Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semua zat yang ada disekitar kita, yang setiap saat kita lihat terdiri atas materi. Materi
didefinisikan sebagai sesuatu yang memiliki massa dan volum. Papan tulis yang ada di kelas,
kursi yang kita duduki, udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, sendok dan garpu dan
lainnya terdiri atas materi.  merupakan contoh makanan dan bahan yang kita manfaatkan dalam
kehidupan sehari-hari kita.
Secara umum, campuran dapat diklasifikasikan menjadi larutan, koloid dan suspensi
(campuran). Hal ini didasarkan pada ukuran partikel-partikel zat terlarut (fase terdispersi) dalam
pelarut (medium pendispersi)nya. Adakalanya suatu campuran mengandung zat terlarut dan zat
koloid atau zat terlarut dan suspensi sekaligus. Air sungai, sebagai contoh, mengandung pasir
dan berbagai partikel kasar yang lain. Jika air sungai disaring, biasanya masih mengandung
pertikel koloid selain zat-zat terlarut. Demikian juga halnya dengan udara, udara yang bersih
merupakan larutan dari berbagai jenis gas. Akan tetapi, pada umumnya udara mengandung
partikel koloid berupa debu, asap, atau kabut.
Koloid mudah dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo, serta awan
merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga
merupakan sistem koloid. Kimia koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena
kepentingannya. Dalam kehidupan sehari-hari ini, sering kita temui beberapa produk yang
merupakan campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara
merata/homogen. Misalnya saja saat ibu membuatkan susu untuk adik, serbuk/tepung susu
bercampur secara merata dengan air panas. Produk-produk seperti itu adalah sistem koloid.
Dapat dikatakan bahwa sistem koloid memiliki peran penting dan sudah menjadi bagian
dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu, pembelajaran dan pemahaman mengenai kimia koloid
sangat diperlukan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kimia koloid yang ruang lingkupnya sangat luas, penulis membatasi
permasalahannya, yaitu:

1.2.1 Apakah pengertian koloid?


1.2.2 Apa sajakah penggolongan dari koloid?
1.2.3 Apa saja jenis-jenis koloid?
1.2.4 Apa saja sifat-sifat koloid?
1.2.5 Bagaimana kestabilan koloid?
1.2.6 Bagaimana cara pembuatan koloid?
1.2.7 Apa saja penggunaan koloid dalam kehidupan?

1
1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang disampaikan penulis, tujuan dari pembahasan kimia


koloid, yaitu:

1.3.1 Mendeskripsikan pengertian koloid


1.3.2 Mendeskripsikan penggolongan dari koloid
1.3.3 Mendeskripsikan jenis-jenis koloid
1.3.4 Mendeskripsikan sifat-sifat koloid
1.3.5 Mendeskripsikan kestabilan koloid
1.3.6 Mendeskripsikan cara pembuatan koloid
1.3.7 Mendeskripsikan penggunaan koloid dalam kehidupan

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Koloid


Kata koloid berasal dari bahasa Yunani kolla yang berarti lem, karena dahulu koloid
dianggap mirip lem. Klasifikasi koloid yang pertama diajukan oleh Von Weimar dan Ostwald,
istilah sistem terdispersi diperkenalkan, dan ukuran partikel digunakan sebagai faktor utama
dalam klasifikasi dan karakterisasi koloid.
Koloid adalah zat yang terdiri atas medium homogen dan partikel yang terdispersi di
dalamnya. Namun, tidak semua sistem terdispersi merupakan koloid.
Menurut Lumière dan Staudinger, semua koloid dapat digolongkan menjadi koloid
molekuler dan koloid asosiasi (miselar). Partikel koloid molekuler adalah makromolekul tunggal,
dan strukturnya kurang lebih sama dengan struktur molekul kecil, yaitu atom-atom terikat oleh
ikatan kimia sejati. Contoh: tepung, polyvinyl chloride (PVC), spherocolloids seperti glikogen,
albumin, dan sebagainya.
Thomas Graham (1805-1809) banyak mempelajari tentang kecepatan difusi (gerak)
partikel materi sehingga ia dapat merumuskan hukum tentang difusi. Dari pengamatannya,
ternyata gerakan partikel zat dalam larutan ada yang cepat dan lambat. Umumnya yang berdifusi
cepat adalah zat berupa kristal sehingga disebut kristaloid, contohnya NaCl dalam air. Akan
tetapi, istilah ini tidak populer karena ada zat yang bukan kristal berdifusi cepat, contohnya HCl
dan H2SO4. Yang lambat berdifusi disebabkan oleh partikelnya mempunyai daya tarik (perekat)
satu sama lain, contohnya putih telur dalam air. Zat seperti ini disebut koloid (bahasa
Yunani : cola = perekat).
Kecepatan difusi menurut Graham bergantung pada massa partikel, makin besar massa
makin kecil kecepatannya. Massa ada hubungannya dengan ukuran partikel, yang massanya
besar akan besar pula ukuran partikelnya. Berdasarkan ukuran partikel, campuran dapat dibagi
menjadi tiga golongan yaitu larutan sejati (misalnya larutan gula), koloid (misalnya larutan susu),
dan suspensi kasar (misalnya larutan pasir).
Dalam larutan sejati, seperti larutan gula atau larutan garam,partikel zat terlarut
mengandung ion atau molekul tunggal. Pada sisi lain ada yang disebut dengan suspensi,yang
mana partikelnya mengandung lebih dari satu molekul dan cukup besar untuk dilihat oleh mata
atau dibawah mikroskop .Diantara keduanya akan ditemukan suatu koloid,yang mana partikelnya
mungkin mengandung lebih dari satu molekul tetapi tidak cukup besar untuk dapat dilihat
dengan mikroskop biasa (Laider,1982).
Partikel – paritkel yang terletak dalam jarak ukuran koloidal mempunyai luas permukaan
yang sangat besar dibanding dengan luas permukaan partikel – partikel yang lebih besar dengan
volume yang sama. (Moechtar,1989) Diameter partikel dalam larutan sejati lebih kecil dari 1
mµ. Bila diameter partikel – partikel dalam larutan terletak diantara 1- 100 mµ ,sistem disebut
campuran kasar atau dispersi kasar (Sukardjo,1997).

3
Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat terbagi halus atau terdispersi dalam zat
lain, koloid merupakan suatu sistem dispersi, karena terdiri dari dua fasa, yaitu fasa terdispersi
(fasa yang tersebar halus) dan fasa pendispersi. Fase terdispersi umumnya memiliki jumlah yang
lebih kecil atau mirip dengan zat terlarut dan fasa pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip
pelarut dalam suatu larutan(Yazid,2005). Zat yang terdispersi tersebut berjarak ukuran antara
dimensi partikel–partikel atomik dan molekular sampai partikel–partikel yang berukuran
milimeter, ukurannya dapat diklasifikasikan baik yang sebagai membentuk dispersi molekular
maupun dispersi koloidal. Beberapa suspensi dan emulsi dapat mengandung suatu jarak ukuran
partikel sedemikian sehingga partikel–partikel nya yang kecil masuk dalam jarak koloidal,
sedangkan yang besar – besar dapat diklasifikasikan sebagai partikel–partikel kasar
(Moechtar,1989).

2.2 Penggolongan Koloid


Menurut Bird (1993),cara penggolongan koloid yang lebih umum adalah: 1. Dispersi
koloid, sistem ini terjadi secara termodinamik tidak stabil karena nisbah permukaan volume yang
sangat besar. 2 . Larutan koloid sejati, yang terjadi dari larutan dengan zat terlarut yang berat
Molekulnya tinggi (makromolekul seperti protein ,karbohidrat, dan sebagainya) sistem ini secara
termodinamik stabil. 3. Koloid asosiasi (Association colloid) (kadang-kadang dinamakan koloid
elektrolit (colloid electrolyte). Sistem ini terdiri dari molekul – molekul yang berat molekulnya
rendah yang beragreasi membentuk partikel berukuran koloid.Sistem ini juga stabil secara
termodinamik, contoh dari koloid asosiasi seperti sabun dan detergen, larut dalam air tetapi tidak
membentuk larutan, melainkan koloid. Molekul sabun atau detergen terdiri atas bagian yang
polar (disebut kepala) dan bagian yang non polar (disebut ekor).

2.3 Jenis Koloid


Karena baik solut maupun pelarut mempunyai tiga macam fase; yaitu gas, cair dan padat
maka terdapat 8 macam sistem koloid (sebab campuran gas dengan fasa gas akan membentuk
sistem homogen ) seperti pada tabel berikut :
Fasa Fasa
Penyebutan Nama Contoh
Terdispersi Pendispersi
Gas Cair Gas dalam cair Buih Busa sabun
Gas Padat Gas dalam padat Busa padat Karet busa
Cair Gas Cair dalam gas Aerosol cair Kabut
Cair Cair Cair dalam cair Emulsi Susu
Cair Padat Cair dalm padat Emulsi padat Mentega
Padat Gas Padat dalam gas Aerosol pdt Asap
Padat Cair Padat dalam cair Sol Lart kanji
padat padat Padat dlm padat Sol padat Camp logam
( perunggu )

4
2.3.1 Jenis partikel koloid
1. Koloid Liofil
Koloid liofil adalah koloid yang suka berikatan dengan mediumnya sehingga sulit
dipisahkan atau sangat stabil. Liofil berarti suka cairan (Yunani: lio = cairan, philia = suka).
Contohnya agar-agar, tepung kanji, gelatin dalam air panas , lem karet, protein, sabun, detergen,
dan cat.
2. Koloid Liofob
Koloid liofob adalah koloid yang tidak menyukai mediumnya sehingga cenderung
memisah, dan akibatnya tidak stabil. Liofob berarti takut cairan (Yunani = phobia = takut/benci).
Koloid liofob biasanya terdiri atas zat anorganik semula. Contoh koloid liofob adalah sol emas.

Macam Koloid Berdasarkan Interaksinya dengan Pelarut ( Air )


1. Koloid Hidrofil ; yaitu koloid yang dapat campur dengan air , dapat diencerkan dan lebih
stabil . Contohnya klid dari senyawa-senyawa organik, misalnya kanji (amilum), agar-
agar, dsb
2. Koloid Hidrofob ; kebalikan dari koloid hidrofil, yaitu tidak campur dengan air, sehingga
tidak dapat diencerkan dan kurang stabil. Contoh : Kebanyakan koloid dari senyawa
anorganik, misalnya sol belerang ( S ) , Fe(OH)3 , dsb

2.4 Sifat - Sifat Koloid


2.4.1 Sifat Fisika
Sifat fisika koloid berbeda-beda tergantung jenis koloidnya. Pada koloid hidrofob sifat-
sifat seperti rapatan, tegangan permukaan dan viskositasnya hampir sama dengan medium
pendispersinya. Pada koloid hidrofil karena terjadi hidrasi, sifat-sifat fisikanya sangat berbeda
dengan mediumnya. Viskositasnya lebih besar dan tegangan permukaannya lebih kecil.

2.4.2 Sifat Koligatif


Suatu koloid dalam medium cair juga mempunyai sifat koligaif. Sifat ini hanya
bergantung pada jumlah partikel koloid bukan pada jenisnya. Sifat-sifat koligatif koloid
umumnya lebih rendah daripada lautan sejati dengan jumlah partikel yang sama (Yazid, 2005).
Ini disebabkan karena butir-butir koloid terdiri atas beribu-ribu molekul,sedangkan pengaruh
terhadap sifat koligatif hanya ditentukan oleh jumlah molekul (Sukardjo, 1997)

2.4.3 Sifat Optis


Walaupun secara definisi partikel koloid terlalu kecil untuk dapat dilihat oleh mikroskop
biasa mereka dapat dideteksi secara optikal. Ketika cahaya dilewatkan melalui medium yang
mengandung partikel yang tidak lebih besar daripada 10-9 m, berkas cahaya tersebut tidak dapat
dideteksi dan medium tersebut disebut optically clear. Ketika partikel koloid hadir,

5
bagaimanapun, sebagian cahaya akan dihamburkan, dan sebagian lagi akan diteruskan dalam
intensitas yang rendah. Penghamburan ini dikenal dengan nama efek Tyndall (Laider, 1982).
Efek Tyndall dapat digunakan untuk mengamati partikel-partikel koloid dengan
menggunakan mikroskop. Karena intensitas hamburan cahaya bergantung pada ukuran partikel,
maka efek Tyndall juga dapat digunakan untuk memperkirakan berat molekul koloid. Partikel-
partikel koloid yang mempunyai ukuran kecil, cendrung untuk menghamburkan cahaya dengan
panjang gelombang pendek. Sebaliknya partikel-partikel koloid yang mempunyai ukuran besar
cendrung untuk menghamburkan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang (Bird,
1993).

, Jika partikel berbentuk bola maka:

dimana = atau

Keterangan: Vm= Volume partikel


m = massa partikel
d = rapat partikel atau massa jenis
n = mol

2.4.4 Sifat kinetik


a. Gerak Brown

6
Partikel koloid bila diamati dibawah mikroskop ultra akan nampak sebagai bitik-bintik
bercahaya yang selalu bergerak secara acak dengan jalan berliku-liku. Gerakan acak partikel
koloid dalam suatu medium pendispersinya disebut gerak Brown. Terjadinya gerakan ini
disebabkan oleh banyaknya tabrakan molekulmolekul medium pendispersi tidak sama (tidak
setimbang) (Yazid, 2005).

b. Pengendapan (sedimentasi)
Partikel-partikel koloid mempunyai kecendrungan untuk mengendap karena pengaruh
gravitasi bumi. Hal tersebut bergantung pada rapat massa partikel terhadap mediumnya. Jika
rapat massa partikel lebih besar dari medium pendispersinya, maka partikel tersebut akan
mengendap. Sebaliknya bila rapat massanya lebih kecil akan mengapung.
Koagulasi endapan koloid dapat dipercepat oleh suhu tinggi dan pengadukan serta
dengan penambahan elektrolit tertentu. Dengan suhu tinggi berarti akan menurunkan viskositas
dan menaikkan selisih rapatan. Namun faktor-faktor ini pengaruhnya relatif kecil terhadap
kecepatan pengendapan (Yazid, 2005).

c. Difusi
Partikel zat terlarut akan mendifusi dari larutan yang konsentrasinya tinggi ke daerah
yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi erat kaitannya dengan gerak Brown, sehingga dapat
dianggap molekul-molekul atau partikel-partikel koloid mendifusi karena adanya gerak Brown.
Kecendrungan dari zat untuk berdifusi dinyatakan dengan koefisien difusi. Menurut Graham,
butir-butir koloid berdifusi sangat lambat karena ukuran partikelnya relatif besar (Yazid, 2005).

d. Tekanan osmosis

7
2.4.5 Sifat Listrik
Permukaan partikel koloid mempunyai muatan listrik karena terjadinya ionisasi atau
penyerapan ion-ion dalam larutan. Akibatnya partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik.
(Yazid, 2005). Bila partikel koloid yang bermuatan ditempatkan pada medan listrik, maka
partikel tadi akan bergerak ke arah salah satu elektroda bergantung pada muatannya. Proses ini
dikenal dengan nama elektroforesis. Laju gerakan partikel (cm/det) dalam medan listrik dengan
gradien potensial (volt/cm) dikenal sebagai mobilitas partikel tersebut (Bird, 1993).

2.5 Kestabilan Koloid


Ada dua gaya pada sistem koloid yang menentukan kestabilkan koloid tersebut.Gaya
yang pertama adalah gaya tarik-menarik yang dikenaldengan nama gaya London-van der waals.
Gaya ini cenderung menyebabkan partikel-partikel koloid berkumpul membentuk agregat dan
kemudian mengendap. Gaya yang kedua adalah gaya tolak menolak yang disebabkan oleh
pertumpang tindihan lapisan ganda elektrik yang bermuatan sama.Gaya ini menstabilkan
dispersi koloid.
Sebenarnya ada gaya ketiga yang mempengaruhi kestabilan koloid.Gaya ini kadang –
kadang dapat menyebabkan terjadinya agregasi dan terkadan juga dapat meningkatkan kestabilan
koloid.Gaya tersebut adalah gaya tarik menarik antara partikel koloid dengan medium
pendispersinya.Biasanya gaya tarik ini cenderung untuk menstabilkan partikel koloid dan dalam
beberapa hal memegang peranan penting dalam menentukan kestabilan sistem koloid secara
keseluruhan.(Bird,1993).

2.6 Cara Pembuatan Koloid


Ukuran partikel koloid terletak antara partikel larutan sejati dan partikel suspensi. Oleh
karena itu, sistem koloid dapat dibuat dengan pengelompokkan (agregasi) partikel larutan sejati
atau menghaluskan bahan dalam bentuk kasar kemudian didispersikan ke dalam medium
pendispersi. Cara yang pertama disebut cara kondensasi, sedangkan yang kedua disebut cara
dispersi.

2.6.1 Cara Kondensasi


Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi
partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks,
hidrolisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut.
1. Reaksi Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh:

8
 Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H 2S) dengan belerang dioksida
(SO2), yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam SO2.
2H2S (g) + SO2 (aq)  2H2O (l) + 3S (koloidal)
 Pembuatan sol emas dari reaksi antara larutan HAuCl 4 dengan larutan K2CO3 dan HCHO

(formaldehida).
2HAuCl4 (aq) + 6K2CO3 (aq) + 3HCHO (aq)  2Au (koloidal) + 5CO2 (g) + 8KCl(aq) + 3HCOOK (aq) +
KHCO3 (aq) + 2H2O (l)
2. Hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air.
Contoh:
 Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air mendidih ditambahkan

larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3.


FeCl3 (aq) + 3H2O (l)  Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl (aq)
3. Dekomposisi Rangkap
Contoh:
 Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan H2S.

2H3AsO3 (aq) + 3H2S (aq)  As2S3 (koloid) + 6H2O (l)


 Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampurkan larutan perak nitrat encer dengan larutan HCl

encer
AgNO3 (aq) + HCl (aq)  AgCl (koloid) + HNO3 (aq)
4. Penggantian Pelarut
Contoh:
 Larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu koloid berupa

gel.

2.6.2 Cara Dispersi


1. Cara Mekanik
Butir-butir kasar digerus dengan lumpang atau penggiling koloid sampai diperoleh
tingkat kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium dispersi.
Contoh:
 Sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu zat

inert (seperti gula pasir), kemudian mencampur serbuk halus itu dengan air.
2. Cara Peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan
dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar
menjadi butir-butir koloid. Istilah peptisasi dikaitkan dengan peptonisasi, yaitu proses
pemecahan protein (polipeptida) yang dikatalisis oleh enzim pepsin.
Contoh:
 Agar-agar dipeptisasi oleh air, nitroselulosa oleh aseton, karet oleh bensin. Endapan NiS

dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.

9
2.6.3 Cara Busur Bredig
Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan
koloid digunakan sebagai elektroda yang dicelupkan dalam medium dispersi, kemudian diberi
loncatan listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula atom-atom logam akan terlempar ke dalam
air, lalu atom-atom tersebut mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi,
cara busur ini merupakan gabungan cara kondensasi dan cara dispersi.

2.7 Penggunaan Koloid dalam Kehidupan


Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan
untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil
untuk produksi dalam skala besar.
Berikut adalah aplikasi koloid :
Jenis industry Contoh aplikasi
Industri makanan Keju, mentega, susu, saus salad
Industri kosmetika dan perawatan tubuh Krim, pasta gigi, sabun
Industri cat Cat
Industri kebutuhan rumah tangga Sabun, deterjen
Industri pertanian Peptisida dan insektisida
Industri farmasi Minyak ikan, pensilin untuk suntikan
Berikut adalah penjelasan mengenai aplikasi koloid :
1.      Pemutihan Gula
Gula tebu yang masih berwarna dapat diputihkan. Dengan melarutkan gula ke dalam air,
kemudian larutan dialirkan melalui sistem koloid tanah diatomae atau karbon. Partikel koloid
akan mengadsorpsi zat warna tersebut. Partikel-partikel koloid tersebut mengadsorpsi zat warna
dari gula tebu sehingga gula dapat berwarna putih.
2.      Penggumpalan Darah
Darah mengandung sejumlah koloid protein yang bermuatan negatif. Jika terjadi luka, maka
luka tersebut dapat diobati dengan pensil stiptik atau tawas yang mengandung ion-ion Al 3+ dan
Fe3+. Ion-ion tersebut membantu agar partikel koloid di protein bersifat netral sehingga proses
penggumpalan darah dapat lebih mudah dilakukan.
3.      Penjernihan Air
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah liat,lumpur,
dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk menjadikannya
layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar partikel koloid tersebut dapat
dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang terdapat

10
pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang bermuatan
positif melalui reaksi:
Al3+   +   3H2O     à    Al(OH)3   +      3H+
Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah
liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama
tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi.

11
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Simpulan
Berdasarkan pada penulisan di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil sebagai
berikut.
 Sistem dispersi adalah sistem dimana suatu zat terbagi halus atau terdispersi dalam zat
lain, koloid merupakan suatu sistem dispersi, karena terdiri dari dua fasa, yaitu fasa
terdispersi (fasa yang tersebar halus) dan fasa pendispersi. Campuran yang terletak antara
medium dispersi disebut koloid.
 Sistem koloid tersusun dari fase terdispersi yang tersebar merata dalam medium
pendispersi. Fase terdispersi dan medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan
gas.
 Sifat koloid : Sifat Fisika, sifat koligatif, sifat optis, dan sifat kinetik

3.2 Saran
Harapan penulis dari simpulan tersebut yaitu, penulis dapat merumuskan beberapa
saran, diantaranya :
1. Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui koloid apa saja yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Diharapkan agar pembaca dapat menguasai materi koloid tidak hanya pada makalah ini,
lebih baik dari berbagai sumber lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Bird, Tony. 1993. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia


Eistein Yazid. 2005.Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta. Yogyakarta.
Laider, K. J. 1982. Physical Chemistry. California :The Benjamin/Cummings Publishing
Company Inc.
http://kimiamania11.blogspot.com/2011/02/sistem-koloid.html. Diakses Pada Tanggal 15
Maret 2015 Pukul 13.28 WIB

https://anggiwilianandini.wordpress.com/kimia-kelas-xi/sistem-koloid/koloid-pencemar/
Diakses Pada Tanggal 15 Maret 2015 Pukul 13.50 WIB

http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/07/contoh-koloid-pelindung-dan-koloid-
asosiasi.html Diakses Pada Tanggal 15 Maret 2015 Pukul 14.05 WIB

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33774/4/Chapter%20II.pdf Diakses Pada


Tanggal 15 Maret 2015 Pukul 14.00 WIB

13

Anda mungkin juga menyukai