FAKULTAS HUKUM
PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PERUBAHAN
PADA PASAL- PASAL HUKUM ACARA PIDANA
Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta Pasal 184
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
harus dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka
penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”
Berdasarkan putusan MK Nomor 65/PUU-VIII/2010 ,dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian;
1.1 Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta
Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah
bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sepanjang pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65;
Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209), tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat
memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan
suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri”;
1.2 Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta
Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan
angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); Pasal 184 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209), tidak dimaknai termasuk pula “orang
yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan
peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri
dan ia alami sendiri”;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya
3. Menolakpermohonan pemohon untuk selain dan selebihnya
Mencabut Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
Berdasarkan putusan MK Nomor 65/PUU-IX/2011, dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
1.1 Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2 Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya
3. Menolakpermohonan pemohon untuk selain dan selebihnya
2. Nama : Supriyadi
Tanggal Lahir : 8 Februari 1981
Pekerjaan : Swasta Jabatan : Pendiri MAKI
Alamat : Jalan Denpasar II (YBR V) Nomor 46, Jakarta Selatan
Mencabut frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Berdasarkan putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian;
1.1 frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2 frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;
3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
Mencabut Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana
Berdasarkan putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon:
1.1 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 8/UM-MK/XI/2012, bertanggal
29 November 2012 memberi kuasa kepada Duin Palungkun, S.H., Advokat pada kantor
Klinik Hukum Advokat – Duin Palungkun, S.H., & Rekan yang berkantor di Jalan C.H.F.
Mooy, Nomor 6, Kelapa Lima, Kupang, NTT bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa;
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
1.1 Frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak
dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari”;
1.2 Frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh)
hari”
2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
Putusan MK Nomor 68/PUU-XI/2013
Identitas pemohon :
Nama : Ferry Tansil
Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 24 Januari 1958
Alamat : Jalan Kemiri Nomor 36, Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat, Sulawesi
Tengah
Menyatakan inkonstitudional bersyarat Undang-Undang No. 8 tahun 1981 pasal 197 ayat
(1) huruf i bertentangan dengan UUD 1945, apabila diartikan putusan pemidanaan yang
tidak memuat ketentuan pasal 197 ayat (1) huruf i Undang-Undang No. 8 tahun 1981
tentang KUHAP mengakibatkan putusan batal demi hukum;
Pasal 197 ayat (2) huruf i Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 selengkapnya menjadi
“tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a,b,c,d,c,e,f,g,h dan j pasal ini
mengakibatkan putusan batal demi hukum
Berdasarkan Putusan MK Nomor Perkara Nomor 68/PUU-XI/2013, dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Mahkamah memakai :
2.1 pasal 197 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak
memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Mengakibatkan putusan batal
demi hukum
2.2 pasal 197 ayat ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, apabila
diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal
197 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana mengakibatkan putusan batal demi hukum
2.3 pasal 197 ayat ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
selengkapnya menjadi, “tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf
a,b,c,d,e,f,g,h dan j pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum
3. memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 1 Juni 2012 memberi kuasa
kepada Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Hidayat Achyar, S.H., Mansur Munir, S.H., La
Ode Haris, S.H., Jamaluddin Karim, S.H., M.H., Agus Dwi Warsono, S.H., M.H.,
Widodo Iswantoro, S.H., Arfa Gunawan, S.H., dan H. Fikri Chairman, S.H. yang
semuanya adalah advokat dan konsultan hukum pada Kantor Hukum IHZA & IHZA Law
Firm yang berkedudukan hukum di Gedung Citra Graha Lantai 10, Jalan Jend. Gatot
Subroto, Kav. 35-36, Jakarta, 12950, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa
Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan
Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi
hukum;
Berdasarkan Putusan MK Nomor 69/PUU- X/2012 Tanggal 22 Nopember 2012,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Mahkamah memaknai bahwa:
2.1 Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan
Pasal 197 ayat
(1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum;
2.2 Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat, apabila diartikan surat putusan
pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-
Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum;
2.3 Pasal 197 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) selengkapnya
menjadi,
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal
ini mengakibatkan putusan batal demi hukum”;
3. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus betanggal 6 Februari 2014 memberi kuasa
kepada Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., Dr. S.F. Marbun S.H., M.Hum., Alexander Lay,
S.T., S.H., LL.M., Dasril Affandi, S.H., M.H., Syahrizal Zainuddin, S.H., Masayu Donny
Kertopati, S.H., Ade Kurniawan, S.H., Mohamad Ikhsan, S.H., Suci Meilianika, S.H.,
dan Azvant Ramzi Utama, S.H., yang semuanya adalah advokat dan konsultan hukum
dari Kantor Maqdir Ismail & Partners yang berkedudukan hukum di Jalan Bandung
Nomor 4, Menteng, Jakarta, baik sendiri-sendiri maupu bersama-sama bertindak untuk
dan atas nama pemberi kuasa;
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan:
1. mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian;
1.1 Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup”
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1)
Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (Lembaga
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara Republik Nomor
3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan
yang cukup” dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat
dalam Pasal 184 Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
1.2 Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1)
Undang-undang No mor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaga
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara Republik Nomor
3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup”
adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-undang No
8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
1.3 Pasal 11 huruf a Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaga Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara Republik
Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka
penggeledahan dan penyitaan;
1.4 Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaga Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara
Republik Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan
2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya:
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015
Identitas pemohon :
Nama : Drs. Rusli Sibua, M.Si.
Tempat/Tanggal lahir : Daruba, 05 Maret 1962
Alamat : Desa/Kelurahan Muhajirin Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau
Morotai, Provinsi Maluku Utara
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 30 Juli 2015 memberi kuasa
kepada Achmad Rifai MA, S.H., Saiful Anam, S.H., Bambang Kurniawan, S.H., Zenuri
Makhrodji, S.H., Achmad Rulyansyah, S.H., Lissa Rochmilayali S.H., dan Nanang
Hamdani, S.H. advokat dan konsultan hukum pada kantor hukum “Achmad Rifai &
partners” yang beralamat di Menara Lippo Kuningan Lt. 17, Jalan HARI. Rasuna Said
Kav. B Nomor 12 Kuningan, Jakarta Selatan, bertindak baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama untuk dan atas nama pemberi kuasa
Pasal 82 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang frasa "suatu perkara sudah mulai diperiksa" tidak dimaknai
"permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah
dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon
praperadilan."
Berdasarkan putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 tanggal 9 November 2016,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 25, 29, dan 30 September
2015 memberi kuasa kepada Alghiffari Aqsa, S.H., Johanes Gea, S.H., Muhamad
Isnur, S.H., Nelson N. Simamora, S.H., Pratiwi Febry, S.H., Eny Rofiatul, S.H.,
Maruli Tua Rajagukguk, S.H., Atika Y. Paraswaty, S.H., M.H., Ichsan Zikry, S.H.,
Arif Maulana, S.H., M.H., Veronica Koman, S.H., Matthew Michelle Lenggu, S.H.,
Revan H. Tambunan, S.H., Oky Wiratama, S.H., Bunga M. R. Siagian, S.H., Alldo F.
Januardy, S.H., Advokat dan pengacara publik yang berasal dari Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Jakarta dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI,
yang memilih domisili hukum di Jalan Diponegoro Nomor 74, Menteng, Jakarta Pus
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 32/SK-SHP/I/2016, bertanggal 28
Januari 2016 memberi kuasa kepada Muhammad Ainul Syamsu, S.H., M.H., Syaefullah
Hamid, S.H., Hafisullah Amin Nasution, S.H., Teuku Mahdar Ardian, S.HI.,
Advokat/Kuasa Hukum, pada Kantor Hukum Syamsu Hamid & Partners, berkantor di
Graha Samali Building R. 2001 Lantai 2, Jalan H. Samali Nomor 31B, Pancoran, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan, 12740, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak
untuk dan atas nama pemberi kuasa
Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a
quo.
Berdasarkan putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Mei 2016,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan pemohon ;
1.1 pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Udang-undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945 secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain
selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo;
1.2 pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit
tersurat dalam norma a quo;
2. memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2016 memberi
kuasa kepada Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H., Harry Ponto, S.H., LLM., Swandy Halim,
S.H., MSc., Patuan Sinaga, S.H., M.H., Arief Patramijaya, S.H., LLM., Hanita Oktavia,
S.H., Patricia Lestari, S.H., M.H., Triweka Rinanti, S.H., M.H., Dr. N. Pininta
Ambuwaru, S.H., M.M., M.H., LLM., Handoko Taslim, S.H., LLM., Budi Rahmad, S.H.,
dan Fajri Akbar, S.H., para Advokat pada Law Firm Swandy Halim & Partners,
beralamat kantor di Law Firm Swandy Halim & Partners, Gedung Menara Kadin
Indonesia Lantai 19, Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 2-3, Jakarta Selatan, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;
Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "surat putusan pemidanaan memuat"
sepanjang tidak dimaknai "surat putusan pemidanaan di pengadilan tingkat pertama
memuat".
Berdasarkan Putusan MK MK Nomor 103/PUU-XIV/2016, dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
1. Mengabulkan permohonan pemohon;
2. Menyatakan pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258) bertentangan dengan
Udang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 secara bersyarat dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “surat putusan
pemidanaan memuat” tidak dimaknai "surat putusan pemidanaan di pengadilan
tingkat pertama memuat", sehingga pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menjadi berbunyi :
Surat putusan pemidanaan di pengadilan tingkat pertama memuat :
a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi : “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta
alat- pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasae
penentuan kesalahan terdakwa
e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan
terdakwa
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara
diperiksa oleh hakim tunggal
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam
rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau
tindakan yang dijatuhkan
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti
j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya
kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
l. Hari dan tanggal putusan, nama penutut umum, nama hakim yang memutuskan
dan nama panitera
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.