Anda di halaman 1dari 10

PEMBAGIAN DAN PEMISAHAN KEKUASAAN

DALAM LEMBAGA EKSEKUTIF

Disusun Oleh :

NAMA :DHANNY SARASWATI

NIM : 8111416129

ROMBEL : 06

MATA KULIAH : HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam objek ilmu hukum tata negara, dikenal tentang sistem pemisahan dan pembagian
kekuasaan untuk menghindari tumpang tindih dalam penggunaan kewenangan masing
masing pihak. Salah satu ciri negara hukum, yang dalam bahasa inggris disebut legal state
atau state based on the rule of law, dalam bahasa Belanda dan Jerman disebut rechtsstaat,
adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
Meskipun kedua istilah rechtsstaat dan rule of law itu memiliki latar belakang sejarah dan
pengertian yang berbeda, tetapi sama sama mengandung ide pembatasan kekuasaan.
Pembatasan itu dilakukan dengan hukum yang kemudian menjadi ide dasar paham
konstitusionalisme modern. Oleh karena itu, konsep negara hukum juga disebut sebagai
negara konstitusional atau constitutional state, yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi.
Dalam konteks yang sama, gagasan negara demokrasi atau kedaulatan rakyat disebut pula
dengan istilah constitutional demoracy yang dihubungkan dengan pengertian negara
demokrasi yang berdasarkan atas hukum.

Seperti diuraikan di atas, persoalan pembatasan kekuasaan (limitation of power) berkaitan


erat dengan teori pemisahan kekuasaan (separation of power) dan teori pembagian kekuasaan
(division of power atau distribution of power). Penggunaan istilah, division of power,
separation of power,distribution of power, dan allocation of power, memiliki nuansa yang
sebanding dengan pembagian kekuasaan, pemisahan kekuasaan,pemilahan kekuasaan, dan
distribusi kekuasaan. Pada umumnya, doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power)
atau pembagian kekuasaan dianggap berasal dari Montesquieu dengan trias politica-nya.
Namun dalam perkembangannya, banyak versi yang biasa diapakai oleh para ahli berkaitan
dengan peristilahan pemisahan dan pembagian kekuasaan ini.Sebenarnya, konsep awal
mengenai hal ini dapat ditelusuri kembali dalam tulisan John Locke, Second Treaties of Civil
Government (1960) yang berpendapat bahwa kekuasaan untuk menetapkan aturan hukum
tidak boleh dipegang sendiri oleh mereka yang menerapkannya.

Istilah “pemisahan kekuasaan” dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan


perkataan separation of power berdasarkan teori trias politica atau tiga fungsi kekuasaan,
yang dalam pandangan Montesquieu, harus dibedakan dan dipisahkan secara struktural dalam
organ-organ yang tidak saling mencampuri urusan masing masing. Tiga fungsi kekuasaan
tersebut yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. Pada
makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kekuasaan eksekutif.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan pembagian dan pemisahan kekuasaan?


2. Apakah yang dimaksud lembaga eksekutif dalam pembagian kekuasaan
pemerintahan?

BAB II

ISI

1. Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan


Dalam sebuah praktik ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan
kekuasaan pada satu orang saja, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan
yang dilakukan secara absolut atau otoriter. Maka untuk menghindari hal tersebut
perlu adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, sehingga terjadi kontrol dan
keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan
legislatif,eksekutif maupun yudikatif tidak dipegang oleh satu orang saja.
Apa sebenarnya konsep pemisahan kekuasaan itu? Mohammad Kusnardi dan
Hermaily Ibrahim dalam bukunnya yang berjudul Pengantar Hukum Tata Negara
(1983: 140) menyatakan bahwa istilah pemisahan kekuasaan (separation of power)
dan pembagian kekuasaan (divisions of power) merupakan dua istilah yang memiliki
pengertian berbeda satu sama lainnya.

Pemisahan Kekuasaan

Pemisahan kekuasaan berarti kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam


beberapa bagian, baik mengenai organnya maupun fungsinya. Dengan kata lain,
lembaga pemegang kekuasaan negara yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan
yudikatif merupakan lembaga yang terpisah satu sama lainnya., berdiri sendiri tanpa
memerlukan koordinasi dan kerjasama. Setiap lembaga menjalankan fungsinya
masing-masing. Contoh negara yang menganut mekanisme pemisahan kekuasaan
adalah Amerika Serikat.
Pembagian Kekuasaan

Berbeda dengan mekanisme pemisahan kekuasaan, di dalam mekanisme


pembagian kekuasaan, kekuasaan negara itu memang dibagi-bagi dalam beberapa
bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa
konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau
kerjasama. Mekanisme pembagian ini banyak sekali dilakukan oleh banyak negara di
dunia, termasuk Indonesia. Berikut ini merupakan contoh dari pembagian kekuasaan
di Indonesia menurut UUD 1945

A. Pembagian kekuasaan secara horizontal

Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan menurut


fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif dan yudikatif). Berdasarkan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara horizontal pembagian
kekuasaan negara di lakukan pada tingkatan pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah. Pembagian kekuasaan pada tingkatan pemerintahan pusat berlangsung antara
lembaga-lembaga negara yang sederajat. Pembagian kekuasaan pada tingkat
pemerintahan pusat mengalami pergeseran setelah terjadinya perubahan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Pergeseran yang dimaksud adalah pergeseran
klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis kekuasaan
(legislatif, eksekutif dan yudikatif) menjadi enam kekuasaan negara, yaitu kekuasaan
konstitutif, kekuasaan esekutif, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif , kekuasaan
eksaminatif dan kekuasaan moneter.
B. Pembagian Kekuasaan Secara Vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian kekuasaan


menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan
pemerintahan. Pasal 18 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur
dengan undang-undang. Berdasarkan ketentuan tersebut, pembagian kekuasaan secara
vertikal di negara Indonesia berlangsung antara pemerintahan pusat dan pemerintahan
daerah (pemerintahan provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota). Pada pemerintahan
daerah berlangsung pula pembagian kekuasaan secara vertikal yang ditentukan oleh
pemerintahan pusat. Hubungan antara pemerintahan provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota terjalin dengan koordinasi, pembinaan dan pengawasan oleh
Pemerintahan Pusat dalam bidang administrasi dan kewilayahan.

Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang demokratis, ialah negara


yang melembagakan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat sekaligus prinsip prinsip
negara hukum dalam segala aspek kehidupan kenegaraan. Negara demokrasi
berprinsipkan bahwa sumber legitimasi kekuasaan dalam Negara yang dijalankan oleh
organ-organnya berasal dari rakyat, seingga dengan demikian pemerintahan
sejatinnya berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Secara garis besar
perwujudan kedaulatan rakyat dalam kehidupan bernegara dapat ditunjukkan dalam
dua hal, yaitu dalam lembaga perwakilan rakyat atau parlemen, dan dalam bentuk
konstitusi sebagai wujud perjanjian masyarakat.

2. Lembaga Eksekutif Dalam Pembagian Kekuasaan Pemerintahan

Eksekutif berasal dari kata eksekusi (execution) yang berarti pelaksana.


Lembagaeksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk menjadi pelaksana dari
peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh pihak legislatif. Kekuasaan
eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Eksekutif merupakan pemerintahan
dalam arti sempit yang melaksanakan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan berdasarkan peraturan perundang-undangan dan haluan negara, untuk
mencapai tujuan negara yang telah ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah
kabinet atau dewan menteri dimana masing-masing menteri memimpin departemen
dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya.
Menurut tafsiran tradisional azas Trias Politica yang dicetuskan oleh
Montesquieu, tugas badan eksekutif hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang
telah ditetapkan oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang
dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya badan eksekutif
leluasa sekali ruang-geraknya. Zaman modern telah menimbulkan paradoks, bahwa
lebih banyak undamg-undang yang diterima oleh badan legislatif dan yang harus
dilaksanakan oleh badan eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan
eskekutifnya.
Secara umum arti lembaga eksekutif adalah pelaksanaan pemerintah yang
dikepalai oleh presiden yang dibantu pejabat, pegawai negeri, baik sipil maupun
militer. Sedangkan wewenang menurut Meriam Budiardjo mencangkup beberapa
bidang:  Diplomatik: menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara
lainnya.  Administratif: melaksanakan peraturan serta perundang-undangan dalam
administrasi negara. Militer: mengatur angkatan bersenjata, menjaga keamanan
negara dan melakukan perang bila di dalam keadaan yang mendukung.  Legislatif:
membuat undang-undang bersama dewan perwakilan. Yudikatif:memberikan grasi
dan amnesti. Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of
state, Head of government, Party chief, Commander in chief, Dispenser of
appointments, dan Chief legislators. 
a. Eksekutif di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana
Menteri. Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri
merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden
atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala
negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan,
penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya. 
b. Head of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana
Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-
menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga
internasional, menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan
sejenisnya. Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara
dengan kepala pemerintahan.
c. Party Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari
suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu
negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer,
kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang
pemilu. 
d. Commander in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau
perdana menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau
perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun,
terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun
perdana menteri adalah orang bukan kalangan militer. 
e. Dispenser of Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani
perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini, penandatangan
dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun anggota-anggota kabinet yang lain,
yang diangkat oleh presiden atau perdana menteri. 
f. Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya
suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan DPR,
tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan
diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu
undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang
tersebut.
Tipe Lembaga eksekutif terbagi menjadi dua, yakni:
1.  Hareditary Monarch yakni pemerintahan yang kepala negaranya dipilih
berdasarkan keturunan. Contohnya adalah Inggris dengan dipilihnya kepala negara
dari keluarga kerajaan.
2.     Elected Monarch adalah kepala negara biasanya president yang dipilih oleh
badan legislatif ataupun lembaga pemilihan.
Sistem Lembaga Eksekutif terbagi menjadi dua:
1.  Sistem Pemerintahan Parlementer Kepala negara dan kepala pemerintahan
terpisah. Kepala   pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri, sedangkan kepala
negara dipimpin oleh presiden. Tetapi kepala negara disini hanya berfungsi sebagai
simbol suatu negara yang berdaulat.
2.    Sistem Pemerintahan Presidensial    Kepala pemerintahan dan kepala negara,
keduanya dipengang oleh presiden.

Tugas dan Fungsi Lembaga Eksekutif

Lembaga Eksekutif di Indonesia meliputi presiden dan wakil presiden beserta


menteri-menteri yang membantunya. Presiden adalah lembaga negara yang
memegang kekuasaan eksekutif yaitu mempunyai kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan. Di Indonesia, Presiden mempunyai kedudukan sebagai kepala
pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Presiden dan wakil presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya
untuk satu kali masa jabatan. Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan
tugasnya bersumpah atau mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam
sidang MPR. Setelah dilantik, presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan
sesuai dengan program yang telah ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan
pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak boleh bertentangan dengan UUD
1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan
negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

Tugas dan Wewenang Presiden

Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,


Presiden sebagai kepala negara mempunyai wewenang sebagai berikut:

1.Membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan dewan perwakilan


rakyat.
  2.Mengangkat duta dan konsul. Duta adalah perwakilan negara indonesia di negara
sahabat. Duta bertugas di kedutaan besar yang ditempatkan di ibu kota negara sahabat
itu. Sedangkan konsul adalah lembaga yang mewakili negara Indonesia di kota
tertentu di bawah kedutaan besar kita.
 3.Menerima duta dari negara lain
 4.Memberi gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan lainnya kepada warga negara
indonesia atau warga negara asing yang telah berjasa mengharumkan nama baik
Indonesia. Sebagai seorang kepala pemerintahan, presiden mempunyai kekuasaan
tertinggi untuk menyelenggarakan pemerintahan negara Indonesia.

