Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Praktek keperawatan merupakan program yang menghantarkan
mahasiswa untuk mampu mengelolah kelompok perawat dengan
menggunakan peran dan fungsi manajemen untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan kepada klien pada tatanan pelayanan keperawatan di tingkat
ruang rawat di rumah sakit (RS), Aspek penting yang harus menjadi perhatian
adalah kemampuan bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi, Praktik
di tekankan pada implementasi peran dan fungsi manajer unit perawatan.
Proses pembelajaran klinik dilakukan melalui role play dan belelajar
berdasarkan hasil studi lapangan.
Lama pembelajaran adalah 1 minggu.
Sebelumnya mengikuti praktik manajemen keperawatan, mahasiswa telah di
harapkan mengikuti mata kuliah manajemen keperawatan.Semua kegiatan
pada mata ajar ini di lakukan di klinik (rumah sakit) kegiatan panjang seperti
presentase kasus dapat dilakukan di ruangan/kampus.
B. TUJUAN
Bertujan untuk mengetahui manajemen keperawatan di Rs
C. Rumusan Masalah
Bagai mana manajemen keperawat pada kasus
BAB II

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Ketenagaan (M1)
Banyaknya tuntutan masyarakat dengan pelayanan keperawatan serta
munculnya persaingan pada banyak instansi, hal ini mendesak perawat harus
bisa dalam memberikan jasa pelayanan yang berkualitas khususnya
pelayanankeperawatan di ruang rawat inap, pelayanan keperawatan adalah
sesuatu hal yang sangan harus diperhatikan dijaga dan ditingkatkan
kualitasnya sesuai dengan standar yang berlaku, masyarakat selaku konsumen
atau klien dirumah sakitakan merasakan pelayanan keperawatan yang
memuaskan, jika pelayanannya berkualitas.
Yang dimana perawat memiliki peraturan dan jam kerja, dimana shift
kerja akan akan menimbulkan dampak positif dan negative serta dapat
mempengaruhi kinerja dimana shift kerja terbagi menjadi shift pagi, siang dan
malam, diketahui shift malam memiliki beban kerja dan energy yang lebih
dalam memberikan layanan keperawatan karna terjaga.
Adpun manajemen kepala ruang tidak akan berjalan dengan baik tanpa
adanya kerja sama serta menyadari posisi dan tanggung jawab yang diberikan
oleh anggota, fungsi manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai proses
manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan,
pengarahan, pengawasan, ketenagaan sendiri merupakan fungsi manajemen
yang berperan dalam perkerutan, wawancara, seleksi, yang bertujuan dalam
peningkatan layanan keperawatan dan tujuan organisasi.(Ningsih, 2019)
Ada beberapa metode perhitungan kebutuhan tenaga keperawatan yaitu:
1. Metode rasio
Metode penghitungan dengan cara rasio menggunakan jumlah tempat
tidur sebagai pembanding dari kebutuhan perawat yang diperlukan.
Metode ini paling sering digunakan karena sederhana dan mudah.
Kelemahan dari metode ini adalah hanya mengetahui jumlah perawat
secara kuantitas tetapi tidak bisa mengetahui produktivitas perawat di
rumah sakit dan kapan tenaga perawat tersebut dibutuhkan oleh setiap
unit di rumah sakit. Metode ini bisa digunakan jika kemampuan dan
sumber daya untuk perencanaan tenaga terbatas.
2. Metode need
Metode ini dihitung berdasarkan kebutuhan menurut beban kerja. Untuk
menghitung kebutuhan tenaga, diperlukan gambaran tentang jenis
pelayanan yang diberikan kepada pasien selama di rumah sakit. Sebagai
contoh untuk pasien yang menjalani rawat jalan, ia akan mendapatkan
pelayanan, mulai dari pembelian karcis, pemeriksaan perawat/dokter,
penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, apotek dan sebagainya.
Kemudian dihitung standar waktu yang diperlukan agar pelayanan itu
berjalan dengan baik.
3. Metode demand
Cara demand adalah perhitungan jumlah tenaga menurut kegiatan yang
memang nyata dilakukan oleh perawat. Setiap pasien yang masuk ruang
gawat darurat dibutuhkan waktu sebagai berikut:
a. Untuk kasus gawat darurat : 86,31 menit
b. Untuk kasus mendesak : 71,28 menit
c. Untuk kasus tidak mendesak : 33,09 menit.
4. Metode Gillies
Prinsip perhitungan rumus Gillies, Dalam memberikan pelayanan
keperawatan ada tiga jenis bentuk pelayanan, yaitu sebagai berikut:
a. Perawatan langsung adalah perawatan yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan pasien baik fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual. Berdasarkan tingkat ketergantungan pasien pada perawat
dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu: self care, partial
care, total care dan intensive care. Rata-rata kebutuhan perawatan
langsung setiap pasien adalah empat jam perhari.
Adapun waktu perawatan berdasarkan tingkat ketergantungan pasien
adalah
1) Self care dibutuhkan ½ × 4 jam : 2 jam
2) Partial care dibutuhkan ¾ × 4 jam : 3 jam
3) Total care dibutuhkan 1−1½ × 4 jam : 4−6 jam
4) Intensive care dibutuhkan 2 × 4 jam : 8 jam
b. Perawatan tak langsung yaitu meliputi kegiatan-kegiatan membuat
rencana perawatan, memasang dan menyiapkan alat, konsultasi
dengan anggota tim, menulis dan membaca catatan kesehatan.
c. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien meliputi:
aktivitas, pengobatan serta tindak lanjut pengobatan
5. Metode formulasi nina
Dalam metode ini terdapat lima tahapan dalam menghitung kebutuhan
tenaga
a. Tahap I
Dihitung A = jumlah jam perawatan pasien dalam 24 jam per pasien
b. Tahap II
Dihitung B = jumlah rata-rata jam perawatan untuk seluruh pasien
dalam satu hari. B = A × tempat tidur
c. Tahap III
Dihitung C = jumlah jam perawatan seluruh pasien selama setahun. C
= B × 365 hari
d. Tahap IV
Dihitung D = jumlah perkiraan realistis jam perawatan yang
dibutuhkan selama setahun. D = C × BOR/80, 80 adalah nilai tetap
untuk perkiraan realistis jam perawatan.
e. Tahap V
Didapatkan E = jumlah tenaga perawat yang diperlukan. E = D/1878.
Angka 1878 didapatkan dari hari efektif per tahun (365 − 52 hari
minggu = 313 hari) dan dikalikan dengan jam kerja efektif per hari (6
jam).(Nursalam, 2014)
B. Sarana dan prasarana (M2)
Sarana prasarana adalah segala macam alat yang digunakan dalam
kegiatan pelayanan kesehatan, dalam daftar istilah kesehatan dikenal pula
dengan sebutan alat bantu medis yaitu segala macam peralatan yang dipakai
tenaga medis untuk membantu memudahkan melakukan kegiatan pelayanan
kesehatan, jadi sarana kesehatan adalah segala macam peralatan yang
digunakan tenaga medis untuk memudahkan penyampaian pelayanan
kesehatan, lalu dapat dirumuskan bahwa prasarana kesehatan adalah segala
macamperalatan, kelengkapan, dan benda-benda yang digunakan petugas rs
untuk memudahkan penyelenggara Rs(Fragawati, 2019)
C. Model praktek pelayanan profesional(metode kasus,tim dan primer)
metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada
dan akan terus dikembangkan dimasa depan dalam menghadapi tren
pelayanan keperawatan yaitu:
1. Fungsional (bukan model MAKP)
metode fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan
keperawatan sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat
itu karena masih terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat, maka setiap
perawat hanya melakukan satu atau dua jenis intervensi keperawatan
saja(Nursalam, 2015)
Kelebihannya:
a. kelebihanannya:
1) manajemen klasik yang menekankan efesiensi, pembagian tugas yang
jelas dan pengawasan yang baik
2) sangat baik untuk rumas sakit yang kekurangan tenaga
3) perawat senior menyibukkan diri dengan tugas manajerial, sedangkan
perawat pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman.
b. Kelemahan
1) tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
2) pelayanan keperawatan terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan
3) persepsi perawat cenderung pada tindakan yang berkaitan dengan
keterampilan saja
2. MAKP Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang berbeda-
beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap sekelompok pasien,
perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim yang terdiri atas tenaga
profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu kelompok kecil yang saling
membantu. Metode ini bias digunakan pada pelayanan keperawatan di unit
rawat inap, untuk rawat jalan, dan unit gawat darurat(Nursalam, 2015)
adapun metode tim
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan
berbagai teknik kepemimpinan
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan
berhasil bila didukung oleh kepala ruang
kelebihannya:
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
c. Memungkinkan komunikasi antartim, sehingga konflik mudah di
atasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Kelemahan:
a. Komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk
konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang sulit
untuk dilaksanakan pada wakt-waktu sibuk
Konsep metode tim:
a. Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan
b. Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana
keperawatan terjamin
c. Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim
d. Peran kepala ruang penting dalam model tim, model tim akan
berhasil bila didukung oleh kepala ruang
Tanggung jawab anggota tim:
a. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien di bawah
tanggung jawabnya
b. Kerja sama dengan anggota tim dan antartim
c. Memberikan laporan
Tanggung jawab ketua tim:
a. Membuat perencanaan
b. Membuat penugasan, supervisi, dan evaluasi
c. Mengenal atau mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai
tingkat kebutuhan pasien
d. Mengembangkan kemampuan anggota
e. Menyelenggarakan konferensi
Tanggung jawab kepala ruangan:
a. Perencanaan
1) Menunjuk ketua tim yang akan bertugas di ruangan masing-
masing
2) Mengikuti serah terima pasien pada sif sebelumnnya
3) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien: gawat transisi,
dan persiapan pulang, bersama ketua tim
4) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktivitas dan kebutuhan pasien bersama ketua tim, mengatur
penugasan/penjadwalan
5) Melaksanakan strategi pelaksanaan keperawatan
6) Mengikuti visite dokter untuk mengetahui kondisi, patofisiologi,
tindakan medis yang dilakukan program pengobatan, dan
mendiskusikan dengan dokter tentang tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien
7) Mengatur dan mengendalikan asuhan keperawatan, termasuk
kegiatan membimbing pelaksanaan asuhan keperawatan,
membimbing penerapan proses keperawatan dan menilai asuhan
keperawatan mengadakan diskusi untuk pemecahan masalah,
serta memberikan informasi kepada pasien atau keluarga yang
baru masuk.
8) Membantu mengembangkan niat pendidikan dan latihan diri
9) Membantu membimbing peserta didik keperawatan
10) Menjaga terwujudnya visi dan misi kperawatan dan rumah
sakit.
b. Pengorganisasian
1) Merumuskan metode penugasan yang dilakukan
2) Merumuskan tujuan metode penugasan
3) Membuat rincian tugas ketua tim dan anggota tim secara jelas
4) Membuat rentang kendali, kepala ruangan membawahi 2 ketua
tim, dan ketua tim membawahi 2-3 perawat
5) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, membuat
proses dinas dan mengatur tenaga yang ada setiap hari
6) Mengatur dan mengendalikan logistic ruangan
7) Mengatur dan mengendalikan situasi tempat praktek
8) Mendelegasikan tugas, saat kepala ruang tidak berada ditempat
kepada ketua tim
9) Memberi wewenang kepada tata usaha untuk mengurus
administrasi pasien
10) Mengatur penugasan jadwal pos dan pakarnya
11) Identifikasi masalah dan cara penanganannya.
c. Pengarahan
1) Memberi pengarahan tentang penugasan kepala ketua tim
2) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan tugas
dengan baik
3) Memberi motivasi dalam peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap
4) Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan
berhubungan dengan asuhan keperawatan pada pasien\
5) Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan
6) Membimbing bawahan yang mengalami kesulitan dalam
melaksanakan tugasnya
7) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim lain
d. Pengawasan
1) Melalui komunikasi, mengawasi dan berkomunikasi langsung
ketua tim maupun pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien
2) Melalui supervisi
3) Pengawasan langsung dilakukan dengan cara inspeksi,
mengamati sendiri, atau melalui laporan langsung secara lisan,
dan memperbaiki/mengawasi kelemahan-kelemahan yang ada
saat itu juga
4) Pengawasan tidak langsung yaitu dengan cara mengecek daftar
hadir ketua tim, membaca dan memeriksa rencana keperawatan
serta catatan yang dibuat selama dan sesudah proses keperawatan
dilaksanakan(didokumentasikan) mendengar laporan ketua tim
tentang pelaksana tugas.
5) Evaluasi
6) Mengevaluasi upaya pelaksanaan dan membandingkan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun bersama ketua tim

Kepala ruangan

Ketua tim Ketua tim Ketua tim

Anggota Anggota Kepala ruangan

Pasien/klien Pasien/klien Kepala ruangan

Gambar 1. Bagan Sistem Pemberian Asuhan keperawatan.

3. MAKP primer
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab
penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari
pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian
perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan dan pelaksana.
Metode primer ini ditandai dengan adanya keterkaitan kuat dan terus-
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan,
melakukan, dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien
dirawat(Nursalam, 2015)
a. Kelebihan
1) Bersifat kontinuitas dan komprehensif
2) Perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil,
dan memungkinkan pengembangan diri
3) Keuntungan antara lain terhadap pasien, perawat, dokter, dan rumah
sakit(Gillies, 1989).
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa dimanusiawikan
karena terpenuhnya kebutuhan secara individu, selain itu, asuhan
yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif
terhadap pengobatan, dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi,
dokter juga merasakan kepuasan dengan model primer karena
senantiasi mendapatkan informasi tentang kondisi pasien yang slalu
diperbarui dan komprehensif.
b. Kelemahannya
Kelemahannya hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki
pengalaman dan pengetahuan yang memadai dengan kemampuan
mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, penuh
pertimbangan, serta mampu berkolaborasi dengan berbagai disiplin
ilmu.
c. Konsep dasar metode primer
1) Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2) Ada otonomi
3) Ketertiban pasien dan keluarga
d. Tugas perawat primer
1) Mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
2) Membuat tujuan dan rencana keperawatan
3) Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
4) Mengomunikasikan dan mengordinasikan pelayanan yang diberikan
oleh disiplin lain maupun perawat lain
5) Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
6) Menerima dan menyesuaikan rencana
7) Meniapkan penyuluhan untuk pulang
8) Melakukan rujukan kepada pekerja social, kontak dengan lembaga
sosial di masyarakat
9) Membuat jadwal perjanjian klinis
10) Mengadakan kunjungan rumah
e. Peran kepala ruangan/dalam metode primer
1) Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
2) Orientasi dan merencanakan karyawan baru
3) Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada perawat
asisten
4) Evaluasi kerja
5) Merencanakan/menyelenggarakan pengambilan staf
6) Membuat 1-2 pasien untuk model agar dapat mengenal hambatan
yang terjadi
f. Ketenagaan metode primer
1) Setiap perawat primer adalah perawat bed side atau slalu berada
dekat dengan pasien
2) Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
3) Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
4) Perawat primer dibantu oleh perawat profesional lain maupun
nonprofessional sebagai perawat asisten
4. MAKP kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia
dinas, pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap sif dan
tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada
hari berikutnya, metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat/pribadi
dalam memberikan asuhan keperawatan.(Nursalam, 2015)
a. Kelebihan MAKPkasus
1) Perawat lebih memahami kasus per kasus
2) System evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
b. Kekurangan MAKPkasus
1) Belum dapat diidentifikasi perawat penanggung jawab
2) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar
yang sama

