Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

RESPIRATORY FAILURE

Oleh:
Alex Reza Asmara
Elsi Lestari
Lastri Rosanna
Nadia Amira
Papi Sabri
Santika Oktaviany
Windy Anggesty

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes PAYUNG NEGERI PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, atas segala taufik dan hidayah-
Nya yang senantiasa tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Respiratory Failure” sesuai dengan apa yang
diharapkan. Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi dan
gambaran bagi pembaca mengenai ilmu pendidikan khususnya yang berkaitan
dengan keperawatan, dalam proses penyusunan makalah ini, penulis menemui
hambatan dan juga kesulitan. Namun, berkat bimbingan dan arahan dari dosen
pembimbing, akhirnya makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar dan tanpa
melampaui batas yang telah ditentukan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi lebih sempurnanya makalah ini

Pekanbaru, 02 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORITIS.......................................................................3
A. Definisi Respiratory Failure......................................................................
B. Etiologi Respiratory Failure......................................................................
C. Klasifikasi Respiratory Failure..................................................................
D. Manifestasi Klinis......................................................................................
E. Patofisiologi Respiratory Failure...............................................................
F. Penatalaksanaan Respiratory Failure
G. Asuhan Keperawatan.................................................................................
BAB III PEMBAHASAN KASUS.....................................................................
BAB IV PENUTUP..............................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal napas adalah masalah yang sering terjadi, yang biasanya meskipun tidak
selalu merupakan tahap akhir dari penyakit kronik sistem pernafasan.Keadaan
ini memang sering ditemukan sebagai komplikasi dari trauma akut, septicemia
atau syok.
Gagal nafas seperti kegagalan pada sistem organ lain, dapat dikenali
berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan labiratorium. Tetapi harus di
ingat bahwa, pada gagal nafas hubungan antara gambaran klinis dengan
kelainan dari hasil pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal adalah tidak
langsung.
Gagal napas akut merupakan kegagalan organpaling sering di Intensife
Care Unit (ICU) dengan tingkat mortalitas tinggi. Di Skandinavia, tingkat
mortalitas dalam waktu 90 % pada acute respiratory disesase syndrome
(ARDS) adalah 41 % dan Acute Lung Injury (ALI) adalah 42,2 %.
Gagal nafas akut sering kali diikuti oleh gagal organ lainnya.Kematian akibat
multiple organ dinfunction syndrome (MODS).Pada ARDS kematian akibta
gagal nafas irreversible adalah 10-16 %. Sedangkan di Jerman, insiden gagal
nafas akut, ALI dan RSDS adalah 77,6-88,6 % dari populasi 100.00 setiap
tahun.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk mengidentifikasi tentang asuhan
keperawatan pada pasien respiratory failure
b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang definisi respiratory
failure
2. Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang etiologi respiratory
failure

1
3. Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang klasifikasi respiratory
failure
4. Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang manifestasi klinis
5. Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang patofisiologi
respiratory failure
6. Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang penatalaksanaan
respiratory failure
7. Mahasiswa mampu untuk menjelaskan tentang asuhan keperawatan
respiratory failure

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Respiratory Failure


Respiratory failure (gagal napas) adalah sindroma dimana sistem respirasi
gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan
pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat dilihat dari
kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO₂< 60mmHg atau PaCO₂>
45mmHg, dan atau keduanya. (Brunner and Suddart, 2002)
Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan
pembuangan karbondioksida ( Price& Wilson, 2005)
Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh
ketidakmampuan paru mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang
karbon dioksida secara adekuat (kapita selekta penyakit, 2011)

B. Etiologi Respiratory Failure


1. Depresi sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal napas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernapasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak
(pons atau medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal
2. Kelainan neurologis primer
Akan mempengaruhi fungsi pernapasan.Impuls yang timbul dalam pusat
pernapasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak
terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernapasan. Penyakit pada
saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat
mempengaruhi ventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakit paru yang

3
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal
nafas.Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mengarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernafasan.Hemothoraks, pneumothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru-paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.Pnemunia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengiritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelectasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyebabkan gagal
nafas.

C. Klasifikasi Respiratory Failure


a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang
keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum
awitan penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari.Biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan
emfisema. Pasien akan mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.

