Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KEPERAWATAN LUKA

DISUSUN OLEH :

JEANE SRIANI SUHARTO

NIM PO0220219018

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

T.A 2021

A. Anatomi fisiologi kulit


1. Definisi Kulit

adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan
dalam homeostatis. Kulit mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai
trauma dan penahan terhadap bakteri, virus, dan jamur. Kehilangan panas dan
penyimpanan panas diatur oleh vasodilatasi atau sekresi kelenjar-kelenjar keringat.
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yaitu epidermis, dermis dan jaringan subkutan (Effendi,
1999).

a. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan terluar kulit, yang terdiri dari :

1. Stratum korneum, yaitu sel yang telah mati, selnya tipis, datar, tidak mempunyai
inti sel dan mengandung zat keratin.
2. Stratum lusidum, yaitu sel bentuk pipih, mempunyai batas tegas, tetapi tidak ada
inti. Lapisan ini terdapat pada telapak kaki. Dalam lapisan ini terlihat seperti pita
yang bening, batas-batas sudah tidak begitu terlihat.
3. Stratum glanulosum, sel ini berisi inti dan glanulosum.
4. Zona germinalis, terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel
yang tidak tegas.
5. Sel berduri, yaitu sel dengan fibril halus yang menyambung sel satu dengan yang
lainnya, sehingga setiap sel seakan-akan tampak berduri.
6. Sel basale, sel ini secara terus-menerus memproduksi sel epidermis baru. Sel ini
disusun dengan teratur, berurutan dan rapat sehingga membentuk lapisan pertama
atau lapisan dua sel pertama dari sel basal yang posisinya diatas papilla dermis
(Susanto dan Ari, 2013).

b. Dermis

Dermis terletak dibawah lapisan epidermis. Dermis merupakan jaringan ikat


longgar dan terdiri atas sel-sel fibrinoplas yang mengeluarkan protein kolagen dan
elastin. Serabut-serabut kolagen dan elastin tersusun secara acak, dan menyebabkan
dermis terenggang dan memiliki daya tahan. Seluruh dermis terdapat pembuluh
darah, saraf sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar
keringat dan sebasea. Pada dermis terdapat sel mast yang berfungsi mengeluarkan
histamin selama cidera atau peradangan dan makrofag yang memililki fungsi
memfagositosis sel-sel mati dan mikroorganisme (Corwin, 2009).
Dermis terdiri dari dua lapisan; lapisan atas yaitu pars papilaris (stratum
papilaris), dan bagian bawah yaitu pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar
yang tersusun atas serabutserabut; serabut kolagen, serabut elastic, dan serabut
retikulus (Susanto dan Ari, 2013).

c. Subkutan

Subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang berada di


bawahnya. Lapisan subkutan mengandung jumlah sel lemak yang beragam,
bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi banyak pembuluh
darah dan ujung saraf (Sloane, 1994).

Sel lemak berbentuk bulat dengan intinya berdesakan kepinggir, sehingga


membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang
tebalnya tidak sama pada setiap tempat dan jumlah antara laki-laki dan perempuan.
Fungsi penikulus adipose adalah sebagai shok breaker atau pegas bila tekanan
trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk
mempertahankan suhu. Di bawah subkutan terdapat selaput otot dan lapisan
berikutnya yaitu otot (Susanto dan Ari, 2013)

2. Bagian-bagian Kulit Kulit pada manusia mempunyai bagian-bagian yang terdiri dari:

1. Hipodermis
Merupakan zona tradisional diantara kulit dan jaringan adipose dibawahnya.
Mengandung lemak demikian juga jaringan ikat putih dan kuning. Kumparan dari
sejumlah gradual sebasea atau porium tergantung vena dan limfatika. Baik saraf
bermealin maupun tidak bermealin ditemukan dalam kulit yang berisi organ akhir
dan banyak serat saraf. Organ ini member respon sensasi panas, dan dingin nyeri
(Susanto dan Ari, 2013).
2. Kelenjar Keringat
Terdiri dari dua jenis kelenjar, yaitu ekrin dan apokrin. Kelenjar keringat ekrin
menghasilkan keringat encer yang keluar melalui duktus kelenjar keringat ke pori
permukaan kulit dan memiliki fungsi sebagai termolegulasi. Kelenjar keringat
apokrin terletak di genitalia eksternal, lipat paha, aksila, dan areola. Kelenjar
keringat apokrin masih belum aktif hingga pubertas, saat kelanjar aktif mulai
mengeluatkan keringat yang lebih pekat dan jika terkena bakteri akan menimbulkan
bau khas (Brooker, 2005).
3. Kelenjar Sebasea
Kelenjar sebasea disebut juga kelenjar holokrin (sel-sel sekretori selama sekresi
sebum. Kelenjar sebasea mengeluarkan sebum yang biasanya dialirkan ke folikel
rambut. Sebum adalah campuran lemak, zat lilin, minyak dan pecahanpecahan sel
yang berfungsi sebagai emoliens atau pelembut kulit dan merupakan suatu barier
terhadap evaporasi serta memiliki aktivitas bakterisida (Sloane, 1995).

1. Appendises (meliputi rambut dan kuku)


• Rambut

Rambut adalah keratin mengeras yang tumbuh dengan kecepatan yang


berbeda di bagian tubuh yang berlainan. Rambut tumbuh sebagai suhu folikel di
sebuah saluran, yang dimulai di bagian dalam lapisan dermis. Setiap folikel
rambut saling berhubungan dalam saluran tersebut dengan sebuah kelenjar

sebasea dan serabut otot polos, ysng disebut otot erector pili. Apabila sel otot
erector pili terangsang oleh saraf simpatis, maka rambut akan berdiri tegak.
Rambut di kepala berfungsi sebagai proteksi untuk menghindari kulit kepala
terbakar sinar matahari.

• Kuku

Kuku merupakan suatu bentuk kulit khusus yang dibentuk oleh bagian kulit
yaitu akar kuku (nail root) yang letaknya di jari tangan dan kaki. Kuku
utamanya terdiri dari lapisan corneum (lapisan tanduk) dan berfungsi untuk
melindungi jari yang kulitnya tergolong sensitive (Corwin, 2009).

3. Fungsi Kulit

Kulit pada manusia mempunyai banyak fungsi yang berguna dalam menjaga
homeostatis tubuh :

a. Fungsi Absorpsi

Kulit tidak dapat menyerap air, tetapi dapat menyerap larut-lipid seperti
vitamin A, D, E, dan K, oksigen, karbondioksida. Kemampuan absorpsi kulit
dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, dan metabolism.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antar sel atau melalui muara
saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada
melalui muara kelenjar (Watson, 2002).

b. Fungsi Ekskresi
Kulit berfungsi sebagai tempat pembuangan suatu cairan yang keluar dari
dalam tubuh dengan perantara 2 kelenjar keringan, yakni kelenjar keringat
sebaseae dan kelenjar keringat (Watson, 2002).

c. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh

Sistem pengaturan suhu dilakukan dengan melebarkan pembuluh darah.


Kulit akan mengeluarkan sejumlah keringat dalam keadaan panas melalui pori-
pori, panas dalam tubuh dibawa keluar bersama keringat. Sebaliknya, jika
kondisi udara dingin, pembuluh darah akan mengecil. Pengecilan pembuluh
darah ini bertujuan untuk menahan panas keluar dari tubuh yang berlebihan.
Dengan adanya sistem pengaturan ini, maka suhu tubuh akan selalu dalam
kondisi stabil (Anderson, 1996).

d. Fungsi Pelindung

Kulit dapat melindungi tubuh dari gangguan fisik berupa tekanan dan
gangguan yang bersifat kimiawi. Selain itu, kulit juga dapat melindungi kita
dari gangguan biologis seperti halnya serangan bakteri dan jamur. Kulit juga
menjaga tubuh agar tidak kehilangan banyak cairan dan melindungi tubuh dari
sinar UV (Gibson, 2002).

e. Fungsi Peraba

Pada lapisan dermis terdapat kumpulan saraf yang bisa menangkap


rangsangan beruupa suhu, nyeri dan tekanan. Rangsangan tersebut akan
disampaikan ke otak sebagai pusat informasi sehingga dapat mengetahui apa
yang dirasakan (Gibson, 2002).

B. Fisiologi Pemyembuhan Luka

a. Luka Akut.
Luka akut sembuh sesuai dengan fisiologis proses penyembuhan luka.
Penyembuhan luka akut paska pembedahan membutuhkan waktu untuk migrasi sel
epitel melewati sisi luka selama 48 jam (Carvile, 2007).
Selama proses penyembuhan luka akut membutuhkan lingkungan luka yang
optimal yaitu lingkungan luka moist atau lembab. Luka akut dapat sembuh sekitar
4-14 hari dalam lingkungan luka optimal (Hess, 1999; Gabriel, 2015).
Luka akut dapat sembuh menggunakan tipe penyembuhan primer atau
sekunder bahkan tersier jika ada infeksi atau benda asing. Tipe penyembuhan dapat
dibagi menjadi tiga, yaitu;
a. Tipe penyembuhan primer; luka akut yang sembuh dibantu dengan jahitan atau
menggunakan tape (plaster) atau glue (lem)
b. Tipe penyembuhan sekunder; luka akut yang sembuh dengan mendukung
pertumbuhan jaringan granulasi dari dasar luka.
c. Tipe penyembuhan tersier; luka akut yang sembuh dengan menghilangkan
benda asing atau infeksi terlebih dahulu sebelum dilakukan tipe penyembuhan
primer atau sekunder

Luka akut adalah luka yang sembuh sesuai dengan periode waktu yang
diharapkan. Luka akut dapat dikategorikan sebagai:
 Luka akut pembedahan, contoh: insisi, eksisi dan skin graft.
 Luka akut bukan pembedahan, contoh: Luka bakar.
 Luka akut akibat faktor lain, contoh: abrasi, laserasi, atau injuri pada lapisan
kulit superfisial.

b. Luka Kronis.
Luka kronis merupakan jenis luka yang dapat dikatakan sebagai luka yang
proses penyembuhannya tidak terjadi secara fisiologis, atau luka yang tidak sembuh
dalam serangkaian tahapan yang teratur dan dalam jumlah waktu yang dapat
diprediksi seperti kebanyakan luka; luka yang tidak kunjung sembuh dalam waktu
tiga bulan seringkali dianggap kronis. Luka kronis tampaknya tertahan dalam satu
atau lebih fase penyembuhan luka. Jenis luka kronik antara lain luka dekubitus,
luka diabetes, luka abses, luka akut yang gagal sembuh secara fisiologis dan luka
lainnya yang tidak termasuk luka akut. Pada modul ini akan di bahas 2 macam luka
yang sering terjadi di Indonesia yaitu luka dekubitus dan luka diabetik.

Luka kronis adalah luka yang proses penyembuhannya mengalami


keterlambatan. Contoh: Luka decubitus, luka diabetes, dan leg ulcer.

Berdasarkan Kehilangan Jaringan.


a. Superfisial; luka hanya terbatas pada lapisan epidermis.
b. Parsial (partial-thickness); luka meliputi lapisan epidermis dan dermis.
c. Penuh (full-thickness); luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan
bahan dapat juga melibatkan otot, tendon, dan tulang.

Berdasarkan Stadium.

a. Stage I.
Lapisan epidermis utuh, namun terdapat eritema atau perubahan warna.
b. Stage II.
Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis.
Eritema di jaringan sekitar yang nyeri, panasa, dan edema. Exudate sedikit
sampai sedang.
c. Stage III.
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan sub cutan, dengan terbentuknya
rongga (cavity), exudate sedang sampai banyak.
d. Stage IV.
Hilangnya jaringan sub cutan dengan terbentuknya rongga (cavity) yang
melibatkan otot, tendon dan atau tulang. Exudat sedang sampai banyak.

Berdasarkan mekanisme terjadinya.

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio)

Berdasarkan Penampilan Klinis.


a. Nekrotik (hitam): Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau
lembab.
b. Sloughy (kuning): Jaringan mati yang fibrous.
c. Granulasi (merah): Jaringan granulasi yang sehat.
d. Epitelisasi (pink): Terjadi epitelisasi.
e. Terinfeksi (kehijauan): Terdapat tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti nyeri,
panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.

c. Jenis-jenis pemyembuhan luka

1. Primary Healing.
Jaringan yang hilang minimal, tepi luka dapat dirapatkan kembali melalui
jahitan, klip atau plester.
2. Delayed Primary Healing.
Terjadi ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing yang menghambat
penyembuhan.
3. Secondary Healing.
Proses penyembuhan tertunda dan hanya bisa terjadi melalui proses granulasi,
kontraksi dan epitelisasi. Secondary healing menghasilkan scar.

d. Proses dan fase penyembuhan luka

1. Fase Koagulasi dan Inflamasi (0-3 hari). Koagulasi merupakan respon yang
pertama terjadi sesaat setelah luka terjadi dan melibatkan platelet. Pengeluaran
platelet akan menyebabkan vasokonstriksi. Proses ini bertujuan untuk
homeostatis sehingga mencegah perdarahan lebih lanjut.
Fase inflamasi selanjutnya terjadi beberapa menit setelah luka terjadi dan
berlanjut hingga sekitar 3 hari. Fase inflamasi memungkinkan pergerakan
leukosit (utamanya neutrofil). Neutrofil selanjutnya memfagosit dan
membunuh bakteri dan masuk ke matriks fibrin dalam persiapan pembentukan
jaringan baru.

2. Fase Proliferasi atau Rekonstruksi (2-24 hari). Apabila tidak ada infeksi atau
kontaminasi pada fase inflamasi, maka proses penyembuhan selanjutnya
memasuki tahapan Proliferasi atau rekonstruksi. Tujuan utama dari fase ini
adalah:
 Proses granulasi (untuk mengisi ruang kosong pada luka).
 Angiogenesis (pertumbuhan kapiler baru). Secara klinis akan tampak
kemerahan pada luka. Angiogenesis terjadi bersamaan dengan
fibroplasia. Tanpa proses angiogenesis sel-sel penyembuhan tidak dapat
bermigrasi, replikasi, melawan infeksi dan pembentukan atau deposit
komponen matrik baru.
 Proses kontraksi (untuk menarik kedua tepi luka agar saling berdekatan).
Menurut Hunt (2003) kontraksi adalah peristiwa fisiologi yang
menyebabkan terjadinya penutupan pada luka terbuka. Kontraksi terjadi
bersamaan dengan sintesis kolagen. Hasil dari kontraksi akan tampak
dimana ukuran luka akan tampak semakin mengecil atau menyatu.

3. Fase Remodelling atau Maturasi (24 hari-1tahun). Fase ini merupakan fase yang
terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Aktifitas sintesis dan
degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Serabut-serabut kolagen
meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh
proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang
utama pada matrks. Serabut kolagen menyebar dengan saling
terikat dan menyatu serta berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan.
Akhir dari penyembuhan didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai
kekuatan 80 % dibanding kulit normal.

e. Faktor penghambatan penyembuhan luka

1. Faktor Umum
a. Usia.
b. Penyakit yang menyertai.
c. Vascularisasi.
d. Kegemukan.
e. Gangguan sensasi dan pergerakan.
f. Status Nutrisi.
g. Status psikologis.
h. Terapi radiasi.
i. Obat-obat.
2. Faktor Lokal
a. Kelembaban luka.
b. Temperatur luka.
c. Managemen luka.
d. Tekanan, gesekan, dan tarikan.
e. Benda asing.
f. Infeksi luka.

A. Diabetic Foot SPA


B. Macam-Macam Perawatan Luka Modern (Dressing)
1. Hydrocolloid
Dessing jenis ini merupakan balutan yang dapat diaplikasikan pada luka bakar,
nekrotik, venus ulcer dll. Balutan ini dapat membuat kondisi disekitar luka tetap
lembab, mencegah infeksi serta mudah dalam penggunannya.
2. Hydrogel
Balutan ini dapat digunakan pada luka yang tidak ada cairannya, luka nyeri, luka
tekan, donor, ataupun luka bakar derajat kedua. Balutan luka modern ini di
desain untuk mengurangi infeksi, mengurangi nyeri, serta mempercepat proses
penyembuhan luka.
3. Alginate
Calsium Alginate dapat diaplikasikan pada luka dengan cairan yang banyak.
Balutan luka modern ini menyerap cairan yang ada pada luka. Balutan ini dapat
diganti setiap 2 hari sekali. Apabila justeru terlalu sering mengganti balutan luka,
luka akan menjadi kering dan bakteri akan lebih mudah menginvasi luka.

4. Collagen
Balutan luka modern ini dapat diberikan pada luka seperti luka dekubitus, luka
kronik, ulkus dll. Balutan ini memacu sel agar lebih cepat proses
pembentukannya serta memiliki peranan memacu tumbuhnya pembuluh darah
pada sekitar luka. Dengan begitu, peyembuhan luka bisa lebih cepat.

5. Foam
Jenis balutan ini dapat digunakan pada luka dengan tingkat keparahan yang lebih
luas atau berbahaya bagi penderitanya. Foam dapat menyerap cairan, nanah yang
bercampur bakteri serta menjaga kelembapan luka agar lebih cepat dalam
penyembuhan luka
6. Transparant Dressing
Balutan luka modern yang digunakan agar luka dapat terlihat dan di monitor.
Balutan ini juga sebagai pencegah infeksi. Biasanya digunakan pada luka pasca
operasi, operasi sesaria, atau luka bakar.
7. Cloth
Cloth merupakan balutan yang paling umum digunakan. Balutan ini dapat
digunakan pada luka tergores, lecet atau cidera minor. Balutan ini dapat dihemat
dan dibentuk/dipotong sesuai dengan ukuran atau kebutuhan luka.

C. Patofisiologi Mekanisme DM

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan


selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan di pecah menjadi
bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi
asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makan itu akan diserap
oleh usus dan kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan
keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai
bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus
masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makan terutama
glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah
timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolism itu
insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan
glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan
bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di
pankreas (Suyono,2004).
Pada DM type II jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Reseptor
insulin ini dapat di ibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
Pada keadaan tadi lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak
kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,
maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan
bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono,
2004).
D. Derajat Luka Wagner

Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas


untuk mengklasifikasi luka pada kaki diabetes, di kutip oleh Kartika (2017) membagi
gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu :
1) Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai
kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus (Simptom pada kaki seperti nyeri)
2) Derajat I : Ulkus superficial terbatas pada kulit
3) Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4) Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
5) Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau Tanpa osteomielitis
6) Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

Anda mungkin juga menyukai