Anda di halaman 1dari 15

Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia)

Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) | Hak Asasi Manusia atau disingkat “HAM” merupakan
hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia yang didapatkan sejak lahir dimana secara
kodrati HAM sudah melekat dalam diri manusia dan tak ada satupun orang yang berhak
mengganggu gugat karena HAM bagian dari anugrah Tuhan, itulah keyakinan yang dimiliki
oleh manusia yang sadar bahwa kita semua makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat
yang sama dengan manusia yang lainnya sehingga mesti berhak bebas dan memiliki
martabat serta hak-hak secara sama. Jika anda masih belum menyadari betapa pentingnya
Hak asasi manusia atau HAM maka silahkan baca sejarah perkembangan ham didunia

Mulai lahir, manusia telah mempunyai hak asasi yang mesti dijunjung tinggi dan diakui
semua orang. Hak tersebut lebih penting dari hak seorang penguasa atau kepala suku. Hak
asasi berasal dibanding Tuhan Yang Maha Tunggal, diberikan kepada manusia. Bakal tetapi,
hak asasi acap kali dilanggar manusia bakal mempertahankan hak pribadinya. Sebanarnya
apa sih hak asas manusia (HAM) itu? Nah, pada kesempatan kali tersebut akan
membicarakan tuntas mengenai Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM). Moga bermanfaat.
Check this out!!!

Hak Asasi Manusia (HAM) mucul dari keyakinan manusia itu sendiri bahwasanya semua
manusia selaku makhluk rakitan Tuhan adalah sama serta sederajat. Manusia dilahirkan
lepas dan memiliki martabat juga hak-hak yang sama. Bagi dasar itulah manusia mesti
diperlakukan secara sama setimpal dan beradab. HAM bersifat universal, artinya berlaku
bakal semua manusia tanpa mebeda-bedakannya berdasarkan atas ras, keyakinan, suku dan
bangsa (etnis).

Berbicara tentang Hak Asasi Manusia (HAM), cakupannya sangatlah luas, baik ham yang
bersifat individual (perseorangan) maupun HAM yang bersifat komunal atau kolektif
(masyarakat). Upaya penegakannya juga sudah berlangsung berabad-abad, walaupun di
berbagai belahan dunia termasuk Indonesia, secara eksplisit baru terlihat sejak berakhirnya
perang Dunia II, dan semakin intensif sejak akhir abad ke-20. Sudah banyak juga dokumen
yang dihasilkan tentang hal itu, yang dari waktu ke waktu terus bertambah.

Khusus dalam kehidupan kita berbangsa, sejak beberapa dasawarsa terakhir ini terlihat
perkembangan yang cukup menggembirakan sehubungan dengan upaya penegakan dan
pemenuhan HAM ini. Misalnya kita melihat terbentuknya sejumlah komisi Nasional HAM;
ada yang bersifat umum atau menyeluruh (yaitu Komnas HAM), dan ada juga yang bersifat
khusus, misalnya untuk perempuan (Komnas Perempuan) dan untuk anak (Komnas Anak).
Di bidang perundang-undangan, perkembangan terakhir yang patut dicatat antara lain
adalah hasil amandemen ke-4 UUD 1945 pada tahun 2002, yang antara lain membuat
ditambahkannya satu bab khusus tentang HAM (yaitu bab XA, yang terdiri dari 10 pasal,
yaitu pasal 28 A -28 J. Bab dan pasal-pasal ini banyak menyerap (mengadopsi dan
meratifikasi ) isi the Universal Declaration of Human Rights maupun dokumen-dokumen
HAM lainnya yang disusun dan disepakati secara internasional

Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia)

Landasan HAM tersebut menjadi cikal bakal hadirnya keadilan dan keberadaban,
menyatukan perbedaaan tanpa membeda-bedakan antar agama, ras, suku, dan bangsa.
Pernyataan ini juga mendapat dukungan dari para ahli sehingga memberikan beberapa
pengertian HAM menurut para ahli, berikut pengertian HAM menurut para ahli:

1. Pengertian ham menurut JOHN LOCKE

JOHN LOCKE mengartikan HAM ialah suatu hak yang dihadiahkan oleh Tuhan yang bersifat
kodrati dimana hak asasinya tidak pernah dan tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya,
sehingga hak asasi merupakan sesuatu yang suci dan mesti dijaga.

2. Pengertian ham menurut DAVID BEETHAM dan Kevin BOYLE

Pengertian ham menurut david beetham dan kevin boyle adalah suatu kebebasan yang
fundamental dan memiliki keterhubungan dengan kapasitas manusia dan kebutuhan
manusia.