D. Manifestasi Klinis Respiratory Failure


a. Tanda

4
1. Gagal napas total
a) Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan
b) Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikula dan
sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
c) Adanya kesulitab indlasi paru dalam usaha memberikan ventilasi
buatan
2. Gagal napas parsial
a) Terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring, growing, dan
whizing
b) Ada retraksi dada
b. Gejala
1. Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO₂)
2. Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO₂
menurun)

E. Patofisiologi Respiratory Failure


. .Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan kronik dimana
masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda.Gagal napas akut adalah
gagal napas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul.Sedangkan gagal napas
kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti
bronkitis kronik.Mekanisme gagal nafas menggambarkan ketidakmampuan
tubuh untuk melakukan oksigenasi dan/atau ventilasi dengan adekuat yang
ditandai oleh ketidakmampuan sistem respirasi untuk memasok oksigen yang
cukup atau membuang karbon dioksida.
Pada gagal nafas terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida
arteri (PaCO2) lebih besar dari 50mmHg, tekanan parsial oksigen arteri
(PaO2) kurang dari 60 mmHg, atau kedua-duanya.Hiperkarbia dan hipoksia
mempunyai konsekuensi yang berbeda. Peningkatan PaCO2 tidak
mempengaruhi metabolisme normal kecuali bila sudah mencapai kadar
ekstrim (>90 mmHg). Diatas kadar tersebut, hiperkapnia dapat menyebabkan
depresi susunan saraf pusat dan henti nafas. Untuk pasien dengan kadar

5
PaCO2 rendah, konsekuensi yang lebih berbahaya adalah gagal napas baik
akut maupun kronis. Hipoksemia akut, terutama bila disertai curah jantung
yang rendah, sering berhubungan dengan hipoksia jaringan dan risiko henti
jantung.Hipoventilasi ditandai oleh laju pernapasan yang rendah dan napas
yang dangkal. Bila PaCO2 normal atau 40 mmHg, penurunan ventilasi
sampai 50% akan meningkatkan PaCO2 sampai 80 mmHg. Dengan
hipoventilasi, PaCO2 akan turun kira – kira dengan jumlah yang sama dengan
peningkatan PaCO2. Kadang, pasien yang menunjukkan pertanda retensi
CO2 dapat mempunyai saturasi oksigen mendekati normal.
Disfusingsi paru menyebabkan gagal napas bila pasien bila pasien yang
mempunyai penyakit paru tidak dapat menunjang pertukaran gas normal
melalui peningkatan ventilasi.Anak yang mengalami gangguan padanan
ventilasi atau pirau biasanya dapat mempertahankan PaCO2 normal pada saat
penyakit paru memburuk hanya melalui penambahan laju pernapasan
saja.Retensi CO2 terjadi pada penyakit paru hanya bila pasien sudah tidak
bisa lagi mempertahankan laju pernapasan yang diperlukan, biasanya karena
kelelahan otot.

F. Penatalaksanaan Medis Respiratory Failure


.....Saat mengalami gagal napas, penderita kondisi gawat tersebut perlu
mendapatkan bantuan pernapasan melalui:
1. Terapi oksigen untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
Pemberian oksigen bisa melalui selang hidung atau kanul nasal serta
masker oksigen.
2. Trakeostomi, yaitu prosedur yang dilakukan untuk menempatkan sebuah
alat bantu napas berupa tabung di tenggorokan sebagai jalur napas buatan,
sehingga pasien dapat lebih mudah bernapas.
3. Ventilasi mekanis, yakni teknik memberikan bantuan pernapasan dengan
menggunakkan mesin ventilator. Pasien gagal napas umumnya
membutuhkan pemasangan alat bantu napas berupa tabung endotrakeal
atau endotracheal tube/ETT melalui tindakan intubasi atau trakeostomi
sebelum dipasangkan mesin ventilator.

5
G. Penatalaksanaan Medis Respiratory Failure
.....Saat mengalami gagal napas, penderita kondisi gawat tersebut perlu
mendapatkan bantuan pernapasan melalui:
1. Terapi oksigen untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah.
Pemberian oksigen bisa melalui selang hidung atau kanul nasal serta
masker oksigen.
2. Trakeostomi, yaitu prosedur yang dilakukan untuk menempatkan
sebuah alat bantu napas berupa tabung di tenggorokan sebagai jalur
napas buatan, sehingga pasien dapat lebih mudah bernapas.
3. Ventilasi mekanis, yakni teknik memberikan bantuan pernapasan
dengan menggunakkan mesin ventilator. Pasien gagal napas umumnya
membutuhkan pemasangan alat bantu napas berupa tabung endotrakeal
atau endotracheal tube/ETT melalui tindakan intubasi atau trakeostomi
sebelum dipasangkan mesin ventilator.

