Oleh :
Kelompok 4
S1 KEPERAWATAN
CASE 3
Bagaimana cara melakukan manajemen perawatan paliatif?
Seorang wanita berusia 33 tahun dirawat di rumah sakit karena batuk yang berkepanjangan
lebih dari satu bulan dan penurunan berat badan 10 kg dalam sebulan. Pemeriksaan X-ray dan
hasil tes dahak menunjukkan bahwa ada tuberkulosis di paru-parunya. Pemeriksaan fisik
menunjukkan RR 34x / menit, ronchi (+) di kedua paru-paru, berat badan 34 kg dan tinggi
155 cm. Klien mengeluh dispnea dan bertambah buruk ketika dia mencoba berjalan. Dia
merasa putus asa karena dia tidak bisa menjaga keluarganya seperti biasa, perawat
menyarankannya untuk melakukan dzikir.
Definisi dispnea
Etiologi Gejala
Sebab akibat
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Perawatan Paliatif diberikan sejak diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau
lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Perawatan Paliatif harus diberikan
kepada penderita itu. Perawatan Paliatif tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi
masih diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka.
Maka timbullah pelayanan palliative care atau perawatan paliatif yang mencakup
pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat, terapis, petugas social-medis, psikolog,
rohaniwan, relawan, dan profesilain yang diperlukan. Lebih lanjut, Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa pelayanan paliatif berpijak pada pola
dasar berikut ini :
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan
napas yang pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan
pada penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar,
gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma),
kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
4. Etiologi
Pada asalnya memang seseorang tersebut memiliki paru – paru dan organ
pernapasan lemah. Ditambah kelelahan bekerja dan gelisah, maka bagian-bagian
tubuh akan memulai fungsi tidak normal. Tetapi, ini tidak otomatis membuat tubuh
menderita, sebab secara alami akan melindungi diri sendiri. Namun demikian, sistem
pertahanan bekerja ekstra, bahkan kadang-kadang alergi dan asma timbul sebagai
reaksi dari sistem pertahanan tubuh yang bekerja terlalu keras.
2. Sesak Nafas karena Faktor lingkungan
Sesak Nafas karena kurangnya asupan cairan sehingga lendir pada paru – paru
dan saluran nafas mengental. Kondisi ini juga menjadi situasi yang menyenangkan
bagi mikroba untuk berkembang biak. Masalah pada susunan tulang atau otot tegang
pada punggung bagian atas akan menghambat sensor syaraf dan bioenergi dari dan
menuju paru – paru.
Orang – orang yang gelisah, depresi, ketakutan, rendah diri cenderung untuk
sering menahan nafas atau justru menarik nafas terlalu sering dan dangkal sehingga
terengah – engah. Dalam waktu yang lama, kebiasaan ini berpengaruh terhadap
produksi kelenjar adrenal dan hormon yang berkaitan langsung dengan sistem
pertahanan tubuh. Kurang pendidikan bisa juga menyebabkan sesak nafas.
Pengetahuan akan cara bernafas yang baik dan benar akan bermanfaat dalam jangka
panjang baik terhadap fisik maupun emosi seseorang.
5. Gejala dispnea
Gejala utama dari sesak napas adalah kesulitan bernapas. Gejalanya
tergantung pada tingkat keparahan sesak napas.
Penderita sesak napas biasanya memiliki gejala napas sebagai berikut:
Pendek
Cepat
Dangkal
Nyeri
Tidak nyaman
Gejala ini bisa berlangsung sesaat (akut) atau menjadi kronis. Orang yang
mengalami sesak napas akan merasakan sesak di dada hingga merasa seperti tercekik.
Sesak napas yang muncul mendadak atau ekstrem memerlukan perhatian medis
secepatnya.
Perawatan paliatif adalah perawatan yang bisa didapatkan para pasien yang
menderita penyakit kronis dengan stadium lanjut, yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Peningkatan hidup dilakukan dengan cara pendekatan dari sisi
psikologis, psikososial, mental serta spiritual pasien, sehingga membuat pasien lebih
tenang, bahagia, serta nyaman ketika menjalani pengobatan.
Walaupun sampai saat ini perawatan paliatif seringnya dilakukan pada pasien
kanker, namun sebenarnya ada beberapa penyakit yang juga membutuhkan perawatan
ini, seperti:
Penyakit yang diderita oleh orang dewasa, adalah Alzheimer, demensia, kanker,
penyakit kardiovaskuler (termasuk dengan serangan jantung), sirosis, penyakit
paru obstruktif kronis, diabetes, HIV/AIDS, gagal ginjal, Multiple Sclerosis,
Parkinson, dan TBC.
Penyakit yang dialami oleh anak-anak, yaitu kanker, penyakit jantung dan
pembuluh darah, sirosis, ganggguan pada sistem imunitas, HIV/AIDS, meningitis,
penyakit ginjal, dan masalah pada sistem saraf.
Gangguan fisik, seperti nyeri, susah tidur, napas menjadi pendek, tidak
nafsu makan, dan merasa sakit pada perut. Berbagai hal tersebut sering kali
dirasakan oleh pasien penyakit kronis yang sudah berada di stadium akhir. Lalu,
yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah melakukan konseling
gizi, melakukan terapi fisik, serta memberikan teknik bagaimana mengambil
napas dalam-dalam agar tubuh menjadi lebih rileks
Langkah pertama yang bisa Anda lakukan saat mengalami dyspnea adalah
bernapas melalui mulut. Cara ini dapat membantu Anda mendapatkan lebih banyak
oksigen, sehingga laju pernapasan akan melambat dan Anda dapat bernapas dengan
lebih efektif. Selain itu, bernapas melalui mulut juga dapat membantu Anda
melepaskan udara yang terperangkap di paru-paru.
Dalam hal ini, pasien yang menghadapi penyakit yang mengancam nyawa,
menjalani apa yang disebut perawatan paliatif (palliative care). WHO mendefinisikan
perawatan paliatif sebagai berikut:
- pendekatan untuk mencapai kualitas hidup pasien dan kematian yang bermartabat
- memberikan dukungan bagi keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan
dengan kondisi pasien
- mencegah dan mengurangi penderitaan
- melalui identifikasi dini, penilaian yang seksama, serta pengobatan nyeri dan
masalah-masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual.