LP Vulnus Laceratum
LP Vulnus Laceratum
Disusun Oleh :
Mardiah
(PO0220219019)
1. Definisi
Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diridari trauma luar serta
masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, makadapat menyebabkan luka/vulnus. Kulit merupakan
organ tubuh yang terletak paling luar dari tubuh manusia dan merupakan organ terbesar tubuh. Kulit pada
orang dewasa rerata memiliki berat 9 pon dan melingkupi area permukaan sekitar 2,1 m2 dengan berat
sekitar 10% berat badan. 16 Kulit tersusun oleh banyak macam jaringan, termasuk pembuluh darah, kelenjar
lemak, kelenjar keringat, saraf, jaringan ikat, otot polos dan lemak (Nur Rohiem, 2017).
Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh. Luka sering sekali terjadi dalam aktivitas
sehari-hari. Biasanya luka yang terjadi bervariasi bentuk dan dalamnya sesuai dengan benda yang
mengenainya. Jika tidak diobati, luka dapat menyebabkan infeksi. Luka merupakan gangguan integritas
jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. Pertama saat
barier rusak akibat ulkus, luka bakar, trauma, atau neoplasma maka sangat penting mengembalikan
integritasnya dengan segera. Kedua Penyembuhan luka didefinisikan sebagai fenomena komplek yang
melibatkan berbagai tahapan proses, regenerasi dari proses inflamasi parenkim, migrasi dan proses
proliferasi baik dari sel jaringan parenkim dan ikat, sintesis protein matriks ekstraselular, renovasi dari
jaringan ikat dan komponen parenkim. Terdapat tiga fase pada proses fisiologis penyembuhan luka yaitu
fase inflamasi, fase proliferasi, dan fase remodeling. Semua fase ini dikendalikan oleh berbagai sitokin
termasuk beberapa faktor pertumbuhan yang telah diidentifikasi dalam penyembuhan luka (Siti Hariyanti,
2015).
Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi jaringan tubuh yang terputus. Bentuk luka
bermacam-macam, terdapat bentuk sederhana seperti kerusakan pada epitel kulit dan bentuk kerusakan
yang dalam seperti jaringan subkutis, lemak, dan otot bahkan tulang beserta strukturnya yaitu tendon, syaraf,
dan pembuluh darah sebagai dari bentuk akibat trauma dan ruda paksa (T Velnar dalam Novaprima 2019).
Mansjoer (2007) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat
kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”. Vulnus Laseratum ( luka robek )
adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di
dalam seperti patah.
2. Etiologi
a. Mekanik
Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi tajam atau runcing. Misalnya
luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
Benda tumpul
Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
Trauma fisika
Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion primer, heat exhaustion
sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat cramps.
Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin diantaranya hyperemia, edema dan
vesikel,
Luka akibat trauma listrik
Luka akibat petir
Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2007)
c. Radiasi
3. Faktor risiko
Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
1) Alat yang tumpul.
2) Jatuh ke benda tajam dan keras.
3) Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
4) Kecelakaan akibat kuku dan gigitan”
4. Anatomi dan Pathofisiologi.
1) Kulit.
Price 2011 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis, dermis,
lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benang pertahanan terhadap
bakteri virus dan jamur. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat
jahitan ujung syaraf yang saling bertautan”.
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber inti dan bertanduk.
2) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk setelah
mengalami proses di ferensiasi .
b. Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut kolagen elastin, dan
retikulum yang tertanam dalam substansi dasar. Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah
dan syaraf yang menyokong nutrisi pada epidermis. Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat
limfosit. Limfosit sel masuk dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi
benda-benda asing. Serabut-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis
pada dermis.
c. Lemak Subkutan
Price (2013) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit ketiga yang terletak di
bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi untuk mempertahankan daya tarik
seksual pada kedua jenis kelamin”.
2) Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi dengan
sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut silindris yang mempunyai sifat sama
dengan sel dari jaringan lain.semua sel di ikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan
ikat yang mengandung unsur kontaktil.
3) Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang menghimpun serta
menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan prosesnya di sebut neuron. Sel saraf
terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus dengan nukleus besar dan berdinding sel
lainnya.berbagai juluran timbul (prosesus) timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan
rangsangan saraf kepada dan dari sel saraf.
