Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“DASAR-DASAR HUKUM ADAT”

Disusun Oleh :
1.Satria Arya Widyadhana (0221056931)

PRODI PENDIDIKAN HUKUM


UNIVERSITAS PEKALONGAN
2021
KATA PENGANTAR

i
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Makalah ilmiah
yang berjudul “Hukum Adat”.
Penulis menyusun makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi salah satu
tugas dari Dosen mata kuliah Pendidikan Hukum Indonesia. Dalam penyusunan
makalah ini penulis banyak mengalami tantangan dan hambatan. Akan tetapi,
karena berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penyusunan
makalah ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada semuanya.
Penulis sadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Karena masih banyak kekurangan, kesalahan, dan kekeliruan, baik
dalam penulisan maupun dalam penyajian. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun, guna perbaikan pada masa yang akan
datang.
Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat, terutama bagi pembaca
dan semua pihak yang memerlukan makalah ini.

Pekalongan, Januari 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i


DAFTAR ISI .........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Istilah dan Pengertian Hukum Adat..........................................................4
2.2 Tujuan mempelajari hukum adat...............................................................7
2.3 Ruang Lingkup Hukum Adat di Indonesia................................................9
2.4 Sejarah Hukum Adat...............................................................................10
2.5 Perbedaan antara Hukum Adat dengan Adat dan Kebiasaan..................12
BAB III KESIMPULAN......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era yang serba canggih sekarang ini terkadang kita lupa akan latar belakang
lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan
negara-negara asia asia lainnya seperti jepang sebagai negara yang hampir sama dalam
latar ideologi yaitu adanya sumber dimana  peraturan-peraturan hukum yang tidak
tertulis dan tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan adat istiadat yang dianut
oleh masyarakat tersebut dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam langkah.
Hukum adat di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber
pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-
peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian
besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai
akibat hukum (sanksi). Hukum adat pada umumnya belum atau tidak tertulis. Oleh
karena itu, dilihat dari perspektif ahli hukum yang memegang teguh kitab undang-
undang, seorang sarjana hukum yang berprespektif berdasar Kitab Undang-Undang,
memang hukum keseluruhannya di Indonesia di Indonesia ini tidak teratur dan tidak
tegas.
Bagi seorang ahli hukum asing yang baru mempelajari hukum adat pada
umumnya tidak dapat mengerti. Mereka tidak mengerti mengenai asal muasal peraturan
hukum adat tersebut. Akan tetapi apabila para ahli hukum asing tersebut bersedia
mempelajari hukum adat kita ini secara sungguh-sungguh, serta menjelajahi dan meneliti
hukum adat kita dengan rasio dan penuh perasaan. Maka mereka akan mengetahui
sumber hukum adat yang mengagumkan yaitu adat-istiadat yang hidup dan terus
berkembang dan berhubungan dengan tradisi kebiasaan rakyat.
Tetapi tidak semua adat adalah hukum. Menurut Ter Haar untuk melihat apakah
sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka kita wajib melihat sikap
penguasa masyarakat hukum yang bersangkutan terhadap si pelanggar peraturan adat-
istiadat yang bersangkutan. Jika penguasa menjatuhkan hukuman pada si pelanggar ,
maka adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat. Hukum adat berurat-akar pada
kebuyaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup karena ia
menjelmakan perasaan hukum rakyat yang nyata. Karena hukum adat menjelmakan
perasaan hukum rakyat yang nyata, untuk itu hukum adat terus-menerus dalam keadaan

4
tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri sesuai dengan perkembangan
masyarakat.
Peraturan hukum adat yang terus berkembang inilah membuat hukum adat selalu
mengakami perunahan. Tiap peraturan hukum adat adalah timbul, berkembang dan
selanjutnya lenyap dengan lahirnya peraturan baru, sedang peraturan baru itu
berkembang juga, akan tetapi kemudian akan lenyap dengan perubahan perasaan
keadilanyang hidup dalam hati nurani rakyat yang menimbulkan perubahan peraturan.
Hal ini berlaku secara terus menerus seperti yang diungkapkan Prof. Soepomo yang
condong pada pendapat Ter Haar di mana sikap petugas hukum haruslah bertindak untuk
mempertahankannya. 
Oleh karena sifat hukum adat yang tidak statis atau dengan kata lain fleksibel,
maka di dalam peraturan hukum adat perlu disepakati suatu penetapan agar menjadi
hukum positif. Hal ini sudah barang tentu bertujuan untuk mempertahankan eksisensinya
sekaligus menjadikan peraturan tersebut menjadi peraturan hukum yang tertulis dan
memiliki kekuatan hukum yang tetap.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Apa Istilah dan Pengertian hukum adat?
2. Bagaimana Tujuan Mempelajari Hukum Adat?
3. Bagaimana Ruang Lingkup Hukum Adat Indonesia?
4. Bagaimana Sejarah Hukum Adat?
5. Bagaimana Perbedaan Antara Hukum Adat dengan Adat dan Kebiasaan?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui tentang hukum adat.
2. Untuk mengetahui tujuan memppelajari hukum adat.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup hukum adat di Indonesia.
4. Untuk mengetahui sejarah hukum adat.
5. Untuk mengetahui perbedaan hukum adat dan kebiasaan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Istilah dan Pengertian Hukum Adat


Istilah Hukum Adat tidak begitu dikenal dalam pergaulan masyarakat sehari-hari.
Istilah ini adalah terjemahan dari bahasa Belanda, ‘Adat-recht” yang pertama-tama
dikenalkan oleh Snouck hurgronje yang kemudian dikutip dan dipakai oleh Van
vollenhoven sebagai istilah teknis yuridis untuk menunjukkan kepada apa yang
sebelumnya disebut dengan Undang-Undang agama, lembaga rakyat, kebiasaan, lembaga
asli dan sebagainya. Istilah ini kemudian sering dipakai dalam literatur di kalangan
Perguruan Tinggi Hukum. Di dalam perundang-undangan istilah “adat-recht” itu baru
muncul pada tahun 1920 dalam UU mengenai perguruan tinggi di negeri Belanda.
Dikalangan masyarakat atau dalam pergaulan rakyat umum hanya dikenal istilah “adat”
saja.
Terminologi “Adat” dan “Hukum Adat” seringkali dicampur aduk dalam
memberikan suatu pengertian padahal sesungguhnya  keduanya adalah dua lembaga yang
berlainan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal,
ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena “adat”adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di
masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal
pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat).Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat
budaya, adat istiadat, dan lain-lain.
Kata adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan atau tradisi.
Hubungannya dengan hukum adalah bahwa adat atau kebiasaan dapat menjadi atau
dijadikan hukum dengan syarat tidak bertentangan dengan kepentingan umum.
Di dalam Pengantar Ilmu Hukum kita ketahui bahwa adat dan kebiasaan adalah
merupakan salah satu dari sumber hukum. Dengan diterimanya dan dipakainya istilah
Hukum Adat yang kemudian menjadi salah satu cabang ilmu hukum, maka timbul
beberapa defenisi yang merumuskan istilah tersebut. Antara lain sebagai berikut:
1. Ter Haar
Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat.
Terhaar terkenal dengan teori “Keputusan” artinya bahwa untuk melihat apakah

6
sesuatu adat-istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap
penguasa masyarakat hukum terhadap sipelanggar peratSeuran adat-istiadat. Apabila
penguasa menjatuhkan putusan hukuman terhadap sipelanggar maka adat-istiadat itu
sudah merupakan hukum adat.
2. Van Djik
Hukum adat adalah istilah untuk menunjukkan hukum yang tidak
dikodifikasikan dalam kelangan orang Indonesia asli dan kalangan timur asing
(tionghoa, arab dll). Dengan istilah ini juga dimaksudkan bahwa semua kesusilaan
disemua lapangan hidup. Van Djik juga membedakan antara Adat dan Hukum Adat
yang keduanya berjalan bergandengan tangan dan tidak dapat dipisahkan, yaitu
segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia yang menjadi tingkah laku
sehari-hari.
3. Bushar Muhammad menyimpulkan 4 (empat) hal penting dari pendapat van djik
tersebut di atas yaitu :
a. Segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang indonesia yang menjadi tingkah
laku sehari-hari, antar lain disebut dengan adat;
b. Ada terdiri dari dua bagian, yaitu tidak mempunyai akibat hukum dan
mempunyai akibat hukum, dan tidak memiliki akibat hukum bukanlah adat ;
c. Antara dua bagian tersebut tidak ada pemisahan yang tegas;
d. Bagian yang menjadi hukum adat mengandung arti yang lebih luas dari pada
istilah hukum di eropa atau pengertian barat tentang hukum pada umumnya.
4. Soepomo
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis,
meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang
berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan
bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Menunjuk kepada pasal 32 UUDS yang menyatakan, “….istilah Hukum Adat
ini dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan
legislatif, hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan negara, hukum yang
timbul karena putusan-putusan hakim, hukum yang hidup sebagai peraturan,
kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup di kota-kota maupun di
desa-desa.

7
5. Soekanto
Hukum adat adalah keseluruhan adat yang tidak tertulis dan hidup dalam
masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman serta mempunyai akibat
hukum.
6. Mr. J.H.P. Bellefroit
Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak
diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan
keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
7. Prof. Dr. Hazairin
Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah kaidah
kesusialaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat
itu.
8. Soeroyo Wignyodipuro, S.H.
Hukum adat adalah suatu ompleks norma-norma yang bersumber pada
perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan peraturan
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagaian
besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai
akibat hukum ( sanksi ).
9. Prof. Soeripto
Hukum adat adalah semua aturan-aturan/ peraturan-peraturan adat tingkah
laku yang bersifat hukum di segala kehidupan orang Indonesia, yang pada umumnya
tidak tertulis yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat para anggota
masyarakat, yang bersifat hukum oleh karena ada kesadaran keadilan umum, bahwa
aturan-aturan/ peraturan itu harus dipertahankan oleh petugas hukum dan petugas
masyarakat dengan upaya paksa atau ancaman hukuman (sanksi).
10. Hardjito Notopuro
Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis, hukum kebiasaan dengan ciri khas
yang merupakan pedoman kehidupan rakyat dalam menyelenggarakan tata kedilan
dan kesejahteran masyarakat dan bersifat kekeluargaan.
11. Kusumasi Pudjosewojo
Adat adalah tingkah laku yang oleh dan dalam suatu masyarakat sudah, sedang
akan diadatkan.  Hukum adat ialah keseluruhan aturan tingkah laku yang adat dan
sekaligus hukum pula. Dengan kata lain hukum adat ialah keseluruhan aturan hukum
yang tak tertulis.

8
2.2 Tujuan Mempelajari Hukum Adat
1. Tujuan Teoritis
untuk memelihara dan mengembangkan hukum adat sebagai ilmu dan nilai-
nilai yang merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia. Dalam piagam
Adatrechtstichting (Yayasan Hukum Adat) antara lain disebutksan : Menjamin
kekalnya penyelidikan ilmiah terhadap hukum pribumi Hindia Belanda dan bagian-
bagian lain dari nusantara yang tidak terkodifikasi serta memajukan studi mengenai
hukum tersebut secara kontinyu.

2. Tujuan Praktis
a. Bagi Praktisi Hukum
Agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dapat mempertimbangkan dan
menerapkan hukum yang sesuai dengan tuntutan keadilan masyarakat, khususnya
dalam kasus-kasus yang berkenaan dengan adat. Dalam hubungan ini Ter Haar
mengatakan bahwa setiap hakim yang harus mengambil keputusan menurut adat,
haruslah menginsyafi sedalam-dalamnya tentang sistem hukum adat, kenyataan
sosial serta tuntutan keadilan dan kemanusian untuk dapat melakukan tugasnya
dengan baik.
b. Bagi pembentuk Undang Undang
Agar dalam pembentukan undang-undang atau peraturan perundang-
undangan Perbedaan antara hukum adat dengan adat terletak pada sumber dan
bentuknya. Hukum Adat bersumber dari alat-alat perlengkapan masyarakat dan
tidak tertulis dan ada juga yang tertulis, sedangkan adat bersumber dari
masyarakat sendiri dan tidak tertulis. Mempertimbangkan nilai-nilai hukum adat
atau adat pada umumnya, sehingga perundang-undangan yang dihasilkan dapat
memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat yang menjadi subjeknya.
c. Tujuan idealis (Ilmu untuk masyarakat)
Menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan rasa suka, cinta dan
bangga terhadap bangsa dan budaya sendiri. Menjadi bahan utama dalam
pemebentukan hukum nasional dengan membuang segi-segi negatifnya dan
disesuaikan dengan sistem hukum modern.

9
Hukum adat yang merupakan intisari kebudayaan masyarakat Indonesia
yang antara lain bersifat komunalitas (gotong royong) harus menjadi bahan utama
dalam pembentukan hukum nasional Indonesia, agar sifat dan kepribadian yang
positif dan mulia tersebut tidak hilang.

2.3 Ruang Lingkup Hukum Adat di Indonesia


Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan
hukum adat (rechtsringen). Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum
adatnya seragam disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut
dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut kukuban hukum (Rechtsgouw).
Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut.
1. Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2. Tanah Gayo, Alas dan Batak
a. Tanah Gayo (Gayo lueus)
b. Tanah Alas
c. Tanah Batak (Tapanuli)
3. Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak Simelungun,
Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
4. Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola, Mandailing
(Sayurmatinggi)
5. Nias (Nias Selatan)
6. Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh Kota, tanah
Kampar, Kerinci)
7. Mentawai (Orang Pagai)
8. Sumatera Selatan
9. Bengkulu (Renjang)
10. Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan, Tulang
Bawang)
11. Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah, Semendo)
12. Jambi (Batin dan Penghulu)
13. Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur, Orang Banjar)
14. Bangka dan Belitung

10
15. Kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir, Dayak,
Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak
Lawangan, Lepo Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak
Maanyan Siung, Dayak Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung
Punan)
16. Gorontalo (Bolaang Mongondow, Suwawa, Boilohuto, Paguyaman)
17. Tanah Toraja (Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi,
Kaili, Tawali, Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
18. Sulawesi Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar,
Makasar, Selayar, Muna)
19. Kepulauan Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
20. Maluku Ambon (Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru,
Seram, Kep. Kei, Kep. Aru, Kisar)
21. Irian
22. Kep. Timor (Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba,
Sumba Tengah, Sumba Timur, Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
23. Bali dan Lombok (Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem,
Buleleng, Jembrana, Lombok, Sumbawa)
24. Jawa Pusat, Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo,
Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
25. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
26. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)

2.4 Sejarah Hukum Adat


Paling tidak ada tiga kategori periodesasi hal penting ketika berbicara tentang
sejarah hukum adat, yaitu:
1. Sejarah proses pertumbuhan atau perkembangan hukum adat itu sendiri.
peraturan adat istiadat kita ini pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman pra
hindu.
2. Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari tidak/belum dikenal hingga
sampai dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan.
3. Sejarah kedudukan hukum adat sebagai masalah politik hukum di dalam
system perundang-undangan di Indonesia pada periode ini.

11
Faktor  yang    mempengaruhi di samping faktor astronomis-iklim dan geografis–
kondisi alam–serta watak bangsa yang bersangkutan, maka faktor-faktor terpenting yang
mempengaruhi proses perkembangan hukum adat adalah:
1. Magis dan Animisme
Alam pikiran mistis-magis serta pandangan hidup animistis-magis
sesungguhnya dialami oleh tiap bangsa di dunia ini. faktor pertama ini khususnya
mempengaruhi dalam empat hal, sebagai berikut:
a. Pemujaan roh-roh leluhur,
b. Percaya adanya roh-roh jahat dan baik,
c. Takut kepada hukuman ataupun pembalasan oleh kekuatan gaib, dan,
d. Dijumpainya orang orang yang oleh rakyat dianggap dapat melakukan
hubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib
2. Agama
a. Agama Hindu. pengaruh terbesar agama ini terdapat di bali meskipun
pengaruh dalam hukum adatnya sedikit sekali.
b. Agama Islam. pengaruh terbesar nyata sekali terlihat dalam hukum
perkawinan.
c. Agama Kristen. hukum perkawinan kristen diresepsi dalam hukum adatnya.
3. Kekuasaan yang lebih tinggi dari pada persekutuan hukum adat. 
Kekuasaan itu adalah kekuasaan yang meliputi daerah-daerah yang lebih
luas daripada wilayah satu persekutuan hukum, seperti misalnya kekuasaan raja-
raja, kepala kuria, nagari.
4. Hubungan dengan orang-orang atau pun kekuasaan asing.
Faktor ini sangat besar pengaruhnya. hukum adat yang semula sudah
meliputi segala bidang kehidupan hukum, oleh kekuasaan asing–kekuasaan
penjajahan belanda–menjadi terdesak sedemikian rupa hingga akhirnya praktis
menjadi bidang perdata material saja.

12
2.5 Perbedaan antara Hukum Adat dengan Adat dan Kebiasaan
1. Terhaar
Suatu adat akan menjadi hukum adat, apabila ada keputusan dari kepala adat
dan apabila tidak ada keputusan maka itu tetap merupakan tingkah laku/ adat.
2. Van Vollen Hoven
Yang pertama kali menyebut hukum adat memberikan definisi hukum adat
sebagai : “ Himpunan peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi
dan timur asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi (karena bersifat hukum) dan
pada pihak lain berada dalam keadaan tidak dikodifikasikan (karenaadat).  Suatu
kebiasaan/ adat akan menjadi hukum adat, apabila kebiasaan itu diberi sanksi.
3. Van Djik
Membedakan antara Adat dan Hukum Adat yang keduanya berjalan bergandengan
tangan dan tidak dapat dipisahkan, yaitu segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan
orang Indonesia yang menjadi tingkah laku sehari-hari.
4. C.S Hurgronje
Pertama sekali secara sistematis menggunakan istilah Adat Recht dialih
bahasakan menjadi hukum Adat ketika melakukan penelitian di aceh dalam buku “De
Atjeherds” dan het gajoland (1891-1892). Istilah ini diakui Van volen Hoven dan ter
Haar.
Snouck Hurgronje memahami adat sebagai kebiaaan ( custom) dan Hukum
adat (customary law), dengan penekanan adat lebih banyak digunakan dari pada
syaria’ah yang dikena sebagai hukum. Bentuk-bentuk adat yang mempunyai
konsekuensi hukum disebut dengan hukum adat
5. Pendapat L. Pospisil
Untuk membedakan antara adat dengan hukm adat maka harus dilihat dari atribut-
atribut hukumnya yaitu:
a. Atribut authority, yaitu adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka
yang berpengaruh dalam masyarakat.
b. Intention of Universal Application, bahwa putusan-putusan kepala adat
mempunyai jangka waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga dikemudian
hari terhadap suatu peristiwa yang sama.

13
c. Obligation (rumusan hak dan kewajiban) yaitu dan rumusan hak-hak dan
kewajiban dari kedua belah pihak yang masih hidup. Dan apabila salah satu pihak
sudah meninggal dunia missal nenek moyangnya, maka hanyalah putusan yang
merumuskan mengeani kewajiban saja yang bersifat keagamaan.
d. Adanya sanksi/ imbalan, putusan dari pihak yang berkuasa harus dikuatkan
dengan sanksi/imbalan yang berupa sanksi jasmani maupun sanksi rohani berupa
rasa takut, rasa malu, rasa benci dn sebagainya.
6. Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas sedangkan hukum adat hanyalah
sebagian kecil yang telah diputuskan untuk menjadi hukum adat.
7. Hukum adat mempunyai nilai-nilai yang dianggap sakral/suci sedangkan adat tidak
mempunyai nilai/ biasa.

Hukum Adat dan Hukum Kebiasaan


Di Eropa (belanda) Hukum kebiasaan dan hukum adat memiliki arti yang sama,
disebut “gewoonte recht”, yaitu adat atau kebiasaan yang bersifat hukum yang
berhadapan dengan hukum perundangan (wettenrecht).
Jika kebiasaan disamakan dengan adat di belanda, indonesia sendiri membedakan
antara adat dengan kebisaan  sehingga Hukum Adat tidak sama dengan Hukum
Kebiasaan.
Kebiasaan yang dibenarkan ( diakui) didalam perundang-undangan merupakan
hukum kebiasaan, sedangkan Hukum Adat adalah hukum kebiasaan diluar perundang-
undangan.

14
BAB III
KESIMPULAN

Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal,
ketinggalan jaman, tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat
dimaklumi karena “adat” adalah suatu aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di
masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat berkaitan dengan soal-soal
pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya,
adat istiadat, dll.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya,
norma, hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem
dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat.
Hukum Adat tidak sama dengan Hukum Kebiasaan. Kebiasaan yang dibenarkan
(diakui) didalam perundang-undangan merupakan hukum kebiasaan, sedangkan Hukum Adat
adalah hukum kebiasaan diluar perundang-undangan.

15

Anda mungkin juga menyukai