Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN BENCANA

Kajian Terhadap Tindakan Manajemen Bencana Non Alam;


Terorisme Bom Bali di Provinsi Bali

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas papper mata kuliah Manajemen Bencana
dengan topik; terorisme bom Bali di Provinsi Bali

Dosen Pengajar :
Dr. Tri Wahyu M., dr., Sp.B., SP. BTKV., MHKes

Disusun Oleh :
Manajemen Keperawatan
Nyoman Wigo Agusto
220120190512

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
TAHUN 2021
1.1 Ilustrasi Bencana Non Alam; Terorisme Bom Bali
Terorisme saat ini menjadi ancaman global, regional dan lokal di masing-
masing negara. Terorisme sebagai bagian dari Kejahatan Lintas Negara telah
menjadi perhatian negara maju dan berkembang karena serangan teror berevolusi
menggunakan senjata pemusnah massal (weapons mass destruction) dalam
bentuk senjata kimia, biologi, radioaktif dan nuklir (Runturambi & Mukhtar,
2020).
Terorisme adalah suatu kejahatan yang tidak dapat digolongkan sebagai
kejahatan biasa, secara akademis terorisme dikategorikan sebagai ”kejahatan luar
biasa” atau ”Extra Ordinary Crime” dan dikategorikan pula sebagai kejahatan
terhadap kemanusiaan atau ”crime against humanity” (Syafii, 2017).
Sedikitnya 181 orang dipastikan tewas dalam ledakan bom dahsyat di luar
sebuah klub malam di Legian, Kuta, Pulau Bali. Para pejabat rumah sakit
memperkirakan, 75% dari korban tewas adalah orang asing, dan kebanyakan
warga Australia. Para korban lain termasuk warga Inggris, Selandia Baru, Jerman
dan Amerika (BCC, 2002).
PBB telah mengeluarkan beberapa konvensi dan resolusi untuk melawan
terorisme. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai salah satu anggota dari
PBB teah meratifikasi berbagai konvensi tersebut dan sudah tentu harus
melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB dalam perang melawan terorisme.
Dengan peristiwa 11 september 2001, upaya pemberantasan terorisme telah
diangkat menjadi prioritas utama dalam kebijakan politik dan keamanan secara
global. Aksi terjadinya teror bom di Bali pada tanggal 12 oktober 2002 juga
mendorong pemerintah Indonesia untuk menyatakan perang melawan terorisme
dan mengambil langkah-langkah pemberantasan serius dengan dikeluarkannya
Perpu No. 112002, Perpu No. 2/2002 dan Inpres No. 4/2002. Landasan hukum
tersebut diikuti dengan penetapan Surat Keputusan Menkopolkam No.
Kep-26/Menko/Polkam/1112002 tentang pembentukan Desk Koordinasi
Pemberantasan Terorisme.

2
Gambar 1. Bom Bali I tahun 2002

Peristiwa pengeboman yang terjadi di Bali pada tahun 2002 merupakan


sebuah peritiwa yang menjadi sorotan dunia, dengan data korban yang mencapai
202 orang meninggal dunia, dan tak kurang dari 200 orang mengalami luka-luka
yang mengakibatkan harus mendapatkan perawatan dari rumah sakit1. di tambah
dengan sebelum peristiwa Bom Bali terdapat peristiwa pembajakan pesawat
terbang yang kemudian ditabrakkan ke menara World Trade Center yang ada di
Amerika membuat segala hal yang berbau terorisme menjadi perhatian dunia.
Dalam kasus Bom Bali 2002 di dakwakan beberapa pelaku teror yang menjadi
otak dari pengeboman di Bali, salah satunya adalah Imam Samudera, dimana
imam samudera menjadi pelaku yang mendapatkan hukuman mati selain Amrozi
dan Ali Ghuforn (SYAIFUL IBAD & NUGROHO AJI, 2020).
Gambar 2. Bom Bali II Tahun 2005

3
Bali kembali dikejutkan dengan adanya teror bom Bali II yang terjadi
pada tanggal 01 Oktober 2005 di tiga lokasi, yaitu satu di Kuta dan dua di
Jimbaran. Serangan ini tidak memakan banyak korban seperti halnya yang terjadi
pada tragedi bom Bali I tahun 2002. Korban pada tragedi bom Bali II ini hanya
berjumlah 219 orang, yang terdiri dari 23 orang tewas, dan 196 lainnya luka-luka
(Rahmawati, 2013).
Hampir semua negara telah menaruh perhatian dan telah memberikan
dukungan konkrit dalam upaya penanganan tindakan terorisme yang ada di
Indonesia, terutama dalam proses investigasi untuk menangkap para pelaku teror
dan mengajukan para pelaku teror ke sidang pengadilan serta mengungkap
jaringannya. Dengan tertangkapnya para teroris tersebut maka telah terungkap
fakta yang jelas dimana teroris lokal telah mempunyai hubungan yang erat
dengan jaringan teroris internasional. Timbul kesadaran dan keyakinan kita
bahwa perang melawan terorisme mengharuskan kita untuk melakukan sinergi
upaya secara komprehensif dengan pendekatan multi-agency, multi-internasional
dan multinasional (Sanur, 2016).
1.2 Komponen Karakteristik Kejadian dan Masalah
A. Organisasi Penanganan
Dalam peristiwa Bom Bali pertama pada tahun 2002 organisasi yang
ikut dalam penanganan peristiwa tersebut ialah Polisi, TNI dan pemerintah
setempat yang berada di Provinsi Bali di komandoi oleh Gubernur Bali.
Setelah kejadian peristiwa ini, Indonesia mengesahkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme yang kemudian diganti dengan UU No.15 Tahun 2003, dan
membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berdasarkan
Peraturan Presiden Nomor 46 tahun 2010 tentang BNPT (Hasanah, 2016).
Kemudian peristiwa Bom Bali Indonesia telah menjalin hubungan
kerjasama dalam memberantas terorisme. Hal tersebut lah yang kemudian
akhirnya menjembatani serangkaian berbagai hubungan kerjasama antara

4
Indonesia- Australia dalam bidang keamanan khususnya dalam
pemberantasan terrorisme di kawasan. Berlanjut pada kerjasama pemerintah
Indonesia dan beberapa negara yang bergabung secara sukarela karena
mempunyai misi yang sama yakni perang melawan terorisme. Yakni
pemerintah Indonesia menggelar pertemuan Internasional dalam upaya
mengatasi masalah terorisme, yakni IMCT (International Meeting on
Counter-Terrorism) (Hasanah, 2016).
Secara internal upaya yang dilakukan oleh Indonesia guna
menanggulangi terorisme adalah sebagai berikut (Windiani, 2018):
1. Penegak Hukum
Salah satu prinsip pokok strategi penanggulangan terorisme yang terjadi di
Indonesia menurut ketua BNPT adalah bahwa pemerintah memperlakukan
aksi terorisme sebagai tindakan kriminal, sehingga yang digunakan adalah
pendekatan hukum. Penyelenggaraan penegakan hukum terhadap tindakan
pidana terorisme diatur oleh UU No. 15 tahun 2003 yang menetapkan
Perpu No. 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
sebagai Undang-Undang. Kemudian dibuat UU No. 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan No. 9
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme. Dari segi payung hukum, institusi keamanan nasional
mengalami masalah karena keberadaan UU No. 15 tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindakan Pidana Terorisme belum cukup memayungi
operasi pencegahan dalam bentuk operasi intelijen dan tindakan proaktif di
awal.
2. Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT)
BNPT dibentuk melalui peraturan presiden No. 46 tahun 2010, yang
kemudian diubah dengan peraturan Presiden No. 12 tahun 2012.
Pembentukan BNPT merupakan Kebijakan Nasional Penanggulangan
Terorisme di Indonesia. Instansi ini merupakan pengembangan dari Desk
Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) yang dibuat pada tahun

5
2002. BNPT ini juga dibentuk dari sebuah regulasi sebagai elaborasi UU
No. 34/2004 tentang TNI dan UU No. 2/2002 tentang Polri supaya dapat
mengatur ketentuan lebih rinci mengenai “Rule of Engagement” (aturan
pelibatan) TNI, terkait tugas operasi militer selain perang, termasuk aturan
pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI
terhadap Polri (Windiani, 2018)
3. Pelibatan TNI dan Polri
UU No. 34 tahun 2004 telah menjelaskan bahwa TNI juga harus memiliki
keterlibatan dalam mengatasi aksi terorisme. Yang seharusnya dilakukan
prajurit TNI bukan bagaimana penanganan setelah bom meledak, mencari
pelaku dan sebagainya, akan tetapi lebih pada upaya preventif.
Memberikan bantuan kepada kepolisian dengan koridor fungsi dan
tugasnya secara efektif. Operasi militer selain perang, diperuntukkan antara
lain sebagai upaya untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata,
pemberontakan bersenjata, aksi terorisme serta mengamankan wilayah
perbatasan. Dari pasal ini saja, mengisyaratkan bahwa tidak ada alasan bagi
TNI untuk tidak terlibat dalam penanggulangan terorisme yang jelas tidak
sekedar menghancurkan citra kehormatan bangsa dimata internasional,
tetapi juga telah menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan.
4. Deradikalisasi
Deradikalisasi adalah bagian dari strategi kontra terorisme, deradikalisasi
dipahami sebagai cara untuk merubah idiologi kelompok teroris secara
drastis. Deradikalisasi ditujukan untuk mengubah seseorang yang
semulanya radikal menjadi tidak radikal, termasuk diantaranya adalah
menjauhkan mereka dari kelompok radikal tempat mereka bernaung.
Deradikalisasi terorisme diwujudkan dengan program reorientasi motivasi,
reedukasi, resosialisasi, serta mengupayakan kesejahteraan sosial dan
kesetaraan masyarakat dengan masyarakat yang lain bagi mereka yang
terlibat terorisme maupun bagi simpatisan. Setelah menjelaskan upaya
internal yang dilakukan Indonesia dalam menangani terorisme

