Anda di halaman 1dari 29

Obat- Obat Yang Mempengaruhi Darah

Obat yang mempengaruhi darah adalah obat yang digunakan dalam terapi keabnormalan
homeostatis darah agar normal kembali, terutama obat yang mempengaruhi pembentukan
dan koagulasi darah, produk darah, pengganti darah, gizi, elektrolit, mineral, dan vitamin. Obat
yang dipakai meliputi antianemia antikoagulan, antiflatelet , trombolitik, homostatik dan
hematoetik.

Antianemia adalah obat yang digunakan untuk kondisi volume sel darah merah atau
konsentrasi hemoglobin (Hb) dibawah nilai normal yang terjadi pada orang sehat. Anemia
bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan manifestasi dari berbagai penyakit dan
kondisi patologis. Anemia dapat terjadi karena kekurangan unsur besi, vitamin B12 atau folat,
glukosa 6-fosfat dehidrogenase dan gangguan pembekuan darah, flatelet serta trombosit.
Obat-obatan antianemia antara lain meliputi, asam folat, cupri sulfat, feri hidroksi
polimaltosa komplek, ferosi karbonat, ferosi glukonat, natrium (ii) sitrat, rekombinan
human erythropoiten, Vitamin B12.

Antikoagulan, anti flatelet dan trombolitik obat-obatannya antara lain meliputi, anagrelid,


antithrombin III manusia, asam asetilsalisilat, collagenase, fibrinolisin, heparin,
silostazol, streptokinase, tiklopidin, trifusal.

Hemostatik adalah obat yang digunakan untuk menghentikan pendarahan pada pembuluh


darah yang cedera dan mengatasi pendarahan yang meliputi daerah yang luas. Obat
hemostatik dipakai secara lokal dan sistemik antara lain, aprotinin, asam trakneksamat,
etamsilat, faktor viii konsentrat, human fibrinogen, karbazokrom natrium sulfonat,
koagulase faktor xiii, laraprotinin, vitamin K1.

Hematopoietik adalah obat yang dipakai untuk gangguan pada pembentukan sel darah,
seperti epoetin, filgrastim, lenogastrim, rekombinan eritropoetin.

2.6.1 Antikoagulan Oral


Antikoagulan oral melawan efek vitamin K, dan diperlukan waktu paling tidak 48-72 jam untuk
mendapat efek antikoagulan yang maksimal. Jika diperlukan efek yang segera, heparin harus
diberikan bersamaan.
Penggunaan. Indikasi utama terapi antikoagulan oral adalah trombosis vena dalam. Selain itu juga
digunakan pada pasien embolisme paru, fibrilasi atrium dengan risiko embolisasi, dan pasien
dengan katup jantung prostetik mekanik (untuk mencegah terjadinya emboli di atas katup tersebut).
Obat antiagregasi dapat juga digunakan pada pasien tersebut.
Warfarin merupakan obat terpilih, sedangkan asenokumarol dan fenindion jarang digunakan.
Warfarin merupakan obat pilihan utama untuk pengobatan tromboemboli sistemik pada anak-anak
(bukan neonatus) setelah heparinisasi awal.
Antikoagulan oral tidak boleh digunakan sebagai terapi lini pertama pada trombosis arteri serebral
atau oklusi arteri perifer; asetosal lebih sesuai untuk mengurangi risiko serangan iskemik otak yang
bersifat sementara. Heparin atau heparin bobot molekul rendah biasanya dipilih untuk profilaksis
tromboemboli vena pada pasien yang akan dibedah.
Dosis. Apabila memungkinkan, sebaiknya dilakukan pengukuran waktu protrombin awal, namun
dosis awal tidak boleh ditunda pemberiannya walau hasil uji belum didapatkan.

Antikoagulan
   
Obat antikoagulan adalah obat yang bekerja untuk mencegah penggumpalan darah.
Seringkali obat antikoagulan disebut juga sebagai obat pengencer darah. Namun
sebenarnya obat antioagulan tidak mengencerkan darah, melainkan memperpanjang
waktu darah untuk membeku. Proses pembekuan darah berperan penting untuk
menghentikan perdarahan jika terjadi luka. Akan tetapi, jika darah yang membeku dan
menggumpal terbentuk di tempat yang tidak semestinya, seperti otak, jantung, atau paru-
paru justru berbahaya dikarenakan dapat menyumbat dan menghentikan aliran darah
menuju organ tersebut.

Obat antikoagulan bekerja dengan cara menghambat kerja protein yang terlibat dalam
proses pembekuan darah, yang disebut faktor pembekuan darah. Umumnya obat
antikogaulan digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit seperti:

 Fibrilasi atrium.
 Serangan jantung.
 Penyakit jantung bawaan.
 Stroke dan TIA.
 Deep vein thrombosis.
 Emboli paru.

Beberapa keadaan lain dapat membuat darah Anda mudah menggumpal, dan dokter
dapat memberikan antikoagulan untuk mencegah penggumpalan darah. Keadaan-
keadaan tersebut, antara lain:

 Baru menjalani operasi penggantian lutut atau panggul.


 Menjalani operasi penggantian katup jantung.
 Memiliki kondisi di mana darah cenderung membeku (thrombophilia),
seperti antiphospholipid syndrome.

Terdapat beberapa golongan antikoagulan yang sudah diklasifikasikan, yaitu:


 Warfarin. Warfarin termasuk golongan obat antikoagulan coumarin yang bekerja
dengan menghambat kerja vitamin K di dalam darah. Vitamin K berperan penting
dalam pembekuan darah, terutama untuk mengaktifkan beberapa faktor
pembekuan darah. Jika kerja vitamin K dihambat oleh warfarin, maka darah akan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk membeku.
 Penghambat faktor Xa. Obat antikoagulan ini bekerja dengan menghambat kerja
faktor Xa yang berperan dalam proses pembekuan darah, baik pada darah yang
sudah menggumpal maupun yang belum. Contoh obat golongan ini antara lain
adalah fondaparinux, rivaroxaban, dan apixaban.
 Heparin. Heparin merupakan obat antikoagulan yang berperan dalam menghambat
thrombin sekaligus menghambat faktor Xa yang berperan dalam pembekuan darah.
Terdapat dua jenis heparin, yaitu high molecular weight atau unfractionated
heparin(UFH), dan low molecular weight heparin (LMWH). UFH biasa disebut
dengan heparin saja, sedangkan contoh obat golongan LMWH antara lain adalah
enoxaparin, nadroparin, dan parnaparin.
 Penghambat thrombin. Penghambat thrombin merupakan obat antikoagulan yang
berfungsi mencegah aktivasi thrombin yang berperan dalam pembekuan darah.
Contoh obat golongan ini adalah dabigatran.

Peringatan:
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat akan menggunakan obat antikoagulan,
antara lain adalah:

 Konsultasikan kepada dokter bila Anda memerlukan obat antikoagulan saat


kehamilan dan menyusui, dokter akan memberikan obat antikoagulan yang sesuai.
 Jika akan menjalani pembedahan, endoskopi, maupun tindakan pengobatan dan
diagnosis lainnya, informasikan kepada dokter jika sedang mengonsumsi obat
antikoagulan. Jika diperlukan, obat antikoagulan akan dihentikan selama beberapa
waktu.
 Jika mengonsumsi warfarin, konsultasikan kepada dokter terkait makanan,
minuman, obat, maupun suplemen yang dapat memengaruhi kinerja warfarin.
 Diskusikan mengenai penggunaan obat antikoagulan bila Anda memiliki penyakit
ginjal, penyakit liver, gangguan pembekuan darah, diabetes, hipertensi, dan
gangguan keseimbangan.
 Beberapa jenis antikoagulan membutuhkan pemeriksaan darah secara rutin untuk
memastikan efektivitas dan keamanannya.
 Diskusikan dengan dokter anak Anda untuk penggunaan obat antikoagulan pada
anak-anak, guna mendapat jenis dan dosis yang tepat.
 Beri tahu dokter semua obat-obatan yang sedang Anda gunakan atau konsumsi,
bila Anda direncanakan untuk menggunakan obat antikoagulan.

Perdarahan merupakan efek samping yang paling mungkin terjadi, karena obat-obatan ini
mengakibatkan darah lebih lama membeku. Beberapa keluhan yang mungkin muncul saat
penggunaan obat antikoagulan adalah:

 Terdapat darah pada urine dan feses atau feses berwarna hitam.
 Memar-memar.
 Menstruasi yang berlebihan pada wanita.
 Mimisan.
 Muntah atau batuk mengandung darah.
 Gusi berdarah.
Dosis Obat Antikoagulan
Gambaran dosis obat antikoagulan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Jenis Obat Merek Dagang Keperluan dan Dosis
Pengobatan dan pencegahan deep vein
thrombosis (DVT)Umumnya dimulai dengan
Warfarin(oral) Notistil, Simarc-2 dosis 5 atau 10 mg/hari dengan dosis rumatan
(maintenance) 3-9 mg/hari, disesuaikan
dengan pemeriksaan INR dari darah.
Trombosis vena luar2,5 mg satu kali sehari
selama 30-45 hari.DVT5-10 mg satu kali
sehari disesuaikan dengan berat
badan.Pencegahan komplikasi DVT pada
operasi perut dan tulang.2,5 mg sekali
Fondaparinux(suntikan) Arixtra sehari, dimulai saat 6-8 jam setelah operasi.
Suntikan dapat dilanjutkan sampai dengan 5-
32 hari.
Semua dosis diberikan dengan suntikan di
bawah lemak (subkutan/SC)

Pencegahan komplikasi DVT setelah


operasi10 mg sekali sehari, dimulai 6-10 jam
setelah operasi. Obat dilanjutkan sampai 5
minggu setelah operasi penggantian panggul
dan 12-14 hari setelah operasi penggantian
lutut.Pengobatan DVT dan emboli paru15
mg dua kali sehari selama 3 minggu. Setelah
itu diikuti dengan 20 mg satu kali sehari untuk
Rivaroxaban(oral) Xarelto pengobatan lanjutan dan pencegahan
kambuhnya penyakit.
Pencegahan komplikasi stroke dan
penyakit emboli lain pada penyakit fibrilasi
atrium
20 mg satu kali sehari dan dikonsumsi pada
sore hari.

Apixaban(Oral) Eliquis Pencegahan komplikasi DVT setelah


operasi2,5 mg dua kali sehari, dimulai 12-24
jam setelah operasi. Obat dilanjutkan sampai
32-38 setelah operasi penggantian panggul
dan 10-14 hari setelah operasi penggantian
lutut.Pengobatan DVT dan emboli paru2,5
mg dua kali sehari selama 7 hari. Setelah itu
diikuti dengan 5 mg dua kali sehari dan 2,5
mg dua kali sehari selama minimal 6 bulan
untuk mencegah kekambuhan.
Pencegahan komplikasi stroke dan
penyakit emboli lain pada penyakit fibrilasi
atrium
5 mg dua kali sehari.
Usia ≥ 80 tahun dan berat badan ≤ 60 kg: 2,5
mg dua kali sehari.

Emboli arteri perifer, serangan jantung,


DVT, emboli paruDewasa: 75-80 U/kg berat
badan (BB) atau 5.000-10.000 disuntikkan
melalui pembuluh darah vena (IV), diikuti
dengan 18 U/kgBB atau 1.000-2.000 U/jam
melalui infus.Anak: 50 U/kgBB IV, diikuti
dengan infus 15-25 U/kgBB/jam.Pencegahan
komplikasi DVT setelah operasi

Heparin(suntikan) Hico, Inviclot 5.000 U secara suntikan SC diberikan 2 jam


sebelum operasi, kemudian diberikan 2-3 kali
sehari selama 7 hari atau sampai pasien dapat
bergerak aktif.
DVT
Dewasa: 15.000-20.000 U SC dua kali sehari
atau 8.000-10.000 U SC tiga kali sehari.
Anak-anak: 250 U/kgBB SC dua kali sehari.