Gangguan
8.mobilitas fisik nekrosis
Resiko infeksi
Kusuma Hardi, dan Amin Huda Nararif, 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
(North American Nursing Diagnosis Assosiation) NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Mediaction,
Yogyakarta.
9. Manifestasi Klinis
Mansjoer (2007) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
f. Tampak lecet atau memar di setiap luka.
11. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka,
tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik
dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan
luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2 menit).
Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi
2% membunuh spora dalam 2-3 jam
b) Povidon Yodium(Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium dengan
polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil
karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat
bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam
mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
Oksidansia
- Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat
oksidator.
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan
membunuh kuman anaerob
Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
- Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat
keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts)
Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
Derivat fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan genitalia eksterna
sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa
serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2007).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan meningkatkan biaya
perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap
luka. Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini
sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini
merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya
mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion
Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (ISO Indonesia,2015).
3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses
penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda
asing.
ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
iii. Berikan antiseptik
iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
v. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer,
sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh
per sekundam atau per tertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan
berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada penilaian kondisi luka.
Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan
yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah
berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor
maka perlu diberikan antibiotik. (Carpenito L.J. 2010)
12. Komplikasi
1. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang
disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi,
dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan
oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
3. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
4. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
13. Penatalaksanaan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka,
tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian
antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihan akan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
a. Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b. Halogen dan senyawanya
c. Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2%
membunuh spora dalam 2-3 jam
d. Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan kompleks yodium
dengan polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan
stabil karena tidak menguap.
e. Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptik borok.
f. Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid
dan fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa, dan
baunya tidak menusuk hidung.
g. Oksidansia
h. Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak lemah berdasarkan sifat
oksidator.
i. Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan
membunuh kuman anaerob.
j. Logam berat dan garamnya
k. Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
l. Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat
keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (korts).
m. Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
n. Derivat fenol.
o. Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik wajah dan eksterna sebelum
operasi dan luka bakar.
p. Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
q. Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan
berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok
bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan
pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya perawatan.
Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain
larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain yang saat ini sering
digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan
cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai
komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+ 154
mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO Indonesia,2000:18).
3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris
(InETNA, 2004:16). Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda
asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3. Berikan antiseptik
4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal.
5. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit
primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan
berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi luka.
Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan
yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang
mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor
maka perlu diberikan antibiotik.
8. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan
tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jWidiyas pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap
penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).
14. Pencegahan
a. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic, misalnya alcohol,
halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat.
b. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari terjadinya infeksi, membuang jaringan
nekrosis dan debris (INETNA, 2004).
c. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas
sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
d. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
e. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic.
BAB II
ASKEP
1. Fokus Pengkajian
Doenges (2009, p.217) menyatakan bahwa untuk mengkaji pasien dengan vulnus laseratum di
perlukan data-data sebagai berikut:
a. Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak,
perubahan aktifitas.
b. Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
c. Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
d. Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
e. Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera ,
kemerah-merahan.
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa tidur.
g. Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan otot.
b. Gangguan integritas kulit b/d kerusakan jaringan.
c. Resiko tinggi infeksi b/d perawatan luka tidak efektif.
d. Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan.
3. Intervensi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon pasien
selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah&Walid, 2012)
Implementasi menurut teori adalah mengidentifikasi bidang bantuan situasi yang membutuhkan
keperawatan pada pasien cedera cedera kepala, pada prinsipnya adalah menganjurkan pasien untuk
banyak minum, mengobservasi tanda-tanda vital, mengawasi pemasukan dan pengeluaran cairan,
keperawatan secara lengkap yaitu: jam, tanggal, jenis tindakan, respon pasien dan nama lengkap
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien dengan
tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah&Walid,2012)
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang menentukan apakah tujuan ini
telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana tindakan untuk meningkatkan kualitas
keperawatan, perawat harus mengevaluasi keberhasilan rencana penilaian atau evaluasi diperoleh
dari ungkapan secara subjektif oleh klien dan objektif didapatkan langsung dari hasil pengamatan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito L.J. 2010. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis. (terjemahan) Edisi 6. EGC: Jakarta.
Chada, P.V. 2011. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya Medika: Jakarta.
Guyton & Hall. 2015. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.
Mansjoer,A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Medika Auskulapius FKUI: Jakarta.
Tucker.S.M. 2008. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (Terjemahan).
Volume 2. Edisi 2. EGC: Jakarta.