Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

GERAKAN MAHASISWA PADA MASA PEMERINTAHAN DEMOKRASI


TERPIMPIN DAN MASA PERINTAHAN ORDE BARU

OLEH:

KELOMPOK 3

Devisius Odo

Kornelia Agatha

Margareta Eliska

Ririn

Valentia Nova Ananda

SMA SANTA MARIA NANGA PINOH


KABUPATEN MELAWI
KALIMANTAN BARAT
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa ,yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah “GERAKAN MAHASISWA PADA MASA
PEMERINTAHAN DEMOKRASI TERPIMPIN DAN MASA PERINTAHAN ORDE
BARU” ini dapat diselesaikan dengan baik. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
teman-teman dan selaku guru pendamping yang telah memberikan arahan serta
bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Nanga Pinoh, 25 Januari 2022

Penyusun

ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam


maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan kecakapan,
intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.

Kajian mengenai gerakan mahasiswa Abad Ke-XX tidak terlepas dari upaya
demokratisasi dan reformasi pemerintahan Indonesia. Gerakan mahasiswa tahun 1966
merupakan salah satu upaya demokratisasi pemerintahan Orde Lama yang setelah Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 dalam tempo 6 tahun menjadi pemeritahan yang otoriter. Setelah
demokrasi terpimpin pemerintahan Orde Lama ditopang dua kekuatan, yakni militer dan
politisi sipil campuran Nasakom yang oportunistik disisi lain. Meskipun tidak terlalu
banyak diungkapkan dalam catatan sejarah, terlihat bahwa pada masa-masa antara 1959
hingga menjelang September 1965 telah muncul gerakan-gerakan kritis mahasiswa
terhadap gejala otoritenisme yang dijalankan Soekarno dibalik penamaan Demorasi
Terpimpin. Demokrasi Terpimpin telah menarik berbagai pihak untuk bergelut dalam
pemerintahan sehingga berakibat pada situasi politik yang tidak stabil. Tampilnya PKI
dalam pemeritahan, memunculkan kecemburuan dan kekhawatiran banyak kalangan.
Dalam situasi demikian, tampilnya kekuatan politik Angkatan Darat 2 tidak dapat
dihindari.

Akhirnya kekacauan politik memuncak dengan meletusnya G-30S 1965 yang telah
mendorong runtuhnya pemerintahan Orde Lama. Meletusnya G-30S 1965 ini menjadi
titik balik dari pemerintahan Orde Lama. Ditambah lagi dengan krisis ekonomi yang
melanda Indonesia mulai tahun 1955 mencapai puncaknya pada tahun 1965. Hal ini
diperparah dengan dikeluarkannya Keppres No. 27 Desember 1965, tentang pengeluaran
mata uang rupiah baru dengan perbandingan nilai Rp. 1,00 (satu rupiah) uang baru sama
dengan Rp 1.000. (seribu) uang lama. Akhirnya rakyat mengalami kesengsaraan,
mahasiswapun mulai banyak mengalami kesulitan. Mulai dari kebutuhan seharihari
sampai pembayaran SPP dan ongkos transportasi yang melambung. Dengan mengambil
momentum dan untuk merealisasikan kritik atas pemerintahan Orde Lama. Mahasiswa
yang tergabung dalam kesatuan aksi mahasiswa Indonesia membulatkan tekat untuk
menuntut Tritura. Gerakan mahasiswa tahun 1966 dengan tuntutan Trituranya berhasil

3
melakukan perubahan sistem pemerintahan kearah yang lebih demokratis dengan
turunnya Ir. Soekarno dari kursi kepresidenan dan diganti oleh Soeharto sebagai
pelaksana tanggung jawab presiden pada tahun 1966. Keberhasilan ini tidak terlepas dari
dukungan penuh militer terhadap gerakan mahasiswa tahun 1966. Dimana mahasiswa
dan militer terkhusus Angkatan Darat saling memanfaatkan satu sama lain. Militer
memanfaatkan mahasiswa sebagai pionir perubahan sedangkan mahasiswa
memanfaatkan angkatan darat sebagai back-up politik dan fisik. Fatah (2000: 22)
menjelaskan bahwa sistem pemerintahan demokratis yang dicita-citakan oleh seluruh
rakyat Indonesia setelah Orde Baru berdiri 3 memang sempat dirasakan rakyat Indonesia.
Dimana masa awal Orde Baru ditandai oleh terjadinya perubahan besar dalam
perimbangan politik dalam Negara dan masyarakat. Tiga pusat kekuatan Orde Lama
yaitu Presiden, Militer, dan PKI digeser oleh pusat-pusat kekuatan baru yaitu militer dan
teknokrasi, serta kemudian birokrasi. Kekuatan kemasyarakatan yang selama Orde Lama
terhambat aktualisasinya juga muncul kembali kepermukaan. Sekalipun militer menjadi
pilar utama kekuasaan, namun kekuatan-kekuatan egaliter juga tumbuh saat itu. Dan
kemudian dikenal sebagai terjadinya bulan madu antara Negara dengan
kekuatankekuatan kemasyarakatan Orde Baru.

Masa ini amatlah memadai alasan tumbuhnya harapan demokratisasi. Jika dilihat dari
indikator Negara demokratis, Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto memang bisa
dikatakan menjalankan satu indikator, dimana pemilihan umum berhasil diselenggarakan
sebanyak 6 kali yaitu tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Walaupun pada
kenyataannya hasil pemilu ini penuh dengan cacat. Kemudian prorotipe demokrasi itu
segera mengabur ketiga bulan madu Negara-masyarakat juga mulai menghambar dan
berakhir. Titik tolaknya adalah kemenangan Golkar dalam pemilu 1971 dengan
memperoleh suara mayoritas 62,8%. Gerakan mahasiswa tahun 1971 merupakan gerakan
mahasiswa pertama yang secara langsung mengkritik pemerintahan Orde Baru atas
kinerja dan kebijakannya. Gerakan mahasiswa tahun 1971 ini berakhir dengan peristiwa
malari pada tahun 1974. Gerakan mahasiswa selanjutnya adalah gerakan mahasiswa
tahun 1977. Gerakan ini merupakan bentuk perlawanan mahasiswa pada pemilu tahun
1977 4 dimana Soeharto mencalonkan kembali dirinya sebagai presiden Indonesia untuk
priode selanjutnya. Di Jakarta mahasiswa melakukan aksi memprotes pelaksanaan
Pemilu dalam upaya melindungi kepentingan rakyat untuk medapat keadilan. Mahasiswa
memprotes peran tidak jujur dari kaum birokrasi sipil dan militer yang memihak kepada

4
Golkar. Mahasiswa memprotes janji partai dalam kampanye yang amat indah bila
dibandingkan dengan kemampuan partai melaksanakannya.

Mahasiswa menolak berbagai kecurangan proses pemilu karena diartikan sebagai


penipuan hak pemilih. Mahasiswa juga menolak kemenangan golkar yang dihasilkan
oleh pemilu yang penuh cacat tersebut. Hal inilah yang menjadikan mahasiswa
mengambil sikap Golput dalam pemilu 1977. Gerakan mahasiswa tahun 1977 ini
merupakan gerakan mahasiswa anti Soeharto yang berujung dengan sejumlah
persidangan mahasiswa. Pecahnya bulan madu politik mahasiswa dengan Orde Baru
belum berakhir. Tahun 1980 mahasiswa melakukan penolakan terhadap asas tunggal
Pancasila. Diakhir tahun 1980 aktivis mahasiswa berhadapan dengan watak Orde Baru
yang semakin totaliter dengan bentuk penangkapan, pengadilan, tuduhan “subversif”.
Aktivis mahasiswa mendapat tuduhan menunggangi, mengotori, mendalangi. Hal ini
dilakukan Orde Baru untuk menjauhkan mahasiswa dari politik praktis. Berbeda dengan
gerakan mahasiswa sebelumnya gerakan mahasiswa tahun 1990-an tidak tergabung
dalam lembaga atau organ formal. Pada priode ini mahasiswa mengorganisir aksi-aksi
dalam jumlah massa yang besar tidak mewakili satu organ tertentu. Melainkan dieratkan
oleh isu yang mereka sepakati untuk diangkat, misalnya kasus tanah, aksi-aksi
menentang SDSB, serta 5 isu-isu yang mengusung tema solidaritas terhadap korban
represifitas rezim Orde Baru. Widdjojo ( 199: 105 ) menyatakan usaha mahasiswa dalam
mengupayakan tercapainya pemerintahan yang demokratis menemui titik terang. Hal ini
terlihat dari gerakan mahasiswa tahun 1990-an menjadi pergulatan politik langsung dan
real dari pelaksanaan kata-kata (busa-busa dari meja diskusi). Isu-isu populis (advokasi
persoalan tanah, kesenjangan sosial ekonomi) sampai struktural (tuntutan terhadap
Soeharto diujung 1990) menandai lembaran perjalanan gerakan mahasiswa. Paruh kedua
tahun 1997 adalah awal dari bencana ekonomi Indonesia yang ditandai oleh melemahnya
nilai rupiah. International Monetary Fund (IMF) mengumumkan paket bantuan keuangan
senilai US$ 23 milyar pada Oktober 1997, kemudian diikuti langkah pemerintah
melikuidasi 16 bank pada 1 November 1997. Pada Desember 1997 hingga Januari 1998,
krisis kian memburuk. Nilai rupiah sudah “terjun bebas” dari sekitar RP 4.000 ke Rp
11.000 per US$1. RAPBN yang dibacakan Soeharto pada 6 Januari 1998 tidak
menunjukkan kesungguhan rezim Orde Baru untuk melakukan reformasi ekonomi dan
masih mengatakan bahwa “badai pasti berlalu”. Keresahan masyarakat akan melegitnya
harga-harga sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) dan ancaman putus kuliah serta

5
masa depan yang suram dikalangan mayoritas mahasiswa, menjadi faktor penggerak
tersendiri bagi kalangan kampus, mahasiswa dan sivitas academika untuk menyatakan
keprihatinanya. Aksi mimbar bebas dan keprihatinan di kampus menyerukan 6 tuntutan
penurunan harga-harga terutama sembako, diikuti oleh tuntutan yang berkaitan dengan
krisis ekonomi lainnya yakni agar penimbun barang ditindak, agar masalah
pengangguran yang semakin luas ditangani, dan tuntutan kebijakan ekonomi lebih
berpihak pada kepentingan mayoritas rakyat. Keadaan Indonesia yang semakin tidak
terkendali mengakibatkan mahasiswa menyatakan sikap melalui gerakan mahasiswa
tahun 1998. Gerakan ini dikenal dengan gerakan reformasi yang berarti mengembalikan
Indonesia kepada keadaan dimana presiden menjalankan pemerintahan yang demokratis.

Rakyat menuntut diadakannya reformasi total, selain dalam bidang ekonomi, juga
terutama dalam bidang politik, dan hukum. Logikanya, krisis ekonomi Indonesia bukan
hanya disebabkan oleh merosotnya nilai rupiah, tetapi juga oleh tatanan politik yang
tidak demokratis, yang terlampau diabdikan kepada kekuasaan yang otoriter, sehingga
tidak mendatangkan keadilan yang sebenarnya. Ketika pemerintah dinilai tidak bakal
mampu memulihkan ekonomi, kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan Soeharto pun
menghilang. Oleh karena itu rakyat/ mahasiswa tahun 1998 menuntut agar presiden
Soeharto mundur dari jabatannya sebagai prsesiden Indonesia. Melihat dari keberhasilan
gerakan mahasiswa tahun 1966 dan 1998 mampu menjembatani tercipatanya
pemerintahan yang demokratis di Indonesia.

6
BAB II PEMBAHASAN
A. Situasi dan kondisi masyarakat pada masa demokrasi terpimpin dan
masa orde baru
1. Kondisi politik dan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin
A. Kondisi ekonomi
Kondisi ekonomi pada masa awal Demokrasi Terpimpin sangat terpuruk akibat
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ekonomi pada
masa ini, sistem ekonomi berjalan dengan sistem komando, di mana alat-alat produksi
dan distribusi yang vital harus dimiliki dan dikuasai negara atau minimal di bawah
pengawasan negara.

1. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Badan


Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Upaya perbaikan perekonomian Indonesia dilakukan dengan pembentukan Dewan


Perancang Nasional (Depernas) pada 15 Agustus 1959 yang dipimpin Moh.
Yamin. Dapernas kemudian menyusun program kerjanya berupa pola pembangunan
nasional yang disebut sebagai Pola Pembangunan Semesta Berencana dengan
mempertimbangkan faktor pembiayaan dan waktu pelaksanaan pembangunan. Pola
Pembangunan Semesta dan Berencana terdiri atas Blueprint tripola yaitu proyek
pembangunan, pola penjelasan pembangunan dan pola pembiayaan pembangunan.

Pada tahun 1963, juga dibentuk Badan Perancangan Pembangunan Nasional


(Bappenas) yang dipimpin Presiden Soekarno sebagai pengganti Depernas. Tugas
Bappenas adalah menyusun rencana pembangunan jangka panjang maupun pendek.

2. Penurunan nilai uang

Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat,
pada tanggal 25 Agustus 1950 pemerintah mengumumkan penurunan nilai
uang. Gimana sih penurunan nilai uang tersebut? Sebagai contoh, untuk uang kertas
pecahan Rp500 nilainya akan berubah menjadi Rp50 begitu seterusnya. Selain itu,
semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000 akan dibekukan.

3. Melaksanakan Deklarasi Ekonomi (Dekon)

Pada tanggal 28 Maret 1963 dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi
secara menyeluruh yaitu Deklarasi Ekonomi (Dekon). Tujuan dibentuknya Dekon
adalah untuk menciptakan ekonomi yang bersifat nasional, demokratis, dan bebas dari
imperialisme. Meski begitu, dalam pelaksanaannya Dekon tidak mampu mengatasi
kesulitan ekonomi dan masalah inflasi, Dekon justru mengakibatkan perekonomian
Indonesia stagnan. Masalah perekonomian diatur atau dipegang oleh pemerintah
sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak diabaikan.

7
4. Pembangunan Proyek Mercusuar

Keadaan perekonomian semakin buruk karena pembengkakan biaya proyek


mercusuar. Proyek Mercusuar Soekarno adalah proyek pembangunan ibukota agar
mendapat perhatian dari luar negeri. Untuk memfasilitasi Ganefo (Games of the New
Emerging Forces) sebagai tandingan dari Olimpiade, pemerintah membangun proyek
besar seperti gedung CONEFO yang sekarang dikenal sebagai DPR, MPR, DPD DKI
Jakarta, Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Jembatan Semanggi, pembangunan
Monumen Nasional (Monas), dan pusat pertokoan Sarinah.

Pembangunan Kompleks Olahraga di Senayan, termasuk Gelora Bung Karno


merupakan proyek yang ambisius pada saat itu.

B. Kondisi politik

Pada 9 Juli 1959, Kabinet Djuanda dibubarkan dan diganti menjadi Kabinet Kerja


yang dilantik pada 10 Juli 1959. Kabinet ini memiliki program kerja yang disebut Tri
Program yang meliputi:

(1) masalah-masalah sandang dan pangan,

(2) keamanan dalam negeri, dan

(3) pengembalian Irian Barat.