Enoxaparin(suntikan) Lovenox Serangan jantungDewasa: 30 mg (3.000 u)


IV diberikan bersama 1 mg/kgBB SC. Lalu
dilanjutkan dengan 1mg/kgBB (100 u/kg)
melalui SC dua kali sehari selama 8 hari atau
sampai keluar dari rumah sakit. Dua suntikan
pertama yang diberikan bersamaan (IV
dengan SC) tidak boleh melebihi 100 mg
(10.000 u).Pasien yang direncanakan pasang
ring akan ditambahkan dosis 300 mcg/kgBB
(30u/kgBB) melalui IV yang diberikan saat
tindakan, bila suntikan terakhir lebih dari 8
jam.Usia ≥ 75 tahun: 750 mcg/kgBB (75
u/kgBB) dua kali sehari, dengan dosis
maksimum 75 mg (7.500 u) pada 2 suntikan
pertama.
Pencegahan komplikasi DVT akibat
operasi (Subkutan)
Dewasa: 20-40 mg (2.000-4.000 u) sekali
sehari selama 7-14 hari sampai pasien dapat
bergerak aktif, dosis pertama diberikan 10
jam-2 jam sebelum operasi. Untuk operasi
penggantian panggul, pengobatan dilanjutkan
sampai 3 minggu setelah operasi dengan dosis
40 mg (4.000 u) sekali sehari.
Anak: 500-750 mcg/kgBB (50-75 u/kgBB)
dua kal sehari.
Pengobatan deep vein thrombosis
Dewasa: 1 mg/kgBB (100 u/kgBB) dua kali
sehari atau 1.5 mg/kgBB (150 u/kgBB) satu
kali sehari.
Anak: 1-1,5 mg/kgBB (100-150 u/kgBB) dua
kali sehari.
Pencegahan gumpalan darah saat cuci
darah
Dewasa: 1 mg/kgBB (100 u/kgBB) disuntikan
melalui selang arteri yang menuju mesin saat
mulai cuci darah. Suntikan dapat diulang bila
diperlukan.

Serangan jantungDewasa: 86 units/kgBB SC


dua kali sehari selama 6 hari. Dosis pertama
dapat diberikan melalui IV.Pencegahan
komplikasi DVT akibat operasi
(Subkutan)Dewasa: 2850 units sekali sehari
selama 7 hari atau sampai pasien bergerak
aktif, suntikan pertama diberikan 2-4 jam
sebelum operasi (pasien risiko sedang).
38-57 units/kgBB sekali sehari, diberikan 12
jam sebelum operasi, lalu 12 jam setelah
operasi, dan dilanjutkan sampai 10 hari.
Nadroparin(suntikan) Fraxiparine
Pengobatan deep vein thrombosis
85 units/kgBB dua kali sehari atau 171
units/kgBB/hari sekali sehari.
Pencegahan gumpalan darah saat cuci
darah
Dewasa: 2.850 units (BB< 50kg), 3.800 units
(BB 50-69 kg), 5.700 units (BB ≥ 70 kg),
disuntikan melalui selang arteri yang menuju
mesin saat mulai cuci darah.

Pencegahan komplikasi DVT akibat


operasi (Subkutan)Dewasa: 3.000-4.250
units, diberikan 12 jam-2 jam sebelum operasi
Parnaparin(suntikan) Fluxum
sampai dengan 7-10 hari setelah
operasi.Pengobatan DVT6.400 units selama
7-10 hari.
Bivalirudin(suntikan) - Sebagai antikoagulan pada pemasangan
ringDosis awal adalah 0,75 mg/kgBB IV.
Kemudian diberikan 1,75 mg/kg/jam selama
prosedur hingga 4 jam pasca pemasangan.
Obat dapat diteruskan 0,2 mg/kg/jam sampai
20 jam setelah pemasangan.
Pencegahan DVT pasca operasi Dewasa:
110 mg diberikan 1-4 jam setelah operasi.
Lalu dilanjutkan 220 mg sekali sehari pada
hari selanjutnya sampai dengan 10 hari
(operasi penggantian lutut) atau 28-35 hari
(operasi penggantian panggul).Lansia ≥ 75
tahun: Dimulai 75 mg, diberikan 1-4 jam
Dabigatran(oral) Pradaxa
setelah operasi, lalu diikuti dengan 150 mg
sekali sehari pada hari selanjutnya sampai 10
hari (operasi penggantian lutut) atau 28-35
hari (operasi penggantian panggul).Fibrilasi
atriumDewasa: 150 mg dua kali
sehari.Lansia ≥ 75 tahun: 110 mg dua kali
sehari.

Untuk mengetahui rincian dosis masing-masing jenis obat antikoagulan tersebut, silakan
buka obat A-Z.

Perbedaan Antikoagulan dan Antiplatelet (Lengkap)


Antiplatelet vs Antikoagulan

By Nawa Husna - March 23, 201801045


Share on Facebook Tweet on Twitter

Perbedaan antikoagulan dan antiplatelet, dimana antiplatelet akan menghambat pembetukan


sumbatan platelet, dan antikoagulan akan menghambat faktor intrinsik dan ekstrinsik. Pembekuan
darah adalah proses kompleks meliputi faktor pembekuan, platelet (trombosit) dan sel endotel
mukosa pembuluh darah. Hal ini sangat penting untuk mekanisme perlindungan mencegah
kehilangan darah setelah trauma. Ini juga menjadi fase kritis penyembuhan luka, karena serabut
terbentuk sebagai pembekuan yang memicu sel bermigrasi dan multiplikasi.

Kerusakan pembuluh darah akan membawa sel darah dan matriks ekstraseluler. Sel darah melekat
pada material ekstraseluler. Aktivasi platelet dan agregasi menjadi reaksi cepat. Mediator inflamasi
disekresikan karena kerusakan platelt dan aktifasi sel endotelial yang mengaktifkan sel darah merah
untuk memproduksi berbagai senyawa kimia poten. Kebanyakan platelet mengaktifkan senyawa
kimia ini dan tumpukan platelet terbentuk di endotel. Jumlah dan fungsional platelet berkaitan
dengan proses ini.

Trombositopenia berarti kadar platelet rendah, dan trombasthenia berarti fungsi platelet yang buruk.
Bleeding time (BT) adalah tes yang digunakan untuk melihat pembentukan tumpukan platelet. Jalur
intrinsik dan ekstrinsik adalah dua jalur yang berperan dalam proses pembekuan. Faktor pembekuan
diproduksi oleh jepar. Penyakit liver dan abnormalitas genetik akan memicu buruknya produksi
berbagai faktor pembekuan darah. Contohnya hemofilia. Faktor ekstrinsik meliputi VII, dan X,
sedangkan faktor intrinsik meliputi XII, XI, IX, VIII dan X. Kedua faktor intrinsik dan ekstrinsik
memicu jalur pertemuan yang mengaktifasi faktor X. Jaringan fibrin terbentuk pada jalur ini.

Perbedaan AntiKoagulan dan AntiPlatelet


AntiPlatelet
Antiplatelet adalah obat yang menghambat pembentukan tumpukan platelet. Obat ini akan
menginterfensi aktifasi platelet dan agregasi platelet. Obat ini digunakan untuk profilaksis
pembentukan bekuan darah, dan mengobati trombosis akut dan obat antiinflamasi. COX
(siklooksigenase Inhibitor, ADP reseptor injibitor, Fosfodiesterase inhibitor, Glikoprotein IIB/IIA
inhibitor, tromboksan inhibitor dan adenosin reuptake inhibitor adalah contoh kelas obat ini.
Perdarahan saluran cerna menjadi efek samping dari obat ini.

AntiKoagulan
Antikoagulan adalah obat yang menginterfensi kaskade koagulasi. Heparin dan warfarin adalah dua
jenis obat antikoagulan. Oabt ini digunakan untuk mencegah DVT, emboli dan mengobati
tromboemboli, Myocard infark, dan PVD. Obat ini bekerja dengan menghambat vitamin K
dependen faktor koagulasi dan dengan mengaktifkan antitrombin III.

Baca juga : Perbedaan Mitosis dan Meiosis (Lengkap)


Heparin tidak terseda dalam tablet sedangkan warfarin tersedia. Baik heparin dan warfarin harus
dimulai bersama karena warfarin meningkatkan koagulasi selama 3 hari, dan heparin memberikan
proteksi kejadian tromboemboli. Warfarin akan meningkatkan INR, sehingga INR digunakan untuk
memonitor pengobatan. Setelah atrial fibrilasi, INR harus dijaga antara 2,5-3,5 dan membutuhkan
follow up reguler.

Kunci Perbedaan AntiKoagulan dan AntiPlatelet


Obat antiplatelet akan menghambat pembentukan tumpukan platelet, sedangkan antkoagulan akan
mengintervensi jalur intrinsik dan ekstrinsik.
Obat antiplatelet biasanya menyebabkan perdarahan saluran cerna karena meningkatkan sekresi
asam, sedangkan antikoagulan akan menyebabkan perdarahan karena trombositopenia.
Obat antiplatelet biasanya diberikan pada wanita hamil, tetapi warfarin tidak boleh diberikan pada
warfarin.

ANTI PLATELET
ANTI PLATELET
Anti platelet adalah obat-obat yang
menurunkan agregasi platelet dan
menghambat pembentukan
thrombus di sirkulasi arteri dimana
antikoagulan mempunyai efek yang
sedikit.
Stroke akan tetap menjadi masalah
umum dan mahal di seluruh dunia,
namun banyak kemajuan yang telah
dibuat dalam beberapa dekade dalam
memahami mekanisme stroke, faktor
risiko, dan therapies. Karena
trombosa memainkan peran penting
dalam pathogenesis of ischemic
stroke, obat-obatan yang
mengganggu hemostasis dan klintir
formasi seperti anticoagulants dan
platelet antiaggregants biasa
digunakan dalam pengelolaan
penyakit cerebrovascular. Banyak
bukti yang mendukung penggunaan
obat tertentu antithrombotic dalam
pencegahan stroke. Namun, karena
keterbatasan data pendukung,
penggunaan agen ini dalam pasien
dengan ischemic stroke akut masih
kontroversial.
Dalam laporan ini, kami memeriksa
bukti yang relevan untuk
dipublikasikan efek dari
anticoagulants dan antiplatelet agen
ischemic stroke akut pada kematian,
sifat mudah kena sakit, dan kambuh
harga serta terkait simpangan
manfaat dan risiko yang perawatan
di tingkat deep vein trombosa,
pulmonary embolus , dan
cardiovascular komplikasi. Sebagai
bagian dari analisis ini, kami juga
berusaha untuk menentukan apakah
ada bukti yang mendukung
diferensial kemanjuran obat ini
menurut ischemic stroke subtypes.
Aspirin (160 mg atau 325 mg setiap
hari) hasil yang signifikan secara
statistik kecil tetapi pengurangan
kematian dan cacat apabila diberikan
dalam waktu 48 jam setelah ischemic
stroke, seperti ditunjukkan oleh
gabungan analisis yang tersedia
studies.12 Abciximab, unfractionated
heparin, LMW heparins, dan
heparinoids belum ditampilkan untuk
mengurangi angka kematian atau
stroke yang berhubungan dengan
sifat mudah kena sakit bila digunakan
dalam waktu 48 jam mulai di pasien
dengan ischemic stroke akut.
Obat-obat anti platelet
Yang paling penting obat antiplatelet
adalah:
1. Cyclooxygenase inhibitors
Contoh:
aspirin. Aspirin menghambat secara
irreversible enzim Cox, sehingga
mengurangi platelet produksi TXA2
(thromboxane - kuat vasoconstrictor
yang rendah berhubungan dgn
putaran AMP ).
Dosis rendah aspirin untuk
pencegahan pada penyumbatan
aliran darah ke otak atau pada
penyakit pembuluh darah jantung.
Dosis tunggal 150 – 300 mg diberikan
segera mungkin setelah terjadinya
kerusakan sel. Kemudian dilanjutkan
dengan dosis penjagaan 75 mg sehari.
Efek samping: bronkospasme,
gangguan saluran pencernaan
2. adenosine diphosphate (ADP)
receptor inhibitor
contoh:
clopidogrel (plavix). Clopidogrel akan
mempengaruhi ADP-tergantung
aktivasi IIb / IIIa kompleks. Dosis 75
mg sehari sekali. Efek samping rasa
kurang enak di perut, nyeri perut,
diare, perdarahan, sakit kepala dll.
ticlopidin (ticlid). Dosis 1 -2 tablet
sehari. Efek samping gangguan
fungsi saluran pencernaan. Alergi
kulit. Obat berinteraksi dengan
antikoagulan.
3. Phosphodiesterase inhibitors
Contoh : cilostazol (pletal)
4. Glycoprotein IIB / III A inhibitors
(hanya menggunakan darah)
Contoh :
abciximab (ReoPro). Dosis awal
dewasa dengan pemberian intravena
250 microgram/kg, kemudian
dilanjutkan dengan infuse intravena
125 nanogram/kg/menit (maksimal
10 microgram/menit). Untuk
pencegahan pada komplikasi iskemi
dimulai 10 – 60 menit melalui infuse
selama 12 jam. Efek samping
perdarahan, mual, muntah, hipotensi,
bradikardi, nyeri kepala.
Eptifibatde (Integtrilin)
Tirofiban (Aggrastat)
Defibrotide
5. Adenosine reuptake inhibitors
Contoh :
dipiridamol (persantin). Dipyridamole
menghambat platelet
phosphodiesterase, menyebabkan
peningkatan berhubung dgn putaran
AMP dengan potentiasi dari tindakan
PGI2 - menentang tindakan TXA2.
dosis 300 – 600 mg sehari dalam dosis
terbagi sebelum makan. Efek samping
hampir sama dengan obat-obat
antiplateletlainnya.
Pencegahan terjadinya penyumbatan
di daerah arteri dapat digunakan
obat-obat anti platelet sebagai terapi
obat dan trombolitik. Obat-obat
antiplatelet mengubah aktivasi
platelet dari kerusakan vascular yang
mana hal ini penting untuk
pengembangan pembuluh darah
arteri. Terapi trombolitik digunakan
dalam myocardial infark, dan kadang-
kadang pada kerusakan otak. Tidak
boleh diberikan pada pasien yang
mengalami perdarahan, hipertensi tak
terkendali atau hemoragic stroke,
atau operasi