3. Pengertian ham menurut C. de Rover

Pengertian ham menurut C. de Rover adalah hak hukum yang sama kepada setiap manusia
baik miskin maupun kaya, perempuan atau laki-laki. Walaupun hak-hak yang telah mereka
langgar akan tetapi ham mereka tetap tidak dapat dihilangkan. Hak asasi adalah hukum,
yang mesti terlindungi dari aturan nasional agar semuanya terpenuhi sehingga ham dapat
ditegakkan, dilindungi dan dijunjung tinggi.

4. Pengertian ham menurut Frans Magnis Suseno

Pengertian ham menurut frans magnis suseno adalah ham penjaga martabat kemanusiaan,
manusia memiliki ham karena dia manusia

5. Pengertian ham menurut Miriam Budiarjo


Ham merupakan hak-hak asasi manusia yang pada dasarnya dimiliki oleh setiap manusia
dari lahir dan kehadirannya dalam masyarakat.

6. Pengertian ham menurut Oemar Seno Adji


Beliau mengartikan ham adalah hak yang telah melekat bersama martabat kemanusiaan,
dimana hak-hak inilah yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.

7. Pengertian ham menurut G.J Wolhos

HAM adalah sejumlah hak yang telah mengakar dan melekat dalam diri manusia, hak-hak
inilah yang tidak boleh dihingkan, karena menghilangkan HAM sama saja anda
menghilangkan derajat kemanusiaan itu.

Dari sekian banyak pengertian ham menurut para ahli yang diatas maka kita dapat
memberikan kesimpulan bahwa HAM merupakan sesuatu yang paling mendasar dalam diri
manusia yang tak ada satu orang pun yang bisa menghilangkan dan merusaka Ham, ketika
anda menginginkan melepaskan diri dari HAM maka anda sama saja tidak menghargai
derajat kemanusiaan.

8. Pengertian ham menurut Leah Kevin bahwa konsepsi tentang hak-hak asasi manusia
mempunyai dua makna dasar. Yang pertama ialah bahwa hak-hak hakiki dan tak terpisahkan
menjadi hak seseorang hanya karena ia adalah manusia. Hak-hak itu merupakan hak-hak
moral yang berasal dari keberadaannya sebagai manusia dari setiap umat manusia. Makna
kedua dari hak-hak asasi manusia adalah hak-hak hukum, baik secara nasional maupun
internasional

9. Pengertian ham menurut komnas HAM adalah “Hak Asasi manusia mencakup segala
bidang kehidupan manusia, baik sipil, politik, maupun ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Kelima-limanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Hak-hak asasi politik dan sipil tidak
ada artinya apabila rakyat masih harus bergelut dengan kemiskinan dan penderitaan. Tetapi,
dilain pihak, persoalan kemiskinan, keamanan dan lain alasan, tidak dapat digunakan secara
sadar untuk melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan politik serta sosial
masyarakat. .. Hak asasi manusia tidak mendukung individualisme, melainkan
membendungnya dengan melindunginya individu, kelompok dan golongan , ditengah-
tengah kekerasan kehidupan modern. Ham merupakan tanda solidaritas nyata suatu bangsa
dengan warganya yang lemah.
Sejarah Hak Asasi Manusia dimulai dari gagasan hak asasi manusia. Gagasan hak asasi
manusia muncul sebagai reaksi atas kesewenang-wenangan penguasa yang memerintah
secara otoriter. Munculnya penguasa yang otoriter mendorong orang yang tertekan hak
asasinya untuk berjuang menyatakan keberadaannya sebagai makhluk bermartabat.
Nah, Zona Siswa pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai Sejarah Hak Asasi
Manusia (HAM). Semoga bermanfaat. Check this out!!!

A. Sejarah HAM di Dunia


Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad
ke-17, John Locke, merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada
setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu, hak
masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah perkembangan hak asasi
manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi
Amerika, dan Revolusi Prancis.

1. Magna Charta (1215)


Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna
Charta. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan
beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya pemeriksaan
pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya pemerintahan yang
telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan
menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.

2. Revolusi Amerika (1776)


Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi
Amerika.Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan) dan Amerika Serikat
menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil dari revolusi ini.

3. Revolusi Prancis (1789)


Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis
XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des droits de I’homme
et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi
Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality),
dan persaudaraan (fraternite).

4. African Charter on Human and People Rights (1981)


Pada tanggal 27 Juni 1981, negara-negara anggota Organisasi Persatuan Afrika (OAU)
mengadakan konferensi mengenai HAM. Dalam konferensi tersebut, semua negara Afrika
secara tegas berkomitment untuk memberantas segala bentuk kolonialisme dari Afrika, untuk
mengkoordinasikan dan mengintensifkan kerjasama dan upaya untuk mencapai kehidupan
yang lebih baik bagi masyarakat Afrika.

5. Cairo Declaration on Human Right in Islam (1990)


Deklarasi Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan deklarasi dari negara-
negara anggota Organisasi Konferensi Islam di Kairo pada tahun 1990 yang memberikan
gambaran umum pada Islam tentang hak asasi manusia dan menegaskan Islam syariah
sebagai satu-satunya sumber. Deklarasi ini menyatakan tujuannya untuk menjadi pedoman
umum bagi negara anggota OKI di bidang hak asasi manusia.
6. Bangkok Declaration (1993)
Deklarasi Bangkok diadopsi pada pertemuan negara-negara Asia pada tahun 1993. Dalam
konferensi ini, pemerintah negara-negara Asia telah mengegaskan kembali komitmennya
terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Mereka
menyatakan pandangannya saling ketergantungan dan dapat dibagi hak asasi manusia dan
menekankan perlunya universalitas, objektivitas, dan nonselektivitas hak asasi manusia.

7. Deklarasi PBB (Deklarasi Wina) Tahun 1993


Deklarasi ini merupakan deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara anggota
PBB di ibu kota Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya dikenal dengan Deklarasi Wina.
Hasilnya adalah mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak pembangunan.
Deklarasi ini sesungguhnya adalah re-evaluasi tahap dua dari Deklarasi HAM, yaitu bentuk
evaluasi serta penyesuaian yang disetuju semua anggota PBB, termasuk Indonesia.

B. Sejarah HAM di Indonesia

Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata tidak semua orang memiliki penghargaan
yang sama terhadap sesamanya. Ini yang menjadi latar belakang perlunya penegakan hak
asasi manusia. Manusia dengan teganya merusak, mengganggu, mencelakakan, dan
membunuh manusia lainnya. Bangsa yang satu dengan semena-mena menguasai dan
menjajah bangsa lain. Untuk melindungi harkat dan martabat kemanusiaan yang sebenarnya
sama antarumat manusia, hak asasi manusia dibutuhkan. Berikut sejarah penegakan HAM di
Indonesia.

1. Pada masa prakemerdekaan


Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia
pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng
Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum
proklamasi kemerdekaan.

2. Pada masa kemerdekaan

 Pada masa orde lama


Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang BPUPKI. Tokoh
yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu adalah
Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang berhasil. Hanya
sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sementara itu, secara menyeluruh
HAM diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950.

 Pada masa orde baru


Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena
HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan
Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia
dibentuk pada tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena
kondisi politik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula
berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi
untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.

 Pada masa reformasi


Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang
kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu
ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang
lebih baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tahun
2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting dalam penegakan HAM,
yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR)
menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.

HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila, yang artinya


bahwa HAM adalah menjadi jaminan filsafat yang kuat dari filsafat bangsa.
Beberapa instrument HAM yang ada di Indonesia antara lain yaitu Undang
- Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia, Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
atau Komnas HAM . HAM dapat meliputi Hak – hak asasi pribadi (personal
rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan
memeluk agama, dan kebebasan bergerak. Hak – hak asasi ekonomi
(property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak untuk
membeli dan menjual serta memanfaatkannya. Hak – hak asasi politik
(political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih
(dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai
politik. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum
dan pemerintahan ( rights of legal equality). Hak – hak asasi sosial dan
kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk memilih
pendidikan dan hak untuk mengembangkan kebudayaan. Dan hak asasi
untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan,
penangkapan, penggeledahan, dan peradilan. Namun seperti kita ketahui
bersama, pelaksanaannya masih sangat jauh dari apa yang diharapkan
oleh semua rakyat Indonesia, masih banyak terjadi pelanggaran -
pelanggaran HAM yang terjadi di negeri kita ini baik itu atas nama negara
atau institusi tertentu .Namun apakah disengaja ataupun tidak , negara
(dalam hal ini yaitu Komnas HAM) sepertinya sangat lamban untuk
mengungkap dan mengupas secara detail kasus – kasus pelanggaran HAM
yang terjadi baik itu kasus yang disorot media ataupun yang tidak terlalu
disorot . Apalago disaat Orde baru berkuasa , terlalu banyak kasus – kasus
pelanggaran HAM yang belum bisa terungkap dan tertutupi awal tebal
oleh konspirasi pihak elite kekuasaan pada saat itu dan diterusakan saat
ini . Dimulai sejak Soeharto menjabat sebagai presiden sampai Soeharto
lengser dalam peristiwa Mei 1998 oleh para Mahasiswa banyak sekali
peristiwa – peristiwa atau kasus – kasus dilakukan pemerintah yang
sangat melanggar HAM, beberapa contoh peristiwa atau kejadian dari
pelanggaran HAM yang dilakukan yaitu pada tahun 1965 dimana
Penculikan dan pembunuhan terhadap tujuh jendral Angkatan Darat dan
Penangkapan, penahanan dan pembantaian massa pendukung dan
mereka yang diduga sebagai pendukung Partai Komunis Indonesia. Lalu
dilanjutkan pada tahun 1966, pada tahun ini terjadi penangkapan dan
pembunuhan tanpa pengadilan  terhadap anggota – anggota PKI yang
masih terus berlagsung . Hal ini sangat melanggar HAM, namun mengaa
pemerintah seperti tidak tahu - menahu tentang hal tersebut, munkin
pada saat itu ada konfrontasi besar yang ingin dilakukan oleh Soeharto
untuk mempertahankan kekuasaannya, terbukti dengan konfrontasi itu
Soeharto dapat memimpin Indonesia selama 36 tahun lamanya, mungkin
bila ada pemilihan siapa politikus paling pintar di Indonesia atau bahkan
di Asia, Soeharto lah orangnya, karena dia seolah memimpin Indonesia
tanpa cacat di mata dunia. Benar memang asa hukum retroaktif tidak
dapat diterapkan, namun ini menyangkut kemashlahatan masyarakat kita
sendiri, terlebih untuk keluarga – keluarga atau keturunan dari korban –
korban dari pelanggaran HAM tersebut agar supaya mereka mendapatkan
haknya yang direnngut pemerintah kembali. Kembali ke masalah HAM di
Indonesia, mengapa pelanggaran HAM di Indonesia masih saja terjadi dari
tahun ke tahun dan juga sampai saat ini masih sering terjadi pelanggaran
HAM itu, apakah pemerintah terlalu tegas menindak oknum atau institusi
yang menentang kekuasaannya ataukah memang masyarakat kita yang
terlalu anarkis sehingga pemerintah terpaksa melakukan tindakan
progresif untuk mengendalikannya. Mungkin semua itu dapat kita
kendalikan jika tidak ada tindakan – tindakan atau kebijakan – kebijakan
dari pemerintah yang memberatkan rakyat, karena biasanya rakyat
bertindak dikarenakan hal tersebut. Tidak akan ada suatu masyarakat
menyerang atau menuntut ke pemerintahannya jika tidak ada hal dasar
yang melatarbelakanginya. Lalu bagaimana cara untuk menekan
pelanggaran HAM yang terjadi selama ini, mungkin salah satunya dengan
cara lebih mensaktikan lagi lembaga khusus Hak Asasi Manusia yang
dimiliki pemerintah yaitu KOMNASHAM (Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia), karena selama ini KOMNASHAM hanya dapat memegang suatu
kasus pelanggaran HAM sampai batas pengaduan kasus, penyelidikan
kasus, tanpa bias menghakimi siapa oknum – oknum yang terlibat dalam
kasus itu, alangkah baiknya jika KOMNASHAM diberi wewenang untuk
melaksanakan tindakan penghukuman atas oknum yang terlibat dalam
kasus tersebut. Memang akan butuh dana, butuh tenaga ahli untuk
melaksanakannya, namun bukankah rakyat Indonesia ini lebih dari cukup
untuk melaksanakan tugas itu, saya yakin bahwa rakyat Indonesia mampu
untuk itu. Dan memang butuh proses panjang untuk melaksanakan hal
itu, butuh waktu yang mungkin lama untuk merekrut ahli – ahli hokum
diseluruh Indonesia ini yang berkomitmen untuk mengamankan,
mensejahterakan  dan memajukan bangsa ini dibidang Hak Asasi
Manusia, butuh pejuang – pejuang HAM layaknya Moenir. Perlu adanya
Moenir Moenir baru untuk bangsa kita ini. Dan sebagai mahasiswa yang
dalam konotasinya adalah penyambung lidah – lidah rakyat, jangan sekali
– kali mengenal kata menyerah untuk memperjuangkan Hak – hak kita
dan orang – orang yang ada disekitar kita, agar kehidupan kita didunia ini
lebih bermanfaat.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/aunurrohim/ham-di-
indonesia_552aa5f26ea834a97d552d03
Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia

Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang


hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung
sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya
Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ),
membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua
periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode
setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).
A. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
• Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo
telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan
pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial
maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk
pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat
dan mengeluarkan pendapat.
• Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk
menentukan nasib sendiri.
• Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi
rasial.
• Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan
menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
• Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk
mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan
hak kemerdekaan.
• Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh
kemerdekaan.
• Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib
sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum
serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam
sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan
Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan
pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan
masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan
kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk
mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )

a) Periode 1945 – 1950


Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat
terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara
formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum
dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada
periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah
tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk
mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah
tanggal 3 November 1945.

b) Periode 1950 – 1959


Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan
sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana
kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti
dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada
periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya
masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul –
betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain
dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi
dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil
rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang
kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan.

c) Periode 1959 – 1966


Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem
demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem
demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan
berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran
supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan
dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak
sipil dan dan hak politik.

d) Periode 1966 – 1998


Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah
diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM
dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan
Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968
diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya
hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM.
Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966
MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan
dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak
serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir
1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi
dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat
defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya
restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam
ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai
dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila
serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM
sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu
dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif
pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali
digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang
sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan
kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini
terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga
Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap
penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui
pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran
HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus
DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an
nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi
pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke
strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan
HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan
penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7
Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM,
serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah
perihal pelaksanaan HAM.

e) Periode 1998 – sekarang


Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak
yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia.
Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan
pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan
HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan
yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian
tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional
khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan
instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap
yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten.
pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang –
undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang –
undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang
(UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam
lainnya.

Contoh Kasus Pelanggaran HAM

Modus kekerasan terhadap anak di Indonesia masuk dalam kategori paling


sadis di dunia. Dari mulai penjualan untuk dijadikan budak seks, sampai
kekerasan fisik yang menyebabkan korban jiwa.
Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait, kematian
bocah 3,5 tahun bernama Indah Sari di Serpong, Tangerang, yang dibakar
ibu kandungnya sendiri, merupakan salah satu buktinya.
"Pelaku tega menyeterika, menyiram dengan air panas, bahkan membakar
hidup-hidup," ujarnya kepadaVIVAnews.com, Senin, 27 September 2010.
Tak cuma itu, Arist membeberkan bahkan ada anak yang digorok ibunya
karena tidak punya uang.
Kekerasan sadistis yang diterima mereka akan membuat kejiwaan anak
bermasalah. Trauma psikologis di masa kecil kemungkinan besar akan
memicu mereka membalas dendam kelak atas apa yang pernah mereka
alami.

Data Komnas Perlindungan Anak menunjukkan sejak Januari hingga


September 2010, ada sebanyak 2.044 kasus kekerasan terhadap anak di
seluruh Indonesia. Jumlah tersebut lebih tinggi dari tahun sebelumnya dan
2008.

Pada 2009, jumlah kasus hanya 1.998, setahun sebelumnya mencapai


1.826, sedangkan pada 2007 sejumlah 1.510. Pada 2007 kekerasan fisik
terhadap anak paling mendominasi. Jumlahnya mencapai 642. Sementara
kekerasan seksual berjumlah 527 dan kekerasan psikis mencapai 341.

Pada 2009, kekerasan seksual balik mendominasi. Angkanya mencapai


705. Hal yang sama juga terjadi pada 2010. Kekerasan seksual terhadap
anak mencapai 592. Semua kasus tersebut paling banyak terjadi di
Jabodetabek.

Arist menambahkan, kekerasan seperti itu terjadi karena himpitan ekonomi.


Anak meminta susu, sementara ibu tidak dapat memenuhi karena tidak
ada uang. Akibatnya, orangtua mengalami depresi luar biasa.

"Anak menjadi korban karena paling tidak berdaya di dalam sebuah


komunitas keluarga," ungkapnya.

Budaya patrialineal juga menjadi faktor penyebab kekerasan seksual. Pria


begitu dominan dan tidak bisa diajak bermusyawarah oleh istri, atau
bahkan menganiaya sang istri. Karena itu, anaklah kemudian menjadi
korban penganiayaan. "Anak menjadi korban pelampiasan amarah sang
istri," Arist menerangkan.

Lingkungan yang kurang berpendidikan juga kerap menjadi pemicu


kekerasan.
Yang tragis, sekitar 70 persen pelaku kekerasan terhadap anak adalah ibu,
baik itu ibu kandung, ibu tiri, ibu asuh, ataupun ibu guru di sekolah.

Menurut Arist, kasus kekerasan anak yang jumlahnya tidak sedikit ini
mestinya mulai menjadi keprihatinan nasional.

Anda mungkin juga menyukai