Kebijakan-kebijakan politik yang terdapat dalam infografis di atas tentunya tidak


lepas dari berbagai kecaman karena adanya penyimpangan. Seperti penetapan
Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup. Hmm, kok bisa? Waktu itu masih bisa,
karena waktu itu UUD 1945 belum diamandemen, dan di Pasal 7 saat itu hanya
disebutkan bahwa presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya
boleh dipilih kembali. Wah, kalau sekarang tentu nggak bisa yaa.

Selain itu, keberadaan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan


DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) juga menuai kontroversi. Kenapa?
Tidak lain karena pembentukannya dibuat langsung oleh presiden, bahkan diketuai
olehnya. Padahal seharusnya, badan seperti MPRS dipilih melalui Pemilu (Pemilihan
Langsung).

8
2. Kondisi politik dan ekonomi pada masa orde baru
A. Kondisi ekonomi
Pemerintahan orde baru memiliki slogan yang menunjukkan fokus utama mereka
dalam memberlakukan kebijakan ekonomi, yaitu Trilogi Pembangunan.
Trilogi Pembangunan:
1. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
2. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju kepada terciptanya
keadilan social bagi seluruh rakyat
3. Stabilitas nasiaonal yang sehat dan dinamis.

Bukan tanpa dasar, Trilogi Pembangunan dibuat karena Indonesia mengalami inflasi
yang sangat tinggi pada awal tahun 1966, kurang lebih sebesar 650% setahun. Nah,
beberapa kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pada masa orde baru adalah:

1. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)

Pada April 1969, pemerintah menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun


(Repelita) yang bertujuan untuk meningkatkan sarana ekonomi, kegiatan ekonomi
serta kebutuhan sandang dan pangan. Repelita ini akan dievaluasi selama lima tahun
sekali.

a. Repelita I (1 April 1969-31 Maret 1974) Sasaran utama yang hendak dicapai
adalah pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Pertumbuhan ekonomi berhasil naik 3 sampai 5,7% sedangkan tingkat inflasi
menurun menjadi 47,8%.

Namun, kebijakan pada masa Repelita I dianggap menguntungkan investor Jepang


dan golongan orang-orang kaya saja. Hal ini memicu timbulnya peristiwa Malapetaka
Lima Belas Januari (Malari).

b. Repelita II (1 April 1974 - 31 Maret 1979) menitikberatkan pada sektor pertanian
dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

c. Repelita III (1 April 1979-31 Maret 1984) Pelita III menekankan pada Trilogi
Pembangunan dengan menekankan pada azas pemerataan.

9
d. Repelita IV (1 April 1984 - 31 Maret 1989) menitikberatkan pada sektor pertanian
menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan
mesin-mesin sendiri.

e. Repelita V (1 April 1989-31 Maret 1994) menitikberatkan pada sektor pertanian
untuk memantapkan swasembada pangan, meningkatkan produksi pertanian,
menyerap tenaga kerja, dan mampu menghasilkan mesin-mesin sendiri.

f. Repelita VI dimulai pada tahun 1994, pembangunan berfokus pada pada sektor
ekonomi, industri, pertanian dan peningkatan sumber daya manusia.

2. Revolusi Hijau

Revolusi Hijau pada dasarnya adalah suatu perubahan cara bercocok tanam dari
cara tradisional (peasant) ke cara modern (farmers). Untuk meningkatkan produksi
pertanian umumnya dilakukan empat usaha pokok, yang terdiri dari:

a. Intensifikasi, yaitu penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi pertanian


untuk memanfaatkan lahan yang ada guna memperoleh hasil yang optimal

b. Ekstentifikasi, yaitu perluasan lahan pertanian untuk memperoleh hasil pertanian


yang lebih optimal;

c. Diversifikasi (keanekaragaman usaha tani);

d. Rehabilitasi (pemulihan daya produktivitas sumber daya pertanian yang sudah


kritis).

B. Kondisi politik

Kalau kita bicara soal orde baru, pasti yang paling teringat adalah nama Soeharto. Ya,
orde baru dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun. Waktu yang tidak sebentar.
Selama 32 tahun masa kepemimpinannya, banyak kebijakan yang memiliki pengaruh
cukup besar terhadap proses berjalannya Negara kita ini. Mulai dari kebijakan politik
maupun kebijakan ekonomi.

Kebijakan politik yang dikeluarkan terbagi menjadi dua, yaitu kebijakan politik dalam
negeri dan luar negeri. Masing-masing kebijakan tentunya dikeluarkan berdasarkan
kebutuhan Negara. Idealnya, kebijakan yang dikeluarkan adalah yang menguntungkan
dan mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Nah, kita lihat nih beberapa
kebijakan politik pada masa orde baru.

10
Kebijakan Politik Dalam Negeri

1. Pelaksanaan pemilu 1971

Pemilu yang sudah diatur melalui SI MPR 1967 yang menetapkan pemilu akan
dilaksanakan pada tahun 1971 ini, berbeda dengan pemilu pada tahun 1955 (orde
revolusi atau orde lama). Pada pemilu ini para pejabat pemerintah hanya berpihak
kepada salah satu peserta Pemilu yaitu Golkar. Dan kamu tahu? Golkar lah yang
selalu memenangkan pemilu di tahun selanjutnya yaitu tahun 1977, 1982, 1987, 1992,
hingga 1997.

2. Penyederhanaan partai politik

Penyederhanaan partai politik menjadi dua partai dan satu golongan karya yaitu:

 Parta persatuan pembangunan (PPP)

 Partai demokrasi Indonesia

 Golongan karya (GOLKAR)

3. Dwifungsi ABRI

Dwifungsi ABRI adalah peran ganda ABRI sebagai kekuatan pertahanan keamanan
dan sebagai kekuatan sosial politik. Sebagai kekuatan sosial politik ABRI diarahkan
untuk mampu berperan secara aktif dalam pembangunan nasional. ABRI juga
memiliki wakil dalam MPR yang dikenal sebagai Fraksi ABRI, sehingga
kedudukannya pada masa Orde Baru sangat dominan.

4. Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P-4 atau Ekaprasetya


Pancakarsa, bertujuan untuk memberi pemahaman kepada seluruh lapisan masyarakat
mengenai Pancasila. Semua organisasi tidak boleh menggunakan ideologi selain
Pancasila, bahkan dilakukan penataran P4 untuk para pegawai negeri sipil.

11
Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia antara lain

1. Indonesia kembali menjadi anggota PBB

Pada saat Indonesia keluar dari PBB tanggal 7 Agustus 1965, Indonesia terkucil dari
pergaulan internasional dan menyulitkan Indonesia secara ekonomi maupun politik
dunia. Keadaan ini kemudian mendorong Indonesia untuk kembali menjadi anggota
PBB berdasarkan hasil sidang DPRGR. Pada tanggal 28 September 1966, Indonesia
resmi aktif kembali menjadi anggota PBB.

2. Pemulihan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura dan


pemutusan hubungan dengan Tiongkok

Pada tahun 1965, terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia dan
Singapura. Untuk memulihkan hubungan diplomatik, dilakukan penandatanganan
perjanjian antara Indonesia yang diwakili oleh Adam Malik dan Malaysia yang
diwakili oleh Tun Abdul Razak pada tanggal 11 Agustus 1966 di Jakarta. Pemulihan
hubungan diplomatik dengan Singapura melalui pengakuan kemerdekaan Singapura
pada tanggal 2 Juni 1966.

3. Memperkuat Kerja Sama Regional dan Internasional

Indonesia mulai memperkuat kerjasama baik regional dan internasional dengan


melakukan beberapa upaya, yaitu:

 Turut serta dalam pembentukan ASEAN

 Mengirimkan kontingen dalam misi perdamaian

 Ikut serta berperan dalam KTT non blok

 Berperan dalam organisasi konferensi islam (OKI)

12
B. Faktor gerakan kaum muda pada masa demokrasi terpimpin dan
masa orde baru
1. Masa orde baru

 Partai Golongan Karya Mendominasi bidang politik

Pemilu dilakukan untuk menyalurkan aspirasi rakyat dan untuk menegakkan


demokrasi. Di Era Orde Baru telah terjadi enam kali pemilihan umum, yaitu tahun
1971, 1977, 1982, 1992, dan 1997. Di mana setiap pelakaanaan Pemilu, partai
Golongan Karya selalu mendominasi pemenangan. Hal tesebut karena semua elemen
pemerintahan (pegawai negeri) diharuskan memilih Golkar atau Golongan Karya.

 Hasil pembangunan tidak merata

Pemerintahan Orde Baru selalu memfokuskan pembangunan di Pulau Jawa.


Sementara daerah lainnya kurang diperhatikan. Pembangunan tersebut hanya
dinikmati oleh sebagian kecil dari maayarakat. Beberapa daerah luar jawa tetap
miskin walaupun menyumbang devisa lebih besar untuk negara. Misalnya,
Kalimantan Timur, Riau, dan Papua memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi
negara.

 Munculnya krisis ekonomi

Krisis ekonomi di Indonesia terjadi pada 1997 yang cukup besar dan dipicu dari
krisis keuangan. Hal tersebut dimulai ketika nilai tukar bath (mata uang Thailand)
terhadap dolar Amerika. Penurunan nilai kurs menyebabkan nilai utang luar negeri
Indonesia yang sebelumnya sudah jatuh tempo menjadi membengkak. Jatuhnya nilai
kurs baht selanjutnya menular di seluruh kawasan Asia Tenggara, termasuk
Indonesia.

 Retaknya kekuasaan Orde Baru

Era Orde Baru menerapkan sistem sentralistik dan militeristik. Hal ini dilakukan
untuk menjaga status quo pemerintah. Sehingga seluruh unsur masyarakat dan
bangsa sangat tergantung kepada negara. Akibat penerapan sistem tersebut,
kemampuan unsur masyarakat dan bangsa diabaikan. Sehingga terjadi perilaku yang
tidak wajar di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya di masyarakat dan negara.
Pola parternalistik juga menumbuhkan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sementara hubungan bertumpu pada presiden dan menimbulkan penilaian bahwa
presiden merupakan cerminan dari sistem itu sendiri. Sehingga jika figur tunggal
kekuasaan jatuh, maka sistem atau rezim tersebut juga jatuh. Terbukti dengan
lengsernya Soeharto akibat pergolakan masyarakat yang tidak terkendali.

 Gerakan antikemapanan

Gerakan antikemapanan muncul dari unsur yang terpinggirkan oleh rezim Soeharto.
Misalnya Orde Lama, lawan politik, dan kalangan muda yang memiliki paham
sosialisme-marxisme. Sehingga memunculkan berbagai dorongan dari keinginan

13
rakayat.

2. Masa demokrasi terpimpin


 Krisis Ekonomi 1960-an

Di pengujung 1950-an, Republik Indonesia kembali diguncang krisis keuangan.


Pada awal dekade itu, krisis serupa juga pernah menyerang. Tapi kali ini,
keguncangan finansial tampaknya lebih fatal. Presiden Sukarno beserta perangkat
pemerintahannya pun memberlakukan kebijakan darurat agar perekonomian negara
tidak sekarat. Sanering (pemotongan nilai mata uang) hingga redenominasi
(penyederhanaan nilai mata uang tanpa mengurangi nilai tukar) diterapkan. Namun,
kian rumit dan panasnya situasi politik membuat upaya perbaikan moneter menjadi
kurang maksimal, ditambah lagi dengan terjadinya peristiwa Gerakan 30 September
(G30S) 1965 yang akhirnya menumbangkan rezim Orde Lama. Sukarno gagal
mengulangi keberhasilan menjinakkan krisis ekonomi sebelumnya. Kala itu, strategi
gunting uang yang diterapkan pemerintah membuahkan hasil gemilang. Tapi, kali ini
tidak.

C. Hasil akhir gerakan kaum muda pada masa demokrasi terpimpin dan

masa orde beru


 Peristiwa Trisakti (Mei 1998)

Setelah sebelumnya mahasiswa melalui HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Denpasar


melakukan unjuk rasa menuntut reformasi, pada 4 Mei 1998, empat organisasi
mahasiswa mengajukan usulan melalui Sidang Umum MPR kedua. Berbagai usaha
terus dilakukan untuk membawa reformasi di Indonesia, mulai dari diskusi antar guru
besar hingga unjuk rasa.

Sampai akhirnya, pada 12 Mei 1998 terjadi demonstrasi besar-besaran di depan


Universitas Trisakti, Jakarta. Perisitiwa ini memakan enam korban jiwa dari kalangan
mahasiswa akibat tembakan aparat keamanan. Di antaranya adalah Elang Mulya
Lesmana, Hery Hertanto, Hendirawan Lesmana, dan Hafidhin Royan. Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan nama Tragedi Trisakti. Peristiwa tersebut tidak membuat
semangat mahasiswa surut, dan justru menyulut adanya demonstrasi yang lebih besar
pada 13-14 Mei 1998. Di Jawa Tengah, mahasiswa menduduki kantor DPRD Jawa
Tengah dan memaksa para wakil rakyat untuk turut dalam aksi keprihatinan. Selain di
Jawa Tengah, kerusuhan juga terjadi di wilayah Indonesia lainnya, termasuk Jakarta.
Aksi tersebut diperparah dengan penjarahan di berbagai belahan Jakarta.

14
Puncaknya, pada 18 Mei 1998, mahasiswa berhasil menduduki atap gedung DPR/MPR
RI di Senayan. Di hari yang sama, ketua MPR/DPR RI, Harmoko, menyarankan
presiden untuk mengundurkan diri. Mahasiswa pun menuntut dilakukannya Sidang
Istimewa. Meski begitu, Presiden Soeharto masih belum mau mundur dari jabatannya.
Berbagai usaha tersebut akhirnya membuahkan hasil. Pada 19 Mei 1998, beberapa
menteri kabinet Soeharto memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Kondisi yang
semakin tidak terkendali akhirnya memaksa Soeharto untuk meletakkan jabatannya
di depan Mahkamah Agung pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 pagi. Pada saat
yang sama, Soeharto kemudian menunjuk wakilnya B.J. Habibie untuk menggantikan
posisinya.

 Peristiwa Semanggi I dan II (November 1998)

Meski kepemimpinan Orde Baru saat itu sudah berganti, bukan berarti permasalahan
selesai. Pada November 1998 pemerintahan transisi Indonesia mengadakan Sidang
Istimewa untuk membahas agenda pemerintahan serta Pemilu. 

Mahasiswa bergolak kembali karena tidak mengakui pemerintahan B. J. Habibie dan


tidak percaya dengan anggota DPR/MPR ketika itu. Mereka juga mendesak untuk
menyingkirkan militer dari politik serta menuntut pembersihan pemerintahan dari
orang-orang Orde Baru. Saat itu, apapun yang dilakukan oleh mahasiswa mendapat
perhatian ekstra dari pimpinan universitas karena mahasiswa berada di bawah tekanan
aparat.

Tragedi Semanggi menunjuk kepada dua kejadian protes masyarakat terhadap


pelaksanaan dan agenda Sidang Istimewa yang mengakibatkan tewasnya warga sipil.
Kejadian pertama dikenal dengan Tragedi Semanggi I yang terjadi pada 11-13
November 1998 yang menyebabkan tewasnya 17 warga sipil. Kejadian kedua dikenal
dengan Tragedi Semanggi II terjadi pada 24 September 1999 yang menyebabkan
tewasnya seorang mahasiswa dan sebelas orang lainnya di seluruh Jakarta serta
menyebabkan 217 korban luka-luka.

15
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

16

Anda mungkin juga menyukai