Dosis induksi lazim pada dewasa untuk warfarin adalah 10 mg sehari selama 2 hari (tidak
dianjurkan dosis yang lebih tinggi). Dosis penunjang lanjutan bergantung pada waktu protrombin,
dilaporkan sebagai INR (internasional normalised ratio). Dosis penunjang per hari warfarin
biasanya 3 sampai dengan 9 mg (diminum pada jam yang sama setiap hari). Target INR menurut
rekomendasi British Society for Haematology:
 INR 2,5 untuk pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru (atau untuk
kekambuhan pada pasien yang tidak lagi menerima warfarin), untuk pengobatan trombosis
vena-dalam dan embolisme paru yang berhubungan dengan sindrom antifosfolipid, untuk
fibrilasi atrial, cardioversion (target nilai INR yang lebih tinggi, misalnya 3, sebelum
melakukan tindakan), dilated kardiomiopati, mural thrombus pasca infark miokard, dan
hemoglobinuria paroksismal di malam hari;
 INR 3,5 untuk trombosis vena-dalam kambuhan dan embolisme paru (pada pasien yang
sedang mendapat terapi warfarin dengan INR di atas 2);
 Untuk pasien dengan katup jantung prostetik mekanik, target INR yang dianjurkan
tergantung pada tipe lokasi dari katup. Pada umumnya, target INR 3 dianjurkan untuk katup
aorta mekanik, dan 3,5 untuk katup mitral mekanik
Pemantauan. Penting untuk menentukan INR setiap hari atau selang sehari pada awal pengobatan,
selanjutnya dengan interval yang lebih panjang (bergantung pada respon yang diperoleh) dan
selanjutnya dilakukan setiap 12 minggu.
Pendarahan. Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah perdarahan. Pemantauan INR
dan melewatkan dosis jika perlu dapat dilakukan; apabila antikoagulan sudah dihentikan namun
perdarahan tidak berhenti, INR harus diukur 2-3 hari kemudian untuk memastikan bahwa INR
menurun.
Rekomendasi the British Society for Haematology untuk pasien yang menerima warfarin
(berdasarkan nilai INR dan kondisi perdarahan mayor atau minor):
 Perdarahan mayor – hentikan warfarin; berikan fitomenadion (vitamin K) 5-10 mg secara
injeksi intravena lambat; berikan konsentrat protrombin kompleks (faktor II, VII, IX dan X)
30-50 unit/kg bb atau plasma segar beku (fresh frozen plasma) 15 mL/kg bb (jika konsentrat
tidak tersedia).
 INR >8,0, tidak ada perdarahan atau perdarahan minor– hentikan warfarin, mulai gunakan
kembali bila INR <5,0; jika ada faktor risiko perdarahan yang lain berikan fitomenadion
(vitamin K) 500 mcg secara injeksi intravena lambat atau 5 mg per oral (untuk mengatasi
sebagian efek antikoagulan diberikan fitomenadion dengan dosis oral yang lebih kecil
misalnya 0,5–2,5 mg dengan menggunakan preparat intravena secara oral); ulangi dosis
fitomenadion jika INR masih terlalu tinggi setelah 24 jam.
 INR 6,0–8,0, tidak ada perdarahan atau perdarahan minor– hentikan warfarin, mulai lagi bila
INR <5,0.
 INR < 6,0 tetapi lebih dari 0,5 unit di atas nilai sasaran– kurangi dosis atau hentikan
warfarin, mulai lagi bila INR<5,0.
 Perdarahan yang tidak terduga pada dosis terapi– periksa kemungkinan penyebabnya
misalnya penyakit ginjal atau saluran cerna yang tidak terduga.
Efek samping utama semua antikoagulan oral adalah perdarahan.
Kehamilan. Antikoagulan oral bersifat teratogenik. Karena itu, tidak boleh diberikan pada trimester
pertama kehamilan. Wanita dengan risiko hamil harus diberi peringatan terhadap bahaya obat ini
karena menghentikan pemakaian warfarin sebelum 6 minggu usia kehamilan akan menghindarkan
risiko abnormalitas janin. Antikoagulan oral menembus plasenta dengan risiko menimbulkan
perdarahan plasenta atau fetus, terutama selama beberapa minggu terakhir kehamilan dan pada
masa persalinan. Karena itu, antikoagulan oral seharusnya dihindari pada kehamilan, terutama pada
trimester pertama dan ketiga. Hal ini sulit dilakukan, terutama pada wanita dengan katup jantung
buatan, fibrilasi atrium atau dengan riwayat trombosis vena kambuhan atau embolisme paru.
Monografi: 
APIKSABAN
Indikasi: 
pencegahan kejadian tromboemboli vena (Venous Thromboembolic Events, VTE) pada pasien
dewasa paska operasi penggantian pinggul atau lutut.
Peringatan: 
risiko perdarahan, kerusakan ginjal, kerusakan hati ringan dan sedang, anastesi neuraksial, operasi
pinggul yang retak, tukak pada saluran pencernaan, riwayat stroke hemoragik, hipertensi berat,
infeksi endokarditis,  paska operasi otak, sumsum tulang belakang, atau mata, sedang menggunakan
obat yang meningkatkan risiko perdarahan, tidak direkomendasikan penggunaan pada kehamilan
dan menyusui.
Interaksi: 
risiko perdarahan meningkat pada penggunaan bersama dengan antiplatelet, AINS, antikoagulan
dan sulfinpirazon, antifungi (ketokonazol, itrakonazol, vorikonazol, dan posakonazol)
meningkatkan konsentrasi plasma apiksaban (disarankan untuk dihindari), antibakteri (rifampisin)
menurunkan konsentrasi plasma apiksaban, antivirus, hindari penggunaan bersama dengan
atazanavir, darunavir, fosamprenavir, indinavir, lopinavir, nelfinavir, ritonavir, saquinavir dan
tipranavir.
Kontraindikasi: 
perdarahan aktif, penyakit hati terkait koagulopati dan risiko perdarahan lainnya.
Efek Samping: 
umum:anemia, perdarahan, memar, dan mual; Tidak umum: hipotensi, trombositopenia, epistaksis,
perdarahan saluran pencernaan, perdarahan melalui anus (hematozesia), peningkatan transaminase,
peningkatan aspartat aminotransferase, peningkatan gamma-glutamiltransferase, gangguan pada
hasil uji fungsi hati, peningkatan fosfatase alkali darah, peningkatan bilirubin darah, hematuria.
Dosis: 
oral, 2,5 mg dua kali sehari, diberikan 12-24 jam setelah operasi. Pengobatan dilakukan selama 10-
14 hari untuk pasca operasi penggantian lutut atau 32-38 hari untuk pasca operasi penggantian
pinggul.
DABIGATRAN ETEKSILAT
Indikasi: 
Profilaksis primer tromboemboli vena pasien dewasa pasca operasi elektif penggantian pinggul total
(total hip replacement) dan operasi penggantian lutut total (total knee replacement), profilaksis
embolisme stroke dan sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrial dengan paling sedikit satu faktor
risiko stroke (seperti riwayat stroke iskemik, Transient Ischemic Attack (TIA), atau embolisme
sistemik, disfungsi ventrikular kiri), terapi trombosis vena dalam akut (DVT) dan/atau emboli paru
(PE).
Peringatan: 
Pasien dengan risiko perdarahan seperti: gangguan koagulasi, trombositopenia atau kerusakan
fungsi platelet, penyakit ulseratif saluran pencernaan aktif, perdarahan pencernaan, tindakan biopsi
atau trauma besar, perdarahan intrakranial, pembedahan otak, spinal, atau optalmik, endokarditis
bakterial. Tidak direkomendasikan pada gangguan fungsi hati sedang dan berat (Klasifikasi Child-
Pugh B dan C) atau kenaikan enzim hati >2 ULN. Gangguan fungsi ginjal sedang (klirens kreatinin
30-50 mL/menit) dan usia ≥75 tahun diperlukan pengurangan dosis. Gagal ginjal akut: penggunaan
harus dihentikan. Pada pasien dengan anastesi spinal/anastesi epidural/pungsi lumbal, dosis awal
diberikan satu jam setelah kateter dilepas. Kehamilan dan menyusui. Tidak direkomendasikan anak
usia dibawah 18 tahun. Tidak direkomendasikan penggantian terapi dari antikoagulan parenteral.
Interaksi: 
Obat yang bekerja pada sistem hemostasis atau koagulasi termasuk unfractionated heparin, heparin
derivat, heparin berat molekul (BM) tinggi, heparin BM rendah atau turunan heparin,
fondaparinuks, despiramin, zat trombolitik, antagonis reseptor GP IIb/IIIa, klopidogrel, tiklopidin,
dekstran, sulfinpirazon, rivaroksaban, prasugrel,  asam asetilsalisilat, itrakonazol, takrolimus,
siklosporin, ritonavir, tipranavir, nelfinavir, saquinavir, dan antagonis vitamin K: meningkatkan
risiko perdarahan. Penghambat P-glikoprotein seperti amiodaron, verapamil, kuinidin, tikagrelor,
dan klaritromisin meningkatkan konsentrasi plasma dabigatran. Penggunaan bersama dengan
penginduksi P-glikoprotein seperti rifampisin atau karbamazepin: mengurangi konsentrasi
dabigatran dalam plasma.
 
