Anda di halaman 1dari 18

HUKUM ACARA DAN PRAKTIK PIDANA

Dosen Pengampu: Benget Hasudungan Simatupang, S.H.,M.H.Li /


Susi Ramadhani, S.H.,M.H

HARRY RAHMAN SAPUTRA TANJUNG


B1A020227

FAKULTAS HUKUM
PRODI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PERUBAHAN
PADA PASAL- PASAL HUKUM ACARA PIDANA

 Putusan MK Nomor 65/PUU- VIII/2010


Identitas pemohon :
Nama : Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra
Tempat/Tanggal Lahir : Belitung, 5 Februari 1956
Alamat : Jalan Karang Asem Utara Nomor 32, Mega Kuningan, Jakarta Selatan

Pasal yang di uji :


Pasal 1 angka 26 : “Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”
Pasal 1 angka 27 : Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana
yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya
itu.
Pasal 65 : Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi
dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang
menguntungkan bagi dirinya.
Pasal 116 ayat (3) : Dalam pemeriksaan tersangka ditanya apakah ia menghendaki
didengarnya saksi yang dapat menguntungkan baginya dan bilamana ada maka hal itu
dicatat dalam berita acara.
Pasal 116 ayat (4) : Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) penyidik wajib
memanggil dan memeriksa saksi tersebut.
Pasal 184 ayat (1) : Alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi

Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta Pasal 184
ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
harus dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka
penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”
Berdasarkan putusan MK Nomor 65/PUU-VIII/2010 ,dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian;
1.1 Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta
Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) adalah
bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sepanjang pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65;
Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209), tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat
memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan
suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia
alami sendiri”;
1.2 Pasal 1 angka 26 dan angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); serta
Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang pengertian saksi dalam Pasal 1 angka 26 dan
angka 27; Pasal 65; Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4); Pasal 184 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209), tidak dimaknai termasuk pula “orang
yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan
peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri
dan ia alami sendiri”;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya
3. Menolakpermohonan pemohon untuk selain dan selebihnya

 Putusan MK Nomor 65/PUU-IX/2011


Identitas pemohon :
Nama : Tjetje Iskandar
Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 02 Agustus 1965
Warga negara : Indonesia
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (Anggota Polri)
Alamat : Jalan Bukit Indah Blok B3 Nomor 13 RT.02 RW.05 Kelurahan Sarua,
Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang.

Pasal yang diuji :


Pasal 83 ayat (2) : Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) adalah putusan praperadilan yang
menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, yang untuk itu dapat
dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan.

Mencabut Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
Berdasarkan putusan MK Nomor 65/PUU-IX/2011, dinyatakan :

AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
1.1 Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2 Pasal 83 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya
3. Menolakpermohonan pemohon untuk selain dan selebihnya

 Putusan MK Nomor 98/PUU-X/2012


Identitas pemohon :
Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), yang diwakili oleh:
1. Nama : Boyamin
Tanggal Lahir : 20 Juli 1968
Pekerjaan : Swasta
Jabatan : Koordinator dan Pendiri MAKI
Alamat : Jalan Jamsaren Nomor 60, Serengan, Surakarta

2. Nama : Supriyadi
Tanggal Lahir : 8 Februari 1981
Pekerjaan : Swasta Jabatan : Pendiri MAKI
Alamat : Jalan Denpasar II (YBR V) Nomor 46, Jakarta Selatan

Pasal yang di uji :


Pasal 80 : Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan
atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.

Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8


Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor,
lembaga swadaya masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”
Berdasarkan Putusan MK Perkara Nomor: 98/PUU-X/2012 Tanggal 21 Mei 2013,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan pemohon ;
1.1 Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan dengan UndangUndang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “termasuk
saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
kemasyarakatan”;
1.2 Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai “termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya

 Putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012


Identitas pemohon :
Nama : Dr. H. Idrus, M. Kes
Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil
Alamat : Jalan Ahmad Yani, Nomor 10, Lubuksikaping, Sumatera Barat

Pasal yang di uji :


Pasal 244 : Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap
putusan bebas.

Mencabut frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Berdasarkan putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012 tanggal 28 Maret 2013,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian;
1.1 frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2 frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;
3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

 Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013


Identitas pemohon :
1. Nama : Antasari Azhar, S.H., M.H.
Pekerjaan : Pensiunan Jaksa
Alamat : Jalan Merbabu Blok A Nomor 13 Giriloka – 2 BSD, Tangerang Selatan;
sebagai Pemohon I;
2. Nama : Ida Laksmiwaty S.H.
Pekerjaan : Swasta/Ibu rumah tangga
Alamat : Jalan Merbabu Blok A Nomor 13 Giriloka – 2 BSD, Tangerang Selatan;
sebagai Pemohon II;
3. Nama : Ajeng Oktarifka Antasariputri
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jalan Merbabu Blok A Nomor 13 Giriloka – 2 BSD, Tangerang Selatan;
sebagai Pemohon III
Pasal yang diuji :
Pasal 268 ayat (3) : Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat
dilakukan satu kali saja.

Mencabut Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana
Berdasarkan putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon:
1.1 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2 Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya;

 Putusan MK Nomor 3/PUU-XI/2013


Identitas penulis :
Nama : Hendry Batoarung Ma’dika
Warga Negara : Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat :Bua, Kelurahan Sangbua, Kecamatan Kesu’, Kabupaten Toraja Utara

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 8/UM-MK/XI/2012, bertanggal
29 November 2012 memberi kuasa kepada Duin Palungkun, S.H., Advokat pada kantor
Klinik Hukum Advokat – Duin Palungkun, S.H., & Rekan yang berkantor di Jalan C.H.F.
Mooy, Nomor 6, Kelapa Lima, Kupang, NTT bertindak untuk dan atas nama pemberi
kuasa;

Pasal yang di uji :


Pasal 18 ayat (3) : Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”
Frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, harus dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari.”
Berdasarkan Putusan MK Nomor Perkara Nomor: 3/PUU-XI/2013 Tanggal 30
Januari 2014, dinyatakan :

AMAR PUTUSAN

Mengadili,

Menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
1.1 Frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak
dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh) hari”;
1.2 Frasa “segera” dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “segera dan tidak lebih dari 7 (tujuh)
hari”
2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
 Putusan MK Nomor 68/PUU-XI/2013
Identitas pemohon :
Nama : Ferry Tansil
Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 24 Januari 1958
Alamat : Jalan Kemiri Nomor 36, Kelurahan Kamonji, Kecamatan Palu Barat, Sulawesi
Tengah

Dalam hal ini berdasarkan surat kuasa Nomor 5014/YA-FT/MK/V/2013, bertanggal 2


Mei 2013, memberikan kuasa kepada Dr. Fredrich Yunadi, S.H., LL.M, Andi
Koerniawan, S.H., YS. Parsiholan Marpaung, S.H., H.M. Yasin Mansyur, S.H., Sandy
Kurniawan Singarimbun, S.H., M.H., Bagus Satrio, S.H., Ir. Sjahril Nasution, S.H., M.H.,
Auliah Andika, S.H., M.H., Riki Martin, S.H., Rizki Masapan, S.H., dan Putri Dian
Mayasari, S.H., para advokat yang berkantor pada kantor advokat Yunadi and Associates
yang beralamat di Yunadi Center Jalan Melawai Raya Nomor 8, Blok M, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan
atas nama pemberi kuasa
Pasal yang diuji :
Pasal 197 ayat (1) huruf i : Pasal 197 ayat (1) : Surat putusan pemidanaan memuat :
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya
yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
Pasal 197 ayat (2) : Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i,
j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.

Menyatakan inkonstitudional bersyarat Undang-Undang No. 8 tahun 1981 pasal 197 ayat
(1) huruf i bertentangan dengan UUD 1945, apabila diartikan putusan pemidanaan yang
tidak memuat ketentuan pasal 197 ayat (1) huruf i Undang-Undang No. 8 tahun 1981
tentang KUHAP mengakibatkan putusan batal demi hukum;
Pasal 197 ayat (2) huruf i Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 selengkapnya menjadi
“tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a,b,c,d,c,e,f,g,h dan j pasal ini
mengakibatkan putusan batal demi hukum
Berdasarkan Putusan MK Nomor Perkara Nomor 68/PUU-XI/2013, dinyatakan :

AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Mahkamah memakai :
2.1 pasal 197 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak
memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Mengakibatkan putusan batal
demi hukum
2.2 pasal 197 ayat ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, apabila
diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal
197 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana mengakibatkan putusan batal demi hukum
2.3 pasal 197 ayat ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
selengkapnya menjadi, “tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf
a,b,c,d,e,f,g,h dan j pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum
3. memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya

 Putusan MK Nomor 69/PUU-X/2012


Identitas pemohon :
Nama : H. Parlin Riduansyah
Alamat : Jalan Sutoyo S. Nomor 23 RT.054/018, Kelurahan Teluk Dalam, Banjarmasin

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 1 Juni 2012 memberi kuasa
kepada Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, Hidayat Achyar, S.H., Mansur Munir, S.H., La
Ode Haris, S.H., Jamaluddin Karim, S.H., M.H., Agus Dwi Warsono, S.H., M.H.,
Widodo Iswantoro, S.H., Arfa Gunawan, S.H., dan H. Fikri Chairman, S.H. yang
semuanya adalah advokat dan konsultan hukum pada Kantor Hukum IHZA & IHZA Law
Firm yang berkedudukan hukum di Gedung Citra Graha Lantai 10, Jalan Jend. Gatot
Subroto, Kav. 35-36, Jakarta, 12950, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa

Pasal yang diuji :


Pasal 197 ayat (1) huruf k UU No. 8 Tahun 1981 : k. perintah supaya terdakwa ditahan
atau tetap dalam'tahanan atau dibebaskan;
Pasal 197 ayat (2) huruf k UU No. 8 Tahun 1981 : Tidak dipenuhinya ketentuan dalam
ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan I pasal ini mengakibatkan putusan batal demi
hukum.

Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan
Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi
hukum;
Berdasarkan Putusan MK Nomor 69/PUU- X/2012 Tanggal 22 Nopember 2012,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Mahkamah memaknai bahwa:
2.1 Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981
Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, apabila diartikan surat putusan pemidanaan yang tidak memuat ketentuan
Pasal 197 ayat
(1) huruf k Undang-Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum;
2.2 Pasal 197 ayat (2) huruf “k” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor
76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat, apabila diartikan surat putusan
pemidanaan yang tidak memuat ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k Undang-
Undang a quo mengakibatkan putusan batal demi hukum;
2.3 Pasal 197 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) selengkapnya
menjadi,
“Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, j, dan l pasal
ini mengakibatkan putusan batal demi hukum”;
3. Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.

 Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014


Identitas pemohon :
Nama : Bachtiar Abdul Fatah
Pekerjaan : Karyawan PT. Chevron Pasific Indonesia
Alamat : Komplek Merapi Nomor 85, RT. 01, RW. 03, Desa Pematang Pudu, Kecamatan
Mandau,Bengkalis, Riau

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus betanggal 6 Februari 2014 memberi kuasa
kepada Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., Dr. S.F. Marbun S.H., M.Hum., Alexander Lay,
S.T., S.H., LL.M., Dasril Affandi, S.H., M.H., Syahrizal Zainuddin, S.H., Masayu Donny
Kertopati, S.H., Ade Kurniawan, S.H., Mohamad Ikhsan, S.H., Suci Meilianika, S.H.,
dan Azvant Ramzi Utama, S.H., yang semuanya adalah advokat dan konsultan hukum
dari Kantor Maqdir Ismail & Partners yang berkedudukan hukum di Jalan Bandung
Nomor 4, Menteng, Jakarta, baik sendiri-sendiri maupu bersama-sama bertindak untuk
dan atas nama pemberi kuasa;

Pasal yang di uji :


Pasal 184 UU No. 8 tahun 1981 :
(1) Alat bukti yang sah ialah : a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d.
petunjuk;
e. keterangan terdakwa.
(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” adalah
minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-undang No 8 tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 11 huruf a termasuk penetapan tersangka
penggeledahan dan penyitaan, Pasal 77 huruf a termasuk penetapan tersangka,
penggeledahan dan penyitaan
Berdasarkan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, dinyatakan :

AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan:
1. mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian;
1.1 Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup”
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1)
Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (Lembaga
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara Republik Nomor
3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan
yang cukup” dan “bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat
dalam Pasal 184 Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
1.2 Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1)
Undang-undang No mor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaga
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara Republik Nomor
3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup”
adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-undang No
8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
1.3 Pasal 11 huruf a Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaga Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara Republik
Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka
penggeledahan dan penyitaan;
1.4 Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaga Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaga Negara
Republik Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang
tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan
2. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya:
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
 Putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015
Identitas pemohon :
Nama : Drs. Rusli Sibua, M.Si.
Tempat/Tanggal lahir : Daruba, 05 Maret 1962
Alamat : Desa/Kelurahan Muhajirin Kecamatan Morotai Selatan, Kabupaten Pulau
Morotai, Provinsi Maluku Utara

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 30 Juli 2015 memberi kuasa
kepada Achmad Rifai MA, S.H., Saiful Anam, S.H., Bambang Kurniawan, S.H., Zenuri
Makhrodji, S.H., Achmad Rulyansyah, S.H., Lissa Rochmilayali S.H., dan Nanang
Hamdani, S.H. advokat dan konsultan hukum pada kantor hukum “Achmad Rifai &
partners” yang beralamat di Menara Lippo Kuningan Lt. 17, Jalan HARI. Rasuna Said
Kav. B Nomor 12 Kuningan, Jakarta Selatan, bertindak baik secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama untuk dan atas nama pemberi kuasa

Pasal yang diuji :


Pasal 82 ayat (1) huruf d UU No. 8 Tahun 1981 : d. dalam hal suatu perkara sudah mulai.
diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada
pra peradilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur;

Pasal 82 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat sepanjang frasa "suatu perkara sudah mulai diperiksa" tidak dimaknai
"permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan telah
dimulai sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon
praperadilan."
Berdasarkan putusan MK Nomor 102/PUU-XIII/2015 tanggal 9 November 2016,
dinyatakan :

AMAR PUTUSAN

Mengadili,

1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian


2. Menyatakan Pasal 82 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258) bertentangan dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang frasa “suatu perkara sudah mulai diperiksa” tidak dimaknai
“permintaan praperadilan gugur ketika pokok perkara telah dilimpahkan dan dimulai
sidang pertama terhadap pokok perkara atas nama terdakwa/pemohon praperadilan”.
3. Menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.

 Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015


Identitas pemohon :
1. Nama : Choky Risda Ramadhan
Pekerjaan : Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum
Universitas Indonesia (MaPPI FHUI)
Alamat : Pondok Surya Blok CC Nomor 9 Karang Tengah, Tangerang, Banten.

2. Nama : Carolus Boromeus Beatrix Tuah Tennes


Pekerjaan : Aktivis Hak Asasi Manusia
Alamat : Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Gang IV Nomor 45 Kelurahan
Dadi Mulya Samarinda, Kalimantan Timur.
3. Nama : Usman Hamid
Pekerjaan : Aktivis Hak Asasi Manusia
Alamat : Jalan Bangun Jaya Blok C/18, Duren Sawit, RT.005/010

4. Nama : Andro Supriyanto


Pekerjaan : Musisi Jalanan
Alamat : Jalan Langgar, RT 01 RW 09 Gg Bahagia 5 Kelurahan Cipadu, Kecamatan
Larangan

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 25, 29, dan 30 September
2015 memberi kuasa kepada Alghiffari Aqsa, S.H., Johanes Gea, S.H., Muhamad
Isnur, S.H., Nelson N. Simamora, S.H., Pratiwi Febry, S.H., Eny Rofiatul, S.H.,
Maruli Tua Rajagukguk, S.H., Atika Y. Paraswaty, S.H., M.H., Ichsan Zikry, S.H.,
Arif Maulana, S.H., M.H., Veronica Koman, S.H., Matthew Michelle Lenggu, S.H.,
Revan H. Tambunan, S.H., Oky Wiratama, S.H., Bunga M. R. Siagian, S.H., Alldo F.
Januardy, S.H., Advokat dan pengacara publik yang berasal dari Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Jakarta dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI,
yang memilih domisili hukum di Jalan Diponegoro Nomor 74, Menteng, Jakarta Pus

Pasal yang diuji :


Pasal 109 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 : (1) Dalam hal penyidik telah
mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.
Pasal 109 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum”
tidak dimaknai “penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan surat perintah
dimulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapor dan korban/pelapor dalam waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidik”
Berdasarkan Putusan MK Nomor 130/PUU-XIII/2015, dinyatakan :

AMAR PUTUSAN
Mengadili,

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;


2. Menyatakan Pasal 109 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Udang-undang
Dasar Republik Indonesia tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “penyidik memberitahukan hal itu kepada
penuntut umum” tidak dimaknai “penyik wajib memberitahukan dan menyerahkan
surat perintah dimaulainya penyidikan kepada penuntut umum, terlapir dan
korban/pelapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dikeluarkannya surat
perintah penyidik”.
3. Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya
4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya

 Putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016


Identitas penguji
Nama : Anna Boentaran
Pekerjaan : Mengurus Rumah Tangga
Alamat : Jalan Simprug Golf I Kavling 89 RT 003 RW 008, Grogol
Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 32/SK-SHP/I/2016, bertanggal 28
Januari 2016 memberi kuasa kepada Muhammad Ainul Syamsu, S.H., M.H., Syaefullah
Hamid, S.H., Hafisullah Amin Nasution, S.H., Teuku Mahdar Ardian, S.HI.,
Advokat/Kuasa Hukum, pada Kantor Hukum Syamsu Hamid & Partners, berkantor di
Graha Samali Building R. 2001 Lantai 2, Jalan H. Samali Nomor 31B, Pancoran, Pasar
Minggu, Jakarta Selatan, 12740, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak
untuk dan atas nama pemberi kuasa

Pasal yang diuji :


Pasal 263 ayat (1) : Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau
ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan. kembali kepada Mahkamah
Agung.

Pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a
quo.
Berdasarkan putusan MK Nomor 33/PUU-XIV/2016 tanggal 12 Mei 2016,
dinyatakan :
AMAR PUTUSAN
Mengadili,
Menyatakan :
1. Mengabulkan permohonan pemohon ;
1.1 pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209) bertentangan dengan Udang-undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945 secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain
selain yang secara eksplisit tersurat dalam norma a quo;
1.2 pasal 263 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
secara bersyarat, yaitu sepanjang dimaknai lain selain yang secara eksplisit
tersurat dalam norma a quo;
2. memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.

 Putusan MK Nomor 103/PUU-XIV/2016


Identitas pemohon :
Nama : Joelbaner Hendrik Toendan
Pekerjaan : Advokat
Alamat : Kantor Hukum Joelbaner H Toendan, Jalan Tebet Timur Raya Nomor 15,
Jakarta Selatan;

Dalam hal ini berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 20 Oktober 2016 memberi
kuasa kepada Dr. Juniver Girsang, S.H., M.H., Harry Ponto, S.H., LLM., Swandy Halim,
S.H., MSc., Patuan Sinaga, S.H., M.H., Arief Patramijaya, S.H., LLM., Hanita Oktavia,
S.H., Patricia Lestari, S.H., M.H., Triweka Rinanti, S.H., M.H., Dr. N. Pininta
Ambuwaru, S.H., M.M., M.H., LLM., Handoko Taslim, S.H., LLM., Budi Rahmad, S.H.,
dan Fajri Akbar, S.H., para Advokat pada Law Firm Swandy Halim & Partners,
beralamat kantor di Law Firm Swandy Halim & Partners, Gedung Menara Kadin
Indonesia Lantai 19, Jalan H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 2-3, Jakarta Selatan, baik
sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa;

Pasal yang di uji :


Pasal 197 ayat (1) : Surat putusan pemidanaan memuat :
a. kepala putusan yang dituliskan berbunyi : "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA";
b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;
c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan
kesalahan terdakwa;
e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan
dan pasal peraturan perundangundangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa
oleh hakim tunggal;
h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam
rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang
dijatuhkan;
i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya
yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya
kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam'tahanan atau dibebaskan; 1. hari dan
tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;

Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa "surat putusan pemidanaan memuat"
sepanjang tidak dimaknai "surat putusan pemidanaan di pengadilan tingkat pertama
memuat".
Berdasarkan Putusan MK MK Nomor 103/PUU-XIV/2016, dinyatakan :

AMAR PUTUSAN
Mengadili,
1. Mengabulkan permohonan pemohon;
2. Menyatakan pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258) bertentangan dengan
Udang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 secara bersyarat dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “surat putusan
pemidanaan memuat” tidak dimaknai "surat putusan pemidanaan di pengadilan
tingkat pertama memuat", sehingga pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana menjadi berbunyi :
Surat putusan pemidanaan di pengadilan tingkat pertama memuat :
a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi : “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa
c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan
d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta
alat- pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasae
penentuan kesalahan terdakwa
e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan
f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau
tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan
terdakwa
g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara
diperiksa oleh hakim tunggal
h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam
rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau
tindakan yang dijatuhkan
i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan
jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti
j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya
kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu
k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan
l. Hari dan tanggal putusan, nama penutut umum, nama hakim yang memutuskan
dan nama panitera
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.

Anda mungkin juga menyukai