6
sebagaimana penjelasan diatas, menggunakan prinsip hard power
(keterlibatan TNI dan Polri) dan soft power (Deradikalisasi). Terdapat juga
upaya eksternal yang dilakukan secara bilateral dan juga secara
multilateral. Usaha yang dilakukan pemerintah saat menanggulangi
terorisme dalam lingkup regional adalah melalui forum ASEAN Chiefs of
National Police. Polri juga menjalin kerjasama regional dan internasional
dalam berbagai forum seperti, ARF (ASEAN Regional Forum), dan
AMMTC (ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (Windiani,
2018).
B. Fasilitas yang Berhubungan dengan Sarana dan Prasarana
Bom Bali menghancurkan klub malam hingga tinggal menjadi
onggokan yang mengeluarkan asap akibat ledakan bom. Sejumlah disko,
restoran, dan sebuah hotel juga rusak akibat serangan itu. Sejumlah mobil dan
sepeda motor yang diparkir di luar klub itu berubah menjadi dinding api, yang
menghalangi orang menyelamatkan diri. Seorang dokter mengatakan,
kebanyak jenazah yang tiba di berbagai rumah sakit di sekitar Denpasar dalam
keadaan terlalu hangus untuk bisa dikenali. Indonesia meminta bantuan
internasional, selagi rumah-rumah sakit setempat bersusah payah untuk
menangani para korban itu. Rumah sakit yang menangani korban menyatakan
persediaan obat-obat sangat tipis dan para korban hanya dibalut dan
dipulangkan. Kemudian pemerintah Australia melalui angkatan udara
Australia membawa pulang warga negaranya (BCC, 2002).
Pelaku teoris yang ditangkap kemudian di proses oleh pihak berwajib
pada saat itu. Penelitian yang dilakukan (Firdaus, 2017), menjelaskan ada
beberapa tahap sarana dan prasarana untuk penempatan narapidana teroris,
dari tahap pertama yaitu Rutan Mako Brimob Kelapa dua, tahap kedua yaitu
lembaga pemasyarakatan dan tahap ketika yaitu lembaga pemasyarakatan
khusus teroris.
C. Komunikasi yang ada baik informasi, kordinasi maupun penanganan

7
Peristiwa Bom Bali I tahun 2002 menjadi pembelajaran untuk
pemerintah Bali dalam waspada menanggapi jika terjadi tindakan terorisme
kembali. Pada saat peristiwa Bom Bali II tahun 2005 terjadi, I Made
Mangku Kapolda Bali mengaku kaget ketika mendengar serangan bom bali II
kemudian bergegas menghapiri kejadian tersebut kemudian segera melakukan
koordinasi dengan semua lini. Hal yang pertama dia lakukan adalah
menyalakan koordinasi layanan darurat (emergency service). Kemudian, pusat
pelayanan kondisi darurat itu; satu polisi, dua pemadam kebakaran, ketiga
ambulance dan rumah sakit. Tahap selanjutnya, dia mencoba berkoordinasi
dengan segenap unsur pimpinan daerah Bali (CNN, 2019).
Dalam rangka membendung keahlian jaringan terorisme dalam
memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi dan mengurangi kerawanan
jaringan komunikasi pemerintah terhadap upaya penyadapan. Lembaga Sandi
Negara melaksanakan penyelenggaraan persediaan dalam rangka
antiterorisme melalui gelar Jaring Komunikasi Sandi (JKS) meliputi JKS Very
Very Important Person (VVIP). JKS Iintern Instansi Pemerintah, JKS
Antarinstansi pemerintah, dan JKS Khusus. JKS tersebut berfungsi mengolah
informasi berita rahasia untuk pihak yang berhak menerima kandungan
informasinya. Saat ini, pelaksanaan JKS Nasional baru tergelar sebanyak 36
% pada instansi pemerintah dan terus dimonitor, dibina dan ditingkatkan
kemampuannya sehingga kemungkinan terjadinya penyadapan menjadi
minimal. Melengkapi upaya perlindungan pasif, Lembaga Sandi Negara juga
meningkatkan skala operasional analisis sinyal komunikasi dalam rangka
pengumpulan informasi keamanan nasional. Kegiatan sterilisasi dan
pemblokiran frekuensi komunikasi tertentu terus dilakukan untuk
meminimalkan upaya penyadapan dan mengamankan jalannya koordinasi
institusi keamanan nasional. Terhadap penggunaan jaringan komunikasi biasa,
Lembaga Sandi Negara melakukan asistensi pengamanan transmisi untuk
mengamankan informasi yang dialirkan melalui sarana transmisi Public
Switched Telephone Network (PSTN), Integrated Services Digital Network