Kontraindikasi: 
Hipersensitivitas, gangguan fungsi ginjal berat (klirens kreatinin <30 mL/menit), manifestasi
perdarahan, perdarahan diatesis, gangguan hemostasis spontan atau farmakologikal, penggantian
katup jantung prostetik, kerusakan hepatik atau penyakit pada hati yang diduga mempengaruhi
kelangsungan hidup, lesi organ dengan risiko perdarahan bermakna secara klinis, termasuk ulkus
gastrointestinal yang baru atau sedang terjadi, menunjukkan adanya neoplasma malignan pada
risiko tinggi perdarahan, cedera otak atau spinal yang baru terjadi, operasi optalmik atau spinal,
perdarahan intrakranial yang baru terjadi, dugaan varises esofagus, malformasi arteriovena,
aneurisma vaskular atau intraspinal mayor, atau abnormalitas intraserebral vaskular, penggunaan
bersama dengan ketokonazol sistemik atau dronedaron.
Efek Samping: 
Umum: epistaksis (mimisan), perdarahan gastrointestinal, dispepsia, perdarahan urogenital, anemia,
nyeri abdomen, diare, mual, abnormalitas fungsi hati, perdarahan pada kulit dan hematuria. Tidak
umum: hipersensitivitas, ruam kulit, hematoma, perdarahan, hemoptisis, ulkus gastrointestinal,
gastroesofagitis, refluks gastroesofageal, muntah, hemartrosis, trombositopenia, pruritus,
perdarahan intrakranial, perdarahan pada luka, disfagia, perdarahan traumatik, perdarahan di area
insisi, hematoma post-prosedural, perdarahan post-prosedural, anemia pasca operasi, post-
procedural discharge, dan sekresi cairan pada luka (wound secretion). Jarang:  urtikaria,
angiodema, perdarahan di area injeksi, perdarahan di area kateter, bloody discharge, wound
drainage, post-procedural drainage.
Dosis: 
Profilaksis tromboembolisme vena setelah operasi penggantian lutut total (total knee replacement).
110 mg, 1-4 jam setelah operasi, dilanjutkan pada hari berikutnya, 220 mg (2 kapsul 110 mg) sekali
sehari selama 10 hari. Profilaksis tromboembolisme vena setelah operasi penggantian pinggul total
(total hip replacement). 110 mg, 1-4 jam setelah operasi, dilanjutkan pada hari berikutnya, 220 mg
(2 kapsul 110 mg) sekali sehari selama 28-35 hari. Jika terapi tidak dimulai pada hari yang sama
dengan operasi/pembedahan, dosis awal yang diberikan adalah 220 mg (2 kapsul 110 mg). Jika
terjadi gangguan hemostasis, terapi awal dapat ditunda. Penggunaan bersama dengan penghambat
P-glikoprotein kuat: dosis diturunkan menjadi 150 mg per hari (2 kapsul 75 mg) pada pasien
gangguan fungsi ginjal sedang (klirens kreatinin 30-50 ml/menit). Lansia (lebih dari 75 tahun):
mempertimbangkan kondisi ginjal (pengecekan klirens kreatinin). Penggantian dengan antikoagulan
parenteral: pemberian 24 jam setelah dabigatran eteksilat. Dosis yang terlupa: lanjutkan penggunaan
sesuai jadwal pada hari selanjutnya.
Profilaksis embolisme stroke dan sistemik pada pasien dengan fibrilasi atrial, dosis harian 300 mg
(150 mg, 2 kali sehari). Lansia (diatas 80 tahun): dosis harian 220 mg (110 mg, 2 kali sehari).
Penggunaan bersama penghambat P-glikoprotein kuat: dosis harian 300 mg (150 mg, 2 kali sehari).
Pasien yang berisiko perdarahan: dosis harian 220 mg (110 mg, 2 kali sehari). Penggantian dengan
antikoagulan parenteral: 12 jam setelah pemberian dabigatran eteksilat. Kardioversi: dapat tetap
mendapatkan dabigatran eteksilat selama kardioversi. Bila dosis terlupa >6 jam sebelum jadwal
berikutnya: minum obat sesuai aturan. Jika dosis terlupa <6 jam: dosis diabaikan, lanjutkan
pemberian pada jadwal berikutnya.
Terapi pada DVT dan PE. dosis harian 300 mg (150 mg, 2 kali sehari), diikuti dengan antikoagulan
parenteral minimal 5 hari. Terapi harus dilanjutkan selama 6 bulan. Penggantian dengan
antikoagulan parenteral menunggu hingga 12 jam setelah dosis terakhir dabigatran eteksilat.
Penggantian dari antikoagulan parenteral ke dabigatran eteksilat diberikan 0-2 jam sebelum jadwal
pemberian. Penggantian dari antagonis Vit. K: antagonis Vit. K harus dihentikan, dabigatran
eteksilat diberikan segera saat INR <2,0. Penggantian ke antagonis Vit. K disesuaikan dengan
klirens kreatinin: Klirens kreatinin ≥50 mL/menit, warfarin dimulai 3 hari sebelum dihentikannya
dabigatran eteksilat. Klirens kreatinin ≥30 - <50 mL/menit, warfarin dimulai 2 hari sebelum
dihentikannya dabigatran eteksilat. Bila dosis terlupa >6 jam sebelum jadwal berikutnya: minum
obat sesuai aturan. Jika dosis terlupa <6 jam: dosis diabaikan, lanjutkan pemberian pada jadwal
berikutnya.
RIVAROKSABAN
Indikasi: 
mengurangi risiko stroke dan embolisme pada pasien atrial fibrilasi nonvalvular dengan riwayat
stroke atau TIA atau pada pasien atrial fibrilasi nonvalvular dengan skor CHADS2 > 2, trombosis
vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT).
Peringatan: 
risiko hemoragi, gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hepar.
Interaksi: 
pemberian bersamaan dengan ketokonazol, ritonavir dan antikoagulan dapat meningkatkan risiko
perdarahan.
Kontraindikasi: 
hipersensitivitas, pendarahan, penyakit hati yang terkait koagulopati dan risiko pendarahan yang
relevan, kehamilan dan menyusui, pemberian bersamaan dengan antijamur azol.
Efek Samping: 
umum: anemia, pusing, sakit kepala, pingsan, hemoragik mata (termasuk hemoragik konjungtiva),
takikardi, hipotensi, hematoma, epistaksis, hemoragik gastronintestinal (termasuk gingival
bleeding, hemoragik rektal), nyeri ekstremitas, perdarahan saluran kencing (termasuk hematuria,
menoragia), demam, edema perifer, letih, astenia, peningkatan transaminase, perdarahan pasca
operasi (termasuk anemia, perdarahan luka), bingung; Tidak umum: trombositemia (termasuk
peningkatan jumlah platelet), reaksi alergi, alergi dermatitis, hemoragik intrakarnial dan serebral,
hemoptisis, mulut kering, abnormal fungsi hati, urtikaria, hemoragik kulit dan subkutan,
hemartrosis, gangguan fungsi ginjal (termasuk peningkatan kreatinin darah, peningkatan urea
darah), malaise, edema lokal, peningkatan bilirubin, peningkatan fosfatase alkali, peningkatan
amilase, peningkatan GGT, wound secretion; Jarang; jaundice, hemoragik otot, peningkatan
bilirubin terkonjugasi (dengan atau tanpa peningkatan ALT); frekuensi tidak
diketahui; pembentukan pseudoaneurisme setelah dilakukan intervensi perkutan, compartment
syndrom seconday to a bleeding, gagal ginjal/gagal ginjal akut akibat perdarahan yang
menimbulkan hipoperfusi.
Dosis: 
20 mg sekali sehari (dosis maksimal), untuk DVT: 15 mg dua kali sehari (dosis maksimal 30 mg,
jika lupa dapat diminum sekaligus dua tablet), untuk tiga minggu pertama diikuti selanjutnya 20 mg
sekali sehari (dosis maksimal).
NATRIUM WARFARIN
Indikasi: 
profilaksis embolisasi pada penyakit jantung rematik dan fibrilasi atrium; profilaksis setelah
pemasangan katup jantung prostetik; profilaksis dan pengobatan trombosis vena dan embolisme
paru; serangan iskemik serebral yang transien.
Peringatan: 
gangguan hati dan ginjal, baru saja mengalami pembedahan, menyusui, hindari sari buah cranberi.
Interaksi: 
lihat lampiran 1 (warfarin).
Kontraindikasi: 
kehamilan, tukak peptik, hipertensi berat, endokarditis bakterial.
Efek Samping: 
perdarahan; hipersensitivitas, ruam kulit, alopesia, diare, hematokrit turun, nekrosis kulit, purple
toes, sakit kuning, disfungsi hati; mual, muntah, pankreatitis.
Dosis: 
Pemberian warfarin harus diukur berdasarkan penetapan "quick onestage prothrombin time" atau
thrombotest. Tingkat lazim untuk terapi antikougulan penunjang adalah 2 kali lebih besar atau lebih
kecil dari "normal quick one-stage prothrombin time" atau 15-30% nilai normal pada "converted
cougulation activity" atau kurang lebih 10% dari normal pada thrombotest.
Dosis yang lazim pada orang dewasa adalah 10 mg sehari selama 2 sampai 4 hari dengan
penyesuaian setiap hari berdasarkan hasil penetapan waktu protombin, terapi lanjutan dengan dosis
penunjang 2-10 mg sekali sehari.
Karena kepekaan terhadap obat sangat individualistik, maka dapat berubah, penetapan waktu
prothombin harus secara berkala dilakukan terutama pada awal terapi agar kegiatan kougulasi
pasien pada rentang terapi.

2.6.2 Antikoagulan Parenteral


 Heparin
 Heparin berat molekul rendah
 Heparinoid
 Fondaparinuks

Heparin
Heparin mula kerjanya cepat sebagai antikoagulan, namun mempunyai masa kerja yang singkat.
Heparin sering dirujuk sebagai heparin standar atau heparin tidak terfraksinasi untuk membedakan
dengan heparin bobot molekul rendah yang mempunyai masa kerja yang lebih panjang.

Pengobatan. Untuk pengobatan awal trombosis vena dalam dan embolisme paru, heparin diberikan
sebagai dosis muatan (loading dose) intravena, diikuti dengan infus intravena (menggunakan pompa
infus) atau injeksi subkutan secara intermiten.
Penggunaan injeksi intravena secara intermiten tidak lagi disarankan. Sebagai alternatif, untuk
pengobatan awal trombosis vena dalam dan embolism paru dapat digunakan heparin bobot molekul
rendah. Antikoagulan oral (biasanya wafarin) dimulai pada waktu yang sama dengan heparin (yang
perlu dilanjutkan paling tidak selama 5 hari, sampai INRnya mencapai kadar terapi selama 2 hari
berturut-turut). Pemantauan melalui uji laboratorium (sebaiknya setiap hari) penting dilakukan,
penentuan waktu APTT-(Activated Partial Tromboplastin Time) merupakan teknik yang paling luas
digunakan.
Heparin juga digunakan untuk penatalaksanaan infark miokard, untuk mencegah reoklusi koroner
setelah trombolisis, atau pada pasien risiko tinggi seperti embolisme paru. Juga digunakan untuk
tatalaksana angina tidak stabil dan oklusi arteri perifer akut.

Profilaksis. Pada pasien yang menjalani bedah umum, pemberian heparin dosis rendah secara injeksi
subkutan banyak dianjurkan untuk mencegah trombosis vena dalam dan embolisme paru pasca bedah
pada pasien risiko tinggi (misalnya pasien dengan obesitas, penyakit keganasan, riwayat trombosis
vena dalam atau embolisme paru, pasien di atas 40 tahun, atau yang dengan gangguan trombofilik
atau yang mengalami bedah besar atau rumit). Dengan regimen profilaktik baku ini, tidak diperlukan
pemantauan secara laboratorium.
Untuk mengatasi peningkatan risiko pada bedah ortopedik mayor, dapat digunakan regimen dosis yang
disesuaikan (dengan pemantauan) atau dapat dipilih heparin berat molekul rendah.

Extracorporel Circuits. Heparin juga digunakan dalam pemeliharaan extracorporeal circuits pada bedah
pintas jantung-paru dan hemodialisis.
Perdarahan. Jika terjadi perdarahan, biasanya cukup dengan menghentikan heparin. Tetapi, jika efek
heparin perlu dihentikan dengan cepat, protamin sulfat merupakan antidot yang spesifik (tetapi hanya
menghentikan sebagian efek heparin bobot molekul rendah).
Monografi: 

HEPARIN
Indikasi: 
pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, angina tidak stabil, profilaksis pada bedah
umum, infark miokard.

