27 Tahun 2014 PP Nomor 6 Tahun 2006 - PP Nomor
38 Tahun 2008
Keterangan
Jumlah Jumlah
BAB/Bagian BAB/Bagian
Pasal Pasal
I. KETENTUAN UMUM 3 I. KETENTUAN UMUM 3 Terdapat penyempurnaan pada beberapa
definisi
Terdapat beberapa tambahan definisi
terkait BMN/D
Terdapat perbedaan pada ruang lingkup
BMN/D (Pasal 3 ayat (2))
II. PEJABAT PENGELOLAAN II. PEJABAT PENGELOLAAN
BARANG MILIK BARANG MILIK
NEGARA/DAERAH NEGARA/DAERAH
Bagian 1: Pengelola Barang 2 Bagian 1: Pengelola Barang 2 Terdapat perubahan atas wewenang dan
tanggung jawab pengelola barang
Terdapat penyederhanaan birokrasi di
3
mana pengelola barang diizinkan
mendelegasikan wewenang kepada
pengguna barang/kuasa pengguna barang
Bagian 2: Pengguna 3 Bagian 2: Pengguna 3 Terdapat perubahan wewenang dan tanggung
Barang/Kuasa Pengguna Barang/Kuasa Pengguna jawab Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang Barang Barang
III. PERENCANAAN 3 III. PERENCANAAN 2 Terdapat perluasan ruang lingkup
KEBUTUHAN DAN KEBUTUHAN DAN perencanaan
PENGANGGARAN PENGANGGARAN Sinkroninasi dengan mekanisme
perencanaan dan penganggaran
Penyederhanaan lingkup pengaturan dan
birokrasi
IV. PENGADAAN 2 IV. PENGADAAN 2 Tidak ada perbedaan berarti
V. PENGGUNAAN 12 V. PENGGUNAAN 6 Terdapat penyederhanaan lingkup
penetapan status penggunaan
Terdapat penyederhanaan birokrasi
terkait dasar penetapan status
penggunaan
Terdapat eskalasi aturan PMK ke PP
mengenai pengalihan status penggunaan
dan penggunaan sementara
Terdapat pengaturan mengenai BMN/D
yang tidak digunakan (BMN Idle)
4
VI. PEMANFAATAN
Bagian 1: Kriteria 1 Bagian 1: Kriteria 1 Terdapat diversifikasi pelaksana pemanfaatan
Pemanfaatan Pemanfaatan BMN/D
Bagian 2: Bentuk 1 Bagian 2: Bentuk 1 Terdapat terdapat penambahan mekanisme
Pemanfaatan Pemanfaatan pemanfaatan, yaitu Kerja Sama Penyediaan
Infrastruktur
Bagian 3: Sewa 2 Bagian 3: Sewa 2 Penambahan aturan mengenai bentuk
sewa untuk infrastruktur
Terdapat penambahan aturan mengenai
penyetoran uang sewa ke kas negara
Bagian 4: Pinjam Pakai 1 Bagian 4: Pinjam Pakai 1 Terdapat perubahan jangka waktu pinjam
pakai dari 2 tahun menjadi 5 tahun dan hanya
bisa diperpanjang 1 kali
Bagian 5: Kerja Sama 3 Bagian 5: Kerja Sama 3 Terdapat perubahan aturan dalam hal
Pemanfaatan Pemanfaatan penetapan mitra KSP
Terdapat tambahan aturan mengenai
jangka waktu pembagian kontribusi dan
larangan bagi mitra KSP
Terdapat perubahan dalam hal aturan
tentang biaya persiapan dan pelaksanaan
KSP
5
Terdapat tambahan mengenai kerja sama
pemanfaatan berupa penyediaan
infrastruktur
Bagian 6: Bangun Guna 4 Bagian 6: Bangun Guna 4 Terdapat perubahan aturan dalam hal
Serah atau Bangun Serah Serah atau Bangun Serah penetapan mitra BSG/BGS
Guna Guna Terdapat perubahan dalam hal aturan
tentang biaya persiapan dan pelaksanaan
BSG/BGS
Ditentukan persentase minimal hasil
BSG/BGS yang harus langsung digunakan
pemerintah
Terdapat penegasan bahwa hasil Bangun
Serah Guna yang diserahkan kepada
Pengelola Barang ditetapkan sebagai
BMN/D
Bagian 7: Kerja Sama 2 - - PP 6 tahun 2006 dan PP 38 tahun 2008 tidak
Penyediaan Infrastruktur mengatur khusus hal ini
Bagian 8: Tender 2 - - PP 6 tahun 2006 dan PP 38 tahun 2008 tidak
mengatur khusus hal ini
VII. PENGAMANAN DAN VII. PENGAMANAN DAN
PEMELIHARAAN PEMELIHARAAN
6
Bagian 1: Pengamanan 4 Bagian 1: Pengamanan 3 Terdapat pasal tambahan yang menjadi dasar
hukum mengenai implementasi asuransi
BMN/D
Bagian 2: Pemeliharaan 2 Bagian 2: Pemeliharaan 2 Terdapat ketentuan tambahan mengenai
biaya pemeliharaan BMN/D yang
pemanfaatannya dilakukan oleh Pihak Lain
VIII. PENILAIAN 6 VIII. PENILAIAN 4 Terdapat ketentuan mengenai penilaian
kembali dalam ‘kondisi tertentu’
IX. PEMINDAHTANGANAN X. PEMINDAHTANGANAN Pada PP 6 tahun 2006 Bab Pemindahtanganan
diatur setelah Bab Penghapusan
Bagian 1: Umum 1 Tidak ada perubahan berarti
Bagian 2: Bentuk-Bentuk
Bagian 2: Persetujuan 5 6
dan Persetujuan
Pemindahtanganan
Bagian 3: Penjualan 4 Bagian 2: Penjualan 3 Terdapat penyederhanaan birokrasi dalam
hal subjek pelaksana penjualan BMN/D
Pemberian dasar perhitungan nilai limit
penjualan BMN secara lelang
Bagian 4: Tukar Menukar 4 Bagian 3: Tukar Menukar 4 Diperbolehkan tukar menukar dengan
pemerintah negara lain (BMN) dan
pemerintah daerah lain (BMD)
Bagian 5: Hibah 4 Bagian 4: Hibah 4 Terdapat perluasan pertimbangan hibah
7
Bagian 6: Penyertaan Modal 5 Bagian 5: Penyertaan Modal 5 Tidak ada perubahan berarti
Pemerintah Pusat/Daerah Pemerintah Pusat/Daerah
X. PEMUSNAHAN 4 - - Pada PP Nomor 6 Tahun 2006, ketentuan
mengenai pemusnahan diuraikan secara
sekilas pada Bab Penghapusan
XI. PENGHAPUSAN 4 IX. PENGHAPUSAN 4 Terdapat penyederhanaan birokrasi
XII. PENATAUSAHAAN XI. PENATAUSAHAAN
Bagian 1: Pembukuan 1 Bagian 1: Pembukuan 1 Terdapat beberapa perubahan terkait
ketentuan pembukuan BMN/D
Bagian 2: Inventarisasi 2 Bagian 2: Inventarisasi 2 Tidak ada perubahan berarti
Bagian 3: Pelaporan 3 Bagian 3: Pelaporan 3 Tidak ada perubahan berarti
XIII. PEMBINAAN, XII. PEMBINAAN,
PENGAWASAN, DAN PENGAWASAN, DAN
PENGENDALIAN PENGENDALIAN
Bagian 1: Pembinaan 1 Bagian 1: Pembinaan 1 Tidak ada perubahan berarti
Bagian 2: Pengawasan dan 5 Bagian 2: Pengawasan dan 3 Terdapat tambahan ketentuan penetapan
Pengendalian Pengendalian indikator kinerja di bidang pengelolaan
Barang Milik Negara pada unit yang
membidangi pengelolaan Barang Milik Negara
oleh Pengguna Barang.
8
XIV. PENGELOLAAN BMN/D 2 - - Tidak diatur secara spesifik dalam PP Nomor
OLEH BADAN LAYANAN 6 Tahun 2006
UMUM
XV. BMN/D BERUPA RUMAH 1 - - Tidak diatur secara spesifik dalam PP Nomor
NEGARA 6 Tahun 2006
XVI. GANTI RUGI DAN 1 XIV. GANTI RUGI DAN 1 Pada PP 6 Tahun 2006 bab ganti rugi dan saksi
SANKSI SANKSI terletak setelah bab ketentuan lain-lain
XVII. KETENTUAN LAIN- 6 XIII. KETENTUAN LAIN-LAIN 4
LAIN
Perbedaan terjadi karena menyesuaikan isi
XVIII. KETENTUAN 3 XV. KETENTUAN 1
peraturan dengan peraturan sebelumnya
PERALIHAN PERALIHAN
XIX. KETENTUAN PENUTUP 3 XVI. KETENTUAN PENUTUP 3
9
ANALISIS PERBEDAAN PP NOMOR 27 TAHUN 2014 DENGAN PP NOMOR 6
TAHUN 2006 DAN PP NOMOR 38 TAHUN 2008
Dari matrik di atas, terlihat bahwa perubahan pada peraturan pengelolaan BMN/D
dilakukan untuk menyederhanakan rantai birokrasi sehingga tercapai efisiensi pengelolaan
BMN/D. Selain itu, PP Nomor 27 Tahun 2014 juga menambahkan beberapa ketentuan yang
sebelumnya tak diatur dalam PP Nomor 6 Tahun 2006 maupun PP 38 Tahun 2008.