5
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Kasus
Seorang pria berusia 53 tahun dengan riwayat penyalahgunaan zat, pada
awalnya dibawa keruang gawat darurat dengan keluhan dispnea progresif.
Pasien di diagnosis menderita eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK) dan pulang kerumah. Dengan dispnea yang memburuk, batuk
berdahak, dan penurunan berat badan pasien di rawat kembali di rumah sakit
dan mulai menggunakan levofloxacin bersama dengan kortikostreroid. Pasien
sering bertanya kenapa penyakitnya kembali atau kambuh dan pasien merasa
bingung terhadap penyakitnya. Mengingat hipoksia pasien dan demonstrasi
kekeruhan kaca tanah difus pada CT scan dada, dan diagnosis klinis PCP
dibuat dan pasien dialihkan ke intervensi (IV) trimethoprim-sulfamethoxazole
dan kortikosteroid. Pasien tetap dirumah sakit selama sekitar 3 minggu, terus
membutuhkan oksigen tambahan serta ventilasi non-invasif dalam bentuk
BiPAP (Bilevel Positive Airway Pressure). Pasien melaporakan riwayat
merokok 37 tahun dan menolak penyalahgunaan alkohol. Pasien membantah
perjalanan internasional atau diketahui terpapar dengan siapa pun dengan
TBC. Pasien melaporkan bahwa riwayat penggunaan metamfetamin IV
sebelumnya. Hitung darah lengkap mengungkapkan jumlah putih normal
6500/mm3 (normal 4500-11.000). Hemoglobin kurang yaitu 10,5 g/dL
(normal 13,0-16,5) dengan jumlah trombosit normal. Panel kimia
menunjukkan fungsi ginjal dan hati normal dengan albumin rendah 2,9 g/dL
(normal 3,5-5,0). Saat pengkajian menunjukkan disaat auskultasi dinding
dada menunjukkan adanya bunyi ronchi. Pasien tampak gelisah dan lemas,
bibir dan kuku tampak membiru. Analisis gas darah arteri menunjukkan PaO2
64,7 mmHg pada oksigen tambahan. CT scan berlubang pada dada
menunjukkan perkembangan kekeruhan kaca ground bilateral dengan
perkembangan penebalan septum interlobular ringan yang menghasilkan
karakteristik pola seperti paving
a. Pengkajian
Primer:
A(Airways): jalan napas secret, batuk tidak efektif, adanya hipoksia, bibir
dan kuku tampak membiru
B(Breathing): bunyi napas ronchi, terus membutuhkan oksigen tambahan
serta ventilasi non-invasif dalam bentuk BiPAP (Bilevel Positive Airway
Pressure). Pasien mengeluh dipsnea,dipsnea,
C(Circulation): ps mengeluh pusing,sesak napas,bibir dan kuku tampak
membiru,pucat
D(Disability): apatis
E(Exposure): ps tidak perlu melepas pakaian
Ds:
a. Ps mengeluh dispnea progresif
b. Pasien melaporakan riwayat merokok 37 tahun dan menolak
penyalahgunaan alkohol.
c. Pasien melaporkan bahwa riwayat penggunaan metamfetamin
IV sebelumnya.
d. Pasien membantah perjalanan internasional atau diketahui
terpapar dengan siapa pun dengan TBC

Do:
a. Hitung darah lengkap mengungkapkan jumlah putih normal
6500/mm3 (normal 4500-11.000).
b. Hemoglobin kurang yaitu 10,5 g/dL (normal 13,0-16,5) dengan
jumlah trombosit normal
c. Panel kimia menunjukkan fungsi ginjal dan hati normal dengan
albumin rendah 2,9 g/dL (normal 3,5-5,0).
d. Saat pengkajian menunjukkan disaat auskultasi dinding dada
menunjukkan adanya bunyi ronchi
e. Pasien tampak gelisah dan lemas, bibir dan kuku tampak
membiru
f. Pasien tetap dirumah sakit selama sekitar 3 minggu, terus
membutuhkan oksigen tambahan serta ventilasi non-invasif
dalam bentuk BiPAP (Bilevel Positive Airway Pressure)
g. Analisis gas darah arteri menunjukkan PaO2 64,7 mmHg pada
oksigen tambahan.
h. CT scan berlubang pada dada menunjukkan perkembangan
kekeruhan kaca ground bilateral dengan perkembangan
penebalan septum interlobular ringan yang menghasilkan
karakteristik pola seperti paving
b. Diagnosa dan intervensi
a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler
d.d
Ds:
1. Ps mengeluh dipsnea
2. Ps mengeluh pusing
Do:
1. Analisis gas darah arteri menunjukkan PaO2 64,7 mmHg pada
oksigen tambahan.
2. Pasien tampak gelisah dan lemas
3. bibir dan kuku tampak membiru
4. Saat pengkajian menunjukkan disaat auskultasi dinding dada
menunjukkan adanya bunyi ronchi.
5. CT scan berlubang pada dada menunjukkan perkembangan
kekeruhan kaca ground bilateral dengan perkembangan
penebalan septum interlobular ringan yang menghasilkan
karakteristik pola seperti paving
6. Hemoglobin kurang yaitu 10,5 g/dL
b. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan,
merokok aktif d.d:
Ds:
1. Ps mengeluh dipsnea
Do:
1. Ps tampak gelisah
2. Batuk berdahak
3. Adanya ronchi
4. Batuk tidak efektif
5. bibir dan kuku tampak membiru
c. Ansietas b.d kurang terpapar informasi, krisis situasional d.d
Ds:
1. Ps merasa bingung terhadap penyakitya
2. Ps mengeluh pusing
Do:
1. Ps tampak gelisah
2. Muka tampak pucat
Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
a. Gangguan setelah dilakukan Terapi oksigen
pertukaran gas b.d tindakan keperawatan O:
perubahan 3x24 jam, maka - Monitor kecepatan aliran
membran alveolus- pertukaran gas oksigen
kapiler meningkat dengan KH: - Monitor efektifitas terapi
1. Dipsnea menurun oksigen
2. Pusing menurun - Monitor tingkat kecemasan
3. Gelisah menurun akibat terapi oksigen
4. Ph arteri - Monitor integritas mukosa
membaik hidung akibat pemasangan
5. Sianosis membaik oksigen
6. Warna kulit N:
membaik - Bersihkan sekret pada mulut,,
hidung dan trakea, jika perlu
- Siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
- Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
E:
- ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
C:
- kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau tidur
b. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
napas tidak efektif tindakan keperawatan 3x O:
b.d sekresi yang 24 jam, maka bersihan - Monitor bunyi napas(ronkhi)
tertahan, merokok jalan napas meningkat - Monitor sputum(jumlah,warna,
aktif dengan KH: aroma)
1. Batuk efektif N:
meningkat - Posisikan semi fowler atau
2. Produksi sputum fowler
menurun - Lakukan fisioterapi dada, jika
3. Dipsnea menurun perlu
4. Sianosis menurun - Berikan oksigen
5. Gelisah menurun E:
6. Ronchi menurun - Ajarkan teknik batuk efektif
C:
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik, jika perlu
c. Ansietas b.d Setelah dilakukan Reduksi ansietas
kurang terpapar tindakan keperawatan 3x O:
informasi, krisis 24 jam, maka tingkat - Identifikasi saat tingkat
situasional ansietas menurun dengan ansietas berubah
KH: (mis:kondisi,waktu)
1. Verbalisasi -
kebingungan N:
menurun - Ciptakan suasana terapeutik
2. Perilaku geliah untuk menumbuhkan
menurun kepercayaan
3. Keluhan pusing - Temani pasien untuk
menurun mengurangi kecemasan
4. Pucat menurun - Pahami situasi yang membuat
ansietas
- Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
- Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa yang
akan datang
E:
- Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Latih teknik relaksasi
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien
C:kolaborasi pemberian obat
antiansietas
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Respiratory failure (gagal napas) adalah sindroma dimana sistem respirasi
gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan
pengeluaran karbondioksida.
b. Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa.
c. Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari.Biasanya terjadi pada
pasien dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan
emfisema.
B. Saran
Berdasarkan hasil analisis data dan kesimpulan penulis member saran :

1. Dengan adanya makalah ini penulis berharap agar pembaca sebagai


mahasiswa mampu memahami tentang konsep penyakit gangguan nafas.
2. Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu nya di masyarakat agar
masyarakat mampu mengenali tanda dan gejala.
3. Mahasiswa juga mampu mengaplikasikan ilmunya di masyarakat agar
masyarakat mengetahui bagaimana cara penularannya sehingga mereka
mampu menghindarinya.
4. Dengan adanya makalh ini penuis berharap agar mahasiswa mampu
menegakan asuhan keperawatan tentang berbagai kasus mengena
gangguan nafas.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, arif.(2008). Asuhan kepewarawatan klien dengan sistem pernafasan.
Salemba Medika: Jakarta
Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed 8. Vol
Jakarta EGC
Price, S.A., dan Wilson, L. M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, Edisi 6, Vol. 2, diterjemahkan oleh Pendit, B. U.,Hartanto, H.,
Wulansari, p., Mahanani, D. A.,Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai