Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL DENGAN DIAGNOSA ASMA

OLEH:

I NENGAH BUDA ARTA

2114901193

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

PROGRAM STUDI KPERAWATAN NERS

2022
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian

Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami


penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang
mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Sehingga
menimbulkan gejala periodik seperti mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam atau dini hari. (Wahid, 2013). Asma merupakan
penyakit jalan napas obstruktif intermitten, bersifat reversibel dimana trakea
dan bronchi berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta
mengalami peradangan atau inflamasi (Padila, 2013). Asma merupakan
penyakit obstruksi jalan nafas, yang revelsibel dan kronis, dengan karakteristik
adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasma saluran bronkial atau
pembengkakan mukosa setelah terpajam berbagai stimulus. Prevelensi,
morbiditas dan martalitas asma meningkat akibat dari peningkatan polusi
udara. (Murphy, 2011).

Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifisikan menjadi empat


bagian yaitu:

1 Asma intrinsik
Terjadi pada pasien yang tidak mempunyai riwayat alergi, mungkin
dipicu oleh infeksi saluran pernapasan atas atau stres psikologi. Pasien
asma intrinsik dipercaya mempunyai jalan napas hyperaktif yang
berkontraksi sebagai respon terhadap stimulus tak spesifik, yang
sebagian disebabkan oleh respon adrenergik yang tidak normal.
Aspirin, suhu dingin, kerja fisik, dan infeksi pernapasan adalah pemicu
umum serangan.
2 Asma ekstrinsik (asma alergi) ditimbulkan oleh pemaparan terhadap
alergen misalnya debu, alergen bulu kucing dan bahan-bahan kimia
industri.
3 Asma yang diinduksi oleh olahraga paling sering tampak pada remaja
bermanifestasi dalam bentuk bronkospasme setelah dimulainya
olahraga dan membaik jika olahraga dihentikan.
4 Asma yang diinduksi oleh obat seringkali disebabkan oleh penggunaan
obat-obat antiinflamasi non-steroid, beta bloker, sulfid serta makanan
dan minuman tertentu. (Saputra, 2014)
2. Etiologi
Ada beberapa faktor yang merupakan faktor predisposisi dan faktor prepititasi
timbulnya serangan asma yaitu:
a Faktor Predisposisi
1 Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini,
penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika
terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran
pernafasannya juga bisa diturunkan.
b Faktor Prepitasi
1 Alergen
Dimana dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Misalnya : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Misalnya : makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Misalnya : perhiasan, logam dan jam tangan
2 Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
3 Stres
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang
sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera
diobati penderita asma yang mengalami stress atau gangguan
emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
4 Lingkungan Kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
5 Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran pernapasan terutama disebabkan oleh virus.
Virus Influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang
paling sering menimbulkan asma bronkhial, diperkirakan dua
pertiga penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan
oleh infeksi saluran pernapasan.
6 Olahraga atau Aktivitas Jasmani Yang Berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas
tersebut. (Wahid dkk, 2013).
3. Patofisiologi
Patofisiologi dari asma yaitu adanya faktor pencetus seperti debu, asap
rokok, bulu binatang, hawa dingin terpapar pada penderita. Benda-benda
tersebut setelah terpapar ternyata tidak dikenali oleh sistem di tubuh penderita
sehingga dianggap sebagai benda asing (antigen). Anggapan itu kemudian
memicu dikeluarkannya antibody yang berperan sebagai respon reaksi
hipersensitif seperti neutropil, basophil, dan immunoglobulin E. masuknya
antigen pada tubuh yang memicu reaksi antigen akan menimbulkan reaksi
antigen-antibodi yang membentuk ikatan seperti key and lock (gembok dan
kunci). Ikatan antigen dan antibody akan merangsang peningkatan pengeluaran
mediator kimiawi seperti histamine, neutrophil chemotactic show acting,
epinefrin, norepinefrin, dan prostagandin. Peningkatan mediator kimia tersebut
akan merangsang peningkatan permiabilitas kapiler, pembengkakan pada
mukosa saluran pernafasan (terutama bronkus).
Pembengkakan yang hampir merata pada semua bagian pada semua
bagian bronkus akan menyebabkan penyempitan bronkus (bronkokontrikis)
dan sesak nafas. Penyempitan bronkus akan menurunkan jumlah oksigen luar
yang masuk saat inspirasi sehingga menurunkan oksigen yang dari darah.
kondisi ini akan berakibat pada penurunan oksigen jaringan sehingga penderita
pucat dan lemah. Pembengkakan mukosa bronkus juga akan meningkatkan
sekret/ mukus dan meningkatkan pergerakan sillia pada mukosa. Penderita jadi
sering batuk dengan produksi mukus yang cukup banyak (Harwina Widya
Astuti 2010).
4. Manifestasi Klinis
a Keluhan
1. Napas berbunyi
2. Sesak napas
3. Batuk
b Tanda-tanda fisik
1. Keadaan Umum
a) Cemas/gelisah/panik/berkeringat
b) Hypertensi
c) Takikardi
d) Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari
100 mmHg pada waktu inpirasi
e) Takipnea
f) Sianosis
c Pemeriksaan Paru
1. Terdengar wheezing
d Pemeriksaan Laboratorium
1. Eosinofil darah yang meningkat lebih dari 250/mm3
e Faal Paru
1. Menurunnya FEV1
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang berguna untuk asma adalah sebagai berikut,
yaitu :
1. Pemeriksaan fungsi paru – paru, selama bronkospasme berat akut,
volume ekspirasi paksa dalam 1 detik adalah < 1 L dan kecepatan
aliran ekspirasi puncak adalah < 80 L/menit
2. Pemeriksaan tantangan metakolin ( methacholine challange test )
3. Skin test untuk menilai peran atopi ( jika ada kecurigaan )
b. Pemeriksaan Sputum, pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat
adanya :
1. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil
2. Spiral curshamann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus
3. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
4. Neutrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan terkadang
terdapat mukus pulg
c. Pemeriksaan gas darah arteri dapat digunakan dalam penentuan stadium
beratnya sebuah serangan asma yaitu :
1. Ringan –penurunan Pao2 dan Paco2, peningkatan pH
2. Sedang- penurunan Pao2 , normal
3. Berat- penurunan Pao2 berat, peningkatan Pco2, dan penurunan pH.
4. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
d. Tes Fungsi Paru
Menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara tepat
diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum atau sesudah pemberian
aerosol bronkodilator (inhaler atau nebulizer), peningkatan FEV1 atau
FCV sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Dalam
spirometry akan mendeteksi :
1. Penurunan forced expiratory volume (FEV)
2. Penurunan paek expiratory flow rate (PEFR)
3. Kehilangan forced vital capacity (FVC)
4. Kehilangan inspiratory capacity (IC)

e. Pemeriksaan Radiologi
Pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diagfragma yang menurun. Pada penderita dengan komplikasi terdapat
gambaran sebagai berikut :
1. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah
2. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrase paru.
3. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis paru
4. Bila terjadi pneumonia gambarannya adalah radiolusen pada paru.

f. Pemeriksaan Tes Kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergen yang dapat bereaksi positif pada
asma secara spesifik.
g. Scanning paru
Melalui inhilasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Wahid & Suprapto,
2013).
6. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma yaitu:
a. Prinsip umum dalam pengobatan asma:
1. Menghilangkan obstruksi jalan napas.
2. Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
3. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit
asma dan pengobatannya.
b. Pengobatan pada asma
1. Pengobatan farmakologi
2. Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:
3. Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya
terbutalin/bricasama.
4. Santin/teofilin (Aminofilin)
c. Kromalin
Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada penderita
anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti asma dan efeknya
baru terlihat setelah satu bulan.
d. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam dosis
dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat diberikan secara oral.
e. Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon maka
segera penderita diberi steroid oral.
f. Pengobatan non farmakologi
1. Memberikan penyuluhan
2. Menghindari faktor pencetus
3. Fisioterapi nafas
4. Pemberian oksigen jika perlu.
B. Tinjauan Askep
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
1. Pasien mengeluh sesak, kesu;itan bernafas dan sering terlihat
terengah-engah apanila melakukan aktivitas yang sedikit berat.
2. Pasien mengeluh batuk, baik diertai dahak ataupun tidak.
3. Pasien mengeluh lemas dan lelah, karena kurangnya pasokan
oksigen ke seluruh tubuh.
4. Pasien mengeluh tidak mampu menjalankan aktivitas fisik lebih
berat karena mengalami masalah pernafasan.
5. Pasien mengeluh susah tidur akibat dada sesak dan batuk.
b. Data Objektif
1. Pasien tampak sesak
2. Pasien tampak batuk berdahak ataupun tidak
3. Pasien tampak lemas
4. Bunyi suara nafas ronchi
5. Nafas terdengar mengi
6. Penggunaan otot bantu nafas.
c. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan
oksigen dalam udara inpirasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat hipotensi
3. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral
akibat hipoksia jaringan
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
motivasi untuk minum cairan sekunder
5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan asupan oral
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke jaringan.
2. Perencanaan
a. Prioritas masalah
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan
oksigen dalam udara inpirasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat hipotensi
3. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral
akibat hipoksia jaringan
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya
motivasi untuk minum cairan sekunder
5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan penurunan asupan oral
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke jaringan.
b. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan
oksigen dalam udara inpirasi
Tujuan : Pasien memperlihatkan frekuensi napas yang efektif dan
mengalami pertukaran gas pada paru dengan kriteria hasil :
a. RR : 16-20 x/menit
b. Nadi : 60 – 100 x/menit
c. Nadi teraba kuat dan reguler
d. Retraksi dada ringan
e. Tidak menggunakan otot bantu pernapasan
f. Wheezing (-)
Intervensi Rasional
Tindakan Mandiri
1. Jelaskan pada pasien 1. Meningkatkan sikap
tentang penyebab dan kooperatif dari pasien
cara mengatasi 2. Mempertahankan patensi
ketidakefektifan pola jalan napas kecil
pernapasan 3. Memudahkan fungsi
2. Dorong pasien pernapasan dengan
berpartisipasi selama menggunakan gravitasi,
latihan napas dalam meningkatkan ekspansi paru
3. Beri posisi semifowler 4. Meningkatkan ekspansi paru
4. Tekankan pada pasien maksimal serta
untuk menahan dada meningkatkan upaya batuk
dengan bantal selama efektif
napas dalam atau batuk
5. Catat adanya derajat 5. Sebagai indikasi

dispnea, ansietas, keberhasilan dari tindakan

disstres pernapasan serta keperawatan

penggunaan otot bantu


pernapasan

Tindakan Kolaboratif
1. Kolaborasi dengan
1. Meningkatkan aliran
dokter dalam pemberian
oksigen dengan mendilatasi
obat bronkodilator
jalan napas kecil
2. Kolaborasi dengan
2. Meningkatkan kadar
dokter dalam pemberian
oksigen dalam tubuh
oksigen
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
gangguan aliran darah sekunder akibat hipotensi
Tujuan : Pasien menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer
teratasi dengan kriteria hasil :
a. Akral hangat
b. Perfusi baik
c. CRT < 2 detik
d. Tidak cianosis
e. Nadi teratur
f. Nadi :60- 100x/mnt
g. SpO2: 95 - 100%

Intervensi Rasional
Tindakan Mandiri 1. Meningkatkan sikap
1. Jelaskan pada kooperatif dari pasien
pasien tentang 2. Menurunkan statis vena di
tindakan yang akan kaki dan pengumpulan
dilakukan darah pada vena pelvis
2. Pertahankan untuk menurunkan resiko
ekstermitas dalam pembentukkan trombus
posisi tergantung 3. Syok lanjut atau
3. Ukur haluaran penurunan curah jantung
urine dan catat menimbulkan penurunan
berat jenisnya perfusi ginjal
4. Observasi warna 4. Kulit pucat atau sianosis,
dan membran kuku, membran
mukosa kulit bibir/lidah yang
memnunjukkan
vasokontriksi perifer atau
gangguan aliran darah
sistemik

