Anda di halaman 1dari 9

PENGANTAR FILSAFAT HUKUM

MERESUME MATERI PENGANTAR FILSAFAT HUKUM

Dosen Pengampu: Dr. Emelia Kontesa, S.H., M.H.

HARRY RAHMAN SAPUTRA TANJUNG


B1A020227

FAKULTAS HUKUM
PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
RESUME MATERI FILSAFAT HUKUM

A. MANFAAT FILSAFAT HUKUM


Beberapa manfaat filsafat hukum, diantara lain:
1. Manfaat filsafat hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja.
Menurutnya, mata kuliah filsafat hukum di tingkat akhir fungsinya untuk
menempatkan hukum dalam tempat dan perspektif yang tepat sebagai bagian dari
usaha manusia menjadikan dunia ini suatu tempat yang lebih pantas untuk
didiaminya.

2. Manfaat Filsafat Hukum menurut Lili Rasjidi.


Menurutnya, filsafat hukum bermanfaat untuk memperluas cakrawala pandang
sehingga dapat memahami dan mengkaji dengan kritis atas hukum dengan
penafsirannya yang berlaku secara kontekstual, dan analisis tentang pandangan
antropologis yang melandasi tata hukum dan atau dalam kaitan dengan tujuan
yang hendak diwujudkannya pada berbagai situasi konkrit yang selalu
berkembang.

3. Filsafat hukum juga bermanfaat agar dapat menjelaskan secara praktis peran
hukum dalam pembangunan yang berfokus pada ajaran Sosiological jurisprudence
dan legal realisme.

4. Filsafat hukum dapat bermanfaat untuk pengembangan wawasan pengetahuan dan


pemahaman hukum, baik dalam bentuk pendekatan yuridis normatif maupun
pendekatan yuridis empiris.

5. Filsafat membawa kita kepada tindakan yang lebih layak.

B. TEORI-TEORI KEBENARAN
1. Teori Korespondensi (Correspondence Theory of Truth)
Menurut teori ini, kebenaran adalah kesesuaian antra pernyataan tentang
sesuatu dengan kenyataan sesuatu itu sendiri. Misalnya, Surabaya ibu kota Jawa
Timur. Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Surabaya memang
ibukota propinsi Jawa Timur. Kebenarannya terletak pada pernyataan dan
kenyataan.

2. Teori Koherensi (Coherence Theory of Truth)


Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas hubungan antara putusan
dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan antara
putusan- putusan itu sendiri.
Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu
pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu
diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Misalnya, Semua manusia
membutuhkan air, Sinta adalah seorang manusia, Jadi, Sinta membutuhkan air.

3. Teori Pragtisme (The Pragmatic theory of truth)


Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide
dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar
tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau
teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan
harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
Misalnya, teori pragmatisme dalam dunia pendidikan, di STAIN Kudus,
prinsip kepraktisan (practicality) dalam memperoleh pekerjaan telah
mempengaruhi jumlah mahasiswa baru pada masing-masing Jurusan. Tarbiyah
menjadi fovorit, karena menurut masyarakat lulus dari Jurusan Tarbiyah bisa
menjadi guru dan mendapatkan sertifikasi guru

4. Teori Perfomatif
Teori performatif menjelaskan, suatu pernyataan dianggap benar jika ia
menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang
mengungkapkan realitas, tetapi justru dengan pernyataan itu tercipta realitas
sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Teori ini berasal dari John
Langshaw Austin (1911-1960) dan dianut oleh filsuf lain seperti Frank Ramsey,
dan Peter Strawson.

5. Teori Kebenaran Konsesus


Suatu pernyataan dikatakan benar apabila dihasilkan dari suatu konsensus
bersama (kesepakatan).Untuk mencapai konsensus, ada syarat-syarat yang harus
dipenuhi. Menurut Jurgen Habermas, konsensus harus memenuhi syarat, yaitu:
1. Keterpahaman.
2. Hal yang dibicarakan dapat dipahamidiskursus/wacana.
3. Ada dialog antar ideketulusan/kejujuran.
4. Semua kepentingan/interest dikemukakan sehingga ada keterbukaan Otoritas.

