Anda di halaman 1dari 16

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA

Jl. Dustira No. 1 Cimahi Tlp. & fax (022) 6632358


Em@il : akper_rs_dustira@yahoo.co.id
Website : akper-rsdustira.ac.id

FORMAT PEMBUATAN LAPORAN PENDAHULUAN


PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR
GANGGUAN ELIMINASI URINE

NILAI
TGL/PARAF TGL/PARAF CI
RS/RUANGAN NILAI NILAI RATA-
CI KLINIK AKADEMIK
RATA

A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Eliminasi Urine)


1. Definisi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urine atau bowel (feses)(Mubarok,2015)
Gangguan eliminasi urine didefinisikan sebagai disfungsi eliminasi
urine(SDKI,2016)
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa sisa metabolisme tubuh
baik urine maupun fekal, pada eliminasi urine sistem yang berperan yaitu
sistem perkemihann seperti ginjal,ureter,kandung kemih dan uretra
Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik urine maupun fekal, sistem yang berperan yaitu sistem perkemihan
seperti ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra(Kozier,B.,et.all.2013)
2. Anatomi Fisiologi eliminasi urine

1. Ginjal
a. Definisi
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebra ta yang berbentuk seperti
kacang. Sebagai bagian dari sistem perkemihan, ginjal berfungsi menyaring
kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama air dalam
bentuk urine (Purnomo, 2007).
b. Fungsi Ginjal
Ginjal sering dianggap sebagai organ yang hanya diperlukan untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme. Namun, sebanarnya ginjal memiliki
fungsi yang jauh lebih banyak. Ginjal penting untuk mempertahankan
keseimbangan air, garam, elektrolit, dan merupakan kelenjar endokrin yang
mengeluarkan paling sedikit tiga hormon, yakni renin, erythopoetin, dan
calcitrol. Ketiga hormon tersebut memiliki fungsi yang berbeda. Renin
adalah hormon yang terkait dengan tekanan da rah; erythopoetin adalah
hormon yang membantu pem bentukan sel darah merah; dan calcitrol
adalah hormon yang membantu tubuh menyerap kalsium pada makan an
Ginjal membantu mengontrol tekanan darah dan sangat rentan mengalami
kerusakan apabila tekanan darah terlalu tinggi atau terlalu rendah (Corwin,
2009).
c. Struktur Ginjal
- Secara anatomi ginjal terletak di luar rongga peri toneum di bagian
posterior, sebelah atas dinding abdomen, masing-masing satu di setiap
sisi
- Posisi dari kedua ginjal di dalam rongga abdomen dipelihara oleh
o dinding peritoneum,
o kontak dengan organ-organ viseral, dan
o dukungan jaringan penghubung.
- ginjal kiri terletak agak lebih superior dibanding kan ginjal kanan.
- Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta unit fung sional yang disebut
dengan nefron.
- Ukuran setiap ginjal orang dewasa, yaitu panjang 10 cm, 5,5 cm pada sisi
lebar, dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150
- Permukaan anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung, pankreas,
jejunum, dan sisi fleksi kolon kiri.
- Pada permukaan superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal.
- Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan
bagian luar.
o Bagian dalam
Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal. Pembuluh-
pembuluh darah ginjal dan drainase ureter melewati hilus dan ca bang
sinus renal.
o Bagian luar
Bagian luar berupa lapisan tipis yang me nutup kapsul ginjal dan
menstabilkan struktur ginjal.
- Korteks ginjal merupakan lapisan bagian dalam se belah luar yang
bersentuhan dengan kapsul ginjal.
- Medula ginjal terdiri atas 6-18 piramida ginjal. Bagian dasar piramida
bersambungan dengan korteks dan di antara piramida dipisahkan oleh ja
ringan kortikola yang disebut kolum ginjal.
d. Nefron
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari gin jal yang terdiri atas tubulus
kontortus proksimal, tu bulus kontortus distal, dan duktus koligentes (Purno
mo, 2007). Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih 1 juta
nefron, masing-masing mampu membentuk urine.
Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu jika ada
kerusakan nefron karena trauma ginjal atau penyakit ginjal, jumlah nefron
akan turun bertahap. Jumlah nefron yang berfungsi akan menurun kira-kira
10% setiap 10 tahun. Berkurangnya nefron berfungsi ini tidak mengancam
jiwa karena perubahan adaptif sisa nefron menyebabkan nefron tersebut
dapat mengeluarkan air, elektrolit, dan produk sisa dalam jumlah yang
tepat. Pada usia 80 tahun jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit
dibandingkan usia 40 tahun (Guyton & Hall, 2014).
e. Aliran Darah Ginjal
Ginjal menerima sekitar 1.200 ml darah per me nit atau 21 % dari curah
jantung. Aliran darah yang sa ngat besar ini tidak ditujukan untuk
memenuhi kebu tuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat
secara terus-menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan
menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu mempertahankan volume
darah, memastikan keseim bangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat,
dan pH(Corwin 2009)
f. Pembentukan Urine
1) Proses Pembentukan Urine
Urine adalah cairan sisa metabolisme yang di hasilkan ginjal dan
dikeluarkan dari tubuh melalui kencing. Urine terdiri atas air dan bahan-
bahan yang terlarut di dalamnya. Bahan-bahan terlarut tersebut berupa
sisa metabolisme tubuh seperti urea, garam terlarut, serta materi
organik lainnya.
2) Proses pembentukan urine melalui 3 tahapan, yaitu proses filtrasi
(penyaringan), reabsorpsi (penyerapan kembali), dan proses augmentasi
(pengeluaran zat).
g. Klirens Ginjal
Klirens ginjal (renal clearance) suatu bahan meng acu kepada konsentrasi
bahan tersebut yang secara to tal dibersihkan dari darah kemudian masuk
ke dalam urine dalam suatu waktu.
h. Pengaturan aliran darah ginjal
Perlu di pertahankan agar ginjal dapat bertahan serta mengontrol volume
plasma dan elektrolit
i. Kontrol hormonal dan autakoid terhadap sirkulasi ginjal
j. Aktivasi RAA(Renin-Angiotensin-Aldosteron) terhadap tekanan darah RAA
berfungsi untuk menjaga keseimbangan caj ran elektrolit yang adekuat,
serta mempertahankan tekanan darah. Renin, enzim yang disekresikan oleh
sel-sel jukstaglomerulus adalah enzim yang mengubah angiotensigonen
menjadi angiotensin I.Angiotensin Converting Enzyme (ACE) yang teri kat
pada membran plasma sel endotel mengubah an giotensin I membentuk
angiotensin II.
k. Reabsorpsi ginjal
l. Sekresi dan ekskresi asam
Ginjal menyekresikan dan mengekspresikan ion hidrogen ke dalam urine
sehingga ginjal dapat membersihkan darah dari asam yang tidak mudah
menguap yang di produksi secara metabolik
m. Mekanisme pemekatan ginjal
Agar dapat bertahan hidup tanpa air manusia harus mampu
mengekspresikan urine pekat (hipertonik) tubuh harus mampu
mengeluarkan produk produk sisa, termasuk urea tanpa kehilangan banyak
air dalam prosesnya, sebaliknya pada keadaan kelebihan air, tubuh manusia
harus mampu mengekspresikan sejumlah besar air dalam urine yang encer
(hidroponik)
n. Peran hormon antidiuretik dalam pemekatan urine
Permeabilitas duktus pengumpul terhadap air ditentukan oleh kadar
hormon hipofisis posterior, hormon antidiuretik (ADH) yang terdapat dalam
darah

2. Ureter
Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan
urine dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Bagian-bagian ureter dapat
dijelaskan se bagai berikut.
a. Pada orang dewasa, panjangnya kurang lebih 20 cm.
b. Dinding ureter terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel sel transisional,
otot-otot polos sirkuler, dan longitudi nal yang dapat melakukan gerakan
peristaltik (berkon traksi) guna mengeluarkan urine ke kandung kemih.
c. Adanya sumbatan pada saluran urine akan mengaki batkan kontraksi otot
polos yang berlebihan. Hal ini bertujuan untuk mendorong/mengeluarkan
sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi ini dirasakan sebagai nyeri
kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter.
d. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot de trusor di daerah
trigonum kandung kemih. Normalnya ureter berjalan secara miring
sepanjang beberapa sen timeter, menembus kandung kemih yang disebut
de ngan ureter intramural kemudian berlanjut pada ureter submukosa.
e. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung
menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urine dari
kandung kemih saat terjadi tekanan kandung kemih.
f. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi sepanjang ure ter akan
meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus
kandung kemih membuka dan memberi kesempatan kandung urine
mengalir ke dalam kandung kemih (Muttaqin dan Sari, 2014).
3. Kandung kemih (vesika urinaria)
Kandung kemih adalah organ yang berongga yang terdiri atas 3 lapis otot
detrusor yang saling beranyaman. Kandung kemih suatu organ cekung yang
dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot merupakan wadah tempat
urine
4. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalur urine keluar dari kandung kemih
melalui proses miksi, Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang
terletak pada perbatasan kandung kemih dan uretra, serta sfingter uretra
eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior.
Panjang uretra wanita sekitar 3-5 cm sedangkan pria kurang lebih 23-25 cm
perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran
urine lebih sering terjadi pada pria.
5. Kelenjar prostat
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di se belah inferior kandung
kemih, di depan rektum dan mem bungkus uretra posterior. Bentuknya seperti
buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya sekitar 20 gram.
Secara histopatologis kelenjar prostat terdiri atas kom ponen kelenjar dan
stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh
darah, saraf, dan jaring an penyangga lainnya.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulasi. Cairan ini dialir kan melalui duktus sekretorius dan bermuara
di uretra pos terior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang
lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat meru pakan ±25% dari seluruh
volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogas trikus
(T10-L2).
Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik yang menye babkan pengeluaran cairan prostat ke dalam
uretra poste rior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberi kan
inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher kandung kemih.
Pada tempat-tempat tersebut banyak terdapat reseptor adregenik -à.
Rangsangan simpatik me nyebabkan tonus otot polos tersebut dipertahankan.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah men jadi kanker
ganas dapat membuat uretra posterior menjadi buntu sehingga mengakibatkan
terjadinya obstruksi saluran kemih.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


a. Usia
Bayi atau anak kecil dengaan usia sampai 18-24 bulan tidak mampu
mengontrol secara volunter, pada usia remaja dan dewasa sudah dapat
mengontrol berkemih secara volunter, pada lansia frekuensi berkemih
dan volume urine meningkat hal ini karena terjadi penurunan
kemampuan tonus otot daya tampung
b. Suhu, Suhu rendah merangsang peningkatan frekuensi berkemih karena
suhu dingin
c. Asupan Nutrisi dan cairan
a. Minuman coklat, kopi, teh mengandung cafein dapat meningkatkan
produksi urine
b. Makanan yang banyak mengandung cairan (buah/sayur) dapat
meningkatkan produksi urine
d. Jenis kelamin
Kapasitas kandung kemih wanita antara 400-500ml sedangkan pria
antara 300-600ml frekuensi berkemih wanita lebih sering dibanding laki
laki
e. Respon keinginan awal berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih menyebabkan
urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran
vesika urinaria dan jumlah hidup
f. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi hal ini terkaitnya dengan tersedianya fasilitas toilet. Kadang
individu malas berkemih ke kamar mandi
g. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang
baik untuk fungsi sphincter, Hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun
h. Tingkat perkembangan
Dapat mempengaruhi pola berkemih, hal tersebut dapat
ditimbulkan pada anak, yang lebih memiliki kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil, kemampuan mengontrol buang air
kecil meningkat dengan bertambahnya usia
i. Sosiokultural
Seperti adanya aturan pada masyarakat untuk tidak di
perkenankan BAK di tempat dan waktu tertentu
j. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya
memiliki kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal/pispot
k. Tonus otot
Memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
dalam mengatur kontrasi pengontrolan pengeluaran air kemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan velvis
l. Prosedur bedah
Pasien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan
sebelum menjalani pembedahan yang di akibatkan oleh proses
penyakit/puasa pascaoperasi yang mempengaruhi pengeluaran
urin
m. Pemeriksaan diagnostik
Beberapa pemeriksaan diagnostik tidak memperoleh pasien
untuk minum dan makan sebelumnya contoh Pielogram
intravena dan urogram, pemeriksaan sistoskopi berisiko
menyebabkan retenti urine
n. Obat obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan keluaran urine, retensi urine dapat di sebabkan
oleh pemakaian beberapa obat