Tindakan Kolaborasi 1. Peningkatan cairan diperlukan


1. Kolaborasi dengan untuk menurunkan
dokter dalam hiperviskositas darah atau
pemberian cairan mendukung volume
(IV/per oral) sirkulasi/perfusi jaringan

2. Meningkatkan kadar oksigen


2. Kolaborasi dengan
dalam tubuh
dokter dalam
pemberian oksigen
sesuai indikasi
3. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral akibat
hipoksia jaringan
Tujuan : Pasien menyatakan cedera lebih sedikit dan rasa takut cedera
berkurang dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat terhindar dari cedera
b. Pasien mampu menjelaskan cara/metode mencegah terjadinya
cedera.

Intervensi Rasional
Tindakan Mandiri
1. Jelaskan pada pasien tentang 1. Penjelasan akan
kondisinya dan tindakan yang meningkatkan pengetahuan
akan dilakukan. pasien sehinnga pasien
2. Beri pengaman di sekitar akan kooperatif
tempat tidur pasien 2. Pengaman disekitar tempat
3. Dampingi pasien (perawat tidur mencegah pasien jatuh
berada di samping pasien) 3. Perawat dapat
mengantisipasi hal-hal yang
dapat menyebabkan
terjadinya cedera
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya motivasi
untuk minum cairan sekunder
Tujuan : Pasien mampu mengembalikan volume cairan dan berat
jenis urine dalam batas normal dengan kriteria hasil :
a. Haluaran urine 1200cc-1500cc(6-8x/hari)
b. BB 65kg-70kg
c. Membran mukosa lembab
d. Turgor kulit kembali dalam waktu <1 detik

Intervensi Rasional
Tindakan Mandiri
1. Jelaskan pada pasien 1. Meningkatkan sikap
tentang penyebab dan kooperatif dari pasien
akibat kurangnya volume 2. Mempertahankan asupan
cairan serta tentang cairan yang adekuat
tindakan yang akan 3. Penurunan berat badan
dilakukan menunjukkan adanya
2. Beri minum sedikitnya dehidrasi
1500 mL cairan per oral 4. Merupakan pengukuran
setiap 24 jam atau sesuai yang baik terhadap
indikasi keseimbangan cairan tubuh
3. Timbang berat badan
pasien setiap hari
4. Awasi asupan dan
haluaran setiap 2 jam.

Tindakan Kolaborasi
1. Meningkatkan cairan
1. Kolaborasi dengan
dalam tubuh
dokter dalam
pemberian infus RL

5. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan


dengan penurunan asupan oral
Tujuan : Pasien mengalami pemenuhan nutrisi dengan kriteria hasil:
a. Nafsu makan meningkat
b. Dapat menghabiskan makanan sesuai dengan porsinya
c. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
Intervensi Rasional
Tindakan Mandiri

1. Jelaskan kepada pasien dan 1. Nutrisi yang adekuat


keluarga tentang pentingnya membantu proses
nutrisi yang adekuat penyembuhan
2. Berikan makan dengan 2. Klien dapat
berlahan pada lingkungan berkonsentrasi pada
yang tenang mekanisme makan
3. Mulailah untuk memberikan tanpa adanya
makan peroral setengah cair, distraksi/gangguan
makan lunak ketika klien dari luar
3. Makan lunak/cairan
dapat menelan air kental mudah untuk
mengendalikannya
didalam mulut,
menurunkan terjadinya
aspirasi

1. Mungkin
Tindakan Kolaborasi
diperlukan untuk
1. Kolaborasi dengan tim
memberikan cairan
dokter untuk
pengganti dan juga
memberikan cairan
makanan jika klien
melalui iv atau
tidak mampu untuk
makanan melalui
memasukkan
selang.
segala sesuatu
melalui mulut.