Peringatan: 
usia lanjut, hipersensitif terhadap heparin bobot molekul rendah; gangguan hati dan ginjal; kehamilan.

Trombositopenia. Trombositopenia yang secara klinis penting adalah yang diperantarai sistem imun,
biasanya tidak terjadi sampai setelah 6-10 hari. Ini mungkin disertai dengan trombosis. Disarankan
menghitung angka trombosit bagi pasien yang mendapat heparin (termasuk heparin dengan bobot
molekul rendah) lebih dari 5 hari (dan heparin harus segera dihentikan pada pasien yang mengalami
trombositopenia) atau pengurangan angka platelet. Pasien yang memerlukan antikoagulasi lebih lanjut
sebaiknya diberi suatu heparinoid seperti danaparoid; alternatifnya heparin bobot molekul rendah
(tetapi dapat terjadi reaksi silang), warfarin atau epoprostenol.
Hiperkalemia: Inhibisi dari sekresi aldosteron oleh heparin (termasuk heparin bobot molekul rendah)
dapat menyebabkan hiperkalemia, umumnya pada pasien dengan diabetes mellitus, gagal ginjal kronik,
asidosis, kenaikan kalium plasma, mendapatkan obat hemat kalium. Kalium plasma harus diukur pada
pasien yang beresiko sebelum memulai terapi heparin dan dimonitor secara teratur sesudahnya jika
pengobatan dengan heparin lebih dari 7 hari.
Interaksi: 
lihat lampiran 1 (heparin).

Kontraindikasi: 
hemofilia dan gangguan hemorhagik lain, trombositopenia, tukak lambung, perpendarahan serebral
yang baru terjadi. Hipertensi berat, penyakit hati berat (temasuk farises esofagus), gagal ginjal, sehabis
cedera berat atau pembedahan (termasuk pada mata atau susunan saraf), hipersensitivitas terhadap
heparin.

Efek Samping: 
perdarahan (lihat keterangan di atas), nekrosis kulit, trombositopenia (lihat keterangan di atas),
hiperkalsemia (lihat keterangan di atas), reaksi hipersensitivitas (urtikaria, angiodema, dan anafilaksis);
osteoforisis setelah penggunaan jangka panjang (dan jarang terjadi alopesia).

Dosis: 
Pengobatan trombosis vena-dalam dan embolisme paru, secara injeksi intravena, dosis muatan 5000
unit (10.000 unit pada embolisme paru yang berat) diikuti dengan infus berkesinambungan 15-25
unit/kg bb/jam atau secaara injeksi subkutan 15.000 unit setiap 12 jam (pemantauan laboratorium
penting sekali sebaiknya setiap hari).

Remaja Muda dan Anak-anak, dosis muatan lebih rendah, kemudian 15-25 unit/kg bb/jam secara infus
intravena, atau 250 unit/kg bb/jam secara injeksi subkutan. Angina tak stabil, oklusi arteri perifer akut,
sebagai regimen intravena untuk trombosis vena-dalam dan embolisme paru, lihat keterangan diatas.
Profilaksis pada bedah umum (lihat keterangan di atas), lewat injeksi subkutan, 5000 unit 2 jam
sebelum pembedahan, kemudian setiap 8-12 jam selama 7 hari atau sampai pasien pulang dari rumah
sakit (pemantauan tidak diperlukan); selama kehamilan (dengan pemantauan), 5000-10.000 unit setiap
12 jam (penting:tidak termasuk pencegahan trombosis katup jantung prostetik pada kehamilan yang
memerlukan penatalaksanaan khusus).
Infark Miokard. Untuk pencegahan reoklusi setelah trombosis, heparin digunakan dengan regimen
yang bervariasi sesuai dengan protokol yang telah disetujui di masing-masing institusi. Untuk
pencegahan trombosis mural, heparin dianggap efektif bila diberikan lewat injeksi subkutan 12.500 unit
setiap 12 jam selama paling tidak 10 hari.

Heparin Berat Molekul Rendah


Heparin bobot molekul rendah (sertoparin, dalteparin, enoksaparin, revirapin dan tinzaparin) efektif dan
aman seperti heparin tidak terfraksinasi dalam pencegahan tromboembolism vena, dan dalam praktek
ortopedik, golongan heparin ini mungkin lebih efektif. Selain itu, heparin bobot molekul rendah memiliki
masa kerja yang lebih panjang daripada heparin tidak terfraksinasi, dosis subkutan sekali sehari
nyaman untuk digunakan. Regimen profilaksis standar tidak memerlukan pemantauan.

Beberapa heparin bobot molekul rendah juga digunakan dalam pengobatan trombosis vena-dalam,
embolisme paru, penyakit arterikoroner tidak stabil, dan untuk mencegah gumpalan pada extracorporeal
circuits. Pemantauan rutin efek antikoagulan dari regimen pengobatan biasanya tidak diperlukan, tapi
pada pasien dengan risiko perdarahan (contoh pada kegagalan ginjal dan pasien dengan bobot badan
kurang atau berlebih), monitoring tersebut diperlukan. Perdarahan. Lihat keterangan heparin di atas.
Monografi: 

DALTEPARIN NATRIUM
Indikasi: 
profilaksis pada pra dan pasca pembedahan.

Peringatan: 
pasien dengan risiko komplikasi pendarahan, stroke hemorage, gagal hati atau gagal ginjal berat,
trombositopenia rusaknya fungsi platelet, hipertensi yang tidak terkontrol, hipertensif atau diabetes
retinopati, pasien yang sedang menerima pengobatan antikoagulan/antiplatelet. Platelet harus dihitung
sebelum memulai pengobatan dan dimonitor secara teratur. TROMBOSITOPENIA: keterangan lihat
heparin. HIPERKALEMIA: keterangan lihat heparin Pada pasien yang sedang menjalani anastesi spinal
atau epidural, dapat terjadi hematom intraspinal yang menyebabkan paralisis permanen atau
berkepanjangan. Risiko hematom intraspinal meningkat pada epidural atau penggunaan cateter spinal.

Interaksi: 
<p>lihat lampiran 1. Efek anti koagulasi dapat berkurang jika diberi bersama-sama dengan
antihistamin, glikosida jantung, tetrasiklin dan asam askorbat.</p>
Kontraindikasi: 
hipersensitif; trombositopenia yang diperantarai sistem imun; tukak gastroduodenum akut, cerebral
hemorage; endokarditis subakut; luka dan pembedahan pada SSP, mata dan telinga. Pembiusan lokal
dan atau regional pada prosedur pembedahan tertentu, jika obat ini tidak digunakan sebagai profilaksis.

Efek Samping: 
perdarahan (lihat peringatan), trombositopenia dan hiperkalemia (lihat peringatan), reaksi hipersensitif
(termasuk urtikaria, angioderma dan anafilaksis), hematom pada tempat injeksi, osteoporosis setelah
penggunaan jangka panjang, reaksi anafilaktoid dan imunologi berat yang diperantarai trombositopenia
(tipe II) yang disertai trombosis arteri/vena atau tromboembolisme, hematom epidural dan spinal,
meningkatkan level liver transaminase (ASAT, ALAT), trombosis katup pada katup jantung buatan. Jika
dosis tidak memadai
Dosis berlebih : Protamin injeksi intravena selama 10 menit. 1 mg protamin menghambat 100 IU
Dalteparin.

Dosis: 
Profilaksis trombosis vena dalam pada pasien DEWASA

 Operasi tromboprofilaksis pada pasien dengan risiko trombosis sedang: secara injeksi subkutan:
2500 IU diberikan 1-2 jam sebelum pembedahan dan sesudahnya, 2500 IU setiap pagi sampai
pasien mampu bergerak, umumnya 5-7 hari atau lebih.
 Operasi tromboprofilaksis pada pasien dengan risiko trombosis tinggi: secara injeksi subkutan :
2500 IU 1-2 jam sebelum pembedahan, dilanjutkan 8-12 jam kemudian. Pada hari berikutnya 5000
IU setiap pagi (atau 5000 IU pada malam sebelum pembedahan dan 5000 IU pada malam
berikutnya). Pengobatan dilanjutkan sampai pasien mampu bergerak, umumnya 5-7 hari atau lebih.
 Perpanjangan tromboprofilaksis pada operasi hip replacement: secara injeksi subkutan: 5000 IU
diberikan sebelum operasi dan 5000 IU pada malam berikutnya. Pengobatan dilanjutkan sampai 5
minggu pasca bedah.
 Pencegahan tromboemboli vena pada pasien medis: dosis yang dianjurkan adalah 5000 IU sehari
sekali. Pengobatan dengan dalteparin dilakukan sampai hari ke-14 atau lebih.
Pengobatan tromboemboli vena, tromboemboli vena dalam dan embolisme paru 
DEWASA: diberikan secara injeksi sub kutan sebagai dosis tunggal atau dua kali sehari. Pemberian
dosis tunggal: 200 IU/kg bb, dosis tunggal per hari tidak lebih dari 18.000 IU. Pengamatan efek
antikoagulan tidak diperlukan. Dosis dua kali sehari: 100 IU/kg bb, dapat diberikan untuk pasien
dengan peningkatan risiko pendarahan. Monitoring terapi umumnya tidak diperlukan, tapi dapat
dilakukan dengan pengujian fungsi anti-faktor Xa. Kadar plasma maksimum diperoleh 3-4 jam setelah
pemberian secara subkutan, dimana sampel harus diambil. Kadar plasma yang dianjurkan antara 0,5-
1,0 IU (anti-faktor Xa)/mL. Pemberian secara bersamaan antikoagulan dengan antagonis vitamin K
dapat dimulai segera. Pengobatan dengan dalteparin dapat diteruskan hingga kadar prothrombin
kompleks (faktor II, VII, IX dan X) menurun sampai kadar terapetik. Sekurangnya diperlukan 5 hari
untuk kombinasi pengobatan sampai diperoleh nilai normal yang dikehendaki. 
Pencegahan penggumpalan darah selama hemodialisis atau hemofiltrasi
Dosis pada pasien dengan gangguan ginjal kronik yang diketahui mempunyai risiko pendarahan:
 Hemodialisis atau hemofiltrasi jangka panjang, lamanya hemodialisis atau hemofiltrasi lebih dari 4
jam secara injeksi bolus intravena 30-40 IU (anti-faktor Xa)/kg bb, diikuti dengan infus 10-15 IU
(anti faktor Xa)/kg bb/jam.
 Hemodialisis atau hemofiltrasi jangka pendek, lamanya hemodialisis atau hemofiltrasi kurang dari 4
jam : secara injeksi bolus IV5000 IU (anti-faktor Xa). Untuk hemodialisis/hemofiltrasi jangka
panjang atau jangka pendek, kadar plasma anti-faktor Xa harus berada pada rentang 0,5-1,0 IU
(anti-faktor Xa)/mL.
Dosis pada pasien dengan gagal ginjal akut atau kronik dengan risiko tinggi pendarahan:

 Secara injeksi bolus intravena 5-10 IU (anti-faktor Xa)/kg bb, diikuti dengan infus 4-5 IU (anti-faktor
Xa)/kg bb/jam. Kadar plasma anti-faktor Xa harus berada pada rentang 0,2-0,4 IU (anti-faktor
Xa)/mL.
 Efek anti trombik dalteparin harus diamati dengan menganalisis aktivitas anti-faktor Xa dengan
pengujian menggunakan substrat kromogenik yang sesuai, karena dalteparin hanya mempunyai
efek perpanjangan pada pengujian waktu penggumpalan darah seperti APTT atau waktu thrombin.
Dalteparin tidak dianjurkan untuk anak-anak. Dalteparin aman digunakan pada pasien lansia tanpa
perlu adanya penyesuaian dosis.

ENOKSAPARIN
Indikasi: 
Pengobatan trombosis vena yang berhubungan dengan operasi ortopedi atau operasi umum,
pengobatan trombosis vena pada pasien yang dirawat akibat penyakit akut termasuk insufisiensi
kardiak, gagal pernapasan, infeksi parah, penyakit rematik, selama hemodialisis; profilaksis trombosis
vena dalam; pengobatan angina tidak stabil dan infark miokard non Q wave, dikonsumsi bersamaan
dengan asam asetil salisilat; pencegahan trombus pada sirkulasi ekstrakorporeal.
Peringatan: 
lihat pada Heparin; berat badan rendah (menigkatkan risiko pendarahan).

Interaksi: 
tidak dapat dikonsumsi dengan asam asetil salisilat, anti inflamasi non steroid, dekstran, atau tiklodipin.

Kontraindikasi: 
lihat pada Heparin; hipertensi arteri sedang sampai berat yang tidak terkontrol dengan gagal ginjal
(bersihan kreatinin 30-60 mL/menit); hipersensitif terhadap enoksaparin.

Efek Samping: 
lihat pada Heparin.

Dosis: 
profilaksis trombosis vena dalam, melalui injeksi subkutan, risiko sedang, 20 mg (2000 unit) 2 jam
sebelum pembedahan, kemudian 20 mg (2000 unit) setiap 24 jam selama 7-10 hari; risiko tinggi, 40 mg
(4000 unit) 12 jam sebelum pembedahan, kemudian 40 mg (4000 unit) setiap 24 jam selama 7-10 hari.
Pengobatan trombosis vena dalam, melalui injeksi subkutan, 1 mg/kg bb (100 unit/kg bb setiap 12 jam,
biasanya selama paling tidak 5 hari (dan sampai antikoagulansi oral yang cukup tercapai).

NADROPARIN KALSIUM
Indikasi: 
profilaksis pencegahan tromboemboli vena pada pembedahan pasien dengan risiko sedang atau tinggi,
pencegahan koagulasi pada extracorporal circulation loop dyalisis, pengobatan trombosis vena dalam
yang sudah established, angina tidak stabil dan infark miokard non-Q wave pada fase akut dalam
kombinasi dengan terapi standard. Indikasi nadroparin forte: Pengobatan trombosis vena dalam (DVT).
Peringatan: 
risiko perdarahan (pada orang tua, gagal ginjal, berat badan < 40 kg, perpanjangan lama pengobatan
hingga lebih dari 10 hari, ketidaksesuaian dengan kondisi pengobatan dan kombinasi dengan obat
yang dapat meningkatkan risiko perdarahan), risiko trombopenia yang diinduksi oleh heparin (HIT)
(eksaserbasi trombosis, flebitis, embolisme paru, iskemik akut pada bagian bawah badan dan kejadian
infark miokardia atau iskemik cerebrovaskular). Hiperkalemia: lihat pada heparin/dalteparin. Hematom
intraspinal: lihat pada dalteparin. Fungsi ginjal harus dievaluasi sebelum memulai pengobatan
khususnya pada orang tua usia > 75 tahun. Platelet harus dihitung sebelum memulai pengobatan dan
dimonitor secara teratur.

Interaksi: 
asetosal pada dosis analgetik antipiretik, AINS, dextran 40, antikoagulan oral, anti agregasi platelet
(absiksimab, klopidogrel, eptifibatid, iloprosot, tiklopidin, tirofiban).

Kontraindikasi: 
Sebagai terapi pencegahan/profilaksis: hipersensitif, riwayat trombopenia berat tipe II yang diinduksi
heparin, tanda-tanda perdarahan yang terkait hemostasis, lesi organ yang mengarah ke perdarahan.
Sebagai terapi kuratif: perdarahan intra serebral, gagal ginjal berat (kreatinin klirens 30 mL/menit);
anastesi epidural atau spinal. Tidak dianjurkan pada pemberian sebagai kuratif: iskemik
serebrovaskular fase akut, infeksi endokarditis akut, gagal ginjal ringan-sedang.

Efek Samping: 
perdarahan, trombositopenia dan hiperkalemia (lihat peringatan), reaksi hipersensitif (termasuk
urtikaria, angioderma dan anafilaksis), hematom pada tempat injeksi, osteoporosis setelah penggunaan
jangka panjang, reaksi imuno alergi thrombopenia (tipe II), hematom intraspinal, meningkatkan kadar
liver transaminase.

Dosis: 
Pencegahan thromboemboli vena pada pasien dengan pembedahan, secara injeksi subkutan: risiko
thrombogenik sedang, 2800 IU antifaktor Xa (0,3 mL) sebagai dosis tunggal, diberikan 2 jam sebelum
pembedahan; risiko thrombogenik tinggi: 38 IU antifaktor Xa/kg bb, diberikan 12 jam sebelum
pembedahan, dilanjutkan 12 jam setelah operasi, dan setiap hari sampai hari ke-3 pasca bedah dan
dilanjutkan dengan 57 IU antifaktor Xa/kg bb mulai dari hari ke 4 pasca bedah dan pengobatan tidak
lebih dari 10 hari. Pasien dengan berat badan 70 kg: 0,4 mL sebelum operasi sampai hari ke-3 pasca
bedah dan 0,6 mL mulai dari hari ke-4 pasca bedah. 
Jika risiko tromboemboli tetap bertahan sampai pengobatan selesai, dianjurkan untuk melanjutkan
pengobatan menggunakan antikoagulan oral. 
Pencegahan koagulasi extracorporal circulation loop/dyalisis, secara injeksi intra vena (ke dalam arterial
line dari loop dyalisis), dosis awal 65 IU antifaktor Xa/kg bb sebagai dosis tunggal, hanya untuk dialisis
dengan waktu 4 jam atau kurang. Dosis dapat disesuaikan tergantung dari variabilitas intra dan antar
individu. Pasien dengan berat badan 70 kg: 0,6 mL. Pada pasien dengan risiko hemoragik, dialisis
dapat dilakukan dengan menggunakan separuh dosis.
Pengobatan trombosis vena-dalam (DVT), 2 kali injeksi per hari diberikan setiap 12 jam. Dosis diberikan
sebagai fungsi dari bobot pasien yaitu 0,1mL/10 kg bb setiap 12 jam. Pasien dengan berat badan 40-49
kg: 0,4 mL; berat badan 50-59 kg: 0,5 mL; berat badan 60-69 kg: 0,6 kg; berat badan 70-79 kg: 0,7 kg;
berat badan 80-89 kg: 0,8 kg; berat badan 90-99 kg: 0,9 mL dan berat badan > 100 kg: 1,0 mL.
Pengobatan tidak lebih dari 10 hari. Antikoagulan oral harus segera diberikan setelah pengobatan
dengan heparin bobot molekul rendah, kecuali dikontraindikasikan. 
Pengobatan angina tidak stabil/non Q-wave infark miokard, secara injeksi sub kutan 2 kali sehari diberikan
setiap 12 jam dengan dosis 86 IU antifaktor Xa/kg bb dikombinasikan dengan aspirin (rekomendasi
dosis 75 mg-325 mg secara oral, diikuti dengan dosis minimum 160 mg). Dosis awal harus diberikan
secara bolus intra vena atau injeksi sub kutan dengan dosis 86 IU anti-faktor Xa/kg berat badan.
Lamanya pengobatan selama 6 hari sampai pasien stabil secara klinis. Dosis disesuaikan dengan berat
badan : berat badan 100 kg secara IV/SC 1,0 mL. Pemberian secara subkutan diberikan setiap 12 jam. 
Pengobatan DVT, secara injeksi subkutan. Dosis disesuaikan dengan berat badan: 40-49 kg: 0,4 mL; 50-
59 kg: 0,5 mL; 60-69 kg: 0,6 mL; 70-79 kg: 0,7 mL; 80-90 kg: 0,8 mL; 90-99 kg : 0,9 mL; > 100 kg: 1,0
mL.

PARNAPARIN
Indikasi: 
profilaksis trombosis vena dalam, terapi gangguan vena akibat kondisi trombotik.

Peringatan: 
Tidak boleh diberikan secara intramuskular. Harus dilakukan monitoring pemeriksaan darah lengkap.
Hati-hati pada gagal hati, gagal ginjal, riwayat ulkus yang dapat menimbulkan perdarahan, pasca
operasi otak atau saraf spinal.

Interaksi: 
Peningkatan risiko perdarahan pada penggunaan penggunaan bersamaan dengan asetosal, AINS,
tiklopidin, antiplatelet, antikoagulan, glukokortikoid, infus dexrtran.

Kontraindikasi: 
kehamilan, menyusui, riwayat trombositopenia pada penggunaan parnaparin, luka pada organ dengan
risiko perdarahan (ulkus peptik, retinopati, sindrom hemoragik), endokarditis bakteri akut (kecuali jika
disebabkan oleh prosteses mekanik). Trauma serebrovaskuler dengan perdarahan. Alergi terhadap
produk. Nefropati berat, pankreatopati, hipertensi arteri berat, trauma kranioenselopati (pasca operasi).
Terapi dengan antivitamin K. Penggunaan bersamaan dengan tiklopidin, salisilat atau AINS,
antiplatelet.

Efek Samping: 
perdarahan, trombositopenia, nekrosis pada lokasi penyuntikan, alergi, peningkatan enzim
transaminase.

Dosis: 
Harus diberikan secara subkutan.

Bedah umum: Satu injeksi subkutan 0,3 mL (3200 IU aXa) 2 jam sebelum operasi. Dilanjutkan setiap
24 jam selama 7 hari. Tidak diperlukan uji hemakoagulasi.

Pasien dengan risiko tinggi mengalami tromboembolik dan pada operasi ortopedi : Satu injeksi
subkutan 0,4 mL (4250 IU aXa) 12 jam sebelum dan 12 jam sesudah operasi, kemudian 1 injeksi
perhari selama minimal 10 hari. Untuk terapi trombosis vena-dalam, pemberian subkutan harus
didahului dengan pemberian infus intravena secara lambat selama 3-5 hari.

Trombosis vena dalam: Dua injeksi subkutan 0,6 mL (3400 IU aXa) setiap hari. Terapi diberikan selama
7-10 hari. Terapi dapat didahului dengan pemberian infus intravena 12800 IU aXa secara lambat
selama 3-5 hari. Setelah melewati fase akut, terapi dapat dilanjutkan dengan 0,6 mL (6400 IU aXa) per
hari atau 0,4 mL (4250 IU aXa) per hari yang diberikan secara subkutan selama 10-20 hari. Sindrom
pasca plebitis, insufisiensi vena kronis: Satu injeksi subkutan 0,3 mL (3200 IU aXa) setiap 24 jam,
tergantung dari keparahan. Lama terapi minimal 30 hari.

Tromboplebitis superfisial akut, varikoplebitis: Satu injeksi subkutan 0,4 mL (4250 IU aXa) atau 0,3 mL
(3200 IU aXa) setiap 24 jam, tergantung dari keparahan. Lama terapi minimal 20 hari.

Heparinoid
Danaparoid merupakan heparinoid yang digunakan untuk profilaksis trombosis vena- dalam pada
pasien yang mengalami bedah umum atau bedah ortopedik. Meskipun tidak ada bukti reaksi silang,
obat ini juga berperan pada pasien yang mengalami trombositopenia akibat heparin.

Fondaparinuks
Fondaparinuks adalah pentasakarida sintetis yang menghambat faktor X teraktivasi. Digunakan untuk
profilaksis pasien dengan tromboemboli vena dan pada pasien yang menjalani operasi ortopedi mayor
di lengan atau operasi abdomen. Juga digunakan untuk pengobatan trombosis vena dalam dan
embolisme paru.