Kepala ruang

Kepala ruang Kepala ruang Kepala ruang

Kepala ruang Kepala ruang Kepala ruang

Gambar 2. Bagan sistem Asuhan Keperawatan Case method nursing

D. Timbang terima (M3-2)


Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk
menyampaikan dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan
keadaan pasien. Timbang terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin
dengan menjelaskan secara singkat jelas dan komplit tentang tindakan mandiri
perawat, tindakan kolaboratif yang sudah dilakukan/belum dan perkembangan
pasien saat itu. Informasi yang disampaikan harus akurat sehingga
kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan sempurna.
Timbang terima dilakukan oleh perawat primer ke perawat penanggung jawab
dinas sore atau dinas malam secara tulisan dan lisan. Kegiatan timbang terima
dilakukan jika terdapat semua perawat berkumpul terutama saat pagi dipimpin
oleh karu. Perawat pada sif malam melaporkan pasien yang menjadi tanggung
jawabnya kepada sif pagi disertai pencatatan di buku operan. Setelah selesai,
perawat langsung kembali ke pasien dan melaksanakan tugasnya, tidak ada
evaluasi kembali. Timbang terima perlu terus ditingkatkan baik teknik
maupun alurnya. Hal ini dilakukan untuk perbaikan pada masa yang akan
datang sehingga timbang terima menjadi bagian penting dalam menggali
permasalahan pasien sehari-hari.
SBAR adalah kerangka komunikasi efektif yang digunakan di rumah
sakit yang terdiri dari Situation, Background, Assesment, Recommendation.
Metode komunikasi ini digunakan pada saat perawatan melakukan timbang
terima (handover) ke pasien(Nursalam, 2015)
Keuntungan dari penggunaan metode SBAR yaitu :
1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif
2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham
akan kondisi pasien
3. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki keamanan pasien.
Tehnik Pelaksanaan SBAR:
S : Situation (kondisi terkini yang terjadi pada pasien)
1) Sebutkan nama pasien, umur, tanggal masuk, dan hari perawatan, serta
dokter yang merawat
2) Sebutkan diagnosis medis dan masalah keperawatan yang belum atau
sudah teratasi/ keluhan
B : Background (info penting yang berhubungan dengan kondisi pasien
terkini)
1) Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respons pasien dari setiap
diagnosis keperawatan
2) Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasif,
dan obat – obatan termasuk cairan infus yang digunakan
3) Jelaskan intervensi yang telah dilakukan dan respon pasien dari setiap
diagnosis keperawatan
4) Sebutkan riwayat alergi, riwayat pembedahan, pemasangan alat invasif,
dan obat – obatan termasuk cairan infus yang digunakan
5) Jelaskan pengetahuan pasien dan keluarga terhadap diagnosis medis
A : Assessment (hasil pengkajian dari kondisi pasien saat ini)
1) Jelaskan secara lengkap hasil pengkajian pasien terkini seperti tanda
vital, skor nyeri, tingkat kesadaran, braden score, status restrain, risiko
jatuh, pivas score, status nutrisi, kemampuan eliminasi, dan lain – lain.
2) Jelaskan informasi klinik lain yang mendukung.
R : Recommendation
Rekomendasikan intervensi keperawatan yang telah dan perlu dilanjutkan
(refer to nursing care plan) termasuk discharge planning dan edukasi pasien
dan keluarga.

E. Ronde keperawatan (M3-3)


Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh perawat di samping
melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan
dan pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer dan ataupun
konselor, kepala ruangan dan perawat associate yang perlu juga melibatkan
seluruh anggota tim kesehatan(Nursalam, 2015)
Karakteristiknya yaitu:
1. Pasien dilibatkan secara langsung
2. Pasien merupakan fokus kegiatan
3. Perawat associate dan perawat primer melakukan diskusi bersama
4. Konselor memfasilitasi kreativitas
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan Perawat associate dan
perawat primer dalam meningkatkan kemampuan mengatasi masalah.
a. Tujuan umum:
Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis dan
diskusi
b. Tujuan khusus:
1) Menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis
2) Meningkatkan kemampuan validasi data pasien
3) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan
4) Menumbuhkan pemikiran tentang tendakan keperawatan yang
berorientasi pada masalah pasien
5) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan
keperawatan
6) Meningkatkan kemampuan justifikasi
7) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja
c. Manfaat ronde keperawatan
1) Masalah pasien dapat teratasi
2) Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3) Terciptanya komunitas keperawatan yang profesional
4) Terjalinnya kerja sama antartim kesehatan
5) Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan
tepat dan benar
d. Langkah-langkah kegiatan ronde keperawatan
1) Paronde
a) Menentukan kasus dan topik
b) Menentukan tim ronde
c) Mencari sumber atau literature
d) Membuat proposal
e) Mempersiapkan pasien: informed consent dan pengkajian
f) Diskusi
2) Pelaksanaan ronde
a) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan
pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan
dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta memilih
prioritas yang perlu didiskusikan
b) Diskusi antaranggota tim tentang kasus tersebut
c) Pemberian justifikasi oleh perawat primer akan konselor atau
kepala ruangan tentang masalah pasien serta rencana tindakan
yang akan dilakukan
3) Pascaronde
a) Evaluasi, revisi, dan perbaikan
b) Kesimpulan dan rekomendasi penegakkan diagnosis dan
intervesi keperawatan
e. Peran perawat primer dan perawat associate
1) Menjelaskan data pasien yang mendukung masalah pasien
2) Menjelaskan diagnosis keperawatan
3) Menejelaskan intervensi yang dilakukan
4) Menjelaskan hasil yang di dapat
5) Menjelaskan rasional(alasan ilmiah)
6) Menggali masalah-masalah pasien yang belum terkaji
f. Peran perawat konselor dan tenaga kesehatan lain
1) Memberikan justifikasi
2) Memberikan reinforcement
3) Memvalidasi kebenaran dari masalah dan intervensi keperawatan
serta rasional tindakan
4) Mengarahkan dan koreksi
5) Mengintegrasikan konsep dan teori yang telah dipelajari
F. Sentralisasi obat (M3-4)
Sentralisasi obat adalah pengelolaan obat di mana seluruh obat yang
akan diberikan kepada pasien diserahkan pengelolaan sepenuhnya oleh
perawat. Tujuan dari pengelolaan obat adalah menggunakan obat secara
bijaksana dan menghindari pemborosan, sehingga kebutuhan asuhan
keperawatn pasien dapat terpenuhi. Di ruang perawatan, sentralisasi obat
dapat dilakukan oleh perawat dan pasien. Proses sentralisasi obat meliputi
pembuatan strategi periapan sentralisasi obat, persiapan sarana yang
dibutuhkan, membuat petunjuk teknis penyelenggara sentralisasi obat, dan
pendokumentasian hasil pelaksanaan(Nursalam, 2015).
Pelaksanaan sentralisasi obat secara optimal, dengan kepemimpinan
kepala ruangan serta pengetahuan perawat dapat mempengaruhi proses
ketepatan pemberian obat oleh perawat dengan prinsip 6 T (tepat pasien, tepat
obat, tepat dosis, tepat rute, tepat waktu dan tepat dokumentasi) dan 1 W
(waspada efek samping), sehingga diharapkan tidak tejadi kesalahan
pemberian obat selama proses perawatan pasien(Asmoro, 2011)

G. Penerimaan pasien baru (M3-5)


Penerimaan pasien baru adalah metode dalam menerima kedatangan
pasien baru (pasien dan /atau keluarga) di ruang pelayanan keperawatan,
khususnya pada rawat inap atau keperawatan intensif. Dalam penerimaan
pasien baru, maka sampaikanlah beberapa hal mengenail orientasi ruang,
penegalan ketenangaan ners-edis, dan tata tertib ruang serta penyakit. Hal ini
bertujuan untuk menerima dan mneyambut kedatangan pasien dengan hangat
dan terapeutik, meningkatkan komunikasi antara perawat dengan pasien,
mengetahui kondisi dan keadaan pasien secara umum. Dan menurunkan
tingkat kecemasan pasien saat masuk rumah sakit. Penerimaan pasien baru
dapat dilakukan oleh kepala ruangan atau ners primer dan/ners associate yang
telah diberi wewenang/delegasi(Nursalam, 2015)

H. Discharge planning (M3-6)


1. Pengertian
Perencanaan pulang(discharge planning) merupakan suatu proses yang
dinamis dan sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang
dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan
kesehatan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang. Perencanaan
pulang merupakan proses yang dinamis, agar tim kesehatan mendapatkan
kesempatan yang cukup untuk menyiapkan pasien melakukan
keperawatan mandiri di rumah. Perencanaan pulang didapatkan dari
proses interaksi ketika keperawatan profesional, pasien, dan keluarga
berkolaborasi untuk memberikan dan mengatur kontinuitas keperawatan
yang diperlukan oleh pasien saat perencanaan harus berpusat pada
masalah pasien yaitu pencegahan, terapeutik, rehabilitatif, serta
keperawatan rutin yang sebenarnya(Nursalam, 2015).
2. Tujuan discharge planning
a. menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial
b. meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga
c. meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien
d. membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain
e. membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan
status kesehatan pasien
f. melaksanakan rentang keperawatan antara rumah sakit dan
masyarakat.
3. Manfaat discharge planning
a. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapat penjaran selama
di rumah sakit sehingga bisa dimanfaatkan sewaktu di rumah
b. Tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin
kontinuitas keperawatan pasien
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada
penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau
kebutuhan keperawatan baru
d. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan
keperawatan rumah.
4. Prinsip discharge planning
a. Pasien merupakan fokus dalam perencanan pulang. Nilai keinginan
dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi
b. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan
masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga
kemungkinan masalah yang timbul di rumah dapat segera diantisipasi
c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif, Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja
sama
d. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas
yang ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang
disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia atau
fasilitas yang tersedia di masyarakat
e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan
kesehatan. Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan
pulang harus dilakukan.
5. Jenis-jenis discharge planning
a. Conditioning discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang
ini dilakukan apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat
komplikasi. Pasien untuk sementara dirawat di rumah namun harus ada
pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat
b. Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini
merupakan akhir dari hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun
apabila pasien perlu dirawat kembali maka prosedur keperawatan
dapat dilakukan kembali
c. Judicial discharge (pulang paksa), kondisi ini pasien diperbolehkan
pulang walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk
pulang, tetapi pasien harus dipantau dengan melakukan kerja sama
dengan keperawatan puskesmas terdekat.
I. Dokumentasi
1. Pengertian

Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam penerapan manajemen


asuhan keperawatan profesional. Ners profesional diharapkan dapat
menghadapi tuntutan tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap segala
tindakan yang dilaksanakan. Kesadaran masyarakat terhadap hukum semakin
meningkat sehingga dokumentasi yang lengkap dan jelas sangat dibutuhkan.
Komponen penting dalam pendokumentasian adalah komunikasi,
proses keperawatan, dan standar asuhan keperawatan. Efektivitas dan efisiensi
sangat bermanfaat dalam mengumpulkan informasi yang relevan serta akan
meningkatkan kualitas dokumentasi keperawatan.
Salah satu bentuk kegiatan keperawatan adalah dokumentasi
keperawatan profesional yang akan tercapai dengan baik apabila sistem
pendokumentasian dapat dilakukan dengan benar. Kegiatan
pendokumentasian meliputi keterampilan berkomunikasi dan keterampilan
mendokumentasikan proses keperawatan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan.
Konsep solusi terhadap masalah di atas, perlu disusun standar
dokumentasi keperawatan agar dapat digunakan sebagai pedoman bagi ners
dengan harapan asuhan keperawatan yang dihasilkan mempunyai efektivitas
dan efisiensi(Nursalam, 2015)

2. Tijuan
Menerapkan sistem Dokumentasi keperawatan dengan benar di Ruang
X RSU Y.
3. Tujuan Khusus
a. Mendokumentasikan asuhan keperawatan (pendekatan proses
keperawatan).
1) Mendokumentasikan pengkajian keperawatan.
2) Mendokumentasikan diagnosis keperawatan
3) Mendokumentasikan perencanaan keperawatan.
4) Mendokumentasikan pelaksanaan keperawatan.
5) Mendokumentasikan evaluasi keperawatan.
b. Mendokumentasikan pengelolaan logistik dan obat.
c. Mendokumentasikan HE (health education) melalui kegiatan
perencanaan pulang.
d. Mendokumentasikan timbang terima (pergantian sif/jaga).
e. Mendokumentasikan kegiatan supervisi.
f. Mendokumentasikan kegiatan penyelesaian kasus melalui
ronde keperawatan.
4. Manfaat
a. Sebagai alat komunikasi antarners dan dengan tenaga
kesehatan lain.
b. Sebagai dokumentasi legal dan mempunyai nilai hukum.
c. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
d. Sebagai referensi pembelajaran dalam peningkatan ilmu
keperawatan.
e. Mempunyai nilai riset penelitian dan pengembangan
keperawatan.
5. Pengkajian Keperawatan
a. Pengumpulan data, kriteria, yaitu LLARB: Legal, Lengkap,
Akurat, Relevan, dan Baru.
b. Pengelompokan data, kriterianya adalah sebagai berikut.
1) Data biologis: hasil dari
a) observasi tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik
melalui IPPA (inspeksi, perkusi, palpasi,
auskultasi)
b) pemeriksaan diagnostik/penunjang, yaitu
laboratorium dan rontgen.
2) Data psikologis, sosial, dan spiritual melalui wawancara.
3) Format pengkajian data awal menggunakan model ROS
(review of sistem) yang meliputi data demografi pasien,
riwayat keperawatan, observasi dan pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang/diagnostik. Keterangan
lengkap seperti pada lampiran
6. Diagnosis Keperawatan
Kriteria antara lain sebagai berikut.
a. Status kesehatan dibandingkan dengan standar untuk
menentukan kesenjangan.
b. Diagnosis keperawatan dihubungkan dengan penyebab
kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien.
c. Diagnosis keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang ners.
d. Komponen diagnosis terdiri atas P-E-S.
7. Perencanaan
Komponen perencanaan keperawatan terdiri atas:
a. Prioritas masalah
Kriteria antara lain sebagai berikut.
1) Masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas
utama.
2) Masalah yang mengancam kesehatan seseorang merupakan
prioritas kedua.
3) Masalah yang memengaruhi perilaku merupakan prioritas
ketiga.
b. Tujuan asuhan keperawatan, memenuhi syarat SMART (Specific
Measurable Achievable Reasonable Time)
Kriteria (NOC—Nursing Outcome Criteria) disesuaikan
standar pencapaian, antara lain sebagai berikut.
1) Tujuan dirumuskan secara singkat.
2) Disusun berdasarkan diagnosis keperawatan.
3) Spesifik pada diagnosis keperawatan.
4) Dapat diukur.
5) Dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
6) Ada target waktu pencapaian.
c. Rencana tindakan didasarkan pada NIC (Nursing Intervention
Classification) yang telah ditetapkan oleh instansi pelayanan
setempat. Jenis rencana tindakan keperawatan mengandung tiga
komponen, meliputi DET tindakan keperawatan, yaitu sebagai
berikut.
1) Diagnosis/Observasi.
2) Edukasi (HE).
3) Tindakan independen, dependen, dan interdependen.
4) Kriteria meliputi hal sebagai berikut.
5) Berdasarkan tujuan asuhan keperawatan.
6) Merupakan alternatif tindakan secara tepat.
7) Melibatkan pasien/keluarga.
8) Mempertimbangkan latar belakang sosial budaya
pasien/keluarga.
9) Mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang
berlaku.
10) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien.
11) Disusun dengan mempertimbangkan lingkungan, sumber
daya, dan fasilitas yang ada.
12) Harus berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas, dan penulisan
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti.
13) Menggunakan formulir yang baku.
J. Supervisi
1. pengertian supervisi
Supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya adalah
mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama, Supervisi
keperawatan adalah suatu proses bentuk dari kegiatan manajemen
keperawatan yang bertujuan dalam pemenuhan dan peningkatan
pelayanan untuk klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan,
keterampilan dan kemampuan perawat dalam melaksanakan
tugas(Pratama, 2020)
Seorang supervisi keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari-
hari harus memiliki kemampuan yaitu memberikan pengarahan dan
petunjuk yang jelas sehingga dapat dimengerti oleh staf dan pelaksana
keperawatan, memberikan saran, nasehat, bantuan kepada staf dan
pelaksana keperawatan dan memberikan motivasi untuk meningkatkan
semangat kerja, dan memberikan pelatihan dan bimbingan yang
diperlukan oleh pelaksana keperawatan, melakukan penilaian terhadap
penilaian kinerja perawat agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih
baik(Gina & Sembiring, 2000)
2. Tujuan supervisi
Tujuan supervisi adalah pemenuhan dan peningkatan pelayananan pada
klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan, keterampilan, dan
kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas.
3. Prinsip supervisi
a. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi
b. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan
hubungan antarmanusia dan kemampuan menerapkan prinsip
manajemen dan kepemimpinan.
c. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisir dan dinyatakan
melalui petunjuk, peraturan, uraian tugas, dan standar
d. Supervisi merupakan proses kerja sama yang demokratis antara
supervisor dan perawat pelaksana
e. Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan, dan rencana yang
spesifik
f. Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif,
kreativitas, dan motivasi
g. Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil dan berdaya guna dalam
pelayanan keperawatan yang memberi kepuasan klien, perawat, dan
manajer.
4. Pelaksana supervisi
a. Kepala Ruang
1) bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan pada
klien di ruang perawatan
2) merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan
pelayanan kesehatan di rumah sakit
3) mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktik
keperawatan di ruang perawatan sesuai dengan yang didelegasikan
b. Pengawas keperawatan, bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan
kepada kepala ruangan yang ada di instalasinya
c. Kepala seksi keperawatan, mengawasi instalasi dalam melaksanakan
tugas secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung
K. Indikator mutu
1. BOR (BED OCCUPANCY RATE)
BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days to
inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan
menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat
tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran
tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit(Dedi,
2019)
Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI,
2005).
Rumus :
( jumlah hari perawatan di rumah sakit )
BOR= x100%
( jumlah tempat tidur x jumlah hari dalam satu periode)

2. GDR (GROSS DEATH RATE)


Gross Death Rate (GDR) angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar
Jmlh klien mati seluruhnya
¿ X100%
jumlah klien keluar( hidup+mati)
3. NDR
Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat
untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan
gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Jmlh klien mati >48 jam
= x 100%
jumlah klien keluar(hidup+mati )
4. ALOS
ALOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization
stay of inpatient discharged during the period under consideration”.
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang
pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal
antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus perhitungan ALOS :
( jumlah lama rawat )
ALOS=
¿¿
5. TOI
Turn Over Internal (TOI) adalah rata-rata hari ketika tempat tidur
tidak ditempati dari saat diisi hingga saat terisi berikutnya. Indikator
ini memberikan gambaran efesiensi penggunaan tempat tidur.
Idealnya, tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
( JmlhTT x hari )−hari perawtaan
= x 100%
jumlah klien keluar(hidup+mati )

6. BTO
Bed Turn Over (BTO) = angka perputaran tempat tidur adalah
frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, yakni berapa kali
TT dipakai dalam satu waktu tertentu, Idealnya 1 TT pamakaiannya
rata-rata 40-50 kali/ tahun
( Jmlh klien keluar( hidup+ mati))
¿
jumlah TT
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH, ANALISIS, PENENTUAN MASALAH, POA

A. Identifikasi Masalah

1. Ketenagaan

Tabel 1.1

Jawaban
Pertanya Total
SK C B SB
an
N % n % N % n % n %
11,1 88,9
1 0 0% 1 8 0 0% 9 100%
% %
66,7 22,2
2 0 0% 6 2 1 11,1% 9 100%
% %
22,2 55,6
3 0 0% 2 5 2 22,2% 9 100%
% %
33,3 33,3
4 0 0% 3 3 3 33,3% 9 100%
% %
66,7 22,2
5 1 11,1% 6 2 0 0% 9 100%
% %
44,4 33,3
6 2 22,2% 4 3 0 0% 9 100%
% %
66,7 22,2
7 0 0% 6 2 1 11,1% 9 100%
% %
66,7% 3 33,3
8 6 0 0% 0 0% 9 100%
%
Sumber : Data Primer 2021

Ketenagaan Frekuensi Persentase


Baik 4 44,4 %
Cukup 5 55,6 %
Total 9 100 %
Sumber : Data Primer 2021
Dari tabel 1 dapat disimpulkan struktur organisasi yang ada dalam ruangan di Rs
x belum berjalan dengan baik, belum optimalnya pembagian tugas yang di
lakukan di ruangan Rs x, belum optimalnya kinerja perawat primer/ ketua tim di
Rs x.
2. Sarana dan Prasarana
Tabel 2
Jawaban
Pertanya Total
SK C B SB
an
N % n % N % n % N %
55,6 33,3
1 1 11,1% 5 3 0 0% 9 100%
% %
44,4 33,3
2 2 22,2% 4 3 0 0% 9 100%
% %
44,4 44,4
3 1 11,1% 4 4 0 0% 9 100%
% %
66,7 33,3
4 0 0% 6 3 0 0% 9 100%
% %
55,6 44,4
5 0 0% 5 4 0 0% 9 100%
% %
33,3 66,7
6 0 0% 3 6 0 0% 9 100%
% %
44,4 55,6
7 0 0% 4 5 0 0% 9 100%
% %
Sumber : Data Primer 2021

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengkategorian Sarana dan Prasarana


di Ruang Perawatan Umum Lantai 3 RS X (n = 9)
Sarana dan Prasarana Frekuensi Persentase
Baik 3 33,3 %
Cukup 6 66,7 %
Total 9 100 %

Dari tabel 3.1 dapat disimpulkan kurang optimalnya tata letak gedung, Belum
optimalnya fasilitas di ruangan di Rs x, tidak optimalnya pelaksanaan kegiatan
untuk perawatan di ruangan pada Rs x, kurangnya pengetahuan perawat
tentang penggunaan alat, belum optimalnya persediaan consumable di Rs,
belum optimalnyaadministrasi penunjang.
3. Model Praktek Pelayanan Profesional

Tabel 3
Jawaban
Total
Pertanyaan Ya Tidak
N % N % n %
Model Asuhan Keperawatan Yang Digunakan
Secara keseluruhan responden menjawab bahwa model asuhan
1
keperawatan yang digunakan yaitu metode modular
2 9 100% 0 0% 9 100%
3 9 100% 0 0% 9 100%
4 9 100% 0 0% 9 100%
Efektifitas dan Efisiensi Model Keperawatan
Secara keseluruhan responden menjawab bahwa model
1 keperawatan yang digunakan dapat mengurangi lama hari rawat
inap dengan rerata hari rawat inap yaitu 3 hari
2 9 100% 0 0% 9 100%
3 8 88,9% 1 11,1% 9 100%
4 2 22,2% 7 77,8% 9 100%
5 3 33,3% 6 66,7% 9 100%
Pelaksanaan Model Asuhan Keperawatan
1 9 100% 0 0% 9 100%
2 9 100% 0 0% 9 100%
3 9 100% 0 0% 9 100%
Tanggung Jawab dan Pembagian Tugas
Sebesar 11,1% responden menjawab berperan sebagai kepala
ruangan yang mengkoordinir dan menfasilitasi sarana dan
prasarana bagi perawat dalam melaksanakan askep dan
1 mengawasi proses jalannya askep. Sebesar 44,4% responden
menjawab berperan sebagai perawat penanggung jawab
sekaligus perawat pelaksana serta sebesar 44,4% responden
menjawab hanya berperan sebagai perawat pelaksana.
2 9 100% 0 0% 9 100%
3 9 100% 0 0% 9 100%
Sumber : Data Primer 2021

Dari table 3.1 pada model praktek pelayanan dapat di simpulkan bahwa kurang
optimalnya model keperawatan yang di gunakan saat ini di karenakan masih
menyulitkan dan memberikan beban berat kerja bagi perawat, kurang optimalnya
model yang digunakan karana memberatkan pembiayaan saat ini dan
memberikan kritikan dari pasien pada ruangan, dan kurang optimalnya juga
model yang di gunakan karena banyak keritikan dari pasien .
4. Timbang Terima

