Khairil Anwar - NIM.I2D020002 - Telaah Jurnal - Epidomologi Dan Kesmavet (S2)
Khairil Anwar - NIM.I2D020002 - Telaah Jurnal - Epidomologi Dan Kesmavet (S2)
TELAAH JURNAL
Oleh:
NIM : I2D020002
SEMESTER : 1 (Satu)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2020
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
TELAAH JURNAL 1................................................................................................ 1
TELAAH JURNAL 2................................................................................................ 7
TELAAH JURNAL 3................................................................................................ 11
ii
TELAAH JURNAL 1
Tahun 2014
Volume 24
Nomor 1
1
digunakan sebagai cetakan dalam proses PCR. Proses PCR untuk
mengubah RNA menjadi cDNA disebut dengan Reverse
Transciptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Sensitivitas dan spesifisitas RT-PCR konvensional dan real
time dapat ditingkatkan dengan modifikasi pengujian tersebut
seperti multiplex RT-PCR konvensional maupun real time dan
nested RT-PCR. Modifikasi pengujian ini telah banyak diterapkan
untuk mengidentifikasi genom virus di lapangan seperti Avian
Influenza (AI) dan Newcastle Diseases (ND).
2
Sinyal fluoresen akan meningkat seiring dengan bertambahnya
amplifikasi DNA PCR dalam reaksi. Reaksi selama fase
eksponensial dapat dipantau dengan mencatat jumlah emisi
fluoresen pada setiap siklus. Semakin tinggi tingkat ekspresi target
gen, maka deteksi emisi fluoresen semakin cepat terjadi.
Penggunaan teknologi probe novel fluoresensi dapat
meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas PCR real time. Terdapat
tiga tipe metode PCR real time yang sering digunakan untuk
deteksi asam nukleat dalam mikrobiologi klinik, yaitu TaqMan
probe, molecular beacon dan Fluorescence Resonance Energy
Transfer (FRET) probe hibridisasi.
Materi dan Pada jurnal ini tidak dijelaskan secara rinci mengenai materi
Metode
dan metode yang digunakan, penulis tidak membuat sub-bab
khusus untuk membahas tentang materi dan metode. Walaupun
demikian, setelah ditelaah lebih lanjut, maka dapat diketahui
materi dan metode yang digunakan.
Deteksi virus avian influenza menggunakan sampel yang
diambil dari jaringan dan swab kloaka unggas, sedangkan untuk
pemeriksaan virus New Catle Disease, sampel yang digunakan
diambil dari usapan trakea dan orofaring. Untuk memperoleh RNA
sebagai cetakan (template) pada proses RT-PCR, sampel harus
diisolasi atau diekstraksi terlebih dahulu sehingga diperoleh RNA
yang digunakan sebagai template untuk proses RT-PCR.
RT-PCR (Reverse Transcriptase-Polymerase Chain
Reaction) dimulai dengan proses reverse transcriptase (RT) atau
transkripsi balik dari RNA-DNA yang berlangsung pada suhu 42-
55 ºC. Proses PCR dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Denaturasi
cetakan cDNA beruntai ganda pada suhu 90 ºC sehingga menjadi
cetakan untai tunggal, 2) Annealing, proses penempelan primer
pada cetakan yang berlangsung pada suhu 50-60 ºC, suhu dimana
primer dapat melekat pada cetakan disebut dengan melting
temperature (Tm), dan 3) Ekstensi fragmen DNA oleh enzim
3
polimerase untuk menghasilkan kopi DNA baru yang berlangsung
pada suhu 70-78 ºC. Hasil PCR konvensional divisualisasikan
pada gel elektroforesis, sedangkan pada real time PCR, hasil
amplifikasi DNA dapat dideteksi dan diukur pada setiap siklusnya
karena menggunakan probe DNA fluoresen.
Hasil dan 1. Aplikasi dan Modifikasi Reverse Transcriptase-Polymerase
Pembahasan Chain Reaction untuk Deteksi Genom Avian Influenza
Desain primer yang spesifik untuk identifikasi subtipe
virus AI berdasarkan pada sekuen gen HA yang konsisten
diperoleh dengan menggunakan informasi sekuen asam amino
dari gen HA dengan variasi antara 20-74% untuk subtipe yang
berbeda dan variasi hanya 0-9% untuk subtipe yang sama.
Shankar et al. (2009) telah berhasil mengidentifikasi virus AI
dengan RT-PCR menggunakan set primer yang spesifik
terhadap gen Nukleoprotein (NP) dan HA (H5, H7 dan H9).
Sekuen primer yang digunakan berdasarkan Lee et al. (2001)
yang menghasilkan amplikon sebesar 488 bp untuk subtipe H9.
Hasil yang diperoleh pada jurnal ini menunjukan bahwa
penggunaan RT-PCR untuk mendeteksi genom virus avian
influenza mampu menghasilkan band positif dengan ukuran
330 bp dengan primer NP (nucleoprotein) dan divisualisasikan
dengan gel elektroforesis. Penggunaan primer gen HA
(hemaaglutinin) pada RT-PCR untuk mendeteksi genom virus
avian influenza mampu menghasilkan band positif dengan
ukuran sebesar 545 bp yang divisualisasikan pada gel
elektroforesis.
Sampel jaringan dan swab kloaka biasanya mengandung
beberapa penghambat PCR sehingga dapat menurunkan
sensitivitas pengujian rRT-PCR virus AI. Untuk
menghilangkan keberadaan zat penghambat PCR, maka
prosedur alternatif pada ekstraksi RNA virus AI sangat
diperlukan. Modifikasi penambahan lyopiliz dalam reagen rRT-
4
PCR untuk deteksi gen M virus AI menunjukkan hasil yang
lebih sensitif dibandingkan dengan reagen konvensioal.
2. Aplikasi dan Modifikasi Reverse Transcriptase-Polymerase
Chain Reaction untuk Deteksi Genom New Castle Disease
Modifikasi pengembangan RT-PCR telah berhasil
dilakukan dengan menggunakan primer umum untuk
mendeteksi semua tipe virus ND. Hasil yang ditampilkan pada
jurnal ini menunjukkan bahwa RT-PCR standar menggunakan
sampel orofaring mampu menghasilkan amplikon sebesar 365
bp, sedangkan sampel usapan kloaka tidak mampu
menghasilkan amplikon di 365 bp. Sampel usapan kloakan
menunjukkan hasil positif dengan ukuran amplikon sebesar 216
bp setelah diuji dengan RT-PCR nested.
Sensitivitas RT-PCR dapat ditingkatkan dengan
pengembangan modifikasi RT-PCR nested. Pada RT-PCR
nested, PCR tahap kedua (second-round) dilakukan dengan
menggunakan primer yang berbeda untuk mengamplifikasi
sekuen nukleotida pada bagian gen tertentu yang sulit
teramplifikasi pada saat RT-PCR tahap pertama (first-round).
Sensitivitas RT-PCR nested sampai 100 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan RT-PCR standar (first-round). Metode
ini menggunakan dua pasang primer. Sepasang primer pertama
untuk RT-PCR tahap pertama dan sepasang primer kedua
untuk RT-PCR tahap kedua. Adi et al. (2008) melaporkan
primer yang digunakan untuk mengamplifikasi target gen
phospho protein (P), matrix protein (M), hemagglutinin-
neuraminidase protein (HN) dan fusion protein (F) dengan RT-
PCR tahap pertama tidak mampu menghasilkan amplikon
sepanjang 1500 bp dengan jelas tetapi primer ini mampu
menghasilkan amplikon sepanjang 500 bp dengan jelas setelah
melalui RT-PCR tahap kedua (RT-PCR nested).
Kesimpulan Metode RT-PCR mempunyai sensitivitas dan spesifisitas
5
yang tinggi, resiko kontaminasi silang rendah, serta mampu
mendeteksi sampel dalam jumlah banyak dalam waktu yang
singkat. Penulis pada jurnal ini, penulis telah mampu
membuktikan bahwa modifikasi RT-PCR dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas pada deteksi genom virus AI dan ND.
Kelebihan 1. Jurnal ini mengulas tentang teknologi PCR yang menjadi gold
standard dalam mendeteksi penyakit.
2. Isi jurnal secara keseluruhan menarik untuk dibaca karena
menggunakan bahasa yang jelas dan mudah dimengerti,
terutama dalam menjelaskan istilah-istilah dalam PCR.
TELAAH JURNAL 2
6
Seller’s dan Fluorescent Antibody Technique (FAT) dalam
Mendiagnosa Penyakit Rabies pada Anjing di Bali
Tahun 2012
Volume 1
Nomor 1
Hal. 12-21
ISSN 2301-7848
7
Penulisan jurnal ini bertujuan untuk membandingkan tingkat
sensitivitas dan spesifisitas dari pewarnaan Seller’s dan uji
Fluorescent Antibody Technique (FAT) dalam mendiagnosis
penyakit rabies pada anjing di Bali.
8
14 sampel menunjukan hasil negatif palsu.
Infeksi virus rabies menginduksi terbentuknya formasi dari
badan inklusi sitoplasmik yang disebut badan Negri yang
ditemukan di dalam sitoplasma saraf yang terinfeksi (Lahaye et al.
2009). Badan Negri berbentuk bulat sampai oval, eosinofilik dan
memiliki struktur internal (Butts et al. 1984). Hasil negatif palsu
pada uji pewarnaan Seller’s dapat muncul pada kasus rabies
dimana hewa yang terinfeksi mati terlebih dahulu sebelum virus
sampai ke otak. Sedangkan hasil positif palsu muncul apabila
hewan yang terjangkit rabies diberikan vaksin inaktif sehingga
pada uji Seller’s ditemukan badan Negri. Hasil positif palsu juga
muncul pada anjing yang menderita distemper karena penyakit ini
menghasilkan badan inklusi yang bentuk dan warnanya dapat
menyerupai badan Negri yang terwarnai oleh pewarnaan Seller’s.
Uji FAT memperoleh sensitivitas dan spesifisitas yaitu
masing-masing 97,43% dan 100%. Dari 109 sampel, hanya
diperoleh 1 sampel yang menunjukan hasil negatif palsu. Hasil
negatif palsu kemungkinan disebakan karena sampel mengandung
virus yang telah inaktif. Dean da Abelseth (1973) melaporkan
bahwa sensitivitas dan spesifisitas pada uji FAT mencapai 98-
100%.
Kelebihan 1. Bahasa yang digunakan dalam jurnal ini cukup lugas, jelas
dan mudah dimengerti.
2. Sampel yag digunakan cukup banyak untuk mengkonfirmasi
tingkat sensitivitas dan spesifisitas pada uji FAT dan
pewarnaan Seller’s sehingga validitas data yang diperoleh
terjamin.
3. Pembahasan pada jurnal ini menurut saya cukup menarik
9
untuk dibaca, terutama dalam menjelaskan mengapa bisa
terjadi hasil positif palsu atau negatif palsu.
4. Hasil yang dicapai pada penelitian ini sudah mampu
menjawab tujuan penelitian yaitu membandingkan sensitivitas
dan spesifisitas uji pewarnaan Seller’s dan Uji FAT yang
dimana diperoleh hasil sensitivitas dan spesifisitas lebih
tinggi pada uji FAT.
TELAAH JURNAL 3
10
Penulis Yuriadi dan Ida Tjahajati
Tahun 2002
Volume 20
Nomor 2
Hal. 1-6
11
pengobatan pneumonia.
Hasil dan Hasil isolasi bakteri pada jurnal ini diperoleh 16 isolat
Pembahasan bakteri (6 genus) yang berasal dari saluran pernapasan kambing
PE penderita pneumonia diantaranya: Streptococcus sp.,
Staphylococcus sp., Corynebacterium sp., Proteus sp.,
Haemophylus sp. dan Mycoplasma sp. Hasil uji sensitivitas
menunjukan bahwa persentase bakteri yang sensitif terhadap
antibiotik yaitu 37,5% (penisilin), 31,25% (streptomisin), 43,75%
(ampisilin), 81,25% (tetrasiklin) dan 100% (neomisin). Sedangkan
persentase bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah 62,5%
(penisilin), 68,75% (streptomisin), 56,25% (ampisilin), 18,75%
(tetrasiklin) dan 0% (neomisin).
Hasil tersebut menunjukan bahwa antibiotik yang paling
sensitif adalah neomisin dan yang kedua adalah tetrasiklin.
Tingginya sensitivitas kedua antibiotik tersebut disebabkan karena
jarang digunakan untuk penanganan penyakit pneumoniam pada
kaming PE, sehingga kedua jenis antibiotik ini direkomendasikan
untuk digunakan pada penanganan penumonia dengan mengikuti
standar dan prosedur yang baik.
12
diperoleh 16 isolat bakteri penyebab penumonia pada kambing PE
yang diuji sensitivitas dan resistensinya terhadap antibiotik.
Antibiotik yang menunjukan senstivitas paling tinggi adalah
neomisin dan tetrasiklin dengan nilai masing-masing 100% dan
81,25%.
13