6. Agama sebagai Teori Kebenaran


Dalam mendapatkan kebenaran menurut teori agama adalah wahyu yang
bersumber dari Tuhan. Manusia dalam mencari dan menentukan kebenaran
sesuatu dalam agama denngan cara mempertanyakan atau mencari jawaban
berbagai masalah kepada kitab Suci. Dengan demikian, sesuatu hal dianggap
benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran
mutlak.
C. RUANG LINGKUP FILSAFAT HUKUM
Ruang Lingkup Filsafat Hukum. Berkaitan dengan ajaran tentang filsafat, maka
ruang lingkup filsafat hukum tidak lepas dari ruang lingkup filsafat itu sendiri,
sehingga ruang lingkup filsafat hukum termasuk juga ke dalam hal sebagai berikut:
1. Antologi hukum
Ilmu yang mempelajari tentang hakekat hukum dan konsep-konsep
fundamental dalam hukum. Misalnya tentang hakekat demokrasi, hubungan
hukum dengan kekuasaan, dan hubungan hukum dengan moral lainnya.

2. Epistemologi hukum
Ilmu tentang pengetahuan hukum. Merefleksikan sejauh mana pengetahuan
tentang hakekat hukum dan masalah-masalah fundamental dalam filsafat hukum.
Filsafat hukum akan menjawab bagaimana mendapatkan ilmu tersebut serta
ukuran-ukuran apakah yang harus digunakan agar suatu hal dapat disebut hukum ?

3. Aksiologis hukum
Ilmu yang mempelajari tentang isi dari nilai-nilai yang termuat dalam hukum.
Misalnya persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, dan lain-lain.

4. Ideologi hukum
Ilmu yang mempelajari tentang tujuan hukum yang menyangkut cita manusia.
Merefleksikan wawasan manusia dan masyarakat yang melandasi dan
melegitimasi kaidah hukum, pranata hukum, sistem hukum, dan bagian-bagian
dari sistem hukum.

5. Teologi hukum
Ilmu yang menentukan isi dan tujuan hukum.

6. Keilmuan hukum
Ilmu meta teori bagi hukum.

7. Logika hukum
Ilmu tentang berfikir benar atau kebenaran berfikir. Merefleksikan aturan-
aturan berfikir yuridis dan argumentasi yuridis, bangunan logika serta struktur
sistem hukum.

D. SEBAB ORANG MENAATI HUKUM:


Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengapa orang menaati hukum,
diantaranya yaitu:
1. Teori Kedaulatan Rakyat
a. Yang langsung:
Dimana hukum itu berasal serta merupakan kehendak atau kemauan
Tuhan dan manusia sebagai ciptaan Tuhan, dan manusia wajib tunduk dan taat
pada hukum Tuhan.
b. Yang tidak langsung:
Sepertihalnya pemerintah pada zaman dahulu, dimana raja-raja disebut
dan diyakini sebagai wakil Tuhan di dunia. Sehingga, hukum yang dibuat oleh
pemerintah atau penguasa juga wajib ditaati oleh masyarakat.

2. Teori Kontrak Sosial atau Teori Perjanjian Masyarakat


Berdasarkan teori perjanjian masyarakat, orang yang taat dan tunduk pada
hukum disebabkan karena berjanji untuk menaatinya. Dimana hukum dianggap
sebagai kehendak bersama, hukum merupakan suatu hasil consesus (perjanjian)
dari segenap masyarakat.
Adapun beberapa perbedaan pendapat mengenai timbulnya teori perjanjian
masyarakat ini yaitu antara Thomas Hobbes, John Locke dan J.J. Rousseau, yaitu:
a. Teori perjanjian Thomas Hobbes
Menurutnya, pada mulanya manusia itu hidup dalam suasana belum
omnium contra omnes (selalu dalam keadaan konflik atau berperang). Agar
tercipta suasana damai dan tentram, lalu diadakanlan perjanjian-perjanjian
diantara mereka.
b. Teori perjanjian John Locke
Menurutnya, pada waktu terjadinya perjanjian juga disertakan syarat-
syarat yang antara lain membatasi kekuasaan dan melarang pelanggaran
terhadap hak-hak asasi manusia. Sehingga, teori John Locke ini menghasilkan
kekuasaan yang dibatasi oleh konstitusi.
c. Teori perjanjian J.J. Rousseau
Menurutnya, kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat tetap
berada pada individu-individu dan tidak diserahkan pada seseorang tertentu
secara mutlak atau dengan persyaratan tertentu. Dimana konstruksi yang
dihasilkannya adalah pemerintah demokrasi langsung. Teori ini hanya dapat
diterapkan di negara dengan wilayah sempit dan penduduk sedikit.

3. Teori Kedaulatan Negara


Menurut teori ini, hukum ditaati oleh warga negara karena memang negara
menghendakinya dimana negara mempunyai hak kekuasaan sekaligus dan
mempunyai kekuatan untuk menyelenggarakan hukum. Dimana hukum
merupakan “Wille des Staates” artinya orang tunduk pada hukum karena merasa
wajib menaatinya. Pendapat ini dikemukakan oleh Hans Kelsen.

4. Teori Kedaulatan Hukum


Menurut teori ini, hukum mengikat bukan karena negara yang
menghendakinya, melainkan seseorang menaati hukum karena merupakan
perumusan dari kesadaran hukum rakyat. Kesadaran hukum ini berpangkal pada
perasaan hukum setiap individu yaitu perasaan bagaimana seharusnya hukum itu.
Pendapat ini dikemukakan oleh Prof. Mr. H. Krabbe.

E. SEBAB NEGARA BERHAK MENGHUKUM


1. Menurut Penganut Teori Kedaulatan Tuhan (Julius Stahl)
Negara berhak menghukum karena negara merupakan wakil Tuhan di dunia
yang memiliki kekuasaan penuh untuk meyelenggarakan ketertiban di dunia. Para
pelanggar ketertiban perlu memperoleh hukuman agar ketertiban hukum terjamin
di masyarakat.

2. Menurut Penganut Teori Perjanjian Masyarakat


Karena manusia itu sendiri menghendaki adanya kedamaian dan ketentraman
di masyarakat, mereka terlah berjanji untuk menaati segala ketentuan yang dibuat
oleh negara yang telah diberi kuasa. Untuk itu apabila ada yang melanggar
ketentuan yang telah ditetapkan, maka negara berhak untuk menghukum
pelanggar ketertiban.

3. Menurut Penganut Teori Kedaulatan Negara


Karena negara memiliki hak kekuasaan dan kekuataan untuk menyeleggarakan
hukum dan ketertiban di masyarakat.

4. Menurut Penganut Teori Kedaulatan Hukum


Karena hukum itu bersifat mengikat bukan karena dikehendaki oleh negara.
Namun, lebih dikarenakan kesadaran hukum dari masyarakat itu sendiri.

F. ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT HUKUM


Menurut Lili Rasjidi, ia membagi beberapa mazhab atau aliran filsafat hukum,
antara lain:
1. Aliran Hukum Alam
Aliran ini dikenal juga dengan Aliran Hukum Abadi; Hukum Kodrat; Hukum
Asasi. Menurut Friedmann sejarah tentang hukum alam adalah sejarah umat
manusia dalam usahanya untuk menemukan apa yang dinamakan absolute justice
(keadilan yang mutlak) disamping kegagalan umat manusia mencari keadilan.
Menurut Satjipto Rahardjo masyarakat yang terus berubah membawa serta
perubahan pada keadilan yang hidup di dalam masyarakat itu. Karena dirasakan
ketentuan yang ada tidak atau kurang lagi mencerminkan rasa keadilan lain, dan
ini berarti orang berpegang kembali kepada ajaran hukum alam. Atau disebut
dengan “kebangkitan doktrin hukum alam”.
Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui
penalaran, hakikat mahkluk hidup akan dapat diketahui, dan pengetahuan tersebut
mungkin menjadi dasar tertib sosial serta tertib hukum eksistensi manusia.
Hukum alam juga dianggap lebih tnggi dari hukum buatan manusia. Dimana
aliran hukum alam ini dapt dibedakan antara hukum alam irasional dan hukum
alam rasional, sebagai berikut:
a. Irasional
Dimana hukum yang berlaku secara universal dan abadi itu bersumber
dari Tuhan secara langsung.
Tokoh aliran hukum alam irasional antara lain ThomasAquinas, John
Salisbury, Dante, Piere Dubois, Marsilius Padua dan John Wyclif.
Kemudian, Thomas Aquinas membagi hukum kedalam 4 golongan yaitu:
1. Lex Aeterna (hukum rasio tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh
pancaindra manusia).
2. Lex Devina (hukum rasio tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindra
manusia).
3. Lex Naturalis (hukum rasio tuhan yang ditangkap oleh pancaindra
manusia)
4. Lex Positivis (penerapan lex naturalis dalam kehidupan manusia di dunia).

Konsepsi Thomas Aquinas tentang hukum alam juga membagi asas-asas


diantaranya:
1. Principia prima (asas-asas yang dimiliki manusia sejak lahir/ bersifat
mutlak).
2. Principia secundaria (dapat berubah sesuai tempat dan waktu).

b. Rasional
Dimana sumber dari hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio
manusia. Pandangan yang muncul setelah zaman renaisance (era ketika rasio
manusia dipandang terlepas dari tertib ketuhanan). Berpendapat bahwa hukum
alam tersebut muncul dari pikiran manusia sendiri tentang apa yang baik dan
buruk, yang penilaiannya diserahkan pada kesusilaan (moral) alam.
Tokoh aliran hukum alam rasional anatara lain Hugo de groot
(Grotius), Christian Tomasius, Imanuel Kant, Samuel van Hufendorf.

2. Aliran Hukum Positivisme


Di dalam aliran hukum positif ini menganggap bahwa antara hukum dan moral
kedua hal tersebut merupakan dua hal yang harus dipisahkan. Di dalam aliran ini
dikenal adanya dua subaliran, yaitu:
1. Aliran hukum positif yang analitis atau ligisme, yang dipelopori oleh John
Austin.
Aliran ini mengartikan hukum ialah sebagai perintah dari pembentuk
undang-undang atau penguasa, yaitu perintah dari mereka yang memegang
kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan. Bahkan, bagian dari
aliran ini dikenal dengan ligisme, berpendapat lebih tegas bahwa hukum itu
identik dengan undang-undang artinya hukum yang berlaku hanyalan undang-
undang. Serta terdapat empat unsur penting menurut Austin yang dinamakan
sebagai hukum, yaitu perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
2. Aliran hukum positif yang murni atau hukum murni, yang dipelopori oleh
Hanks Kelsen.
Aliran ini mengartikan bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-
anasir nonyuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis.
Menurutnya hukum adalah suatu sollenkategorie (kategori keharusan/ideal),
bukan seinkategorie (kategori faktual).

3. Aliran Utilitarianisme
Utilitarianisme atau utilisme adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan
sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan dalam hal ini diartikan sebagai
kebahagiaan (happiness). Dengan demikian baik buruknya atau adil tidaknya
suatu hukum bergantung kepada hukum itu memberikan kebahagiaan kepada
manusia atau tidak.
Kebahagiaan ini selayaknya dapat dirasakan oleh setiap individu. Tetapi jika
tidak mungkin tercapai (dan pasti tidak akan tercapai), diupayakan agar
kebahagiaan itu dapat dirasakan oleh sebanyak mungkin individu dalam
masyarakat (bangsa) tersebut (the greatest happiness for the greatest number of
people).
Para tokoh yang mendukung aliran ini, antara lain Jeremy Bentham (1748-
1832), John Stuart Mil (1806-1873), dan Rudolf von Jhering (1818-1892).

4. Mazhab Sejarah
Timbulnya mazhab sejarah ialah sebagai reaksi dari tiga hal, yaitu:
1. Sebagai akibat dari realisme abad ke-18 yang didasarkan atas hukum alam,
kekuatan akal, dan prinsip-prinsip dasar yang semuanya berperan pada filsafat
hukum, dengan terutama mengendalikan jalan fikiran deduktif tanpa
memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan kondisi nasional
2. Kemudian masalah kodifikasi hukum Jerman setelah berakhirnya masa
Napoleon Bonaparte, yang mengharuskan agar semua negara Jerman bersatu.
Hukum yang berlaku khusunya di bidang perdata adalah Hukum Perdata.
Keharusan suatu hukum perdata bagi Jerman karena dipengaruhi oleh
keinginannya akan kesatuan negara, ia menyatakan keberatan terhadap hukum
yang tumbuh berdasarkan sejarah.
3. Sebagaimana diutarakan sebelumnya bahwa Abad ke-18 merupakan abad
rasionalisme dalam cara berfikir. Cara pandang inilah yang menjadi salah satu
penyebab munculnya Mazhab sejarah yang menentang universalisme.

5. Sosiological Jurisprudence
Menurut aliran Sosiological Jurisprudence ini, hukum yang baik haruslah
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat. Aliran ini
memisahkan secara tegas antara hukum positif (the postive law) dan hukum yang
hidup (the living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika antara (tesis)
positivisme hukum dan (anthitesis) mazhab historis.

Anda mungkin juga menyukai