Monografi: 

NATRIUM FONDAPARINUKS
Indikasi: 
pencegahan venous thromboembolic events (VTE) pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi
mayor pada anggota badan bagian bawah seperti fraktur tulang pinggul, operasi penggantian lutut atau
pinggul, pasien yang menjalani operasi perut yang berisiko komplikasi tromboemboli, pasien yang
berisiko komplikasi tromboemboli karena penyakit akut, pengobatan akut deep vein thrombosis (DVT),
pengobatan akut pulmonary embolism (PE), pengobatan angina tidak stabil atau non-ST segmen elevasi
infark miokard (UA / NSTEMI) pada pasien kritis (<120 menit) manajemen invasif [Intervensi Koroner
Perkutan (PCI)] tidak diindikasikan, pengobatan tambahan dari ST segmen elevasi infark miokard
(STEMI) pada pasien yang sedang melakukan pengobatan dengan trombolitik
Peringatan: 
rute pemberian tidak diperbolehkan melalui intramuskular, penggunaan sebelum dan selama intervensi
koroner perkutan (PCI) tidak dianjurkan, peningkatan risiko perdarahan, peningkatan risiko perdarahan
pada lansia, gagal ginjal (lihat lampiran 3), kehamilan (lihat lampiran2), dan menyusui (lihat lampiran 4).

Interaksi: 
desirudin, fibrinolitik agent, reseptor antagonis GP IIb/IIIa, heparin, heparinoid dan heparin bobot
molekul rendah dapat meningkatkan risiko perdarahan, antiplatelet (asam asetil salisilat, dipiridamol,
sulfinpirazon, tiklopidin, klopidogrel) dan AINS harus diberikan dengan perhatian.

Kontraindikasi: 
hipersensitivitas, perdarahan aktif, endokarditis bakterial akut, gangguan ginjal berat (kreatinin klirens <
20 mL/menit).

Efek Samping: 
umum: anemia, perdarahan (di berbagai tempat termasuk kasus jarang seperti perdarahan intrakranial,
intraserebral, retroperitoneal), purpura, hematoma, hematuria, hemoptisis, perdarahan gusi;
Tidak umum: trombositopenia, trombositemia, platelet abnormal, gangguan koagulasi, sakit kepala,
mual, muntah, abnormalitas pada uji fungsi hati, peningkatan enzim hati, ruam, pruritus, wound
secretion demam, udem perifer, anemia, dispnea, nyeri dada; jarang: infeksi pada luka pasca operasi,
reaksi alergi, hipokalemia, ansietas, bingung, pusing, somnolens, vertigo, hipotensi, dispnea, batuk,
nyeri abdomen, dispepsia, gastritis, konstipasi, diare, bilirubinemia, reaksi pada lokasi injeksi, nyeri
dada, nyeri kaki, letih, udema pada genital, kulit memerah, sinkop.
Dosis: 
pencegahan venous thromboembolic events (VTE): 2,5 mg sehari sekali diberikan secara sub kutan pasca
bedah, dosis awal harus diberikan minimal 6 jam setelah pembedahan selesai. Pengobatan dilanjutkan
selama 5-9 hari, lansia > 75 tahun dan/ atau dengan berat badan < 50 kg dan/atau gangguan ginjal
sedang dengan kreatinin klirens 30 mL/menit pemberian pertama tidak boleh kurang dari 6 jam setelah
pembedahan selesai, injeksi tida k boleh diberikan kecuali apabila hemostasis tercapai;
pengobatan deep vein thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) dosis 5 mg untuk BB < 50 kg, 7,5
mg BB 50 – 100 kg, 10 mg BB >100 kg , pengobatan diberikan secara sub kutan selama minimal 5
hari, pengobatan bersama antagonis vitamin K dimulai sesegera mungkin dalam waktu 72 jam.

2.6.3 Protamin
Meskipun protamin digunakan untuk mengatasi kasus overdosis heparin, namun jika digunakan
berlebih, memiliki efek antikoagulan.

Monografi: 

PROTAMIN SULFAT
Indikasi: 
lihat catatan di atas.

Peringatan: 
lihat catatan di atas; juga jika risiko reaksi alergi terhadap protamin meningkat (termasuk pengobatan
sebelumnya dengan protamin insulin, alergi terhadap ikan, pria yang infertil atau yang telah menjalani
vasektomi).

Efek Samping: 
muka merah, hipotensi, bradikardi, dispnoe.

Dosis: 
injeksi intravena selama lebih kurang 10 menit, 1 mg menetralkan 100 unit heparin (mukosa) atau 80
unit heparin (paru) bila diberikan dalam waktu 15 menit setelah heparin; jika waktunya lebih panjang,
diperlukan protamin yang lebih sedikit karena heparin dengan cepat diekskresi; maksimal 50 mg.

2.7 Antiplatelet
Antiplatelet bekerja dengan cara mengurangi agregasi platelet, sehingga dapat menghambat
pembentukan trombus pada sirkulasi arteri, dimana antikoagulan kurang dapat berperan. Asetosal 150-
300 mg sebagai dosis tunggal diberikan segera setelah kejadian iskemik dan kemudian diikuti dengan
pemberian jangka panjang asetosal 75 mg sehari sekali untuk mencegah serangan penyakit jantung
selanjutnya.

Penggunaan asetosal jangka panjang pada dosis 75 mg sehari berguna untuk semua pasien dengan
penyakit kardiovaskular, untuk pasien dengan risiko mengalami penyakit kardiovaskular pada 10 tahun
mendatang sebesar 20% atau lebih dan usia di atas 50 tahun; untuk pasien diabetes yang berusia di
atas 50 tahun atau yang telah menderita diabetes lebih dari 10 tahun dan untuk pasien dengan
diabetes yang menerima pengobatan antihipertensi. Asetosal dosis 75 mg sehari juga diberikan setelah
operasi bypass jantung.
Klopidogrel digunakan untuk pencegahan kejadian iskemik pada pasien dengan riwayat gejala penyakit
iskemik. Klopidogrel dalam kombinasi dengan asetosal dosis rendah, juga digunakan untuk sindroma
koroner akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI). Kombinasi ini diberikan untuk sekurangnya selama 1
bulan tapi biasanya tidak lebih dari 9-12 bulan. Penggunaan klopidogrel dengan asetosal dapat
meningkatkan risiko pendarahan dan tidak ada bukti dapat memberikan manfaat pada penggunaan
melebihi 12 bulan dari kejadian terakhir dari gejala koroner akut tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).
Dipiridamol digunakan secara oral sebagai tambahan antikoagulan oral untuk tujuan profilaksis
tromboemboli yang berhubungan dengan katup jantung prostetik.

Sediaan dengan pelepasan termodifikasi disarankan untuk pencegahan sekunder stroke iskemik dan
serangan iskemia sementara (TIA). Dipiridamol juga dikombinasikan dengan asetosal dosis rendah
untuk menurunkan risiko stroke berulang namun bukti manfaat penggunaan jangka panjangnya belum
diketahui dengan pasti.

Klopidogrel dan dipiridamol lepas lambat dalam pencegahan serangan oklusif vaskuler
Kombinasi dipiridamol lepas lambat dengan asetosal digunakan untuk pencegahan serangan
oklusif vaskuler pada pasien yang pernah mengalami serangan iskemik sementara (TIA) maupun
stroke iskemik. Kombinasi ini sebaiknya digunakan selama 2 tahun setelah serangan terakhir.
Dilanjutkan dengan pengobatan jangka panjang asetosal dosis rendah setelah periode pengobatan
tersebut.
Terapi tunggal klopidogrel dapat digunakan pada pasien yang tidak dapat mentoleransi asetosal
dosis rendah dan mempunyai riwayat oklusif vaskuler atau menderita penyakit arteri perifer.
Penghambat glikoprotein IIb/IIIa. Penghambat glikoprotein IIb/IIIa dapat mencegah agregasi trombosit
dengan memblokade ikatan fibrinogen pada reseptornya di trombosit.

Absiksimab adalah antibodi monoklonal yang terikat pada reseptor glikoprotein II b / IIIa dan tempat-
tempat yang terkait lainnya. Digunakan sebagai terapi tambahan pada heparin dan asetosal untuk
mencegah komplikasi iskemik pada pasien dengan risiko tinggi yang menjalani percutaneous
transluminal coronary intervention (PCI). Obat ini digunakan hanya sekali untuk menghindari risiko
tambahan trombositopenia.

Eptifibatid dan tirofiban juga menghambat reseptor glikoprotein IIb/IIIa; keduanya dianjurkan untuk
digunakan bersama dengan heparin dan asetosal untuk mencegah infark miokard dini pada pasien
angina tidak stabil (lihat bagian 2.4) atau infark miokard non-ST-segment elevation (NSTEMI).
Absiksimab, eptifibatid, dan tirofiban hanya boleh digunakan di bawah pengawasan dokter spesialis

2.8 Fibrinolitik
Fibrinolitik bekerja sebagai trombolitik dengan cara mengaktifkan plasminogen untuk membentuk
plasmin, yang mendegradasi fibrin dan kemudian memecah trombus. Manfaat obat trombolitik untuk
pengobatan infark miokard telah diketahui dengan pasti. Yang termasuk dalam golongan obat ini di
antaranya streptokinase, urokinase, alteplase, dan anistreplase.

Streptokinase dan alteplase telah diketahui dapat menurunkan angka kematian. Reteplase dan
tenekteplase juga disarankan untuk infark miokard; keduanya diberikan secara injeksi intravena
(tenekplase diberikan dengan injeksi bolus). Obat trombolitik diindikasikan pada semua pasien dengan
infark miokard akut. Pada pasien sedemikian ini manfaat pengobatan yang diperoleh lebih besar dari
risikonya. Penelitian menunjukkan bahwa manfaat paling besar dirasakan oleh pasien dengan
perubahan pada hasil EKG berupa elevasi/peningkatan segmen ST (STEMI) (terutama pada pasien
infark anterior) dan pada pasien dengan bundle branch block. Pasien tidak boleh menolak pengobatan
dengan trombolitik berdasarkan alasan usia saja karena angka kematian pada kelompok ini tinggi dan
penurunan risiko kematian sama dengan kelompok pasien yang lebih muda.
Streptokinase digunakan dalam pengobatan trombosis vena yang mengancam jiwa, dan dalam
embolisme paru. Pengobatan harus dimulai dengan tepat.

Alteplase, streptokinase, dan urokinase digunakan pada anak-anak untuk melarutkan trombus
intravaskuler dan untuk menormalkan blokade occluded shunts dan kateter. Pengobatan sebaiknya
dimulai sesegera mungkin setelah terjadi pembekuan darah dan dihentikan apabila terdeteksi
perbaikan pada organ yang sakit, atau shunt atau kateter sudah tidak terblokade.
Keamanan dan efikasi pengobatan dengan menggunakan obat ini masih belum dapat dipastikan,
terutama pada neonatus. Obat fibrinolitik kemungkinan hanya bermanfaat apabila oklusi arteri
mengancam kerusakan iskemik; antikoagulan mungkin dapat menghentikan bekuan darah menjadi
lebih besar. Alteplase merupakan fibrinolitik yang lebih disukai untuk neonatus dan anak-anak. Risiko
efek sampingnya termasuk reaksi alergi lebih kecil.

Peringatan. Risiko perdarahan dari penyuntikan atau prosedur invasif, kompresi dada dari luar,
kehamilan (lampiran 4), aneurisme abdominal atau kondisi di mana trombolisis dapat meningkatkan
risiko komplikasi embolik seperti pembesaran atrium kiri dengan fibrilasi atrium (risiko melarutnya
bekuan darah yang disertai embolisasi), retinopati akibat diabetes, terapi antikoagulan yang sudah
diberikan atau yang diberikan bersamaan.
Kontraindikasi. Perdarahan, trauma, atau pembedahan (termasuk cabut gigi) yang baru terjadi, kelainan
koagulasi, diatesis pendarahan, diseksi aorta, koma, riwayat penyakit serebrovaskuler terutama
serangan terakhir atau dengan berakhir cacat, gejala-gejala tukak peptik yang baru terjadi, perdarahan
vaginal berat, hipertensi berat, penyakit paru dengan kavitasi, pankreatitis akut, penyakit hati berat,
varises esofagus; juga dalam hal streptokinase atau anistreplase, reaksi alergi sebelumnya terhadap
salah satu dari kedua obat tersebut.
Munculnya antibodi terhadap streptokinase dan anistreplase yang terus menerus terjadi dapat
mengurangi efikasi pengobatan berikutnya. Karena itu, kedua obat ini tidak boleh diulang setelah 4 hari
sejak pemberian pertama streptokinase atau anistreplase. Antibodi dapat juga muncul setelah
penggunaan streptokinase topikal pada luka.

Efek Samping. Efek samping trombolitik terutama mual, muntah, dan perdarahan. Bila trombolitik
digunakan pada infark miokard, dapat terjadi aritmia reperfusi. Hipotensi juga dapat terjadi dan
biasanya dapat diatasi dengan menaikkan kaki penderita saat berbaring, mengurangi kecepatan infus
atau menghentikannya sementara. Nyeri punggung telah dilaporkan. Perdarahan biasanya terbatas
pada tempat injeksi, tetapi dapat juga terjadi perdarahan intraserebral atau perdarahan dari tempat-
tempat lain. Jika terjadi perdarahan yang serius, trombolitik harus dihentikan dan mungkin diperlukan
pemberian faktor-faktor koagulasi dan obat-obat antifibrinolitik (aprotinin atau asam traneksamat).
Streptokinase dan anistreplase dapat menyebabkan reaksi alergi dan anafilaksis. Selain itu, pemah
dilaporkan terjadinya sindrom Guillain-Barre setelah pengobatan streptokinase.

Monografi: 

ALTEPLASE
Indikasi: 
Terapi trombolitik pada infark miokard akut, embolisme paru dan stroke iskemik akut.

Peringatan: 
lihat keterangan di atas; untuk stroke akut monitor perdarahan intrakranial, tekanan darah
(antihipertensi dianjurkan jika sistolik di atas 180 mmHg atau diastolik di atas 105 mmHg); gangguan
fungsi ginjal.

Interaksi: 
lihat lampiran 1.

Kontraindikasi: 
lihat keterangan di atas, pada stroke akut, kejang yang menyertai stroke, stroke berat, riwayat stroke
pada pasien diabetes, stroke 3 bulan sebelumnya, hipoglikemi, hiperglikemi.

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas, risiko perdarahan otak meningkat pada stroke akut.

Dosis: 
 Infark miokard, rejimen dipercepat (dimulai dalam 6 jam). Awal, injeksi intravena 15 mg, diikuti
dengan infus 35 mg selama 60 menit (total 100 mg selama 90 menit); pada pasien dengan berat
badan kurang dari 65 kg, dosis diturunkan.
 Infark miokard, terapi awal diberikan dalam 6-12 jam: Awal, injeksi intravena 10 mg, diikuti dengan
infus intravena 50 mg selama 60 menit. Kemudian 4 kali infus intravena 10 mg selama 30 menit
(total 100 mg selama 3 jam; maksimal 1,5 mg/kg bb pada pasien dengan berat badan kurang dari
65 kg).
 Embolisme paru, injeksi intravena 10 mg selama 1-2 menit, diikuti dengan infus intravena 90 mg
selama 2 jam; maksimal 1,5 mg/kg bb pada pasien dengan berat badan kurang dari 65 kg.
 Stroke akut, (terapi harus dimulai dalah 3 jam), meliputi intravena 900 mcg/kg bb (maksimal 90 mg)
selama 60 menit; 10% dosis diberikan melalui injeksi intravena; Lansia. Tidak dianjurkan untuk usia
diatas 80 tahun.

RETEPLASE
Indikasi: 
infark miokard akut.

Peringatan: 
lihat keterangan diatas; menyusui (lampiran 5).

Kontraindikasi: 
lihat keterangan di atas.

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas.

Dosis: 
Injeksi intravena, 10 unit diberikan selama maksimal 2 menit, diikuti dengan dosis 10 unit setelah 30
menit.
STREPTOKINASE
Indikasi: 
trombosis vena dalam, embolisme paru, tromboembolisme arterial akut, trombosis lintas arteriovena;
infark miokard akut.

Peringatan: 
lihat keterangan di atas.

Kontraindikasi: 
lihat keterangan di atas.

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas.

Dosis: 
trombosis vena dalam, embolisme paru, tromboembolisme arterial akut, vena retina pusat atau
trombosis erfercil: infus intravena, 250.000 unit selama 30 menit, kemudian 100.000 unit setiap jam
selama sampai dengan 24-72 jam menurut kondisiInfark miokard, 1.500.000 unit selama 60 menit.

TENEKTEPLASE
Indikasi: 
infark miokard akut.

Peringatan: 
lihat keterangan di atas; menyusui (lampiran 5).

Kontraindikasi: 
lihat keterangan di atas.

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas; demam.

Dosis: 
Injeksi intravena selama 10 detik, 30-50 mg sesuai berat badan (500-600 mcg/kg bb); maksimal 50 mg.

UROKINASE
Indikasi: 
trombosis lintas arteri-ovena dan kanula intravena; trombolisis pada mata; trombosis vena dalam,
embolisme paru, oklusi vaskuler perifer.

Peringatan: 
lihat keterangan di atas.

Kontraindikasi: 
lihat keterangan di atas

Efek Samping: 
lihat keterangan di atas.

Dosis: 
instilasi ke dalam lintas arteriovena, 5000-25.000 UI dalam 2-3 mL injeksi NaCl 0,9%.
Infus intravena, 4400 UI/kg bb selama 10 menit, kemudian 4400 unit/kg bb/jam selama 12 jam pada
embolisme paru atau 12-24 jam pada trombosis vena dalam. Penggunaan intraokuler 5000 UI dalam 2
mL injeksi NaCl 0,9%.

2.9 Hemostatik dan Antifibrinolitik


Melarutnya fibrin dapat diganggu oleh pemberian asam traneksamat yang menghambat fibrinolisis.
Obat ini dapat bermanfaat untuk mencegah perdarahan (misal pada prostatektomi dan cabut gigi pada
hemofilia) dan terutama dapat bermanfaat pada menoragia. Asam traneksamat juga digunakan pada
angiodema herediter, epistaksis dan pada over dosis trombolitik.

Desmopresin digunakan pada penatalaksanaan hemofilia ringan sampai sedang, Aprotinin merupakan


penghambat enzim proteolitik yang bekerja pada plasmin dan kalidinogenase (kalikrein). Obat ini telah
ditarik dari peredaran pada tahun 2008 karena meningkatkan mortalitas pasien.
Etamsilat mengurangi perdarahan kapiler dengan adanya jumlah trombosit yang normal. Kerjanya tidak
dengan cara menstabilkan fibrin, tetapi mungkin dengan cara memperbaiki adesi trombosit yang
abnormal.

Monografi: 

ANTIHEMOFILIK FAKTOR
(REKOMBINAN)
Indikasi: 
hemofilia klasik (Hemofilia A), yang menunjukkan adanya kekurangan aktivitas faktor pembekuan
plasma (FVIII). Tidak diindikasikan untuk terapi penyakit Von Willebrand’s.
Peringatan: 
riwayat alergi dengan FVIII yang lain, kehamilan dan menyusui.

Kontraindikasi: 
Hipersensitivitas.

Efek Samping: 
reaksi pada lokasi penyuntikan, pusing, ruam, rasa yang tidak biasa pada mulut, peningkatan ringan
tekanan darah, pruritus, depersonalisasi, mual, rinitis.

Dosis: 
perdarahan minor (aktivitas FVIII yang dibutuhkan 20-40%): 10-20 IU/kg bb, dosis diulang jika terjadi
perdarahan lagi.
Perdarahan sedang-berat, operasi minor (aktivitas FVIII yang dibutuhkan 30-60%): 15-30 IU/kg bb,
diulangi satu dosis setiap 12-24 jam, bila diperlukan.
Perdarahan berat hingga perdarahan yang mengancam jiwa seperti perdarahan intrakranial, intra-abdominal
atau intratorasik, perdarahan gastrointestinal, perdarahan pada sistem saraf pusat, perdarahan pada
retrofaringeal atau daerah retroperitoneal, trauma fraktur kepala (aktivitas FVIII yang dibutuhkan 80-
100%): Dosis awal: 40-50 IU/kg bb, pengulangan dosis 20-25 IU/kg bb setiap 8-12 jam.
Operasi besar (aktivitas FVIII yang dibutuhkan ~100%): dosis prabedah: 50 IU/kg bb, diulangi jika
diperlukan setelah 6-12 jam terhitung sejak awal pemberian, dan selama 10-14 hari sampai sembuh.
Larutan pengencer 2,5 ml.

ANTITROMBIN III MANUSIA


Indikasi: 
defisiensi antitrombin III kongenital.

Efek Samping: 
mual, wajah memerah, sakit kepala; jarang terjadi, reaksi alergi dan demam.

ASAM TRANEKSAMAT
Indikasi: 
fibrinolisis lokal; menoragia.

Peringatan: 
kurangi dosis pada gangguan ginjal, hindarkan jika berat; hematuria yang masif (hindari jika ada risiko
obstruksi ureter); pemeriksaan mata reguler dan uji fungsi hati yang teratur pada pengobatan jangka
panjang angiodema turunan; kehamilan.

Kontraindikasi: 
gangguan ginjal yang berat; penyakit tromboembolik.

Efek Samping: 
mual, muntah, diare (kurangi dosis); pusing pada injeksi intravena cepat.

Dosis: 
oral, fibrinolisis lokal, 15-25 mg/kg bb 2-3 kali sehari.

Menoragia (diawali bila menstruasi telah mulai), 1-1,5 g 3-4 kali sehari selama 4 hari; maksimal 4 g
sehari. Angioedema turunan, 1-1,5 g 2-3 kali sehari.

Injeksi intravena lambat, fibrinolisis lokal 0,5 -1 g 3 kali sehari.

ETAMSILAT
Indikasi: 
pengobatan jangka pendek kehilangan darah pada menoragia; profilaksis dan pengobatan pendarahan
periventrikel pada bayi bobot lahir rendah.

Kontraindikasi: 
porfiria.

Efek Samping: 
mual, sakit kepala, ruam kulit.

Dosis: 
oral, pengobatan jangka pendek kehilangan darah pada menoragia, 500 mg 4 kali sehari selama
menstruasi Injeksi intramuskuler atau intravena, profilaksis dan pengobatan pendarahan periventrikel
pada bayi bobot lahir rendah, 12,5 mg/kg bb setiap 6 jam.

FRAKSI FAKTOR VIII, KERING


(FRAKSI ANTIHEMOFILIK
MANUSIA, KERING)
Indikasi: 
pengobatan dan pencegahan perdarahan pada hemofilia A.
Peringatan: 
hemolisis intravaskuler setelah dosis besar atau dosis berulang yang sering pada pasien dengan
golongan darah A, B, atau AB.

Efek Samping: 
reaksi alergi termasuk menggigil, demam; hiperfibrinogenemia terjadisetelah dosis besar dengan
produk-produk terdahulu, tetapi kemungkinannya lebih kecil dengan produk-produk sekarang karena
kandungan fibrinogennya telah banyak dikurangi.

Keterangan: 
Fraksi faktor VIII kering dibuat dari plasma manusia dengan teknik fraksionasi yang sesuai.

FRAKSI FAKTOR VIII KOMBINASI


FRAKSI FAKTOR IX, KERING
Indikasi: 
defisiensi faktor IX kongenital (hemofilia B).

Peringatan: 
risiko trombosis, pada dasarnya dengan produk-produk terdahulu yang kemurniannya rendah.

Kontraindikasi: 
koagulasi intravaskuler yang tersebar.

Efek Samping: 
reaksi alergi meliputi menggigil, demam.

Keterangan: 
Fraksi faktor IX kering dibuat dari plasma manusia dengan teknik fraksionasi yang sesuai. Mungkin
juga mengandung faktor pembekuan II, VII, dan X.

FRAKSI FAKTOR IX KOMBINASI


FAKTOR XIII
Indikasi: 
defisiensi faktor XIII kongenital.

Efek Samping: 
jarang terjadi, reaksi alergi dan demam.

Anda mungkin juga menyukai