Perubahan juga dilakukan untuk menghindari adanya multitafsir ataupun
ketidaksinkronan dengan aturan-aturan lain.
Terdapat beberapa perubahan yang menurut menulis menarik untuk dikaji lebih dalam.
Berikut ini hasil analisis penulis atas beberapa perubahan yang tertuang dalam PP Nomor
27 Tahun 2014:
Analisis
Analisis
Ruang lingkup pengelolaan BMN meliputi: Ruang lingkup pengelolaan BMN meliputi:
a.Perencanaan Kebutuhan dan a.Perencanaan Kebutuhan dan
Penganggaran penganggaran;
b. Pengadaan b. pengadaan;
c. Penggunaan c. Penggunaan;
d. Pemanfaatan d. Pemanfaatan;
e. Pengamanan dan Pemeliharaan e. pengamanan dan pemeliharaan;
f. Penilaian f. Penilaian;
g. Penghapusan g. Pemindahtanganan;
h. Pemindahtanganan h. Pemusnahan;
i. Penatausahaan i. Penghapusan;
j. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian j. Penatausahaan; dan
k.Pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.
11
1. Pada PP 6 Tahun 2006, ketentuan mengenai pemusnahan BMN/D diatur dalam Bab
mengenai Penghapusan. Hal ini tidak relevan karena penghapusan tidak hanya terjadi
akibat pemusnahan, tetapi juga dapat disebabkan oleh adanya pemindahtanganan.
Oleh karena itu memang seharusnya ketentuan mengenai pemusnahan dijadikan bab
tersendiri dalam PP 27 Tahun 2014 sebagaimana ketentuan mengenai
pemindahtanganan.
2. Pada PP 6 Tahun 2006, bab mengenai Pemindahtanganan terletak setelah Bab
Penghapusan, sementara dalam PP 27 Tahun 2014 bab mengenai Pemindahtanganan
dan Pemusnahan terletak setelah Bab Penghapusan. Perubahan ini memang seharusnya
dilakukan mengingat proses penghapusan idealnya terjadi setelah adanya pemusnahan
atau pemindahtanganan.
Analisis
Analisis
Sementara itu untuk poin 4, perlu dipastikan bahwa pemendagri ataupun peraturan
perundang-undangan yang mengatur standar kebutuhan dan standar harga terus
disempurnakan agar sesuai dengan prinsip efisiensi dan ekonomis namun tetap mengacu
pada kondisi yang sebenarnya.
15
E. Perubahan Pada Ketentuan Pengadaan BMN/D
Analisis
Tidak ada perubahan berarti pada pada Bab Pengadaan BMN/D. Proses pengadaan
memanglah sangat panjang dan rumit sehingga perlu penjelasan lebih detail dalam
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mekanisme pengadaan
BMN/D.
Sampai saat ini peraturan mengenai pengadaan barang dan jasa masih dipanjang sangat
rumit dan memiliki beberapa celah. Penulis berharap ke depannya peraturan tentang
pengadaan barang dan jasa lebih disempurnakan.
Analisis
1. Pada PP 6 Tahun 2006, penetapan status penggunaan barang berlaku untuk seluruh
BMN/D. Hal ini kemudian disederhanakan di PP 27 Tahun 2014 di mana terdapat
pengecualian Penetapan Status Penggunaan yang tidak dilakukan terhadap:
a. BMN/D berupa: barang persediaan; konstruksi dalam pengerjaan; atau barang
yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.
b. BMN yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas
pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan;
c. BMN lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau
d. BMD lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.
Hal ini bertujuan untuk menyederhanakan proses birokrasi. Seperti yang kita ketahui,
penggunaan barang persediaan sangatlah cepat sehingga apabilah harus melewati
proses penetapan terlebih dulu justru akan memperlambat proses penggunaan.
Sementara untuk barang dalam konstruksi dalam pengerjaan memang pada dasarnya
16
belum dapat digunakan sehingga tidak perlu penetapan. Sementara untuk BMN/D
yang dari awal direncanakan untuk dihibahkan atau diserahkan memang seharusnya
tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain.
Perubahan ini memang terkesan menjelaskan apa yang sudah jelas. Tapi perli diingat,
bahwa terkadang dalam pelaksanaan pengelolaan BMN/D, pejabat pengelolaan
BMN/D dapat keliru menafsirkan maksud dari suatu peraturan. Oleh karena itu,
dengan penegasan atas jenis BMN/D yang tidak memerlukan penetapan penggunaan,
diharapkan kekeliruan itu tidak terjadi.
Penyederhanaan ini dapat memangkas rantai birokrasi yang panjang saat pengelola
barang menghadapi kondisi tertentu yang menuntut kesigapan. Sayangnya tidak
dijelaskan lebih lanjut mengenai ‘kondisi tertentu’ yang dimaksud dalam peraturan ini
sehingga masih multitafsir dan dapat memicu pelanggaran kepatuhan.
Penulis setuju dengan perubahan pada poin 1-5 tersebut di atas. Ke depannya diperlukan
18
Analisis
Bentuk Pemanfaatan
1. Terdapat bentuk pemanfaatan baru, yaitu: “Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur” yang
masa sewanya dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang. Hal ini telah
sesuai dengan dinamika pengelolaan BMN/D saat ini.
Sewa
Pinjam Pakai
4. Terdapat perubahan jangka waktu pinjam pakai dari 2 tahun menjadi 5 tahun dan hanya
19
5. Batas minimal peserta tender, yang semula pada PP 6 tahun 2006 dinyatakan sekurang-
kurangnya lima peserta, dihilangkan. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada bagian
mengenai Tender.
6. Terdapat penambahan aturan mengenai KSP dengan mekanisme penunjukan langsung
hanya dapat dilakukan oleh Pengguna Barang terhadap BUMN/D yang memiliki
bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan transparansi dan keterbukaan dalam
proses penunjukan mitra. Apabila memang dibutuhkan bermitra dengan swasta maka
harus melalui proses tender.
7. Terdapat tambahan aturan mengenai jangka waktu dan pembagian kontribusi. Penentuan
jangka waktu KSP dilakukan untuk menghindari persepsi yang berbenturan dengan UU Nomor
5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Sedangkan aturan mengenai pembagian kontribusi bertujuan untuk memperjelas mekanisme
pembagian kontribusi agar ada keseragaman dalam pelaksanaannya serta mengdiverfikasi
bentuk kontribusi agar lebih flesibel.
8. Terdapat larangan bagi mitra KSP dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang
Milik Negara/Daerah yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan. Hal ini tenju saja
untuk mempertegas hak dan kewajiban mitra KSP serta menghindari adanya
permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari.
9. Ditegaskan bahwa semua biaya persiapan KSP yang terjadi setelah ditetapkannya
20
mitra KSP dan biaya pelaksanaan KSP menjadi beban mitra KSP. Selain untuk
mempertegas hak dan kewajiban mitra KSP, perubahan ini dilakukan untuk
memperjelas siapa yang wajib menanggung biaya persiapan dan pelaksanaan KSP
mengingat aturan yang tertuang pada PP 6 Tahun 2006 yang berbunyi “Semua biaya
berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan kerjasama pemanfaatan tidak dapat
dibebankan pada APBN/APBD” sangat rancu dan multitafsir.
10. Terdapat tambahan mengenai kerja sama pemanfaatan berupa penyediaan infrastruktur. Hal
ini telah sesuai dengan dinamika pengelolaan BMN/D mengingat pelaksanaan kerja sama
pemanfaatan telah berkembang ke BMN/D berupa infrastruktur.
11. Batas minimal peserta tender, yang semula pada PP 6 tahun 2006 dinyatakan sekurang-
kurangnya lima peserta, dihilangkan. Penjelasan lebih lanjut terdapat pada bagian
mengenai Tender.
12. Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil BGS/BSG harus digunakan langsung untuk
penyelenggaraan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10%. Menurut penulis,
penentuan batas minimal persentase dapat mencegah pelaksanaan BGS/BSG yang
merugikan pemerintah.
13. Ditegaskan bahwa semua biaya persiapan BGS/BSG yang terjadi setelah
ditetapkannya mitra BSG/BGS dan biaya pelaksanaan BGS/BSG menjadi beban
mitra BGS/BSG . Selain untuk mempertegas hak dan kewajiban mitra BGS/BSG ,
perubahan ini dilakukan untuk memperjelas siapa yang wajib menanggung biaya
persiapan dan pelaksanaan BGS/BSG mengingat aturan yang tertuang pada PP 6 Tahun
2006 yang berbunyi “Semua biaya berkenaan dengan persiapan dan pelaksanaan
BGS/BSG tidak dapat dibebankan pada APBN/APBD” sangat rancu dan multitafsir.
14. Terdapat penegasan bahwa hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan kepada Pengelola Barang
ditetapkan sebagai BMN/D. Hal ini untuk memperjelas status dan menghindari kesalahan
penafsiran mengenai hasil BSG yang diserahkan kepada pengelola barang
21
Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur
Ketentuan mengenai KSPI sebelumnya tidak diatur dalam PP 6 Tahun 2006 ataupun PP 38
Tahun 2008. Menurut penulis, pengaturan ini telah sesuai dengan kebutuhan pengelolaan
BMN/D khususnya dalam hal infrastruktur.
Tender
Bagian ini khusus mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan tender. Sebelumnya telah
disebutkan dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b mengenai KSP dan Pasal 36 ayat (2) mengenai
BSG/BGS bahwa penetapan mitra dilaksankan dengan mekanisme tender. Sayangnya tidak
dijelaskan adanya pembatasan jumlah peserta tender dan tidak ada kalimat yang merujuk
terhadap pembahasan tender di bagian ini.
Sementara dari segi jumlah peserta, jumlah minimal peserta tender yang semula 5
berkurang menjadi 3. Penulis setuju dengan perubahan ini karena jumlah minimal 3
peserta masih dapat menjaga prinsip keadilan dalam proses tender namun dapat
menambah fleksibilitas dalam pelaksanaan tender.
Secara garis besar, penulis menyetujui perubahan-perubahan yang terjadi dalam Bab
Pemanfaatan ini, kecuali dalam hal-hal berikut:
1. Ketentuan mengenau penyetoran uang sewa yang harus dilakukan sekaligus secara
tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian sewa
terlalu kaku. Sebaiknya dilakukan penyesuaian dengan membolehkan penyetoran uang
sewa ke kas negara secara elektronik dan batas waktu penyetoran paling lambat 1 (satu)
hari kerja karena sistem penerimaan negara saat ini telah memungkinkan hal tersebut.
2. Sebaiknya dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b dan Pasal 36 ayat (2) yang membahas
mengenai tender ditambahkan keterangan bahwa jumlah peserta minimal pelaksanaan
tender adalah 3 peserta dan/atau untuk pelaksanaannya dilakuan sesuai dengan pasal
40 dan 41 peraturan pemerintah ini.
22
H. Perubahan Pada Ketentuan Pengamanan dan Pemeliharaan BMN/D
Analisis
Dasar hukum atas implementasi asuransi dalam BMN/D sangatlah penting mengingat
kebutuhan asuransi atas BMN/D pun semakin meningkat. Untuk itu diperlukan peraturan
turunan yang menguraikan lebih rinci mengenai mekanisme implementasi asuransi.
Penulis berharap atura tersebut disusun dengan benar-benar mempertimbangkan asas
efektifitas, efisiensi, dan ekonomi pengelolaan aset.
Sementara itu, penegasan atas siapa yang menanggung biaya pemeliharaan dalam hal
pemanfaatan BMN/D oleh pihak lain telah tepat, hanya perlu peningkatan dalam
pengawasan dan pengendalian terutama dalam hal pencairan dana dan
pertanggungjawabannya.
23
I. Perubahan Pada Ketentuan Penilaian BMN/D
Analisis
1. Terdapat beberapa perubahan teknis terkait istilah jenis penilai dan tujuan penilaian. Hal ini
dilakukan untuk mencapai kesamaan persepsi mengenai penilaian BMN/D serta harmonisasi
dengan peraturan lainnya.