8
(ISDN), internet ataupun gelombang radio (Yunanto, Damayanti, & Mukhtar,
2015).
D. Data atau Dokumentasi yang berkaitan
Sejak tahun 2002, Indonesia telah mengalami enam kali serangan teror
besar dalam skala mematikan. Aksi dari teror tersebut menewaskan ratusan
jiwa dan melukai banyak orang. Kejadian-kejadian tersebut bisa dilihat dari
runtut-urutan berdasarkan kejadian tahun pertahun seperti (Firmansyah, 2011)
:
1. Bom Bali I (2002)
2. J.W. Marriot Hotel (2003)
3. Pengemboman Kedutaan Besar Australia (2004)
4. Bom Bali II (2005)
5. Pengeboman Simultan di J.W Marriot Hotel dan Ritz-Carlton Hotel
(2009)
6. Bom Sarinah di Jl. Thamrin (2016)
7. Bom Mapolresta Solo, Jawa Tengah (2016)
8. Bom Molotov di Kalimantan Timur dan Barat (2016)
9. Bom Terminal bus Kampung Melayu (2017)
10. Bom Mako Brimob (2018)
11. Bom di Gereja Surabaya (2018)
12. Bom Sidoarjo (2018)
E. Tata Kerja
Pada saat terjadinya Bom Bali I belum terbentuk tata kerja dalam
penanganan bencana terorisme. Akan tetapi pembelajaran Bom Bali I,
pemerintah telah berupaya dalam membuat tata kerja. Tata kerja kinerja
pemerintah dalam bidang pencegahan dan penanggulangan terorisme tersebut
akan difokuskan pada pelakanaan tiga program pokok, yaitu program
pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan keamanan
negara, program pengembangan pengamanan rahasia negara, serta program
pemantapan keamanan dalam negeri (Yunanto et al., 2015).

9
1. Program pengembangan penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan
keamanan negara dilaksanakan oleh Badan Intelijen Negara dengan
kegiatan pokoknya, yaitu (1) operasi intelijen dan operasi intelijen strategis
di dalam dan luar negeri; (2) peningkatan kualitas dan kuantitas
pelaksanaan operasi kontraintelijen; (3) peningkatan operasi intelijen
strategis penanggulangan kejahatan transnasional dan uang palsu/kertas
berharga; (4) peningkatan kegiatan dan operasi penanggulangan keamanan
dan ketertiban; (5) peningkatan pencarian, penangkapan, dan pemrosesan
tokoh-tokoh kunci operasional terorisme; (6) operasi dan koordinasi dalam
hal deteksi dini untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban,
menanggulangi kriminalitas, mencegah dan menanggulangi terorisme; (7)
peningkatan kerja sama bilateral dalam rangka pengungkapan jaringan
terorisme internasional; dan kerja sama kawasan dan regional dalam
penanggulangan dan pencegahan aksi terorisme; (8) pengkajian analisis
intelijen perkembangan lingkungan strategis, pengolahan dan penyusunan
produk intelijen; (9) peningkatan sarana dan prasarana intelijen pusat dan
daerah; (10) pengadaan peralatan intelijen; dan (11) pengembangan system
informasi intelijen (SII), pengadaan intelligence device, peralatan
komunikasi, kendaraan operasional, dan pembangunan jaringan
komunikasi pusat dan daerah guna menunjang kelancaran arus informasi
intelijen secara cepat, tepat, dan aman.
2. Program pengembangan pengamanan rahasia negara dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan terorisme akan dilaksanakan oleh
Lembaga Sandi Negara dengan kegiatan pokoknya, yaitu (1) peningkatan
kualitas dan kuantitas pelaksanaan pendidikan ahli sandi untuk mendukung
operasi kontraterorisme; (2) pembangunan tahap I jaringan analisis sinyal
komunikasi; (3) Penyelenggaraan kontra penyadapan di kantor Kedutaan
Besar RI.
3. Program penanggulangan terorisme yang diselenggarakan secara
multilembaga adalah program pemantapan keamanan dalam negeri melalui

10
kegiatan pokoknya, yaitu (1) peningkatan kelembagaan badan koordinasi
penanggulangan terorisme; (2) komunikasi dan dialog serta pemberdayaan
kelompok masyarakat; (3) peningkatan kemampuan komponen kekuatan
pertahanan dan keamanan bangsa dalam menangani tindak terorisme; (4)
restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan terorisme
termasuk pengembangan standar operasional dan prosedur pelaksanaan
latihan bersama; (5) peningkatan pengamanan terbuka terhadap simbol-
simbol negara untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya aksi teror dan
memberikan rasa aman bagi kehidupan bernegara dan berbangsa; (6)
peningkatan pengamanan tertutup terhadap area publik untuk
mengoptimalkan kemampuan deteksi dini dan pencegahan langsung di
lapangan; (7) sosialisasi kepada masyarakat untuk meminimalkan efek
terorisme; (8) komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok
masyarakat secara intensif dalam rangka menjembatani aspirasi, mencegah
berkembangnya
1.3 Manajemen Bencana
A. Pra Bencana
Menurut (Putra & Widhiyaastuti, 2018), Upaya Bali dalam melakukan
pencegahan dalam tindakan terorisme antara lain :
1. Kepolisian Daerah Provinsi Bali (Polda Bali)
Unit Anti Teror di Kepolisian Daerah Bali merupakan salah satu bidang
dari Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum). Adapan
tindakan preventif yang dilakukan antara lain ;
a) Mapping
Mapping daerah-daerah rawan, dimulai pintu masuk Bali yaitu daerah
yang mungkin dilewati, kemudian yang diduga menjadi tempat tinggal.
Jalur-jalur tikus masuk Bali seperti di daerah Klungkung melalui jalur
pantai antara lain pelabuhan rakyat dan jalur lainnya di sepanjang pantai
yang ada di daratan Klungkung, Nusa Penida, serta Lembongan.
b) Pemeriksaan, Pengawasan dan Pengamanan

11
Pemeriksaan ketat di pelabuhan rakyat di Klungkung yaitu Tri Buana,
Pelabuhan rakyat Kusamba dan Pesinggahan. Sedangkan pelabuhan
rakyat di Nusa Penida difokuskan di wilayah Buyuk, Toya Pakeh,
Sampalan, Mentigi, serta pelabuhan Lembongan. Sedangkan di
Karangasem dilakukan oleh Polres Karangasem memperketat
pengawasan di kawasan Pelabuhan Padangbai, juga fokus di pelabuhan
tradisional khususnya Polsek Kubu, Abang, Manggis dan Kota
Karangasem. Serta tentunya pengamanan terutama di kawasan
Pelabuhan Gilimanuk dan pelabuhan-pelabuhan tradisional di sekitarnya
di daerah pesisir Kabupaten Jembrana.
c) Kerjasama
Kerjasama dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat dengan cara unit
akan turun ke wilayah untuk melakukan pengarahan deteksi dini dan
cegah dini kepada masyarakat termasuk juga kepada tokoh agama,
Bintara Pembinaan dan Keamanan Ketertiban Masyarakat
(Babinkamtibnas), dan Kepolisian Resor (Polres), serta Kepolisian Air
(Polair). Pengarahan tersebut diberikan sebagai upaya Polda Bali
melakukan pencegahan bersinergi antara penegak hukum dan
masyarakat, mengingat juga tim anti teror yang dimiliki Polda Bali
terbatas jumlah personilnya, hanya beberapa orang saja. Kepolisian Bali
juga bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), ditambah
Aparat Desa berdasarkan keterangan dari Komunitas Intelejen Daerah
(Kominda), melaksanakan kegiatan razia penduduk pendatang secara
terjadwal atau berkala, serta juga sewaktuwaktu jika diperlukan.
d) Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat untuk membantu upaya pencegahan sebagai
contoh peran kelompok nelayan sangat penting jika mengetahui ada
kecurigaan terhadap pihak asing yang datang di daerah mereka,
kelompok nelayan sangat menguasai medan atau wilayah mereka yang

