Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU

A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) merupakan airborne infection yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, pada umumnya menyerang bagian paru dengan cara
penularannya secara inhalasi/droplet (yaitu pada saat orang yang terinfeksi batuk, bersin,
berbicara, bernyanyi atau bernafas) serta ditandai oleh beberapa gejala saat fase aktif (Centers
of Disease Control’s Noon Conference, Javis dalam McLafferty, 2013; Gough, 2011; Gordon
dan Mwandumba dalam Mc Lafferty, 2013; WHO, 2013). Gejala yang timbul pada penderita
TB pada saat bakteri tersebut aktif, dimana pada orang yang sehat (memiliki sistem imun yang
baik) infeksi Mycobacterium tuberculosis tidak menimbulkan gelaja apapun, namun pada
orang yang positif terinfeksi TB paru biasanya ditandai dengan batuk (disertai sputum atau
darah), haemoptosis, susah nafas, letargi, malaise, nyeri dada, kelemahan, hilang berat badan,
demam dan berkeringat di malam hari (WHO, 2018; Health Protection Agency dalam Gough,
2015). Apabila terdapat gejala tersebut pada satu penderita yang mengindikasikan TB, maka
dapat dilakukan pemeriksaan X-Ray dan kultur sputum (Jarvis dalam McLafferty, 2018).
Penyakit tuberkulosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa
dengan perbandingan yang hampir sama antara laki- laki dan perempuan. Penyakit ini
biasanya banyak ditemukan pada penderita yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan
tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. Tuberkulosis pada
anak dapat terjadi di usia berapa pun, namun, usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.
Angka kejadian (prevalensi) TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian
meningkat setelah usia remaja dimana TB paru-paru menyerupai kasus pada penderita dewasa
(sering disertai kavitas pada paru-paru) (Somantri, 2017).

2. Etiologi
Robinson, dkk (2014) menyatakan bahwa TB paru disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang dapat ditularkan ketika seseorang penderita penyakit paru
aktif mengeluarkan organisme.Individu yang rentan menghirup droplet dan menjadi terinfeksi.
Bakteria di transmisikan ke alveoli dan memperbanyak diri.Reaksi inflamasi menghasilkan
eksudat di alveoli dan bronkopneumonia, granuloma, dan jaringan fibrosa. Ketika seseorang
penderita TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet
nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu
udara yang panas, droplet atau nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara
dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2015).
Smeltzer&Bare (2015) menyakan bahwa Individu yang beresiko tinggi untuk tertular
virus Tuberkulosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam
terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik dan ras
minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang
berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal ginjal
kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang beresiko
tinggi.

3. Klasifikasi TB Paru
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161 yaitu:
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
3) Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif dan
quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
b. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru
maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm.
Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar
tidak lebih dari sepertiga bagian paru
3) Far advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada
moderately advanced tuberkulosis.
Klasifikasi TB paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik, dan riwayat
pengobatan sebelumnya.Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan
untuk menentukan strategi terapi. Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu
Nasional Penanggulan Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan
positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang
tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung).

Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi TB (CDC, 2000 dalam Price dan


Lorraine, 2015)

Kela Tipe Keterangan


s

0 Tidak ada pajanan TB , Tidak terinfeksi Tidak ada riwayat terpajan, Reaksi
terhadap tes kulit tuberkulin negatif
1 Terpajan TB, Tidak ada bukti infeksi Riwayat terpajan, Reaksi tes kulit
tuberkulin negatif

2 Ada infeksi TB, Tidak timbul penyakit Reaksi tes kulit tuberkulin positif,
Pemeriksaan bakteri negatif (bila
dilakukan). Tidak ada bukti klinis,
bakteriologik, atau radiografik TB aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan M. Tuberculosis (bila dilakukan)
Sekarang terdapat bukti klinis
bakteriologik, atau radiografik penyakit
4 TB, tidak aktif secara klinis Riwayat episode TB, atau Ditemukan
radiografi yang abnormal atau tidak
berubah; reaksi tes kulit tuberkulin
positif; dan Tidak ada bukti klinis atau
radiografik penyakit sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda; pasien seharusnya tidak
boleh berada di kelas ini lebih
dari 3 bulan

4. Tanda dan Gejala


Gambaran klinis tuberculosis mungkin belum muncul pada infeksi awal dan mungkin
tidak akan pernah timbul bila tidak terjadi infeksi aktif.bila timbul infeksi aktif klien biasanya
memperlihatkan gejala :
a. Batuk
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini
diperlukan untuk membuang produk-poduk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus
pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yaknbi setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif. Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah
karena erdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus dinding
bronkus.
b. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang panas panas badan
dapat mencapai 40-14°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi
kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza
ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh dya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
c. Sesak nafas
Pada penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik atau melepaskan nafasnya.
e. Kelelahan Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu maka, berat badan makin kurus, sakit kepala,
nyeri otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur. (sudoyo, 2015)

5. Diagnosis
Tuberkulosis Diagnosis TBC paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen
yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan
dahak SPS diulang.
a. Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TBC
BTA positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
c. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.
d. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung
TBC, didiagnosis TBC.
e. Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA negatif
rontgen positif
f. Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.

6. Komplikasi
Komplikasi pada penderita TB Paru menurut (Alwi, 2017) adalah :
a. Komplikasi paru
atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis, pneumotoraks, gagal napas
b. TB ekstra paru
pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritontis, tb kelenjar limfe, kor pulmoal

7. Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang
pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Kemenkes RI, 2018)

8. Pengobatan
Pengobatan TB berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama. Obat-
obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang yang
sudah terjangkit infeksi. Menurut ATS (Price, 2055), tiga prinsip dalam pengobatan TB yang
berdasarkan pada: (a) Regimen harus termasuk obat-obat multipel yang sensitif terhadap
mikroorganisme. (b) Obat-obatan harus diminum secara teratur; dan (c) Terapi obat harus
dilakukan terus menerus dalam waktu ang cukup untuk menghasilkan terapi yang paling
efektif dan paling aman dalam waktu yang paling singkat. Dan faktor penting untuk
keberhasilan pengobatan adalah ketaatan penderita dalam meminum regimen obat.
Menurut Connolly et al. (2015), penggunaan obat dengan jangka waktu yang lama ini
didasarkan pada sifat bakteri, dimana Mycobacterium Tuberculosis memiliki: antibiotic
indifference, biofilms, dormancy, latency, persisters, dan phenotypic antibiotic resistance.
Masing-masing sifat ini dijelaskan dibawah ini:
a. Antibiotic indifference adalah sub tipe resistensi bersifat fenotip terhadap antibiotik, yang
dikarenakan terjadi penurunan atau tidak adanya pertumbuhan bakteri pada koloni
bakteri. Umumnya merupakan respon terhadap kondisi lingkungan yang merugikan,
seperti adanya reaksi pertahanan host terhadap antibiotik.
b. Biofilms adalah pembungkus bakteri yang berbentuk multiseluler yang bertujuan untuk
mencegah antibiotik merusak gen bakteri.
c. Dormancy adalah kata lain dari saat tidak bereplikasi (nonreplicating).
Tujuannya untuk bisa menetap di dalam host, sehingga tidak dapat dikenali baik oleh
sistem imun maupun antibiotik. Karena pada saat tidak bereplikasi antibiotik tidak akan
bereaksi, dengan kata lain antibiotik dapat berfungsi ketika ada replikasi atau pergerakan
dari bakteri.Latency adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis tanpa adanya gejala
secara klinis.
d. Persisters adalah kejadian dimana bakteri dapat meningkat dalam jumlah banyak dan
menurun atau bahkan tidak berkembang.
e. Phenotypic antibiotic resistance merupakan istilah umum untuk fenomena dimana
bakteri memiliki gen yang homogen dengan antibiotik sehingga antibiotik tidak sensitif
terhadap bakteri.

Pada dasarnya standar yang digunakan untuk pengobatan TB aktif membutuhkan waktu
selama 6 atau 9 bulan (CDC, 2012; Gough, 2011; WHO, 2015) dengan beberapa macam
farmakoterapi. Berikut 4 obat yang umum digunakan untuk pengobatan TB beserta dosisnya.

Tabel 2.2 Farmakoterapi yang umum digunakan pada pasien TB


Obat Kategori Dosis
Rifampicin Bakterisid < 50 kg = 450 mg/hari
> 50 kg 600 mg/hari
Isoniazid Bakterisid 300 mg/hari
Pyrazinamid Bakterisid < 50 kg = 1,5 g/hari
> 50 kg = 2 g/hari
Etambutol Bakteriostatik 15 g/kgBB

Selama pengobatan, terdapat 2 fase pengobatan; pertama yaitu pengobatan dengan


menggunakan isoniazid, rifampicin, pyrazinamid dan etambutol selama 2 bulan. Kedua ialah
pengobatan hanya menggunakan isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan (British National
Formulary dalam McLafferty, 2015). Hal ini dilakukan secara kontinu diharapkan baik bakteri
yang aktif maupun yang dorman dapat musnah (McLafferty, 2015)
B. WOC
1. Patofisiologi
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh sekelompok bakteri yang disebut Mycobacterium.
Mikobakteria yang menyebabkan TB pada manusia adalah Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum. TB dapat menyerang bagian tubuh
manapun. Jika menyerang sisi tubuh, termasuk paru-paru, maka disebut TB milier (Ormerod
dalam Gough, 2015). Sedangkan TB yang menyerang selain paru disebut TB extra-pulmonal.
TB pulmonal ditemukan hampir 60% dari kasus penyakit (Departement of Health dalam
Gough, 2015) dan penularannya karena transmisi infeksi (Gordon and Mwandumba dalam
Gough, 2015).
Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria kecil tidak berspora, bentuk
batang (agak cembung) yang disebut basil, organisme gram positif asam, yang memiliki
dinding sel kaya lipid (Grange dalam Gough, 2015). Merupakan organisme aerob, sehingga
lebih suka menyerang paru-paru (Pratt 2003 dalam Gough, 2015). Selain mikobakteria di atas,
ada mikobakteria yang tidak dapat menyebabkan TB. Mikobakteria ini terdapat di tanah, air,
debu, dan binatang. Namun dapat menyebabkan keparahan jika ada kerusakan paru
sebelumnya karena mengalami immunocompremise seperti HIV (Banks and Campbell dalam
Gough, 2015). Ketika basil masuk kedalam alveoli akan ada reaksi inflamasi lokal dan fokus
primer infeksi. Perpaduan keduanya ini disebut Ghon, dimana selanjutnya akan berkembang
menjadi granuloma dan isi penuh dengan mikobakteria (Schwander and Ellner dalam Gough,
2015). Peradangan ini jika terus-menerus terjadi maka akan terjadi pneumonia akut yang
selanjutnya akan berkembang menjadi infeksi tuberkulosis yang ditandai gejala umum pada
TB (Suradi, 2015). Selama infeksi primer beberapa bakteri melewati nodus limfe regional
pada hilum, yang merupakan tempat pembuluh darah dan syaraf menuju paru-paru. Dari
sinilah yang nantinya akan menjadi asal terjadinya TB sekunder atau TB ekstra paru-paru.
Secara kolektif, nodus limfe yang membesar dan Ghon disebut kompleks primer (Pratt dalam
Gough, 2015). Pembentukan granuloma merupakan mekanisme pertahanan alami dari tubuh
yang bertujuan untuk mengisolasi infeksi. Sehingga lingkungan seperti ini diharapkan akan
menghambat replikasi basilus dan menghentikan infeksi (Lucas dalam Gough, 2015).
Infeksi primer pada penderita dewasa imunokompeten yaitu penderita dengan imunitas
host yang tinggi, mikobakteria terbunuh atau tidak dapat bereplikasi (Gordon and
Mwandumba dalam Gough, 2011). Sehingga mayoritas orang yang terserang TB tidak akan
mengalami tanda dan gejala, 70% orang yang imunokompeten dapat membasmi basil
keseluruhan. Sedangkan sisa bakteri yang masih ada disebut sebagai infeksi TB laten dimana
bakteri tidak terbunuh, tetapi mengalami dormansi. Namun, 5-10% penderita dengan TB laten
dapat menjadi aktif kembali (Health Protection Agency dalam Gough, 2011). Individu dengan
infeksi TB laten tidak terlihat sakit dan terinfeksi. Namun jika bakteri mulai mengganda
selama beberapa bulan atau tahun kemudian, maka dapat menjadi aktif dan gejala sakit serta
infeksi mulai terlihat (National Institute for Health and Clinical Excellence dalam Gough,
2015).

Mycobacterium bovin Mycobacterium africanum Mycobacterium


tuberculosis

Saluran hidung dan Gumpalan basil besar


cabang besar bronkus tertahan dan tidak
menyebabkan penyakit
Saluran nafas

Alveolus Basil tuberkel ( 1-3 basil )

Reaksi peradangan
Limfosit T Makrofag Pnemunia akut
( reaksi hipersensitiv seluler )
(ghon )

Berisi M.TB Granuloma

Bakteri berkembang biak


Tuber Epitel Di Kelilingi Isolasi infeksi dalam sel
Oleh Limfosit

Menyebar melalui
Dorman Hambatan replikasi basil kelenjar getah bening

Komplek primer

Bagan 2.1 patofisiologi Tuberkulosis (kombinasi suradi 2010 dan


Gough, 2011)

C. Konsep Asuhan Keperawatan Kasus TB Paru


1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Irman
Somantri, p.68 2015).
a.Data Pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan
perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya
banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah dengan tingkat kepadatan tinggi
sehingga masuknya cahaya matahari kedalam rumah sangat minim. TB paru pada anak
dapat terjadi pada usia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun.
Anak-anak lebih sering mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) disbanding TB
paru dengan perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama
ditemukan pada usia<3 tahun. Angka kejadia (pravelensi) TB paru pada usia 5-12 tahun
cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru menyerupai
kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi untuk
membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari batuk kering sampai
dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian dada pasien tidak
bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke sisi yang sakit. Pada foto
toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan
hitam dan diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul
bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi
merupakan penyakit infeksi menular.
c.Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT.

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB paru.Biasanya ada
keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti Hipertensi, Diabetes Melitus,
jantung dan lainnya.
e.Riwayat Pengobatan Sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

f. Riwayat Sosial Ekonomi


1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan bebas,
menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah berhubungan
dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang
banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.
g. Faktor Pendukung:
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat
dan tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
h. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)
Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat Pernafasan : biasanya
nafas pasien meningkat (normal:16-20x/i)
Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari.
Suhumungkin tinggi atau tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak meringis, konjungtiva
anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak sianosis, mukosa bibir kering, biasanya
adanya pergeseran trakea.
2) Thorak
a) Inpeksi
Kadang terlihat retraksi interkosta dantarikan dinding dada, biasanya pasien
kesulitan saat inspirasi
b) Palpasi
Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah Perkusi : Biasanya saat diperkusi
terdapat suara pekak
c) Auskultasi
d) Biasanya terdapat bronki
3) Abdomen
a) Inspeksi
biasanya tampak simetris
b) Palpasi
biasanya tidak ada pembesaran hepar
c) Perkusi
biasanya terdapat suara tympani
d) Auskultasi
biasanya bising usus pasien tidak terdengar
a. Ekremitas atas
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak
ada edema
b. Ekremitas bawah
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak ada
edema

2) Pemeriksaan Diagnostik
a. Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini tampak gambaran
bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas; pada kavitas bayangan, berupa
cincin; pada klasifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.

3) Pola Kebiasaan Sehari-hari


a. Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari. Obyektif:
Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40-41oC)
hilang timbul.
b. Pola Nutrisi
Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan. Obyektif:
turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub
kutan.
c. Respirasi
Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi
basah, kasar didaerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim
paru dan pleural), sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi
pleura), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
d. Rasa nyaman/nyeri
Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
e. Integritas Ego
Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.
b. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam jumlah
berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa sekresi
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan,
keletihan otot pernapasan
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
6) Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
7) Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
8) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
9) Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kewaspadaan
perdarahan
10) Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
11) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
12) Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, infeksi/
kontaminan interpersonal, ancaman pada konsep diri
c. Rencana keperawatan

TUJUAN DAN KRITERIA


INTERVENSI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN HASIL
(NIC)
(NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC :  NIC :
  Respiratory status : Ventilation  Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk   Respiratory status : Airway  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau obstruksi dari patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
saluran pernafasan untuk   Aspiration Control suctioning.
mempertahankan kebersihan jalan nafas.  Informasikan pada klien dan keluarga tentang
Kriteria Hasil : suctioning
Batasan Karakteristik :   Mendemonstrasikan batuk  Minta klien nafas dalam sebelum suction
 Dispneu, Penurunan suara nafas efektif dan suara nafas yang dilakukan.
o Orthopneu bersih, tidak ada sianosis dan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
o Cyanosis dyspneu (mampu memfasilitasi suksion nasotrakeal
o Kelainan suara nafas mengeluarkan sputum,  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
(rales, wheezing) mampu bernafas dengan tindakan
o Kesulitan berbicara mudah, tidak ada pursed lips)  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
o Batuk, tidak efekotif atau  Menunjukkan jalan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari
tidak ada yang paten (klien tidak nasotrakeal
o Mata melebar merasa tercekik, irama nafas,  Monitor status oksigen pasien
o Produksi sputum frekuensi pernafasan dalam  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
o Gelisah rentang normal, tidak ada suksion
o Perubahan frekuensi dan suara nafas abnormal)  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
irama nafas  Mampu mengidentifikasikan pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
dan mencegah factor yang saturasi O2, dll.
 Faktor-faktor yang berhubungan: dapat menghambat jalan nafas
o Lingkungan : merokok,
menghirup asap rokok,  Airway Management
perokok pasif-POK,  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
infeksi atau jaw thrust bila perlu
o Fisiologis : disfungsi  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
neuromuskular, ventilasi
hiperplasia dinding  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
bronkus, alergi jalan jalan nafas buatan
nafas, asma.  Pasang mayo bila perlu
o Obstruksi jalan nafas :  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
spasme jalan nafas,  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
sekresi tertahan,  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
banyaknya mukus, tambahan
adanya jalan nafas  Lakukan suction pada mayo
buatan, sekresi bronkus,  Berikan bronkodilator bila perlu
adanya eksudat di  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
alveolus, adanya benda Lembab
asing di jalan nafas.  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


  Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan   Respiratory Status : ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
dalam oksigenasi dan atau pengeluaran   Vital Sign Status atau jaw thrust bila perlu
karbondioksida di dalam membran kapiler Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
alveoli   Mendemonstrasikan ventilasi
peningkatan ventilasi dan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
Batasan karakteristik : oksigenasi yang adekuat jalan nafas buatan
 Gangguan penglihatan   Memelihara kebersihan  Pasang mayo bila perlu
 Penurunan CO2 paru paru dan bebas dari  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Takikardi tanda tanda distress  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Hiperkapnia pernafasan  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Keletihan  Mendemonstrasikan tambahan
 Somnolen batuk efektif dan suara  Lakukan suction pada mayo
 Iritabilitas nafas yang bersih, tidak  Berika bronkodilator bial perlu
 Hypoxia ada sianosis dan dyspneu  Barikan pelembab udara
 Kebingungan (mampu mengeluarkan  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Dyspnoe sputum, mampu bernafas keseimbangan.
 Nasal faring dengan mudah, tidak ada  Monitor respirasi dan status O2
 AGD Normal pursed lips)
 Sianosis  Tanda tanda vital dalam  Respiratory Monitoring
 warna kulit abnormal (pucat, rentang normal  Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan
kehitaman) usaha respirasi
 Hipoksemia  Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 Hiperkarbia penggunaan otot tambahan, retraksi otot
 Sakit kepala ketika bangun supraclavicular dan intercostal
 Frekuensi dan kedalaman nafas  Monitor suara nafas, seperti dengkur
abnormal  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
Faktor faktor yang berhubungan :  Catat lokasi trakea
 ketidakseimbangan perfusi  Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
ventilasi paradoksis)
 perubahan membran kapiler-  Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
alveolar tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
 auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh   Nutritional Status : food and Fluid Nutrition Management
Intake  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
keperluan metabolisme tubuh.   Adanya peningkatan berat badan menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
sesuai dengan tujuan dibutuhkan pasien.
Batasan karakteristik :   Berat badan ideal sesuai dengan  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
o Berat badan 20 % atau tinggi badan Fe
lebih di bawah ideal   Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein
o Dilaporkan adanya intake kebutuhan nutrisi dan vitamin C
makanan yang kurang   Tidak ada tanda tanda malnutrisi  Berikan substansi gula
dari RDA (Recomended   Tidak terjadi penurunan berat  Yakinkan diet yang dimakan mengandung
Daily Allowance) badan yang berarti tinggi serat untuk mencegah konstipasi
o Membran mukosa dan  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
konjungtiva pucat dikonsultasikan dengan ahli gizi)
o Kelemahan otot yang  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
digunakan untuk makanan harian.
menelan/mengunyah  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
o Luka, inflamasi pada  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
rongga mulut  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
o Mudah merasa kenyang, nutrisi yang dibutuhkan
sesaat setelah mengunyah
makanan Nutrition Monitoring
o Dilaporkan atau fakta   BB pasien dalam batas normal
adanya kekurangan  Monitor adanya penurunan berat badan
makanan  Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
o Dilaporkan adanya dilakukan
perubahan sensasi rasa  Monitor interaksi anak atau orangtua selama
o Perasaan makan
ketidakmampuan untuk  Monitor lingkungan selama makan
mengunyah makanan  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak
o Miskonsepsi selama jam makan
o Kehilangan BB dengan  Monitor kulit kering dan perubahan
makanan cukup pigmentasi
o Keengganan untuk makan  Monitor turgor kulit
o Kram pada abdomen  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan
o Tonus otot jelek mudah patah
o Nyeri abdominal dengan  Monitor mual dan muntah
atau tanpa patologi  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan
o Kurang berminat kadar Ht
terhadap makanan  Monitor makanan kesukaan
o Pembuluh darah kapiler  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
mulai rapuh  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
o Diare dan atau steatorrhea jaringan konjungtiva
o Kehilangan rambut yang  Monitor kalori dan intake nuntrisi
cukup banyak (rontok)  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
o Suara usus hiperaktif papila lidah dan cavitas oral.
o Kurangnya informasi,  Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
misinformasi
o
 Faktor-faktor yang berhubungan :
 Ketidakmampuan pemasukan
atau mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau ekonomi.
4. Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang Kriteria Hasil :  Monitor suhu sesering mungkin
normal  Suhu tubuh dalam rentang  Monitor IWL
normal  Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik:  Nadi dan RR dalam rentang  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
 kenaikan suhu tubuh diatas normal  Monitor penurunan tingkat kesadaran
rentang normal  Tidak ada perubahan warna  Monitor WBC, Hb, dan Hct
 serangan atau konvulsi (kejang) kulit dan tidak ada pusing,  Monitor intake dan output
 kulit kemerahan merasa nyaman  Berikan anti piretik
 pertambahan RR  Berikan pengobatan untuk mengatasi
 takikardi penyebab demam
 saat disentuh tangan terasa hangat  Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
Faktor faktor yang berhubungan :  Berikan cairan intravena
 penyakit/ trauma  Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 peningkatan metabolisme  Tingkatkan sirkulasi udara
 aktivitas yang berlebih  Berikan pengobatan untuk mencegah
 pengaruh medikasi/anastesi terjadinya menggigil
 ketidakmampuan/penurunan
kemampuan untuk berkeringat
 terpapar dilingkungan panas Temperature regulation
 dehidrasi   Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 pakaian yang tidak tepat  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
 Monitor TD, nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan
suhu dan kemungkinan efek negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi terjadinya
keletihan dan penanganan emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
  Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk,
atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital
sign
5. Nyeri NOC : NIC :
  Pain Level, Pain Management
Definisi :   Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Sensori yang tidak menyenangkan dan   Comfort level komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
pengalaman emosional yang muncul Kriteria Hasil : durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
secara aktual atau potensial kerusakan   Mampu mengontrol nyeri presipitasi
jaringan atau menggambarkan adanya (tahu penyebab nyeri, mampu  Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri menggunakan tehnik ketidaknyamanan
Internasional): serangan mendadak atau nonfarmakologi untuk  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
pelan intensitasnya dari ringan sampai mengurangi nyeri, mencari mengetahui pengalaman nyeri pasien
berat yang dapat diantisipasi dengan akhir bantuan) Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
yang dapat diprediksi dan dengan durasi  Melaporkan bahwa nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
kurang dari 6 bulan. berkurang dengan  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
menggunakan manajemen lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
Batasan karakteristik : nyeri masa lampau
 Laporan secara verbal atau non  Mampu mengenali nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
verbal (skala, intensitas, frekuensi menemukan dukungan
 Fakta dari observasi dan tanda nyeri)  Kontrol lingkungan yang dapat
 Posisi antalgic untuk menghindari  Menyatakan rasa nyaman mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
nyeri setelah nyeri berkurang pencahayaan dan kebisingan
 Gerakan melindungi  Tanda vital dalam rentang  Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Tingkah laku berhati-hati normal  Pilih dan lakukan penanganan nyeri
 Muka topeng (farmakologi, non farmakologi dan inter
 Gangguan tidur (mata sayu, personal)
tampak capek, sulit atau gerakan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
kacau, menyeringai) intervensi
 Terfokus pada diri sendiri  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Fokus menyempit (penurunan  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
persepsi waktu, kerusakan proses  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
berpikir, penurunan interaksi  Tingkatkan istirahat
dengan orang dan lingkungan)  Kolaborasikan dengan dokter jika ada
 Tingkah laku distraksi, contoh : keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
jalan-jalan, menemui orang lain  Monitor penerimaan pasien tentang
dan/atau aktivitas, aktivitas manajemen nyeri
berulang-ulang)
 Respon autonom (seperti Analgesic Administration
diaphoresis, perubahan tekanan  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
darah, perubahan nafas, nadi dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
dilatasi pupil)  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
 Perubahan autonomic dalam dan frekuensi
tonus otot (mungkin dalam  Cek riwayat alergi
rentang dari lemah ke kaku)  Pilih analgesik yang diperlukan atau
 Tingkah laku ekspresif (contoh : kombinasi dari analgesik ketika pemberian
gelisah, merintih, menangis, lebih dari satu
waspada, iritabel, nafas  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
panjang/berkeluh kesah) dan beratnya nyeri
 Perubahan dalam nafsu makan  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian,
dan minum dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
 Faktor yang berhubungan : pengobatan nyeri secara teratur
 Agen injuri (biologi, kimia, fisik,  Monitor vital sign sebelum dan sesudah
psikologis) pemberian analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan
gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2015. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2018. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis.Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey:Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tambayong, J. 2016. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai