Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Agama Islam adalah agama yang sempurna. Kehadiran agama dituntut


untuk terlibat aktif dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi
manusia. Tuntutan tersebut dapat dijawab dengan mudah oleh seorang muslim
tatkala ia memahami agamanya sendiri.
Agama tidak boleh hanya menjadi lambang kesalehan atau disampaikan
ketika kotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.Agama merupakan ujung tombak dari suatu
kehidupan.
Tuntunan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala
pemahaman agama yang selama ini banyak mengunakan pendekatan. Berbagai
pendekatan meliuti pendekatan teologis normatif, Antropoligis, sosiologi,
psikologi, histori, kebudayaan, dan pendekatan fisiologis. Mengenai pendekatan
yang pertama adalah teologis normatif untuk itu tema pokok yang kami angakat
yaitu pendekatan teologis normatif.

1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan teologis dalam memahami agama secara harfiah dapat
diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka
ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari
suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya.1 Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan
cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang
diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan,
sudah pasti benar, sehingga tidak perlu ditanyakan lebih dahulu melainkan
dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil
argumentasi.
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan
normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya
yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran
pemikiran manusia. Dalam pendekatan telogis ini agama dilihat sebagai suatu
kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak
bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan
seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama islam misalnya, secara normatif
pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil
menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong-
menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang
ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan
saling menguntungkan. Untuk bidang pengetahuan, agama tampil mendorong
pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-
tingginya, menguasai keterampilan, keahlian, dan sebagainya. Demikian pul
untuk bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik dan sebagainya
agama tampil ideal dan yang dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat
dalam ajaran agama yang bersangkutan.
B. Pendekatan Teologis Normatif dalam Memahami Islam dan Signifikasinya
1

2
Pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan
yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang
masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut
mengklaim dirinya sebagai yang paling benar. Pendekatan teologi dalam
memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog parsial,
saling menyalahkan, saling mengkafirkan, yang pada akhirnya terjadi
pengkotak-atikan umat, tidak ada kerjasama dan tidak terlihat adanya
kepedulian sosial. Dengan pendekatan demikian, agama cenderung hanya
merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras dan tampak asosial.
Melalui pendekatan teologi ini agama menjadi buta terhadap masalah-
masalah sosial dan cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak
memiliki makna.
Uraian di atas bukan berarti kita tidak memerlukan pendekatan teologi
dalam memahami agama, karena tanpa adanya pendekatan teologis,
keagamaan seseorang akan mudah cair dan tidak jelas identitas dan
pelembagaannya. Proses pelembagaan perilaku keagamaan melalui madzhab-
madzhab sebagaimana halnya yang terdapat dalam teologi jelas diperlukan
antara lain berfungsi untuk mengawetkan ajaran agama, dan juga berfungsi
sebagai pembentukan karakter pemeluknya dalam rangka membangun
masyarakat ideal menurut pesan dasar agama. Tetapi, ketika tradisi agama
secara sosiologis mengalami relfikasi atau pengenalan, maka bisa jadi spirit
agama yang paling “hanif” lalu terkubur oleh simbol-simbol yang diciptakan
dan dibakukan oleh para pemeluk agama itu sendiri. Pada taraf ini sangat
mungkin orang tergelincir menganut dan meyakini agama yang mereka buat
sendiri, bukan lagi agama yang asli, meskipun yang bersangkutan tidak
menyadari.
C. Pengertian Pendekatan Fiqih dan Tasawuf
1. Fiqih dan fungsinya
Fiqih atau Hukum Islam merupakan salah satu bidang studi islam
yang paling dikenal oleh masyarakat. Hal ini antara ain karena fiqih terkait
langsung dengan kehidupan masyarakat. Dari sejak lahir sampai dengan

3
meninggal dunia manusia selalu berhubungan dengan fiqih. Tentang siapa
misalnya yang harus bertanggung jawab memberi nafkah terhadap dirinya,
siapa yang menjadi ibu bapaknya, sampai ketika ia dimakamkan terkait
dengan fiqih. Karena sifat dan fungsinya yang demikian itu, maka fiqih
dikategorikan sebagai ilmu al-hal, yaitu ilmu yang berkaitan tentang
tingkah laku kehidupan manusia, dan termasuk ilmu yang wajib dipelajari.
Karena dengan ilmu itu pula seseorang baru dapat melaksanakan
kewajibannya mengabdi kepada Allah melalui ibadah salat, puasa, haji,
dan sebagainya. Model-model penelitian Hukum Islam (Fiqih):
1.) Model Harun Nasution
Sebagai guru besar bidang Teologi dan Filsafat Islam, Harun
Nasution juga mempunyai perhatian terhadap hukum islam.
Penelitiannya dalam bidang hukum Islam ini ia tuangkan secara
ringkas dalam bukunya Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya Jilid II.
Melalui penelitiannya secara ringkas namun mendalam terhadap
berbagai literatur tentang hukum islam dengan menggunakan
pendekatan sejarah, Harun Nasution telah berhasil mendeskripsikan
struktur Hukum Islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian
terhadap ayat-ayat hukum yang ada di dalam Al-Quran, latar belakang
dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari sejak
zaman nabi sampai dengan sekarang, lengkap dengan beberapa
mazhab yang ada didalamnya berikut sumber hukum yang
digunakannya serta latarbelakang timbulnya perbedaan pendapat.
Dengan membaca hasil penelitiannya itu pembaca akan
memperoleh informasi tentang jumlah ayat Alquran yang berkaitan
dengan hukum yang jumlahnya 368 ayat, dan 228 ayat atau 3 1/5
persen merupakan ayat yang mengungkapkan soal kehidupan
kemasyarakatan umat, yaitu ayat yang berkaitan dengan kehidupan
kekrluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya; ayat-
ayat mengenai perdagangan, perekonomian, jual beli, sewa-menyewa,
pinjam-meminjam, gadai, perseroan, kontrak, dan sebagainya; ayat-

4
ayat kriminal mengenai hubungan Islam dan bukan Islam, soal
pengadilan, hubungan kaya dan miskinserta mengenai soal kenegaraan.
Selanjutnya, melalui pendekatan kesejarahan Harun membagi
perkembangan hukum islam menjadi empat periode, yaitu periode
nabi, periode shabat, periode ijtihad serta kemajuan, dan periode taklid
serta kemunduran.
Model penelitian yang digunakan Harun Nasution adalah
penelitian eksploratif, deskriptif, dengan menggunakan pendekatan
kesejarahan. Interpretasi yang dilakukan atas data-data historis tersebut
selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya.
2.) Model Noel J. Coulson
Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya dibidang hukum
islam dalam karyanya berjudul Hukum Islam dalam Perspektif
Sejarah. Penelitian yang dilakukannya bersifat deskriptif analitis
menggunakan pendekatan sejarah. seluruh informasi tentang
perkembangan hukum pada setiap periode selalu dilihat dari faktos-
faktor sosio cultural yang mempengaruhinya, sehingga tidak ada
satupun produk hukum yang dibuat dari ruang hampa sejarah.
Hasil penelitian beliau dituangkan dalam tiga bagian:
 Pertama menjelaskan tentang terbentuknya hukum syariat.
 Kedua berbicara tentang pemikiran dan praktek hukum islam di
abad pertengahan.
 Ketiga berbicara tentang hukum islam di masa modern.
3.) Model Muhammad Atha Muzhar
Beliau menulis disertasi yang isinya berupa penelitian berupa
penelitian terhadap produk fatwa ulama Indonesia tahun 1975-1988.
Tujuan dari dari penelitiannya adalah untuk mengetahui materi fatwa
yang dikemukakan Majelis Ulama Indonesia serta latar belakang social
politik yang melatarbelakangi timbulnya fatwa tersebut. produk-
produk fatwa majelis ulama yang ditelitinya itu pada saat menteri
agama dijabat oleh A.Mukti Ali (1972-1978), Alamsyah Ratu

5
Perwiranegara (1978-1983), dan Munawir Sjadjali (1983-1988).
sementara itu ketua majelis ulama Indonesia dijabat oleh K.H. Hasan
Basri.
Hasil penelitian tersebut tertuang dalam empat bab:
 Pertama, mengemukakan tentang latar belakang dan karekteristik islam
di Indonesia serta pengaruhnya terhadap corak hukum islam.
 Kedua, mengemukakan tentang majelis ulama Indonesia dari segi latar
belakang didirikannya.
 Ketiga, mengemukakan tentang isi produk fatwa yang dikeluarkan
majelis ulama Indonesia serta metode yang digunakannya.
 Keempat, adalah berisi kesimpulan yang dihasilkan dari studi tersebut.
Dalam kesimpulan tersebut dinyatakan bahwa fatwa majelis ulama
Indonesia dalam kenyataannya tidak selalu konsisten mengikuti pola
metodelogi dalam penetapan fatwa sebagaimana dijumpai dalam ilmu
fiqih.
2. Tasawuf dan fungsinya
Tasawuf dari segi kebahasaan terdapat sejumlah istilah yang
dihubungkan orang dengan tasawuf. Harun Nasution misalnya,
menyebutkan lima istilah yang berhubungan dengan tasawuf yaitu:al-
suffah (ahl al-suffah) yaitu orang yang ikut pindah nabi dari makkah ke
madinah, Shaf yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan shalat
berjamaah, Sufiyaitu bersih dan suci,Shopos dan (Bahasa Yunani yang
artinya Hikmah) danShuf(kain wol kasar).
Ditinjau dari lima bahasa di atas, maka tasawuf dari segi istilah
menggambarkan keadaan yang selalu beroreantasi kepada kesucian jiwa,
mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan
kebenaran dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia disisi
Allah.Sikap demikian pada akhirnya membawa seseorang berjiwa
tangguh, memiliki daya tangkal yang kuat dan efektif terhadap berbagai
godaan hidup yang menyesatkan.

6
Selanjutnya, secara istilah tasawuf memiliki tiga sudut pandang
pengertian. Pertama, sudut pandang manusia sebagai makhluk terbatas.
Tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya penyucian diri dengan cara
menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya
kepada Allah. Kedua, sudut pandang manusia sebagai makhluk yang harus
berjuang. Sebagai makhluk yang harus berjuang, manusia harus berupaya
memperindah diri dengan akhlak yang bersumber pada ajaran agama,
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt.Ketiga, sudut pandang
manusia sebagai makhluk bertuhan. Sebagai fitrah yang memiliki
kesadaran akan adanya Tuhan, harus bisa mengarahkan jiwanya serta
selalu memusatkan kegiatan-kegiatan yang berhubungna dengan Tuhan.
Jika ketiga definisi tasawuf tersebut satu sama lainnya di
hubungkan, maka segera nampak bahwa tasawuf pada intinya adalah
upaya melatih jiwa dengan berbagai kegiatan yang dapat membebaskan
diri manusia dari pengaruh kehidupan duniawi, selalu dekat dengan allah,
sehingga jiwanya bersih dan memancarkan akhlak mulia.
Fungsi dari tasawuf adalah mengingatkan kembali manusia siapa ia
sebenarnya, yang berarti manusia dibangunkan dari mimpinya yang ia
sebut dengan kehidupan sehari-hari dan bahwa jiwanya bebas dari
pembatasan-pembatasan khayali egonya itu yang memiliki timbangan
obyektif di dalam apa yang di sebut kehidupan dunia menurut bahasa
keagamaan. Model penelitian tasawuf:
1.) Model Sayyed Husein Nasr
Sayyed Husein Nasr selama ini dikenal sebagai ilmuwan
muslim kenamaan di abad modern yang amat produktif dalam
melahirkan berbagai karya ilmiah. Perhatiannya terhadap
pengembangan studi islam begitu besar,termasuk kedalam bidang
tasawuf. Hasil penelitiannya dalam bidang tasawuf ia sajikan dalam
bentuk bukunya berjudul Tasawuf Dulu dan Sekarang yang
diterjemahkan oleh Abdul Hadi WM dan diterbitkan oleh pustaka
firdaus,Jakarta tahun 1985. Didalam buku tersebut disajikan hasil

7
penelitiannya di bidang tasawuf dengan menggunakan pendekatan
tematik, yaitu pendekatan yang mencoba menyajikan ajaran tasawuf
sesuai dengan tema-tema tertentu. Diantaranya uraian tentang fungsi
tasawuf, yaitu tasawuf dan pengutuhan manusia. Di dalamnya
dinyatakan bahwa tasawuf merupakan sarana untuk nenjalin hubungan
yang intens dengan Tuhan dalam upaya mencapai keutuhan manusia.
Selanjutnya dikemukakan pula tentang tingkatan-tingkatan
kerohanian dalam taswuf, manusia di dalam kelanggengan ditengah
perubahan yang Nampak. Setelah itudikemukakan pula perkembangan
taswuf yang terjadi pada abad ketujuh dan mazhab Ibn Arabi, serta
islam dan pertemuan agama-agama. Selanjutnya dikemukakan tentang
problema lingkungan dalam cahaya taswuf, penaklukan alam dan
ajaran islam tentang pengetahuan timur.
Dari Uraian singkat di atas terlihat bahwa model penelitian
taswuf yang diajukan Husein Nasr adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan tematik yang berdasarkan pada studi kritis terhadap ajaran
tasawuf yang pernah berkembang dalam sejarah.
2.) Model Mustafa Zabri
Mustafa Zahri memusatkan perhatiannya terhadap taswuf
dengan menulis buku berjudul kunci Memahami Ilmu Tasawuf
diterbitkan oleh Bina Ilmu, Surabaya, tahun 1995. Penelitian yang
dilakukan bersifat eksploratif, yakni menggali ajaran tasawuf dan
berbagi literatur ilmu tasawuf. Dalam buku yang berjumlah 26 (dua
puluh enam bab) tersebut, disajikan tentang kerohanian yang
didalamnya dimuat tentang contoh kehidupan Nabi Muhammad SAW,
kunci mengenal Tuhan,sendi kekuatan batin,Fungsi kerohanian dalam
menentramkan batin,tarekat dari segi arti dan tujuannya.
Selanjutnya dikemukakan tentang membuka tabir (bijab) yang
membatasi diri dengan Tuhan, zikrullah, istighfar dan bertaubat, doa,
waliyullah, keramat, mengenal diri sebagai cara untuk mengenal

8
Tuhan,makna laila illa Allah, hakikat pengertian tasawuf, catatan
sejarah perkembangan tasawuf dan ajaran tentang ma’rifat.
Dengan demikian penelitian tersebut semata bersifat eksploratif
yang menekankan pada ajaran yang terdapat dalam tasawuf
berdasarkan literatur yang tertulis oleh para ulama terdahulu serta
dengan mencari sandaran pada al-Qur’an Hadits.
3.) Model Kautsar Azhari Noor
Kautsar Azhar Noor melakukan penelitian yang berjudul Ibn
Arabi :Wabdat al-Wujud dalam perdebatan, dan telah diterbitkan oleh
parmadian, Jakarta, tahun 1995. Dengan judul tersebut, terlihat bahwa
penelitian yang ditempuh kautsar adalah studi tentang tokoh dengan
pahamnya yang khas, yang dalam hal Ibn Arabi dengan pahamnya
Wahdat al-Wujud. Penelitian ini cukup menarik, karena dilihat dari
segi paham yang dibawakannya, yaitu Wahdat al-Wujud telah
menimbulkan kontroversi dikalangan para ulama, karena paham
tersebut dinilai membawa paham reinkamasi, atau paham serba
Tuhan, yakni Tuhan menjelma dalam berbagai ciptaan-Nya, sehingga
dapat mengganggu keberadaan zat Tuhan.
Paham wahdat al-Wujud ini timbul dari paham bahwa Allah
sebagaiman diterangkan dalam uraian tentang hulul, ingin melihat
diri-Nya diluar diri-Nya. Oleh karena itu dijadikan-Nya ala mini.
Maka ini merupakan cerminbagi Allah. Dikala ia ingin melihat diri-
Nya, ia melihat kepada alam, pada benda-benda yang ada dalam alam,
karena dalam tiap-tiap benda itu terdapat sifat Tuhan mekihat diri-
Nya.Dari sini timbullah paham kesatuan. Yang ada dalam alam ini
kelihatan banyak, tetapi sebenarnya itu satu. Tak ubahnya halini
sebagai orang yang melihat dirinya dalam beberapa cermin yang
diletakkan disekelilingnya. Didalam tiap cermin ia lihat dirinya, dalam
cermin itu dirinya kelihatan banyak, tetapi dirinya sebenarnya satu.
Inilah yang selanjutnya menimbulkan perdebatan yang
menghebohkan, karena dapat membawa paham seolah-olah Tuhan ada

9
di mana-mana, menyatu dengan benda-benda alam, padahal yang
sesungguhnya bukanlah demikian. Tuhan tetap satu, yang banyak itu
hanyalah sifat Tuhan, bukan zat- Nya. Dengan demikian mereka yang
mengira Ibn Arabi membawa paham banyak Tuhan, tidaklah tepat.
Tuhan dalam arti zat-Nya tetap satu, namum sifat-Nya banyak. Sifat
Tuhan yang banyak itu pun dalam arti kualitas atau mutunya berbeda
dengan sifat yang dimiliki manusia. Tuhan misalnya, Maha
Mengetahui, dan pengetahuannya itu meliputi segala sesuatu dan tidak
terbatas, sedangkan sifat manusia tidak mencakup segala hal, dan
sifatnya amat terbatas.
4.) Model Harun Nasution
Harusn Nasution, Guru Besar dalam bidang Teologi dan
Filsafat islam juga menaruh perhatian terhadap penelitian dibidang
tasawuf ia tuangkan antara lain dalam bukunya berjudul Falsafat dan
Mistismedalam Islam, yang diterbitkan oleh Bulan Bintang, Jakarta,
terbitan pertama tahun 1973. Penelitian yang dilakukan Harun
Nasution pada bidang tasawuf ini mengambil pendekatan tematik,
yakni penyajian ajaran tasawuf disajikan dalam tema jalan untuk dekat
pada Tuhan,zuhud dan station-station lain, al-mahabbah, al-ma’rifah,
al-fan dan al-baqa, al-ittihad, al-hulul dan wahdat al-wujud. Pada
setiap topik tersebut selain dijelaskan tentang isi ajaran dari tiap topic
tersebut dengan data-data yang didasarkan pada literature kepustakaan,
juga dilengkapi dengan tokoh yang memperkenalkannya. Selain itu
Harun Nasution mencoba mengemukakan latar belakang sejarah
timbulnya paham tasawuf dalam Islam.
Penelitian yang menggunakan pendekatan tematik tersebut terasa lebih
menarik karena langsung menuju kepada persoalan tasawuf
dibandingkan dengan pendekatan yang bersifat tokoh. Penelitian
tersebut sepenuhnya dersifat deskriptif eksploratif, yakni
menggambarkan ajaran sebagaimana adanya dengan
mengemukakannya sedemikian rupa walaupun hanya dalam garis

10
besarnya saja. Dengan penelitian seperti ini peneliti mengemukakan
apa adanya dengan sedikit melakukan perbandingan antar satu ajaran
dengan ajaran tasawuf lainnya, namun hal ini pun bukan ditujukan
untuk mencari kelebihan dan kekurangan dari ajaran-ajaran tersebut,
tetapi sekedar intuk memperjelas ajaran tersebut.Hal ini biasanya
dilakukan dalam suatu penelitian deskripitif, karena tidak ada
problema atau teori tertentu yang akan diuji kebenarannya.
5.) Model A.J.Arberry
Arberry, salah seorang peneliti Barat kenamaan banyak
melakukan studi keislaman, termasuk dalam bidang tasawuf. Dalam
bukunya berjudul Pasang surut Aliran Tasawuf, Arberry mencoba
menggunakan pendekatan kombinasi, yaitu antara pendekatan tematik
dengan pendekatan tokoh. Dengan pendekatan demikian ia coba
kemukakan tentang Firman Tuhan, kehidupan nabi,para zahid,para
sufi,para ahli teori tasawuf, strukur teori tasawuf, struktur teori dan
amalan tasawuf, tarikat sufi, teosofi dalam aliran yasawuf serta
runtunhnya aliaran tasawuf. Dari isi penelitian tersebut, Nampak
bahwa Arberry menggunakan analisa kesejarahan, yakni berbagai tema
tersebut dipahami berdasarkan konteks sejarahnya, dan tidak dilakukan
proses aktualisasi nilai atau mentrasformasikan ajaran-ajaran tersebut
ke dalam makna kehidupan modern yang lebih luas

11
KESIMPULAN
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berfikir
deduktif, yaitu cara berfikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan
mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan, sudah pasti benar,
sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu melainkan dimulai dari
keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Namun
pendekatan teologis ini menunjukkan adanya kekurangan antara lain berfiat
eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan sebagainya.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan
sosiologis.
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan
normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya
yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran
pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu
kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak
bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat
cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar,
menjunjung nilai-nilai luhur.

12
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2014

13

Anda mungkin juga menyukai