4. Masalah Yang Mungkin Muncul Akibat Gangguan Eliminasi


1. Retensi urin
Adalah adanya penumpukan urine didalam kandung kemih oleh
karena ketidaksanggupan kandung kemih untuk
mengosongkannya
- Penyebabnya
a. Kelemahan otot detrusor karena amat teregang, atomi pada
pasien dm atau penyakit neurologis
b. Pembesaran prosta, kekakuan leher pesika, batuk kecil,
tumor pada leher pesika
c. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,
kelainan patologi uretra (infeksi tumor)
- Tanda gejala
a. Di awali dengan urin mengalir lambat
b. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
c. Terasa ada tekanan dan terasa nyeri, merasa ingin BAK
2. Inkotinensia Urine
Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter
eksterna untuk mengontrol keluarnya urin dari kandung kemih
- Penyebab
a. Proses penuaan
b. Menurunnya kesadaran
c. Spasme kandung kemih
- Macam-macam inkontinensia urine
a. Inkontinensia urgensi
Pelepasan urin yang tidak terkontrol sebentar setelah
ada peringatan ingin melakukan urinasi
b. Inkotinensia tekanan
Pelepasan urin yang tidak terkontrol selama aktifitas
seperti batuk, bersin, tertawa
c. Inkotinensia fungsional
Kebocoran urin karena kesulitan mencapai toilet secara
tepat waktu
d. Inkotinensia refleks
Kandung kemih terlalu penuh dan sebagia terlepas
secara tidak terkontrol
e. Inkotinensia total
Dimana seseorang mengalami pengeluaran urin terus
menerus dan tidak dapat di perkirakan
3. Enuresis
Keadaan tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bila
terjadi ketika tidur malam hari disebut enurosis nocturanal
- Penyebab
Setelah anak umur lebih dari 5 tahun
a. Kapasitas kandung kemih lebih besar dari normalnya
b. Makanan yang banyak mengandung mineral
c. Anak yang takut jalan pada gang gelap untuk ke kamar
mandi
4. Urinaria supperesi
Berhentinya produksi urin secara mendadak normal urine
diproduksi ginjal secara terus menerus pada kecepatan 60-120
ml/jam
5. Patofisiologi

B. Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine


1. Pengkajian
a. Anamnesa
Meliputi Identitas pasien yaitu nama, usia, jenis kelamin,
pendidikan, agama, pekerjaan, suku/bangsa, status perkawinan,
golongan darah, diagnosa medis, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, no medrek, alamat & identitas penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama,
Adalah keluhan/gejala yang paling dirasakan menganggu oleh klien
yang menyebabkan klien berobat saat awal dilakukan pengkajian
2) Riwayat kesehatan sekarang
a) Alasan masuk Rs, Mengkaji alasan klien mencari perawatan
kesehatan, karena informasi yang terkandung dalam format masuk
dapat sangat berbeda dari alasan subjektif klien mencari perawatan
kesehatan
b) Keluhan saat dikaji, Merupakan masalah yang harus jelas & lengkap
karakteristiknya dengan memakai perincian
PQRST(paliatif/provokativ, quality, region, skala, dan time)
3) Riwayat kesehatan dahulu, Mengkaji data tentang pengalaman
perawatan kesehatan klien, terutama yang berkaitan tentang gangguan
kebutuhan eliminasi urine
4) Riwayat kesehatan keluarga, Mengkaji kesehatan keluarga untuk
mengetahui apakah terdapat penyakit keturunan/tidak
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi, Mendeskripsikan pelaporan diri klien mengenai
kesehatan
2) Pola nutrisi/metabolisme, Pola asupan makan & minum
harian/mingguan klien. Misalnya(frekuensi, diet khusus, nafsu makan)
berat badan actual penurunan/peningkatan berat badan
3) Pola eliminasi, Mendeskripsikan pola fungsi ekskresi
4) Pola aktivitas/olah raga, Mendeskripsikan pola latihan, aktivitas, waktu
luang, dan rekreasi kemampuan untuk melakukan aktivitas harian
5) Pola kognitif-persepsi, Kaji kemampuan bicara, status mental klien,
ansietas, ketidak nyamanan
6) Pola koping-toleransi stress, Kemampuan klien dalam mengelola stress,
respon koping sebelumnya, sumber dukungan ketidakefektifan pola
koping dengan toleransi stress
7) Konsep diri
a. Gambaran diri, Persepsi seseorang tentang tubuh, persepsi ini
mencakup perasaan&sikap yang di tunjukan pada tubuh
b. Peran diri, Mencakup harapan/standar perilaku yang telah di terima
oleh keluarga, komunitas&kultur
c. Harga diri, Rasa kita tentang nilai diri didasarkan pada faktor
internal&eksternal
d. Identitas diri, Mencakup tentang individualitas, keutuhan,
kosistensi,
e. Ideal diri, Aspirasi, tujuan, nilai, dan standar perilaku yang di
upayakan dicapai
8) Pola hubungan&peran, Tanyakan pada klien siapa yang berarti dalam
hidupnya, tempat mengadu&meminta bantuan
9) Pola nilai&keyakinan, Perlu ditanyakan pantangan agama selama sakit
keyakinan tentang kehidupan, ritual & keyakinan agama

d. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum, keadaan umum dapat meliputi keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah, kesadaran yang dapat meliputi penilaian
secara kualitas dan kuantitas
b. TTV seperti suhu, tekanan darah, respirasi & nadi
c. Abdomen, mengkaji adanya pembesaran pelebaran pebuluh darah
vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan, bising usus
d. Genetalia, mengkaji kebersihan genetalia, adanya lesi/tdk, warna
uretra
e. Intake dan output, kaji intake dan output dalam sehari 24 jam, kaji
karakteristik urine normal

e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan urine(urenalisis)
1) Warna urine normal kuning jernih
2) Bau, normal beraroma
3) pH normal (4,6-8,0)
4) Berat jenis (1,010-1,030)
5) Glukosa (kondisi normal tidak ada)
Kultur urine, normal kuman patogen negatif
2. Diagnosis Keperawatan SDKI
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dengan gangguan kebutuhan
eliminasi urine berdasarkan SDKI yaitu:
a. Gangguan eliminasi Urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih di
tandai dengan sering buang air kecil
b. Inkontinensia Urine refleks b.d kerusakan jaringan di tandai dengan
Dribbling
c. Retensi Urine b.d peningkatan tekanan uretra ditandai dengan sensasi
penuh pada kandung kemih

3. Rencana Keperawatan

D.0040
Gangguan Eliminasi Urine
Definisi: Disfungsi eliminasi urine
Kategori: Lingkungan
Subkategori: Keamanan dan Proteksi

Tujuan Intervensi Rasional

L.04034 I.04152 Observasi


Eliminasi urine Manejeman eliminasi 1. Untuk mengetahui
Definisi:pengosongan urine masalah yang
kandung kemih yang lengkap Definisi: terjadi pada pasien
Ekspektasi: Membaik mengidentifikasi dan 2. Untuk mengetahui
Kriteria hasil: mengelola gangguan faktor retensi /
1. Desakan berkemih pola eliminasi urine Inkontinensia
menurun Observasi: 3. Untuk mengetahui
2. Mengompol menurun 1. Identifikasi tanda jumlah kostitensi
3. Urine menetes (dribbling) dan gejala retensi jumlah urin yang
menurun atau inkontinensia keluar. (Mustika,
urine 2018)
2. Identifikasi faktor Teurapeutik
yang menyebabkan 4. Untuk mengetahui
retensi atau haluaran urine
inkontinensia urine 5. Untuk mencegah
3. Monitor eliminasi dribbling
urine Edukasi
Teurapeutik: 6. Untuk membantu
4. Catat waktu waktu mengontrol
dan keluaran gangguan
berkemih eliminasi urine
5. Batasi asupan cairan Kolaborasi
jika perlu 7. Untuk mencegah
pengeluaran urine
Edukasi: terus menerus
6. Ajarkan mengenali
tanda berkemih dan
waktu yang tepat
untuk berkemih
Kolaborasi:
7. Kolaborasi
pemberian obat
supositoria uretra,
jika perlu

D.0003
Inkontinensia urine refleks
Definisi: Pengeluaran urine yang tidak terkendali pada saat volume kandung kemih
tertentu
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Respirasi

L.04036 I.04163 Observasi


Kontinensia urine Perawatan Inkontinensia 1. Untuk mengetahui
Definisi: Pola kebiasaan urine masalah awal klien
buang air kecil Definisi: 2. Untuk mencegah
Ekspetasi: Membaik Mengidentifikasi dan Terapeutik
Kriteria hasil: merawat pasien yang 3. Untuk memberikan
1. Kemampuan berkemih mengalami pengeluaran kenyamanan pada
meningkat urine secara area genetalia
2. Distensi kandung kemih involunter(tidak 4. Untuk menurunkan
menurun disadari) filtrasi glomelurus
3. Dribbling menurun Observasi: yang dapat
1. Identifikasi menekan produksi
penyebab urine
inkontinensia urine 5. Untuk mencapai
2. Monitor kebiasaan kesembuhan
BAK Edukasi
Terapeutik: 6. Untuk membuat
3. Bersihkan genetal kenyamanan klien
dan kulit sekitar Kolaborasi
secara rutin 7. Untuk mencegah
4. Berikan pujian atas kembali adanya
keberhasilan penyakit tersebut
mencegah
inkontinensia
5. Buat jadwal
komsumsi obat obat
diuretik
Edukasi:
6. Jelaskan jenis
pakaian dan
lingkungan yang
mendukung proses
berkemih
Kolaborasi:
7. Rujuk ke ahli
inkontinensia, jika
perlu

D.0050
Retensi urine
Definisi: Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Kategori: Fisiologis
Subkategori: Eliminasi

L.04034 I.04148 Observasi


Eliminasi urine Katerisasi urine 1. Untuk mengetahui
Definisi:Pengosongan Definisi: Memasukan keadaan kondisi
kandung kemih yang lengkap selang kateter urine ke pasien
Ekspektasi: Membaik dalam kandung kemih Terapeutik
Kriteria hasil: Observasi: 2. Untuk memberikan
1. Nokturia menurun 1. Periksa kondisi kenyamanan pada
2. Distensi kandung kemih pasien saat tindakan di
menurun Terapeutik: lakukan
2. Siapkan peralatan, 3. Untuk meperlancar
bahan bahan dan pada saat
ruangan tindakan dilakukan tindakan
3. Siapkan pasien 4. Untuk mencegah
bebaskan pakaian masuknya bakteri
bawah dan posisikan Edukasi
dorsal rekumben 6. Agar mencegah
untuk wanita dan rasa sakit saat
supinasi untuk laki dilakukan pemasangan
laki kateter
4. Bersihkan daerah
perineal atau
preposium dengan
cairan NACL
Edukasi
5. Anjurkan menarik
napas saat insersi
selang kateter
4. Implementasi
S0P (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
A. Persiapan
1. Salam teurapeutik disampaikan kepada pasien
2. Kaji adanya data hambatan eliminasi urine
3. Kaji kebutuhan pasien untuk pemasangan kateter urine
4. Cek kembali program medis tentukan/identifikasi apakah pasien akan
menggunakan folley cateter
5. Kaji identifikasi dan kontraindikasi prosedur
6. Kaji apakah dibutuhkan pengumpulan spesimen urine
- Persiapan alat
a. Bak steril berisi:
b. 1 buah kom steril berisi larutan aseptik
c. 1 kom berisi aquades untuk pengunci kateter
d. 1 kom berisi jelly
e. 1 buah pinset anatomi steril
f. Kapas steril secukupnya
g. 1 pasang sarung steril
- Peralatan lain;
a. 1 buah kateter steril sesuai ukuran
b. Urinaria bag sesuai ukuran
c. 1 buah spuit steril 20cc tanpa jarum
d. Korentrang dalam tempatnya
e. Perlak dan pengalas
f. Bengkok
g. Plester
- Jelaskan indikasi prosedur dan tujuan pemasangan kateter urine pada
pasien dan atau keluarga
- Persiapkan dan tempatkan troli peralatan disamping tempat tidur,
pindahkan peralatan yang diperlukan posisi kanan perawat
- Anjurkan keluarga supaya keluar dari ruangan
B. Penatalaksanaan
1. Jaga privasi pasien dengan memasang sampiran atau penutup
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan bersih.
3. Atur posisi pasien:
- Pasien anak atau tidak sadar membutuhkan bantuan dari
pengasuh/keluarga lain
- Pasien dewasa (wanita): atur posisi dorsal recumbent dengan lutut fleksi
4. Buka pakaian bagian bawah pasien. Selimuti bagian atas pasien
5. Lakukanlah perineal higiene atau vulva higiene sbb, untuk genetalia yang
sangat kotor.
- Pasang perlak
- Pasang bad pan
- Kenakan sarung tangan bersih
- Cuci area genetalia dengan waslap dan air hangat, setelah itu
keringkan
- Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan Anda
6. Gunakan sarung tangan steril.
7. Buka set steril (buka set kateter dan letakkan dalam kondisi steril)
8. Siapkan pelumas/jelly pada selembar kasa / kom steril untuk wanita.
9. Untuk pasien wanita: siapkan kapas savlon steril dalam kom steril.
10. Buka spuit, urin bag, dan tempatkan dalam kondisi steril.
11. Dalam kom yang lain, siapkan aquabidest steril, untuk pengunci.
12. Pembungkus bagian luar kateter dibuka, dan letakkan dalam bak steril
13. Sarung tangan steril dipakai dengan benar
14. Ballon kateter di tes dengan benar
15. Ambil pinset steril kemudian peras kasa/kapas savlon/detol
16. Pasang duk lubang steril di atas paha pasien tepat di bawah penis,
17. Tangan kiri membuka vulva (pada pasien wanita)
18. Lakukan meatus urinarius higiene dengan menggunakan kasa steril
19. Masukkan jelly KY menggunakan spuit tanpa jarum/tube jelly sebanyak
+5 cc
20. Anjurkan pasien menarik napas dalam selama pemasangan kateter
21. Masukkan kateter sampai urine keluar, kemudian masukkan kateter ±2cm
22. Hubungkan ujung kateter ke ujung selang urine bag
23. Isi balon kateter dengan cairan aquabidest sebanyak yang tertera di
pangkal kateter
24. Tarik kateter secara pelan-pelan sampai terasa tertahan
25. Gantung urine bag pada tempatnya
26. Rapikan pasien dan tempat tidur pasien
27. Bersihkan dan pasang kembali alat pada tempatnya
28. Lepaskan sarung tangan
29. Rapikan ruangan kembali, membuka tirai, pintu, atau jendela
30. Posisi pasien diatur kembali dengan aman dan nyaman
31. Cuci tangan dengan benar
5. Evaluasi
1. Evaluasi hasil dilakukan melalui anamnesa respon, jumlah urine yang keluar,
warna urine, bau urine
2. Tindak lanjut diinformasikan setelah pemasangan kateter menetap
3. Salam terapeutik dikatakan mengakhiri aksi
6. DOKUMENTASI
1. Tindakan dan respons pasien selama dan sesudah dicatat
2. Kepekatan, warna, bau dan jumlah urine dicatat pada status pasien
3. Waktu, paraf dan nama terang dicatat sesuai prinsip dokumentasi keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

DPP PPNI, T. (2019). Standar luaran keperawatan indonesia. Jakarta selatan.

et_all, K. (2013). Buku ajaran fundamental keperawatan: konsep proses & praktik . Jakarta: EGC.

potter and perry. (2013). Fundamentals of nursing concepts process and practice . Elservier Mosby:
DPP PPNI.

Harmilah, H. (2020). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan.
Yogyakarta: Pustaka baru press.

Harmilah, H. (2020). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan.
Yogyakarta: Pustaka baru press.

haryono, R. (2013). Keperawatan medical bedah sistem perkemihan. Yogyakarta: Rapha Publishing

haryono, R. (2013). Keperawatan medical bedah sistem perkemihan. Yogyakarta: Rapha Publishing

PPNI(2018. Standar intervensi keperawatan indonesia. jakarta:DPP PPNI

PPNI(2019.Standar luaran keperawatan indonesia.jakarta DPP PPNI

PPNI,T. T.2017(. Standar diagnosis keperawatan indonesia DPP PPNI)

Anda mungkin juga menyukai