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke


jaringan
Tujuan : pasien dapat melakukan aktivitas (misalnya : dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari) dengan kriteria hasil :
a. Pasien tak tampak lemah selama beraktivitas
b. Tidak sianosis
c. RR : 16-20 x/menit
d. Nadi : 60-100 x/menit
e. Pasien tidak mengalami sesak napas

Intervensi Rasional
1. 1.
Tindakan Mandiri 1. Mempertahankan
1. Jelaskan alasan keseimbangan suplay o2
pembatas aktivitas kebutuhan
2. Bantu pasien memenuhi 2. Memperbaiki dan
kebutuhan sehari-hari meningkatkan kemampuan
secara bertahap jantung beradaptasi dengan
3. Rencanakan program beban
aktivitas dan istirahat 3. Istirahat menghemat energi
yang seimbang dan aktivitas meningkatkan
4. Monitor tekanan darah kekuatan otot
sebelum dan sesudah 4. Obat-obat dapat
aktivitas terutama bila menyebabkan orthostatik
klien dapat terapi hypotensi
diuretik, beta 5. Nyeri dan emosi
bloker,vasodilator meningkatkan pemakaian
5. Catat respon ubuh energi. Obat beta bloker
terhadap aktivitas dan sedative berdampak
seperti nadi cepat dan pada kelelahan
irreguler, sesak napas,
pucat, keringat dingin

Tindakan Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan 1. Meningkatkan kadar

dokter dalam oksigen dalam jaringan

pemberian oksigen

3. Implementasi (Pelaksanaan)
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah
aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan
bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan
kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama, seperti
dokter dan petugas kesehatan lain.
Bentuk implementasi keperawatan adalah sebagai berikut:
a. Bentuk perawatan pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru
atau mempertahankan masalah yang ada.
b. Pengajaran atau pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu
menambah pengetahuan tentang kesehatan.
c. Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien.
d. Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan
lainnya sebagai bentuk perawatan holistik.
e. Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk
memecahkan masalah kesehatan.
f. Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.
4. Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya.
Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai
dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Daftar tujuan-tujuan pasien
b. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
c. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien
d. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak
jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,
lalu dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta
apakah perlu dilakukan perubahan intervensi.
Pathofisiologi Asma
Faktor Prepitasi :

1. Alergen
Faktor Predisposisi : 2. Perubahan cuaca
genetik Reaksi Antigen, Antibodi 3. Stres
4. Lingkungan Kerja
Terbentuk Ig E
5. Olahraga atau
Terbentuk degranulasi sel mast atau basofil aktivitas jasmani yg
berat
Pelepasan media humoral (Histamin, SRS-A, Serotonin, Kinin)

Merangsang Kontraksi Sel-Sel Otot Polos

Spasme Otot Bronkus, Sekresi Kelenjar Meningkat, Inflamasi Dinding Bronkus

Bronkospasme (obstruksi saluran napas)

Udara Distal di Tempat Terjadinya Obstruksi Tidak Bisa Diekspirasikan

Volume Residu Meningkat

Peningkatan Usaha dan Frekuensi Pernapasan

Dan Penggunaan Otot Bantu Pernapasan


B1 B2 B3 B4 B5 B6

Hiperkarbia,
Alergen Hiperkarbia, Hipoksia Hiperkarbia,hipoksia Hiperkarbia,
Hiperkarbia hipoksia
hipoksia
,hipoksia

Spasme otot polos Kadar O2 Sesak Napas Sesak napas


bronkiolus Kadar O2
dalam darah
Sesak nafas
menurun Penurunan Masukan
Metabolisme aerob
Degranulasi sel Asupan cairan oral Oral
Suplai O2 ke berubah menjadi
mast yang tidak adekuat
Ketidakefektifan jaringan otak metabolisme
Pola Pernapasan
Ketidakseimbangan Nutrisi, anaerob
Sekresi histamine Nutrisi Kurang Dari
Oliguria
Penurunan Kebutuhan Produksi asam
tingkat
Pembentukan mukus kesadaran laktat
Kekurangan Volume
Cairan
Resiko Cedera Kelelahan

Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Intoleransi
Aktivitas

Anda mungkin juga menyukai