Wewenang, hak dan kewajiban Presiden sebagai kepala pemerintahan,


diantaranya:

1. Memegang kekuasaan pemerintah menurut Undang-Undang Dasar


2. Berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR
3. Menetapkan peraturan pemerintah4.
4. Memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-
Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa
dan Bangsa
5. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung. Grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh kepala negara kepada
orang yang dijatuhi hukuman. Sedangkan rehabilitasi adalah pemulihan nama baik
atau kehormatan seseorang yang telah dituduh secara tidak sah atau dilanggar
kehormatannya.
6. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Amnesti
adalah pengampunan atau pengurangan hukuman yang diberikan oleh negara
kepada tahanan-tahanan, terutama tahanan politik. Sedangkan abolisi adalah
pembatalan tuntutan pidana.

Presiden juga merupakan panglima tertinggi angkatan perang.

Wewenang presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang adalah sebagai


berikut:

1. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR
2. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
3. Menyatakan keadaan bahaya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pemisahan kekuasaan bersifat horizontal dalam arti kekuasaan dipisah-pisahkan ke


dalam fungsi-fungsi yang tercermin dalam lembaga-lembaga negara yang sederajat dan
saling mengimbangi (check and balances). Sedangkan pembagian kekuasaan bersifat
vertikal dalam arti perwujudan kekuasaan itu dibagikan secara vertikal ke bawah kepada
lembaga-lembaga tinggi negara di bawah lembaga pemegang kedaulatan rakyat.
Indonesia adalah negara kesatuan yang menerapkan sistem desentralisasi. Artinya,
kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan tidak seluruhnya dijalankan oleh
Pemerintah Pusat, melainkan sebagian diserahkan kepada daerah-daerah. Sistem
desentralisasi ini melahirkan otonomi daerah, yang secara struktural diwujudkan dengan
pembentukan Pemerintah Daerah. Indonesia membagi kekuasaan dalam
pemerintahannya menjadi tiga lembaga yakni Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Badan Legislatif yaitu pembuat undang-undang pada umumnya di berbagai negara
terdapat pada parlemen dalam negara itu, di Indonesia badan legislatif terdiri atas Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)  merupakan
badan-badan yang memiliki wewenang legislasi, kontrol dan anggaran.
Badan eksekutif terdiri atas kepala negara seperti raja atau presiden beserta menteri-
menterinya. Dalam arti luas pegawai negeri sipil serta militer juga termasuk kedalam
badan eksekutif. Badan eksekutif memiliki beberapa wewenang yang diantaranya
mencakup berbagai bidang yaitu Administratif, Legislatif, Keamanan, Yudikatif
memberi grasi, amnesti, abolisi dan sebagainya.
Badan Yudikatif biasanya identik dengan kehakiman dimana badan ini bertugas
sebagai mengadili dan memutuskan pelanggaran undang-undang. Diberbagai negara
badan yudikatif memiliki berbagai persamaan. Di Indonesia badan Yudikatif terdiri atas
Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (Ma), serta Komisi Yudisial (KY).

DAFTAR PUSTAKA
1. Asshiddiqie, Jimly.2012. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Rajawali
Press
2. Budiardjo, Miriam.2009.Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
3.  Kansil, C.S.T.1981.Sitem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara Baru
4. Martitah. (2009). “Judicial Review dan Arah Politik Hukum Nasional: (Sebuah
Perspektif Penegakan Konstitusi). JURNAL KONSTITUSI (PUSAT KAJIAN
KONSTITUSI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG). 1(1), 111-134.
5. Saleh, Hassan.2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Audi Grafika
6. Tamin, Azian dan Azran Jalal, et. al.2005. Profil Politik Indonesia Pasca Orde
Baru. Jakarta: Pusat Studi Politik Madani Institute

Anda mungkin juga menyukai