Tabel 4
Jawaban
Pertanyaa Total
Ya Tidak
n
N % N % N %
Sebesar 11,1% responden menjawab bahwa timbang terima
1 dilakukan hanya 1 kali dan sebesar 88,9% responden menjawab
bahwa timbang terima dilaksanakan 3 kali.
Sebesar 88,9% responden menjawab bahwa timbang terima
2 dipimpin oleh perawat penanggung jawab dan sebesar 11,1%
menjawab tidak tahu.
Sebesar 88,9% responden menjawab bahwa rekam medis yang
3 harus dipersiapkan dalam pelaksanaan timbang terima dan
sebesar 11,1% menjawab tidak tahu.
Sebesar 77,8% responden menjawab bahwa hal yang harus
disampaikan dalam pelaporan timbang terima yaitu jumlah
pasien, nama pasien, umur, diagnosa, DJPJP, kondisi pasien,
4 lama perawatan, intervensi yang telah diberikan, terapi medikasi.
Sebesar 11,1 % menjawab hal yang harus disampaikan yaitu
BOR ruangan, jumlah pasien dan intervensi yang telah dan akan
diberikan dan sebesar 11,1% menjawab tidak tahu
Sebesar 77,8% responden menjawab tahu tentang teknik
5 pelaporan timbang terima ketika berada di depan pasien dan
sebesar 22,2% menjawab tidak tahu.
Sebesar 66,7% responden menjawab bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk mengunjungi masing-masing pasien yaitu 3
6
menit, sebesar 22,2% menjawab 10 menit dan 11,1% menjawab 5
menit
7 8 88,9% 1 11,1% 9 100%
8 7 77.8% 2 22.2% 9 100%
9 9 100% 0 0% 9 100%
10 1 11.1% 8 889% 9 100%
11 6 66.7% 3 33.3% 9 100%
12 8 88.9% 1 11.1% 9 100%
13 7 7.8% 2 22.2% 9 100%

Dari data table 4.1 Jadi dapat di simpulkan timbang terima di Rs x kurang
optimal atau belum bagus. Dan Belum optimalnya pendokumentasian laporan
timbang terima.
5. Ronde Keperawatan
Tabel 5
Jawaban
Total
Pertanyaan Ya Tidak
N % N % N %
Sebesar 66,9% responden menjawab bahwa timbang terima
1 dilaksanakan 1 kali dalam sebulan, 11,1% menjawab 2-4 kali
dalam sebulan dan 22,2% menjawab tidak tahu
2 9 100% 0 0% 9 100%
444
3 4 44,4% 5 55,6% 9 100%
4 6 66.7% 3 33.3% 9 100%
5 3 33.3% 6 66,7% 9 100%
6 1 11.1 % 8 88.9% 9 100%
7 3 33.3% 6 66,7% 9 100%
Sumber : Data Primer 2021

Dari table 5.1 dapat di simpulkan bahwa kurangnya pengetahuan tentang


pelaksanaan ronde keperawatan di Rs x, kurang optimalnya perawat mengerti
tentang ronde keperawatan, kurang optimalnya pelaksanaan ronde keperawatan
di ruangan di Rs x, kurangnya pengetahuan keluarga pasien tentang ronde
keperawatan. Kurang optimalnya pembentukan pelaksanaan kegiatan ronde,
Kurang optimalnya kemampuan perawat melaksanakan kegiatan ronde.
6. Sentralisasi Obat

Tabel 6
Jawaban
Total
Pertanyaan Ya Tidak
n % n % N %
Pengadaan Sentralisai Obat
Sebesar 44,4% responden mejawab bahwa sentralisasi obat
merupakan pengelolaan seluruh obat pasien yang akan
diberikan kepasien oleh perawat. Sebesar 11,1% menjawab
bahwa pengelolaan seluruh obat yang dilakukan perawat untuk
1
administrasi kepasien yang prosesnya dilakukan dengan teknik
6 benar. Sebesar 22,2% menjawab tempat pengelolaan obat
yang akan diberikan kepasien dan sebesar, 22,2% menjawab
tidak tahu.
Sebesar 22,2% responden menjawab bahwa farmasi dan karu
2 yang melakukan pengadaan obat, 22,2% menjawab karu, 33,3%
menjawab karu dan PJ dan sebesar 11,1% menjawab tidak tahu
3 6 66.7% 3 33.% 9 100%
4 8 88.9% 1 11.1% 9 100%
5 8 88.9% 1 11.1% 9 100%
Alur Penerimaan Obat
1 4 44.4% 5 55.6% 9 100%
Sebesar 11,1% menjawab proses penerimaan obat yaitu obat
yang diterima disimpan dikotak obat tiap pasien dan akan
diberikan sesuai dengan jadwal pemberian obat. 11,1%
menjawab perawat memberikan langsung obat ke kamar pasien.
Sebesar 22,2% menjawab perawat mencocokkan nama pasien,
No. RM, TTL pasien, jikan semua cocok obat diberikan
2 kepasien. Sebesar 11,1% menjawab perawat mengambil
persediaan oabat diapotik kemudian dicatat dalam daftar
pemberian obat dan disimpan dalam masing-masing kotak obat
pasien. Sebesar 11,1% menjawab perawat mengisi form obat
yang ditanda tangani oleh keluarga pasien dan mencatat obat
dan dosis kemudian diteruskan ke DPJP. Dan sebesar 33,3%
responden menjawab tidak tahu
Cara Penyimpanan Obat
1 Sebesar 44,4% responden menjawab kelengkapan sarana dan
prasarana pendukung sebtralisasi obat cukup lengkap
disediakan kotak obat tiap pasien dengan pemberian label tiap
kotak da nada juga kulkas untuk obat, 22,2% menjawab tidak
memadai dan sebesar 33,3% menjawab tidak tahu.
2 7 77.8% 2 22.25% 9 100%
3 9 100% 0 0% 9 100%
4 9 100% 0 0% 9 100%
Cara Penyiapan Obat
1 4 44.4% 5 55.6% 9 100%
2 9 100% 0 0% 9 100%

Dari Tabel 6.1 dapat di simpulkan Kurangnya pengetahuan responden tentang


sentralisasi obat di Rs X, dan Belum optimalnya siapa yang melakukan
pengadaan (pengamprahan) obat dalam ruangan di Rs X, Belum Optimalnya
dilaksanakan sentralisasi obat dan masi perlu diadakan sentralisasi obat. Belum
optimalnya format persetujuan sentralisasi obat dari pasien/ keluarga pasien.
Belum optimalnya proses penerimaan obat di Rs X. Belum optimalnya
kelengkapan sarana dan prasarana di Rs X. belum optimalnya terdapat ruangan
khusus untuk sentralisasi obat, Belum optimalnya pemberian informasi dalam
pemberian obat di Rs x.
7. Penerimaan Pasien Baru

Tabel 7
Pertanyaan Jawaban
Total
Ya Tidak
N % N % N %
Secara keseluruhan responden menjawab pada saat melakukan
penerimaan pasien mereka mendengarkan operan yang dilakukan oleh
1
petugas yang membawa psien keruangan dan melakukan kembali validasi
laporan yang diterima
Sebesar 88,9% responden menjawab bahwa teknik yang digunkan saat
2 pelaksanaan PBB yaitu dilakukan secara lisan dan tertulis. Sebesar 11,1%
menjawab dilakukan dengan lisan
3 9 100% 0 0% 9 100%
4 3 33.3% 6 66.7% 9 100%
5 6 66.7% 3 33.3% 9 100%
6 7 77.8% 2 22.2% 9 100%
Sumber : Data Primer 2021

Dari tabel 7 dapat disimpulkan Belum optimalnya pembagian tugas di Rs.X Dan
belum optimalnya pendukomentasian di Rs.X
8. Discharge Planning

Tabel 8
Pertanyaa Jawaban
n Total
Ya Tidak
n % N % n %
1 9 100% 0 0% 9 100%
2 9 100% 0 0% 9 100%
3 5 55,6% 4 44,4% 9 100%
4 4 44,4% 5 55,6% 9 100%
5 1 11,1% 8 88,9 9 100%
6 7 77,8% 2 22,2% 9 100%
Sebanyak 33,3% responden menjawab discharge planning
dilakukan mulai pasien masuk RS sampai pasien akan keluar RS
7
dan sebesar 66,7% responden menjawab discharge planning
dilakukan saat pasien akan keluar RS.
8 Secara keselruhan responden menjawab bahwa pada saat
melakukkan discharge planning mereka memberikan penjelasan
mengenai obat yang dikonsumsi, diet, jadwal control, dan
rencana asuhan dirumah (nutrisi, aktivitas, pola tidur)
9 Sebesar 22,2% responden menjawab bahwa discharge planning
dilaksanakan oleh perawat yang bertugas baik perawat PJ
maupun PA. dan sebesar 77,8% responden menjawab tidak tahu
10 Sebesar 88,9% responden menjawab bahwa teknik yang
digunakan saat pemberian discharge planning pada pasien yaitu
dengan lisan dan tertulis. Sebesar 11,1% menjawab dengan lisan
Secara keseluruhan responden menjawab bahwa menggunkan
11
Bahasa Indonesia saat melakukan discharge planning ke pasien.

Dari tabel 8.1 Belum optimalnya pembagian tugas Discharge planning, belum
optimalnya penggunaan bahasa dalam melakukan Discharge planning di Rs x,
belum optimalnya melakukan pendokumentasian di ruangan pada Rs x, Belum
optimalya melakukan discharge planning saat pasien akan keluar, Belum optimal
operasional pemberian tugas Discharge Planning di Rs x.
9. Dokumentasi Keperawatan
Tabel 9
Pertanyaan Jawaban
Total
Ya Tidak
n % N % N %
Sebesar 77,9% responden menjawab model dokumentasi yang
1
digunakan yairu SBAR dan sebesar 22,2% menjawab tidak tahu
2 9 100% 0 0% 9 100%
3 9 100% 0 0% 9 100%
4 9 100% 0 0% 9 100%
5 9 100% 0 0% 9 100%
6 0 0% 9 100% 9 100%
7 0 0% 9 100% 9 100%
Sumber : Data Primer 2021

Dari tabel 9 sudah optimalnya dokumentasi keperawatan di Rs.X


10. Supervisi

Tabel 10
Jawaban
Total
Pertanyaan Ya Tidak
n % n % N %
1 9 100% 0 0% 9 100%
2 8 88,9% 1 11,1% 9 100%
3 8 88,9% 1 11,1% 9 100%
4 8 88,9% 1 11,1% 9 100%
5 8 88,9% 1 11,1% 9 100%
6 7 77,8% 2 22,2 9 100%
7 8 88,9% 1 11,1% 9 100%
Sebesar 44,4% responden menjawab bahwa supervise dilakukan
8 1 kali sebulan, sebesar 22,2% menjawab 3 bulan sekali, 11,1%
menjawab 6 bulan sekali dan 22,2% menjawab tidak tahu
Sebesar 44,4% responden menjawab bahwa yang melakukan
supervisi yaitu manager keperawatan, 33,3% menjawab manager
9
keperawatan dan kepala ruangan, dan 22,2% menjawab tidak
tahu.
Secara keseluruhan responden menjawab tidak tahu alur
10
supervise yang ada diruangan.

Dari tabel 10 dapat di simpulkan bahwa belum Optimalnya penyampaian


supervisi dalam ruangan di RS X, belum optimalnya pelaksanaan supervisi dalam
ruangan di RS X, Kurangnya pengetahuan perawat tentang siapa yang
memberikan supervisi dalam ruangan di RS X, Belum optimalnya pelaksanaan
Alur supervisi dalam ruangan di RS X.
B. Analisa

1. Strength (kekuatan)
a. Adanya visi misi sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan di Rs X
b. Adanya struktur organisasi untuk bidang keperawatan di Rs X
c. Setiap jabatan memiliki uraian tugas, tanggungjawab dan wewenang
tersendiri di Rs X
d. Adanya persediaan sarana di Rs
2. Weakness ( Kelemahan)
1. Belum optimalnya pembagian tugas yang dilakukan di ruangan Rs X
2. Belum optimalnya kinerja perawat primer atau ketua tim di Rs X
3. Belum optimalnya fasilitas diruangan di Rs X
4. Pelaksanaan kegiatan untuk perawatan diruangan belum optimal di Rs X
5. Kurang pengetahuan tentang penggunaan alat di Rs X
6. Belum optimalnya administrasi penunjang di Rs X
7. Belum optimalnya timbang terima di Rs X
8. Belum optimalnya pendokumentasian laporan timbang terima
9. Kurang pengetahuan tentang pelaksanaan ronde kperawatan di Rs X
10. Kurangnya pengetahuan keluarga pasien tentang ronde keperawatan di Rs
X
11. Belum optimal pembentukan pelaksanaan kegiatan ronde keperawatan di
Rs X
12. Belum optimal kemampuan perawat melaksanakan kegiatan ronde
keperawatan di Rs X
13. Belum optimal persetujuan sentralisasi obat pada alur penerimaan obat di
Rs X
14. Kurang optimal penginformasian pada cara penyiapan obat di Rs X
15. Belum optimal pembagian tugas pada penerimaan pasien baru
16. Be;um optimal bahasa yang digunakan oleh perawat dalam melakukan
discharge planing
3. Opportunity ( peluang )
a. Adanya kepercayaan pasien terhadap ruangan di Rs X
b. Penggunaan bahasa yang digunakan perawat mudah dipahami oleh pasien
4. Treathened (Ancaman)
a. Belum optimal dan kurangnya fasilitas dalam ruangan untuk perawatan
pasien sesuai dengan standar yang berlaku
b. Kurang lengkapnya peralatan kesehatan dalam ruangan untuk perawatan
pasien
c. Model yang digunakan memberikan pembiayaan, pemberian kritikan dari
pasien pada ruangan
d. Belum optimal kelengkapan sarana dan prasarana untuk sentralisasi obat
di Rs X
e. Belum optimal teknik yang digunakan dalam pelaksanaan penerimaan
pasien baru

C. Analisis SWOT

No Analisis Swot Bobot Rating Bobot × Rating


1 Internal Faktor (Ifas)
Strengt
1. Adanya visi misi sebagai 0,2 4 0,8 S-W=
acuan dalam melaksanakan 3,2-1,33
=1,87
kegiatan di Rs X
2. Adanya struktur organisasi 0,3 3 0,9
untuk bidang keperawatan di
Rs X
3. Setiap jabatan memiliki 0,2 3 0,6
uraian tugas, tanggung jawab
dan wewenang tersendiri di
Rs X
4. Adanya persediaan sarana di 0,3 3 0,9
Rs

Total 1 3,2
2 Weakness
1. Belum optimalnya 0,06 1 0,06
pembagian tugas yang
dilakukan di ruangan Rs X
2. Belum optimalnya kinerja 0,07 1 0,07
perawat primer atau ketua
tim di Rs X
3. Belum optimalnya fasilitas 0,07 1 0,07
diruangan di Rs X
0,08 2 0,16
4. Pelaksanaan kegiatan untuk
perawatan diruangan belum
optimal di Rs X 0,06 2 0,12
5. Kurang pengetahuan tentang
penggunaan alat di Rs X
6. Belum optimalnya 0,06 1 0,06
administrasi penunjang di Rs
X
7. Belum optimalnya timbang 0,05 1 0,05
terima di Rs X
8. Belum optimalnya 0,06 1 0,06
pendokumentasian laporan
timbang terima
0,06 2 0,12
9. Kurang pengetahuan tentang
pelaksanaan ronde
kperawatan di Rs X 0,06 2 0,12
10. Kurangnya pengetahuan
keluarga pasien tentang
ronde keperawatan di Rs X 0,07 1 0,07
11. Belum optimal pembentukan
pelaksanaan kegiatan ronde
keperawatan di Rs X 0,06 1 0,06
12. Belum optimal kemampuan
perawat melaksanakan
kegiatan ronde keperawatan
di Rs X 0,07 1 0,07
13. Belum optimal persetujuan
sentralisasi obat pada alur
penerimaan obat di Rs X 0,07 2 0,14
14. Kurang optimal
penginformasian pada cara 0,05 1 0,05
penyiapan obat di Rs X
15. Belum optimal pembagian
tugas pada penerimaan 0,05 1 0,05
pasien baru
16. Belum optimal bahasa yang
digunakan oleh perawat
dalam melakukan discharge
planning
1 1,33

Total
3 Eksternal Faktor (EFAS) O-T=
Opportunity 3,4-1,62
1. Adanya kepercayaan pasien 0,6 3 1,8 1,78
terhadap ruangan di Rs X
2. Penggunaan bahasa yang 0,4 4 1,6
digunakan perawat mudah
dipahami oleh pasien

Total 1 3,4
4 Treathened
1. Belum optimal dan 0,22 2 0,44
kurangnya fasilitas dalam
ruangan untuk perawatan
pasien sesuai dengan standar
yang berlaku
2. Kurang lengkapnya peralatan 0,18 1 0,18
kesehatan dalam ruangan
untuk perawatan pasien
3. Model yang digunakan 0,22 2 0,44
memberikan pembiayaan,
pemberian kritikan dari
pasien pada ruangan
4. Belum optimal kelengkapan 0,20 1 0,2
sarana dan prasarana untuk
sentralisasi obat di Rs X
5. Belum optimal teknik yang 0,18 2 0,36
digunakan dalam
pelaksanaan penerimaan
pasien baru
1 1,62
Total
D. Diangram Layang

Diagram Layang merupakan situasi yang sangat tidak


menguntungkan, organisasi tersebut menghadapi berbagai ancaman dan
kelemahan internal. Keempat strategi tersebut memerlukan key success
factor dari lingkungan ekternal dan internal dengan jadgement yang baik
melalui strategi alternatif, yaitu :
1. Strategi SO (Strengths-Oppotunies) adalah menggunakan kekuatan in-
ternal perusahaan untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
perusahaan.
2. Strategi WO (Weaknesses-Opportunities) adalah strategi yang
bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal
perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
3. Strategi ST (Strength-Threats) adalah strategi perusahaan untuk meng-
hindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal.
Berdasarkan Diagram layang pada gambar terlihat pada
masalah yang ada terletak pada kuadran 1 positif positif. Posisi ini
menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang (Dedi, 2019)
Gambar Diagram Layang
E. Diagram tulang ikan

Belum optimal pembentukan Kurang pengetahuan tentang


pelaksanaan kegiatan ronde pelaksanaan ronde kperawatan
keperawatan di Rs X di Rs X

Ronde Keperawatan

Belum optimal pembentukan Kurangnya pengetahuan


pelaksanaan kegiatan ronde keluarga pasien tentang ronde
keperawatan di Rs X keperawatan di Rs X

Belum optimalnya pendokumentasian


laporan timbang terima

Timbang terima

Belum optimalnya pendokumentasian


laporan timbang terima
F. Prioritas Masalah

Metode USG (Urgency, Seriousness, dan Growth) merupakan


salah satu metode untuk menentukan prioritas masalah. Penetapan
prioritas masalah menjadi bagian penting dalam proses pemecahan
masalah dikarenakan duaalasan. Pertama, karena terbatasnya sumber daya
yang tersedia, dan karena itu tidak mungkin menyelesaikan semua
masalah. Kedua, karena adanya hubungan antara satu masalah dengan
masalah lainnya, dan karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan
(Azwar, 1996). Pada penggunaan Matriks USG, untuk menentukan suatu
masalah yang prioritas, terdapat tiga faktor yang perlu dipertimbangkan.
Teknik penilaian berdararkan nilai 1-5. Yang tiap angka tersebut memiliki
pengertian yaitu 1= sangat penting, 2= penting, 3= netral, 4= tidak
penting, 5= sangat tidak penting (Basyaib,2016). Ketiga faktor tersebut
adalah urgency, seriuosness, dan growth. Hasil dari matriks USG adalah
menggabungkan nilai dari ketiga faktor pembanding dan mengurutkan
sesuai dengan jumlah. Yang terbesar sebagai hasil dari prioritas.
(Santoso, 2017)

No Masalah Kriteria Total Rangking


U S G
1 Belum optimalnya pembagian tugas 4 3 3 10 IV
yang dilakukan di ruangan Rs X

2 Belum optimalnya kinerja perawat 1 1 2 3 I


primer atau ketua tim di Rs X

3 Belum optimalnya fasilitas 4 3 4 11 V


diruangan di Rs X

4 Pelaksanaan kegiatan untuk 4 3 2 9 VI


perawatan diruangan belum optimal
di Rs X

5 Kurang pengetahuan tentang 4 3 3 10 IV


penggunaan alat di Rs X
6 Belum optimalnya administrasi 4 4 4 12 VI
penunjang di Rs X

7 Belum optimalnya timbang terima 3 4 4 11 V


di Rs X
8 Belum optimalnya 3 4 3 10 IV
pendokumentasian laporan timbang
terima

9 Kurang pengetahuan tentang 4 3 3 10 V


pelaksanaan ronde kperawatan di
Rs X

10 Kurangnya pengetahuan keluarga 3 3 3 9 III


pasien tentang ronde keperawatan
di Rs X

11 Belum optimal pembentukan 3 4 4 11 V


pelaksanaan kegiatan ronde
keperawatan di Rs X

12 Belum optimal kemampuan perawat 1 2 2 5 II


melaksanakan kegiatan ronde
keperawatan di Rs X

13 Belum optimal persetujuan 3 4 3 10 IV


sentralisasi obat pada alur
penerimaan obat di Rs X

14 Kurang optimal penginformasian 4 3 3 10 IV


pada cara penyiapan obat di Rs X

15 Belum optimal pembagian tugas 3 3 3 9 III


pada penerimaan pasien baru

16 Be;um optimal bahasa yang 4 3 4 11 V


digunakan oleh perawat dalam
melakukan discharge planing
G. Penyusunan Plan Of Action (POA)

N kegiatan Tujuan Sasaran Gambaran waktu Lokas PJ Tolak Ukur


o kegiatan i
Jenjang Karir Keperawatan
1 Pelatihan 1. Meningkatkan PJ 1. Penyusun Mei Ruang Kepal 1. Terjadi
mengenai cara pemahaman PA an Minggu an a peningkatan
kegiatan perawat KARU proposal Ke III (17- perte bidang presentase
pelaksanaan tentang 2. Pembentu 05-2021) muan kepera 2. Terlaksanan
ronde kegiatan kan Rs watan ya kegiatan
keperawatan pelaksanaan panitia seminar/
ronde 3. Pelaksana webinar
keperawatan an 3. Peserta
kegiatan mendapatka
seminar/ n sertifikat
webinar dari
Dengan seminar/
tema ‘’ Webinar
kegiatan
pelaksana
an ronde
keperawat
an’’

2 Pelatihan 1. Untuk Semua 1. Penyusun Mei Ruan Kepa 1. Terjadi


tentang meningkatkan perawat an minggu gan la peningkatan
timbang pengetahuan yang proposal ke IV perte ruang presentase
terima dalam perawat telah dan 2. Pembentu ( 24-05- mua an 2. Terlaksanan
ruangan Rs x tentang alur akan kan 2021) n dan ya kegiatan
timbang dinas panitia pena seminar/
terima 3. Pelaksana nggu webinar
2. Untuk an ng 3. Peserta
memudahkan kegiatan jawa mendapatka
dalam seminar/ b n sertifikat
pelaksanaan webinar dari
timbang dengan seminar/
terima dalam tema ‘’ Webinar
ruangan pelatihan
timbang
terima di
Rs x
Daftar pustaka

Asmoro, C. P. (2011). OBAT DI RSUD SIDOARJO ( Right Medication Related to Drug


Centralized in RSUD Sidoarjo ).

Dedi, B. (2019). Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan.

Fragawati, M. (2019). Pengaruh Kualitas Perawat dan saranan prasaranan Terhadap


Asuhan Keperawatan Melalui Motivasi Kerja Di RSUD Trikora salakan Kabupaten
Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah. 2(2).

Gina, N., & Sembiring, C. (2000). Relasi Antara Supervisi Dengan Kualitas
Pendokumentasian dalam Asuhan Keperawatan.

Ningsih, D. R. P. (2019). Hubungan Fungsi Ketenagaan Kepala Ruang dengan Kinerja


Perawat dalam Memberikan Layanan Keperawatan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Daerah Kota Samarinda. 204–209.

Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan (4th ed.). salemba medika.


Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
profesional (5th ed.). salemba medika.

Pratama, A. S. (2020). Supervisi Keperawatan Di Rumah Sakit. 7(1), 55–62.

Santoso, A. C. (2017). Strategi pemasaran dengan mengurangi komplain konsumen pada


ukm skd 1). 151–158.

Anda mungkin juga menyukai