12
juga sebagai sumber mata pencaharian, diharapkan mereka melapor
dalam hal ada kecurigaan tersebut.
2. Melibatkan Kesbangpol Bali
Peran Kesbangpol ialah sebagai tindakan Promotif dengan melakukan
pembinaan, yaitu dalam hal ada indikasi serta gelagat mencurigakan disini
dapat dilakukan interfensi oleh kesbang. Fungsi Preemtif kesbang dengan
melakukan interaksi atau menjalin hubungan dengan desa pakraman,
FKDM, FKUB, Kanwil Agama. Sementara itu fungsi secara Preventif
ketika telah menyinggung falsafah keamanan negara maka akan ditindak.
Akan di bentuk pengawasan sifatnya adalah informasi dan kordinasi,
kesbang juga telah memiliki Standar operasional tanggap darurat dalam hal
ada kejadian darurat seperti aksi terorisme.
3. Melibatkan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT)
Visi Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Bali yaitu
terwujudnya Provinsi Bali bebas dari terorisme 2020, dengan misi antara
lain Internalisasi nilai kearifan local berdasarkan pancasila dan UUD 1945
bagi terwujudnya impian Bali Bebas dari Terorisme. FKPT bertugas
mengkoordinasikan dengan seluruh stakeholders terkait penanggulangan
terorisme.
4. Melibatkan Forum Kerukunan Utama Beragama (FKUB)
Menyadari akan realitas multi-kultural yang ada dan belajar dari
pengalaman sejarah masa lalu serta berbagai kejadian di beberapa daerah,
maka wadah kerjasama yang kemudian dikukuhkan berdasarkan Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 09 dan Nomor
08 tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah /
Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama,
Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah
Ibadat, menjadi sangat penting untuk direalisasikan di daerah, dalam
bentuk Forum Kerukunan umat Beragama atau FKUB.
5. Majelis Desa Pakraman (MDP)

13
Majelis Desa Pakraman (MDP) Provinsi Bali sebagai wadah tunggal desa
pakraman di Bali yang beranggotakan seluruh desa pakraman di Bali.
Pembentukan MDP memiliki visi dan misi yang dituangkan dalam Visi
MDP Bali adalah terwujudnya persatuan Krama Desa Pakraman yang
harmonis dan terjaganya adat dan sosial budaya Bali yang dilandasi agama
Hindu

Upaya pemerintah indonesia dalam mengatasi kasus terorisme di


Indoneia menurut (Hasanah, 2016), antara lain;
1. Meminimalisir Penyebab Utama Terorisme
Dalam rangka memberantas kasus terorisme di Indonesia pemerintah
Indonesia melakukan berbagai upaya seperti halnya dengan langkah
meminimalisir penyebab dari aksi terorisme. Dalam hal ini langkah
yang di ambil adalah dengan melalui pendekatan Soft Approach, yaitu
dengan program deradikalisasi. Deradikalisasi sendiri adalah sebuah
strategi atau tindakan yang bertujuan untuk menetralisir paham radikal
bagi mereka yang terlibat teroris dan para simpatisannya serta anggota
masyarakat yang telah terekspos paham-paham radikal, melalui redukasi
dan resosialisasi serta menanamkan multikulturalisme.
2. Counter Attack
Kejadian-kejadian teror yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan
sinyal bahwa Indonesia merupakan salah satu target operasi organisasi
terorisme baik internasional maupun nasional. Melihat terorisme yang
semakin tumbuh subur di berbagai wilayah Indonesia yang di sebabkan
karena berbagai faktor maka pemerintah Indonesia tidak segan-segan
dalam melakukan peningkatan dalam berbagai bidang, salah satunya
bidang militer. Langkah tersebut ialah dengan membentuk pasukan
militer yang bertujuan khusus pencegahan terhadap aksi terorisme.
3. Revisi UU No. 15 Tahun 2003

14
Dalam hal mengantisipasi masalah terorisme yang sangat mengancam
wilayah Indonesia pemerintah Indonesia menggunakan Counter Terrorism.
Yaitu dengan Sebagai pencegahan terhadap merevisi UU yang telah ada,
yakni UU No. 15 Tahun 2003. Dalam hal ini pemerintah Indonesia
mendapat dukungan positif dari berbagai pihak karena tidak hanya dari
pemerintah yang mendesak untuk segera merevisi UU, dari pihak
masyarakat luas pun meminta agar secepatnya di revisi, agar aksi bom tidak
semakin marak terjadi.
4. Kerjasama Internasional Dalam Menangani Aksi Terorisme di Indonesia
Dalam hal mengantisipasi masalah terorisme di Indonesia pemerintah
Indonesia menggunakan upaya penegakan hukum secara domestik
dengan melalui kerjasama internasional, baik secara bilateral maupun
multilateral. Pentingnya pembentukan kerjasama dan sekutu menjadi hal
yang sangat vital, mengingat terorisme juga merupakan kejahatan
transnasional.
B. Tanggap Bencana
Upaya tanggap Bencana yang dilakukan Bali yaitu belajar dari
peristiwa Bom Bali I tahun 2002. I Made Mangku merupakan Kapolda Bali
dan menjadi orang pertama yang bergerak dalam penanganan Bom dengan
melakukan tindakan segera untuk koordinasi dengan semua lini. Hal yang
pertama dia lakukan adalah menyalakan koordinasi layanan darurat
(emergency service). Kemudian, pusat pelayanan kondisi darurat pada saat itu
terdiri dari polisi, pemadam kebakaran, ambulance dan rumah sakit. Tahap
selanjutnya, dia mencoba berkoordinasi dengan segenap unsur pimpinan
daerah Bali (CNN, 2019).
Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme, Badan
Intelijen Negara telah menerapkan strategi supermasi hukum, indiskriminasi,
idependensi, koordinasi, demokrasi, dan partisipasi dalam upaya pencegahan
dan penanggulangan terorisme. Melalui strategi supermasi hukum, upaya
penegakan hukum dalam memerangi terorisme dilakukan sesuai dengan

15
peraturan perundang-undangan yang diberlakukan. Strategi indiskriminasi
yang mensyaratkan upaya pencegahan dan penanggulangan diberlakukan
tanpa pandang bulu, serta tidak mengarah pada pencipaan citra negatif
kepada kelompok masyarakat tertentu. Prinsip independensi juga
dilaksanakan untuk tujuan penegakan ketertiban umum dan melindungi
masyarakat tanpa terpengaruh tekanan negara asing dan kelompok tertentu .

C. Pasca Bencana
Pasca bencana Bom Bali, pemerintah setempat melakukan upaya
untuk membawa korban ke Rumah Sakit setempat untuk merawat pasien
yang masih bisa ditolong dan melakukan identifikasi pasien yang telah
hangus terbakar. Kemudian pemerintah Australia melalui angkatan udara
Australia membawa pulang warga negaranya (BBC Indonesia, 2002).
Kurang lebih 10 tahun dalam memulihkan pariwisata Bali dampak
nyata dari Bom bali tahun 2002 dan 2005. Menurut (Elizabeth, 2015) Upaya
Bali dalam memulihkan sector pariwisata antara lain: (1) Bekerjasama
dengan APEC agar para kepala negara untuk segera membatalkan travel ban
dan travel advisories yang dikenakan bagi para warga mereka setelah
ledakan bom di Bali. (2) Mengadakan Pertemuan Tingkat Tinggi ASEAN di
Phnom Penh, Kamboja untuk membatalkan travel warning. (3) Membangun
infrastruktur berupa hunian wisata, merealisasikan proyek pengembangan
Bandara Ngurah Rai, Underpass dan JDP (Jalan Diatas Perairan), perbaikan
jalan lintas daerah dan provinsi, memperbaiki kualitas objek dan daya tarik
wisata serta promosi di dalam dan luar negeri. (4) Meningkatkan kualitas
festival tahunan seperti Nusa Dua Fiesta, Kuta Karnival dan Pesta Kesenian
Bali dan (5) Mengadakan kegiatan sosialisasi dan memanfaatkan peran
media agar dapat memulihkan citra pariwisata dan meningkatkan jumlah
wisatawan mancanegara di Bali.

16
Di luar upaya pemulihan industri pariwisata untuk menjamin
perekonomian Bali, upaya pemulihan trauma terutama terhadap korban
maupun keluarga yang kehilangan kerabatnya akibat teror pun terus berjalan.
Korban dan keluarga korban Bom Bali I dan Bom Bali II itu kemudian
membangun komunitas yang belakangan menjadi yayasan dengan nama Istri
Suami Anak Dewata (Isana Dewata) (CNN, 2019).

Terbentuknya Densus 88 dan Satuan Tugas Khusus telah melakukan


tugas pelacakan yang intensif terhadap para tersangka dan pengawasan
aktivitas jaringan terorisme. Keberadaan lembaga pelatihan antiteror Jakarta
Center For Law Enforcement Cooperation (JCLEC) dan platina dengan
bantuan dan kerja sama pemerintah Australia, Amerika, Belanda, dan Jepang
telah mendukung upaya peningkatan kapasitas kelembagaan Polri dalam
menanggulangi terorisme. Upaya peningkatan kemampuan Polri tersebut
telah berperan serta pada serangkaian keberhasilan penangkapan kelompok
terorisme sebelum terjadinya bencana (Satiti, 2017).
1.4 Kesimpulan
Terorisme saat ini menjadi ancaman global, regional dan lokal di masing-
masing negara. Terorisme sebagai bagian dari Kejahatan Lintas Negara telah
menjadi perhatian negara maju dan berkembang. Secara akademis terorisme
dikategorikan sebagai ”kejahatan luar biasa” atau ”Extra Ordinary Crime” dan
dikategorikan pula sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan atau ”crime against
humanity”. Menanggulangi terorisme pemerintah tetap berpedoman pada prinsip-
prinsip yang telah diambil sebelumnya, yakni melakukan secara preventif dan
represif yang didukung oleh upaya pemantapan kerangka hukum sebagai dasar
tindakan proaktif dalam menangani aktivitas, terutama dalam pengungkapan

17
jaringan terorisme agar setiap pelaku tindakan terorisme dapat ditangkap sebelum
meresahkan masyarakat dan memakan korban dari tindakan yang dilakukan.
Peningkatan kemampuan berbagai satuan anti teror dan intelijen dalam
menggunakan sumber-sumber primer dan jaringan informasi diperlukan dan
selalu ditingkatkan agar dapat membentuk aparat anti teror yang profesional dan
terpadu dari TNI, Polri, dan BIN. Selanjutnya, kerja sama internasional sangat
diperlukan untuk menambah wawasan dan kemampuan agar permasalahan lintas
batas yang memiliki jaringan dan jalur tindakan terorisme tidak hanya terjadi di
Indonesia serta kerjasama dengan tokoh agama, tokoh masyarakat serta
masyarakat itu sendiri juga di perlukan dalam antisipasi terorisme. Kemudian
memepersiapakan kajian resiko bencana non alama; terorisme terkait dengan
ancaman, kerentanan dan kapasitas SDM yang dimiliki dalam deteksi awal
penanganan tindakan terorisme di daerah Bali. Selain itu, perencanaan yang
matang seperti pedoman dalam pelaksanaan pra, saat dan pasca bencana non
alam; terorisme agar senantiasa selalu di perbarui dengan perkembangan dan
kemajuan teknologi terus meningkat.

18
DAFTAR PUSTAKA

BCC. (2002). Korban ledakan bom Bali capai 181. Diakses pada 18 Maret 2021 di
http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/021013_baliblast.shtml.
CNN. (2019). Menelusuri jejak kebangkitan Bali dari Aksi Terorisme.
Elizabeth, J. (2015). UPAYA DIPLOMASI PEMERINTAH INDONESIA UNTUK
MENINGKATKAN JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA PASCA
BOM BALI TAHUN 2002. Global & Policy, 3(01).
Firdaus, I. (2017). Penempatan Narapidana Teroris di Lembaga Pemasyarakatan.
Jurnal Penelitian Hukum p-ISSN, 1410, 5632.
Firmansyah, H. (2011). Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme di
Indonesia. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 23(2),
376-393.
Hasanah, N. (2016). UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENGATASI
TERORISME PADA MASA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO TAHUN
2014-2019.
Putra, I. M. W., & Widhiyaastuti, I. G. A. A. D. (2018). SINERGISITAS
KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN TINDAK PIDANA
TERORISME DI PROVINSI BALI. VYAVAHARA DUTA, 13(1).
Rahmawati, R. (2013). PENGARUH TRAGEDI BOM BALI I DAN BOM BALI II
TERHADAP KERJASAMA EKONOMI DALAM SEKTOR PERDAGANGAN,
INVESTASI, PARIWISATA INDONESIA-AUSTRALIA. University of
Muhammadiyah Malang.
Runturambi, A. J. S., & Mukhtar, S. (2020). STRATEGI PENCEGAHAN
SERANGAN TERORIS DI INDONESIA MENGGUNAKAN WEAPONS
MASS DESTRUCTION (WMD) OLEH POLRI, BNPT, BAPETEN, TNI,
BNPB DAN KEMENPERIN. Journal of Terrorism Studies, 2(1), 7.

19
Sanur, D. (2016). Upaya Penanggulangan Terorisme ISIS di Indonesia dalam
Melindungi Keamanan Nasional”. Jurnal Politica, 7(1).
Syafii, A. (2017). Upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana terorisme di
Indonesia. Maleo Law Journal, 1(2), 168-186.
SYAIFUL IBAD, M., & NUGROHO AJI, T. (2020). BOM BALI 2002. Avatara,
9(1).
Yunanto, S., Damayanti, A., & Mukhtar, S. (2015). Peranan Berbagai Institusi
Keamanan dalam Penanggulangan Terorisme Pada Masa Reformasi di
Indonesia.

20

Anda mungkin juga menyukai