Anda di halaman 1dari 28

BAB I

STATUS PASIEN

I. PASIEN
1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Tn.P/ Laki-laki/ 54 tahun
b. Pendidikan/Pekerjaan : SMA/ Staf Dinas Kehutanan
c. Alamat : RT 18 Kel Payo Lebar

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 3 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup
d. Kondisi Rumah :
Rumah pasien merupakan rumah permanen dengan panjang 15
meter dan lebar 7 meter dengan 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 ruang
tengah, 1 dapur yang tergabung dengan ruang makan dan garasi, 1
kamar mandi dengan WC jongkok. Dinding rumah berupa tembok
dan berlantai semen. Jendela yang dapat dibuka atau berventilasi
hanya terdapat pada bagian depan dan ruang tengah rumah sedangkan
dapur dan ruang makan tidak ada. Rumah terkesan tidak rapih dan
bersih, ventilasi dan pencahayaan sangat kurang, tempat menjemur
baju juga terletak di dalam rumah sehingga membuat khususnya
mulai dari ruang tengah, kamar tidur hingga dapur, ruang makan dan
kamar mandi menjadi sangat lembab dan gelap.
Sumber air bersih berasal dari PDAM yang digunakan untuk
keperluan mandi, mencuci, minum dan memasak. Sumber listrik dari
PLN. Sampah keluarga dibuang di tempat pembuangan sampah.
e. Kondisi lingkungan di sekitar rumah :
Lingkungan sekitar rumah pasien merupakan pemukiman padat
penduduk namun cukup bersih dan asri. Saluran pembuangan air

1
berfungsi baik dan tidak terdapat genangan air ataupun tumpukan
sampah. Rumah pasien berada pada lingkungan dengan relief
permukaan tanah yang relatif tidak rata. Akses rumah pasien cukup
baik, karena langsung berada di tepi jalan raya.

Rumah tampak depan

Ruang Tamu Ruang Tengah

2
Ruang Dapur Ruang makan sekaligus garasi

Kamar Kamar Mandi

3. Aspek Prilaku dan Psikologis di Keluarga :


Pasien merupakan seorang suami yang tinggal bersama satu istri
dan tiga anaknya yang kesemuanya laki-laki. Istri pasien seorang ibu
rumah tangga, dua anaknya telah bekerja dan berkeluarga, tinggal dan
bekerja di luar kota. Sedangkan anak bungsu berstatus sebagai mahasiswa.
Hubungan pasien dengan istri dan anak-anaknya cukup harmonis.

4. Keluhan Utama : Pasien merasa sering kesemutan pada kedua


kakinya kurang lebih sejak 1 minggu sebelum datang ke puskesmas.
5. Perjalanan Penyakit Sekarang :
Sejak ± 3 tahun yang lalu awalnya pasien mengeluh sering
terbangun dari tidur karena sering kencing di malam hari. Setiap malam,

3
sebanyak lebih dari tiga kali pasien terbangun untuk buang air kecil.
Pasien juga mengeluh badan sering terasa lemas. Keinginan untuk terus
makan (+). Penurunan berat badan drastis (-), demam (-), maag (-).
Sekitar 6 bulan kemudian Os berobat ke Puskesmas dan dinyatakan
menderita diabetes mellitus tipe 2. Pasien rutin berobat dan kontrol, pasien
mendapatkan pengobatan obat metformin tablet 500 mg sebanyak 3 x 1,
glimepiride 2 mg sebanyak 1 x 1.
Pada pengambilan kontrol bulan ini di Puskesmas Simpang Kawat,
pasien mengaku terkadang merasa kesemutan yang hilang timbul pada
kedua ujung kaki sejak kurang lebih 1 minggu sebelum datang ke
Puskesmas. Kelemahan anggota gerak (-), gangguan BAB dan BAK (-),
demam (-), pengelihatan kabur (-), nyeri tungkai saat berjalan jauh (-),
luka yang sulit sembuh (-).

6. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Pasien pernah mengeluhkan keluhan yang sama sebelumnya (-)
 Riwayat hipertensi (-)
 Riwayat stroke (-)
 Riwayat sakit ginjal (-)
 Riwayat rawat inap (-)
7. Riwayat Penyakit Keluarga :
 Ibu pasien juga menderita penyakit yang sama yaitu DM
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat alergi (-)
8. Riwayat makan, alergi, obat-obatan, perilaku kesehatan
Pasien menyangkal adanya alergi makanan ataupun obat-obatan.
Untuk kebiasaan didalam keluarga, pasien mengaku tidak rutin mencuci
tangan dengan sabun saat sebelum makan, didalam rumah hanya yang
merokok, namun telah berhenti kurang lebih 1,5 tahun yang lalu. Pasien

4
mengaku di keluarga biasa makan makanan yang bersantan dan berlemak
dan juga pedas.
Sejak muda pasien mengaku sangat sering makan gula-gula dan
minuman peningkat stamina, karena profesinya sebagai staf yang bertugas
jasa antar di departemen kehutanan. Pasien juga mengaku memang jarang
berolah raga.

9. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 IMT : BB 65 kg,TB: 161 cm 25.07 (obesitas derajat I)
 Tanda vital : TD 130/80 mmHg, nadi 84 x/i, RR 16 x/i, suhu
36,7º C
 Kepala : Normocepal
 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, reflek
cahaya +/+, reflek kornea +/+
 Telinga : Nyeri tekan (-), bengkak (-)
 Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir -/-
 Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-)
 Tenggorok : Tonsil T1/T1, hiperemis(-), faring hiperamis (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-)
 Thorak :
Pulmo :
Pemeriksaan Kanan Kiri
Inspeksi Simetris Simetris
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler (+) Vesikuler (+)
Wheezing (-), rhonki (-) Wheezing (-), rhonki (-)

5
Jantung :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula kiri, tidak
kuat angkat.
Perkusi Batas-batas jantung :
Atas : ICS II line parasternal sinistra
Kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Kiri : ICS V linea midclavicula sinistra
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen :
Inspeksi Cembung, massa (-), jaringan parut (-), bekas operasi (-)
Palpasi Nyeritekan (-),defans musculer (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)
Perkusi Timpani
Auskultasi Bising usus (+) normal
 Ektremitas : Akral hangat, CRT <2s, edema -/-, luka (-)

10. Pemeriksaan Laboratorium


Darah Rutin
 WBC : 4.200 sel/mm3 darah
 RBC : 3.12 juta sel/mm3 darah
 PLT : 210.000 sel/mm3 darah
 HGB : 13.0 g/dl
Urin Rutin
 Warna : Kuning Muda
 BJ : 1015
 pH : 6.5
 Protein : (-)
 Glukosa : (-)
 Leukosit : 0-3/lpb
 Eritrosit : 0-2/lpb

6
Glukosa sewaktu : 192 mg/dL

11. Usulan Pemeriksaan Penunjang


 Profil Lipid
 GDP
 GDPP
 HbA1c
12. Diagnosa Kerja : Diabetes Melitus tipe II ( E11.9)
13. Diagnosis Banding :
 Diabetes Melitus tidak spesifik (E13)
 Hiperglikemi reaktif (R73.9)

14. Manajemen
a. Promotif :
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit
yang diderita pasien
 Menjelaskan aktifitas fisik yang sebaiknya dilakukan oleh pasien
seperti berjalan cepat selama minimal 30 menit, 2 sampai 3 kali
dalam satu minggu
 Menjelaskan kisaran berat badan ideal yang harus dicapai yaitu
sekitar 54 kg
 Menjelaskan komplikasi terutama yang bersifat akut yang
mungkin terjadi pada pasien seperti hipoglikemi dan ketoasidosis
 Tidur yang cukup dan berkulitas minimal 7 jam sehari.
 Mulai membiasakan pola makan sehat, perbanyak makanan buah
dan sayur.
 Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah.
b. Preventif :

7
 Hindari asupan makanan yang tinggi gula dan lemak seperti
makanan yang bersantan atau makanan yang digoreng dan
makanan minuman kemasan.
 Batasi makanan karbohidrat terutama karbohidrat sederhana
seperti nasi putih, roti dan mie. Sebaiknya diganti dengan
karbohidrat komplek seperti oatmeal, gandum, nasi merah, dll.
 Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, namun hindari penggunaan
alas kaki yang tajam dan selalu melakukan perawatan kaki
c. Kuratif :
- Non medikamentosa :
a. Terapi gizi medis Diet DM = 1700 Kkal
- Medikamentosa :
1) Metformin 3 x 500 mg sesudah makan
2) Acarbose 3 x 50 mg
3) Vitamin B kompleks 1 x 1
- Obat Tradisional :
Kayu Manis
Ekstrak kulit kayu manis dapat menurunkan kadar glukosa
pada uji toleransi glukosa. Efek hipoglikemik diduga melalui
peningkatan sekresi insulin. Senyawa sinamitanin B1 yang
diisolasi dari kulit kayu manis memperlihatkan efek
antihiperglikemik. Dapat dikonsumsi sejumlah 2 x 500 mg ekstrak
kayu manis per hari.

d. Rehabilitatif
 Melakukan pengecekan kadar kolesterol dan gula darah berkala
paling tidak 1 bulan sekali
 Kontrol ulang di tempat pelayanan kesehatan terdekat jika keluhan
semakin memburuk.

8
Puskesmas Resep Ilmiah 1

Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi

Puskesmas Simpang Kawat Puskesmas Simpang Kawat


Dokter M Dema P Dokter M Dema P
SIP : 123456 SIP : 123456

Jambi, Feb 2018 Jambi, Feb 2018

Pro : Pro :

Alamat : Alamat :

Resep tidak boleh ditukar tanpa Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter

Resep ilmiah 2 Resep ilmiah 3


Dinas Kesehatan Kota Jambi Dinas Kesehatan Kota Jambi

Puskesmas Simpang Kawat Puskesmas Simpang Kawat

Dokter M Dema P Dokter M Dema P

SIP : 123456 SIP : 123456

Jambi, Feb 2018 Jambi, Feb 2018

Pro : Pro :

Alamat : Alamat :

Resep tidak boleh ditukar tanpa 9 Resep tidak boleh ditukar tanpa
sepengetahuan dokter sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua – duanya. 1

2.2 Klasifikasi
Klasifikasi etiologis DM 1

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus


ke defisiensi insulin absolut
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2  bervariasi mulai yang dominan
resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai
yang dominan defek sekresi
insulin disertai resistensi
insulin.
Tipe lain  defek genetik fungsi sel beta
 defek genetik kerja insulin
 penyakit eksokrin pankreas
 endokrinopati
 Karena obat atau zat kimia
 Infeksi
 Sebab imunologi yang jarang

10
 Sindrom genetik lain yang
berkaitan dengan DM

2.3 Etiologi dan Predisposisi


Belum diketahui secara jelas, namun diduga faktor genetik dan faktor gaya
hidup memiliki peran yang cukup besar dalam terjadinya penyakit ini. Beberapa
kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami diabetes
mellitus adalah obesitas, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemia, diet
tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, riwayat toleransi glukosa terganggu,
riwayat glukosa darah puasa terganggu, riwayat keluarga dengan diabetes
mellitus.. 3

2.4 Epidemiologi
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insidens dan prevalensi DM tipe-2 di berbagai penjuru dunia.
WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup
besar untuk tahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi
kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di Indonesia
yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe-2
antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil
penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam.
Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM 1,7% pada
tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8% pada
tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia (2003) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa.
Dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat penyandang diabetes sejumlah
8,2 juta di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan pola
pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta

11
penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada
urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang
diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi


1. Patogenesis

Gambar 1.3 Patogenesis DM tipe 2


Patogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi
insulin perifer, gangguan Hepatic Glucosa Production (HGP) dan penurunan
fungsi sel β, yang akhirnya akan menuju kerusakan total sel β. Selain itu terdapat
pengaruh predisposisi genetik. Studi hubungan genome Polimorfisme Nukleotida
Tunggal (SNP) telah mengidentifikasi sejumlah varian genetik yang berhubungan
dengan fungsi sel-beta dan resistensi insulin. Beberapa Polimorfisme Nukleotida
Tunggal meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Lebih dari 40 lokus independen
menunjukkan hubungan dengan peningkatan risiko untuk diabetes tipe 2 telah
ditunjukkan. Beberapa subset yang telah ditemukan : 2,5,7

a. Penurunan respon sel-beta, yang menyebabkan gangguan pengolahan


insulin dan penurunan sekresi insulin (TCF7L2)

12
b. Metabolisme perubahan asam lemak tak jenuh (FSADS1)
c. Disregulasi metabolisme lemak (PPARG)
d. Penghambatan pelepasan serum glukosa (KCNJ11)
e. Peningkatan adiposa dan resistensi insulin (FTO dan IGF2BP2)
f. Pengendalian perkembangang struktur pankreas, termasuk sel-sel beta
g. Transportasi zinc ke dalam sel beta, yang mempengaruhi produksi dan
sekresi insulin (SLC30A8)
h. Kelangsungan hidup dan fungsi sel beta-islet (WFS1)

Pada awal akan muncul resistensi insulin kemudian disusul oleh


peningkatan sekresi insulin, untuk mengompensasi resistensi insulin agar kadar
glukosa darah tetap normal. Resistensi insulin mengakibatkan gangguan toleransi
glukosa. Gangguan toleransi glukosa didefinisikan sebagai kadar glukosa setelah
dua jam dari 140-199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/l) tes toleransi glukosa oral 75 gram
dengan glukosa puasa dapat normal atau sedikit meningkat. Sel beta akhrinya
tidak sanggup mengompensasi kejadian resistensi insulin dan gangguan toleransi
glukosa sehingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin
menurun (ADA, 2007).

2. Patofisiologi
Pada diabetes mellitus tipe 1 terjadi autoimun yang menyebabkan terjadi
kerusakan pada sel β pankreas sehingga menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
absolut. Akibat dari tidak adanya insulin, jaringan tidak dapat mengambil glukosa
yang terdapat di dalam darah sehingga timbul kondisi hiperglikemia. Akibatnya,
sel kekurangan energi dan menimbulkan respons glikogenolisis, glukoneogenesis,
dan lipolisis untuk menghasilkan glukosa untuk energi. Keadaan ini justru akan
memperparah hiperglikemia dan menimbulkan asidosis melalui peningkatan
produksi bahan keton. Penghancuran protein dan lemak tubuh berakibat pada
penurunan berat badan (wasting) dan asidosis menyebabkan vasodilatasi dan
hipotermia. Sebagai bentuk kompensasi tubuh terhadap asidosis yang terjadi,
timbul hiperventilasi pada pasien, yang bertujuan untuk mengurangi asidosis
dengan jalan membuangnya melalui karbonn dioksida. Penurunan keadaan

13
anabolik dan hiperglikemia menyebabkan fatigue. Glukosa diekskresikan dari
tubuh melalui urin dalam bentuk diuresis yang selanjutnya dapat menyebabkan
kehilangan cairan dan garam tubuh sehingga pasien menjadi dehidrasi, selalu
merasa haus dan akhirnya akan minum air dalam jumlah yang banyak
(polidipsia).4,5,8,9
Sedangkan diabetes mellitus tipe 2 merupakan sebuah kondisi dimana
terjadi resistensi insulin di perifer dan sekresi insulin yang inadekuat. Pada
dasarnya, jika terjadi resistensi insulin namun sekresinya masih adekuat maka
kondisi tersebut belum bisa dikatakan sebagai diabetes mellitus tipe 2. Resistensi
insulin perifer dapat diinduksi melalui banyak faktor, misalnya diet tinggi kalori,
rendahnya aktivitas fisik, dan pemberian obat-obat steroid. Resistensi insulin akan
mengakibatkan kenaikan jumlah asam lemak bebas dan sitokin proinflamasi
plasma sehingga terjadi peningkatan pemecahan cadangan glukosa di hati,
pemecahan lemak, dan berkurangnya transport glukosa ke sel otot. Pada diabetes
mellitus tipe 2, terjadi parakrinopati pulau, dimana jumlah glukagon yang
diproduksi lebih banyak daripada jumlah insulin yang diproduksi. Akibatnya
timbul suatu kondisi yang disebut hiperglukagonemia dan berakibat pada
hiperglikemia 6,7,8
Pada kasus diabetes mellitus, dapat terjadi berbagai komplikasi, seperti
neuropati, nefropati, retinopati, gangren diabetikum, koma, dll. Neuropati yang
terjadi akibat komplikasi diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi neuropati
sensorik-autonom dan neuroati motorik. Neuropati sensorik terjadi akibat
akumulasi sorbitol di saraf sensorik perifer yang menyebabkan terjadinya
degenerasi akson dan demielinisasi segmen. Sedangkan neuropati motorik dan
mononeuropati kranial terjadi akibat terjadi gangguan dari pembuluh darah yang
menyuplai saraf. Komplikasi lainnya yang ditimbulkan oleh diabetes mellitus
adalah nefropati diabetik. Nefropati diabetik terjadi akibat adanya penebalan dari
dinding arteriol dan kapiler renal. Akibatnya, terjadi berbagai kondisi, seperti
Hyalinisasi glomerular, proteinemia, dan gagal ginjal kronik 4,6,7,8,9

14
2.6 Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut
di bawah ini.

 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan


berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah,
sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO.
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding
dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat
jarang dilakukan. Langkah diagnostik DM dapat dilihat pada bagan 1. Kriteria
diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil, dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan
ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang diperoleh. TGT :
Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140 – 199 mg/dL (7.8-11.0 mmol/L) GDPT :
Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100 – 125 mg/dL (5.6 – 6.9 mmol/L).

15
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-


hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa
 berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
 diperiksa kadar glukosa darah puasa
 diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-
anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit
 berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2
jam setelah minum larutan glukosa selesai
 diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
 selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok

16
Pemeriksaan fisik :
 pengukuran tinggi dan berat badan
 pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik
 pemeriksaan funduskopi
 pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid
 pemeriksaan jantung
 evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop
 pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari

17
 pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan
insulin) dan pemeriksaan neurologis
 tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain
pemeriksaan penunjang :
 Gula darah puasa dan 2 jam Post prandial
 HbA1c
 Profil lipid pada keadaan puasa ( kolesterol total, HDL,LDL, trigliserida)
 Kreatinin serum
 Albuminuria
 Keton, sedimen dan protein dalam urin
 EKG
 Foto X-ray dada

2.7 Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
penyandang diabetes.
 Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian
glukosa darah
 Jangka panjang : tercehag dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM

18
1. Farmakologis
Obat hipoglikemik oral :
 Pemicu sekresi insulin : Sulfunilurea dan glinid
 Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindon
 Penghambat glukoneogenesis ( metformin)
 Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
Cara pemberian OHO, terdiri dari :
 OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal
 Sulfonilurea generasi I & II : 15-30 menit sebelum makan
 Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
 Repaglinid, nateglinid : sesaat/sebelum makan
 Metformin : sebelum/pada saat/ sesudah makan
 Penghambat glukoksidase : bersama makan suapan pertama

19
 Tiazolidindon : tidak bergantung pada jadwal makan
Insulin diperlukan pada keadaan :
 Penurunan berat badan yang cepat
 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
 Ketoasidosis diabetik
 Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
 Hiperglikemia dengan asidosis laktat
 Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
 Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,stroke)
 Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
 Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

2. Nonfarmakologis
1. Terapi gizi medis (TGM)
 Merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci
keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota
tim ( dokter, ahli gizi, petugas kesehatan lain, pasien itu sendiri)
 Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi
 Prinsip pengaturan makan untuk masyarakat umum yaitu makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan
jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.
2. Meningkatkan aktivitas jasmani
Prinsip latihan jasmani bagi diabetes yakni :

20
1) Frekuensi : jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5 kali per minggu
2) Intensitas : ringan dan sedang (50-70% maximum heart rate)
3) Durasi : 30-60 menit
4) Jenis : latihan jasmani endurans (aerobic) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan
bersepeda.
3. Edukasi
 Mengikuti pola makan sehat
 Meningkatkan kegiatan jasmani
 Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara
aman, teratur
 Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yang ada
 Melakukan perawatan kaki secara berkala
 Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit
akut dengan tepat
 Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau
bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.
 Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari
terjadinya kecemasan
 Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal hal
sederhana
 Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan
simulasi
 Melibatkan keluarga dalam proses edukasi
 Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

Sasaran pengendalian Pasien DM

21
2.8 Komplikasi
Apabila diabetes melitus tidak segera diatasi, maka dapat terjadi berbagai
macam komplikasi sebagai berikut:
Akut
 Hipoglikemi
 Ketoasidosis Diabetik
 Hiperosmolar non Ketotik
Kronik
Makrovaskular
 Cerebrovascular disease
 Coronary Arterial disease
 Peripheral arterial disease
Mikrovaskular

22
 Retinopati diabetik
 Nefropati diabetic
 Neuropati perifer

BAB III
ANALISIS KASUS

Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Rumah terkesan tidak rapih dan bersih, ventilasi dan pencahayaan sangat
kurang, tempat menjemur baju juga terletak di dalam rumah sehingga membuat
khususnya mulai dari ruang tengah, kamar tidur hingga dapur, ruang makan dan
kamar mandi menjadi sangat lembab dan gelap. Tetapi hal ini tidak berpengaruh
terhadap keluhan yang dialami pasien. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara penyakit yang di derita pasien dengan keadaan rumah dan
lingkungan sekitar.

Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga & hubungan dalam keluarga

23
Pasien merupakan seorang suami yang tinggal bersama satu istri dan tiga
anaknya yang kesemuanya laki-laki. Istri pasien seorang ibu rumah tangga, dua
anaknya telah bekerja dan berkeluarga, tinggal dan bekerja di luar kota.
Sedangkan anak bungsu berstatus sebagai mahasiswa. Hubungan pasien dengan
istri dan anak-anaknya cukup harmonis. Namun hal ini tidak berpengaruh
terhadap keluhan pasien.

Hubungan diagnosa dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar
Pasien mengaku di keluarga biasa makan makanan yang bersantan dan
berlemak dan juga pedas. Sejak muda pasien mengaku sangat sering makan gula-
gula dan minuman peningkat stamina, karena profesinya sebagai staf yang
bertugas jasa antar di departemen kehutanan. Pasien juga mengaku memang
jarang berolah raga. . Hal ini dapat berpengaruh terhadap kesehatan pasien. Maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara penyakit yang diderita pasien
dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.

Analisis kemungkinan faktor resiko atau etiologi penyakit pada pasien


Dari hasil wawancara dan observasi, didapatkan bahwa pasien adalah
seorang laki-laki usia 50 tahun dengan berat badan berlebih. Pasien mengaku pola
makan di keluarga biasa makan makanan yang bersantan dan berlemak dan juga
pedas. Sejak muda pasien mengaku sangat sering makan gula-gula dan minuman
peningkat stamina, karena profesinya sebagai staf yang bertugas jasa antar di
departemen kehutanan. Pasien juga mengaku memang jarang berolah raga. Di
keluarga juga terdapat riwayat keluarga menderita DM tipe 2 yaitu ibu kandung
pasien. Kesemutan yang akhir-akhir ini dirasakan pasien diduga tahap awal
neuropati diabetik yang salah satunya dapat disebabkan oleh kontrol gula darah
yang tidak baik, dimana pada saat kontrol terakhir gula darah sewaktu pasien
adalah 192 mg/dl dimana target seahrusnya adalah <180 mg/dl

24
Analisis untuk mengurangi paparan
Pasien harus diberikan edukasi berupa menjelaskan kepada pasien dan
keluarganya mengenai penyakit yang diderita pasien. Hindari asupan makanan
yang tinggi gula dan lemak seperti makanan yang bersantan atau makanan yang
digoreng dan makanan minuman kemasan serta batasi makanan karbohidrat
terutama karbohidrat sederhana seperti nasi putih, roti dan mie. Sebaiknya diganti
dengan karbohidrat komplek seperti oatmeal, gandum, nasi merah, dsb. Juga
untuk mencegah komplikasi, pasien tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, namun
hindari penggunaan alas kaki yang tajam dan selalu melakukan perawatan kaki

Edukasi yang diberikan pada pasien atau keluarga


Menjelaskan aktifitas fisik yang sebaiknya dilakukan oleh pasien seperti
berjalan cepat selama minimal 30 menit, 2 sampai 3 kali dalam satu minggu.
Menjelaskan kisaran berat badan ideal yang harus dicapai yaitu sekitar 54 kg.
Menjelaskan komplikasi terutama yang bersifat akut yang mungkin terjadi pada
pasien seperti hipoglikemi dan ketoasidosis. Tidur yang cukup dan berkulitas
minimal 7 jam sehari. Mulai membiasakan pola makan sehat, perbanyak makanan
buah dan sayur. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah.
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. Konsensus pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe


2 di Indonesia 2015
2. American Diabetes Association. 2007. Available at :
http://www.diabetes.org/diabetes-basics/diagnosis/
3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengendalian
Diabetes Melitus dan Penyakit Metabolik. Jakarta: Direktorat
Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
4. Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L. 2009.
Harrisons’s. USA: McGraw-Hill Companies.

25
5. Frykberg, R.G., et al. 2006. Diabetic Foot Disorder: A Clinical Practice
Guidelines. The Journal of Foot and Ankle Surgery, vol. 45 no 5. Dapat
diunduh di: http://www.acfas.org
6. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia 2006
7. Purnamasari, Dyah. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta:
InternaPublishing.
8. Price, S.A, dan Lorraine M.W. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta EGC
9. Romesh Khardori. 2014. Type 2 Diabetes Mellitus. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview#aw2aab6b2b4
10. Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III ed. V. Jakarta : InternaPublishing.

Lampiran
Dokumentasi

26
27
28

Anda mungkin juga menyukai