2. Terdapat ketentuan mengenai penilaian kembali dalam kondisi tertentu yang dapat dilakukan
pengelola barang atas nilai BMN/D yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah
Pusat/Daerah keputusan mengenai Penilaian kembali atas nilai BMN dilaksanakan berdasarkan
ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional. Perubahan ini dilakukan dalam rangka
sinkronisasi kebijakan dengan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis akrual
Analisis
1. Terdapat penyederhanaan birokrasi dalam hal subjek pelaksana penjualan BMN/D. Pemisahan
subjek tidak lagi berdasarkan jenis BMN/D (tanah dan bangunan atau bukan), tapi berdasarkan
lingkup penguasaan barang. Menurut penulis pengelompokan ini lebih tepat serta lebih efisien
dalam pelaksanaannya.
2. Terdapat dasar perhitungan nilai limit penjualan BMN secara lelang yaitu dengan
memperhitungkan faktor penyesuaian. PP 6 Tahun 2006 tidak mengatur hal tersebut. Hal ini
sekedar penjelasan tambahan yang sebenarnya apabila tidak dicantumkan juga tidak terlalu
berpengaruh karena pada dasarnya masih diperlukan penjelasan mengenai faktor penyesuaian
24
Penyederhanaan birokrasi dalam hal subjek pelaksana penjualan telah tepat. Sementara untuk
ketentuan mengenai perhitungan nilai limit masih kurang jelas sehingga perlu diatur lebih lanjut
dalam peraturan turunannya.
Penulis juga setuju dengan perluasan mitra tukar-menukar dan cakupan hibah BMN/D. Dengan
perubahan tersebut, diharapkan pengelolaan BMN/D akan lebih fleksibel dan bermanfaat.
Analisis
Secara keseluruhan penulis setuju dengan penggolongan pemusnahan sebagai satu tahap
25
Analisis
Secara garis besar penulis menyetujui perubahan yang ada dalam bab ini.
Analisis
Terdapat perubahan dalam ketentuan pembukuan BMN/D yaitu adanya penjelasan lebih rinci alur
penyusunan Daftar Barang Milik Negara/Daerah yang sebelumnya tidak dijelaskan dalam PP 6
tahun 2006. Dengan perubahan ini diharapkan tidak ada lagi kebingungan ataupun perbedaan
persepsi atas mekanisme pembukuan BMN/D.
Secara garis besar penulis menyetujui perubahan yang ada dalam bab ini.
Analisis
Terdapat tambahan ketentuan penetapan indikator kinerja di bidang pengelolaan Barang Milik
Negara pada unit yang membidangi pengelolaan Barang Milik Negara oleh Pengguna Barang
sebagai salah satu proses pengawasan dan pengendalian. Perubahan ini merupakan bentuk
harmonisasi dengan kebijakan terkait penilaian kinerja.
Analisis
Pada PP 6 Tahun 2006 tidak ada bagian khusus yang mengatur mengenai pengelolaan
BMN/D oleh BLU. Ketentuan ini ditambahkan untuk memberi penegasan mengenai
mekanisme pengelolaan BMN/D pada BLU sekaligus sebagai bentuk harmonisasi dengan
kebijakan terkait BLU.
Pengaturan mengenai pengelolaan BMN/D mengenai BLU ini sangat penting untuk
mempertegas aturan mengenai BLU sekaligus untuk menghindari ketidaksinkronan
dengan peraturan tentang BLU.
Analisis
Ketentuan mengenai BMN/D berupa rumah negara sebelumnya tidak diatur dalam PP 6 Tahun
2006. Hal ini menimbulkan ketidaksinkronan dengan aturan mengenai rumah negara. Rumah
negara itu sendiri merupakan bagian BMN/D akan tetapi mendapatkan perlakuan yang berbeda
dari BMN/D pada umumnya.
Pembahasan ketentuan BMN/D secara khusus memang perlu disisipkan dalam peraturan
pemerintah ini agar tercapai harmonisasi dengan aturan tentang rumah negara.
Analisis
Pada PP 6 Tahun 2006 bab ganti rugi dan sanksi terletak setelah bab ketentuan lain-lain.
27
Kesimpulan dan Saran
Pemindahan letak Bab Ganti Rugi dan Sanksi memang selayaknya dilakukan agar
peraturan pemerintah ini tersusun secara sistematis dan berurutan serta sesuai dengan
aturan mengenai penyusunan peraturan perundang-undangan
Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam tiga bab ini wajar terjadi mengingat adanya perbedaan-
perbedaan dalam isi PP 27 Tahun 2014 dengan PP yang mendahuluinya, yaitu PP 6 Tahun 2006 dan
PP 38 Tahun 2008 serta akibat perbedaan kondisi dan situasi saat peraturan ini diterbitkan.
28