REFERAT
Hemorrhagic Disease of Newborn
Oleh :
Perseptor:
Elly Noer Rochmah, dr., SpA., M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
DESEMBER 2021
BAB 1
PENDAHULUAN
2
3
BAB II
Hemorrhagic Disease of Newborn
Penyakit hemoragik pada bayi baru lahir dapat dikategorikan menjadi tiga
kelompok. Kelompok-kelompok ini dipisahkan berdasarkan usia onset.
1) Awal: Terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran, dapat juga terjadi dalam
kandungan atau selama persalinan.
2) Klasik: 1 minggu kehidupan neonatal (hari ke-2 hingga ke-7)
3) Terlambat: Dari 8 hari hingga 6-12 bulan.
2.1.4 Etiologi
Penyebab dari hemorrhagic Disease of newborn yaitu karena defisiensi
vitamin K, Trauma, dan defisiensi factor pembekuan darah. Kekurangan vitamin
K menyebabkan penurunan aktivitas faktor pembekuan, yang mengakibatkan
5
penyakit hemoragik pada bayi baru lahir. Penyebab defisiensi vitamin K dapat
dikelompokkan menjadi idiopatik dan sekunder. Penyebab idiopatik tidak
diketahui, tetapi beberapa penyebab sekunder antara lain:
- Pada neonatus cadangan vitamin K dapat berkurang karena disebabkan oleh
isufisiensi transfer plasenta dan usus yang steril menyebabkan gagalnya
proses sintesis vitamin K.
- Faktor lain juga yaitu kandungan vitamin K yang kurang pada ASI serta
fungsi penyimpanan hepar yang belum sempurna.
- Kekurangan vitamin K dapat bermanifestasi pada bayi yang lahir dari ibu
yang menggunakan obat anti tuberkulosis (isoniazid, rifampisin), antiepilepsi
(fenitoin, barbiturat, dan karbamazepin), antibiotik spektrum luas
(sefalosporin), atau antagonis vitamin K seperti warfarin.
- Bayi yang lahir dengan penyakit malabsorpsi seperti cystic fibrosis atau
penyakit hepatobilier seperti atresia bilier juga telah terbukti mengalami
defisiensi vitamin K.
- Mutasi pada gen yang mengkode gamma-glutamil karboksilase dan epoksida
reduktase juga menjadi faktor defisiensi vitamin K
2.1.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X
(kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan
(menghambat proses pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi
faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif.
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang
berperan dalam pembekuandarah (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan faktor
koagulasi yang tidak tergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah
trombosit masih dalam batas normal. Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui di
sintesis oleh flora normal usus seperti Bacteriodes Fragilis dan beberapa strain E.
Coli, yaitu :
1. Vitamin K 1 (phytomenadion) berasal dari diet sayuran berwarna hijau.
Vitamin K1bersifat larut dalam lemak
6
Sedangkan bayi baru lahir relativekekurangan vitamin K karena beberapa alas an,
seperti:
1. Simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir karena ibu kekurangan zat.
2. Sedikitnya perpindahan vitamin K melalui plasenta.
3. Rendahny Rendahnya kadar vitamin K pada ASI.
4. Sterilitas saluran cerna.
duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada bayi yang lahir cukup umur
daripada bayi yang prematur sebab pada bayi prematur vena-vena superfisial
belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi.
Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahandan membentuk hematoma
subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi
hematoma retrosere dapat terjadi hematoma retrocereblar. Gejala-gejala dapat
timbul segera dapat sampai berminggu- minggu, memberikan gejala kenaikan
tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi
perdarahan subdural sudah sangat menurun. Pada perdarahan subaraknoid,
perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yangbiasanya ditemukan pada
persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi
likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam
parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala
yang sangat hebat (kecelakaan). Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan
ada yang gabungan bersamann perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan
periventrikuler. Dari semua jenis ICB, perdarahan periventrikuler memegang
peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur.
Sekitar 75--90% perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan subependimal
germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan
intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah
ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah
anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula
dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain
terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang
berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak
yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
8
diaktifkan ditandai dengan penambahan "a." Sisi kanan, Antikoagulan utama dan tempat yang
mengaturnya (TFPI mengatur TF dan VIIa; protein C dan S mengatur faktor VIII dan V; dan AT-
III mengatur Xa dan trombin [Xa]). Garis putus-putus menggambarkan bahwa in vivo TF dan VIIa
mengaktifkan IX dan X, tetapi secara in vitro kami hanya mengukur aktivasi faktor X. Faktor VIII
yang tidak diaktifkan, ketika terikat pada protein pembawanya, faktor von Willebrand, dilindungi
dari inaktivasi protein C. Ketika trombin atau Xa mengaktifkan faktor VII, ia menjadi tidak terikat
pada faktor von Willebrand, di mana ia dapat berpartisipasi dengan IXa dalam aktivasi faktor X
dengan adanya fosfolipid dan kalsium. Faktor XIII menghubungkan bekuan fibrin dan dengan
demikian membuatnya lebih stabil. HMWK = kininogen dengan berat molekul tinggi; PL =
fosfolipid; Ca++ = kalsium; TF = faktor jaringan; TFPI = penghambat jalur faktor jaringan; P-C/S
= protein C dan protein S; AT-III = antitrombin III.
In vivo, faktor VIIa mengaktifkan faktor X dan faktor IX, tetapi seperti yang
dipelajari secara rutin di laboratorium klinis, jalur yang dilalui faktor VIIa untuk
mengaktifkan faktor IX tidak dievaluasi. Jika faktor jaringan/kompleks faktor
VIIa hanya mengaktifkan faktor X, akan sulit untuk menjelaskan mengapa
gangguan perdarahan yang paling parah adalah defisiensi faktor VIII (hemofilia
A) dan faktor IX (hemofilia B). Namun demikian, mekanisme yang dipelajari oleh
PTT dan PT memungkinkan kita untuk mengevaluasi defisiensi faktor pembekuan
meskipun jalur ini mungkin tidak sama dengan yang terjadi secara fisiologis.
10
dilakukan pemantauan selama 1 bulan paska kelahiran bayi. Bayi baru lahir tanpa
adanya gejala anemia dan ikterus tetapi ditemukan kadar Hb yang sangat rendah
sampai mendekati kadar 6 g/dL pada pemeriksaan laboratorium harus dilakukan
pemantauan terhadap kemungkinan disebabkan oleh HDN.
Gejala klinis penyakit yang lebih berat seringkali tanpa gejala anemia dan
ikterus sesaat setelah kelahiran bayi. Neonatal hyperbilirubinemia dengan gejala
ikterus merupakan keadaan yang lazim ditemukan selama minggu pertama
kehidupan bayi, peningkatan kadar bilirubin indirek terjadi pada minggu pertama
kehidupan bayi yang merupakan proses fisiologis. Peningkatan bilirubin indirek
baru akan menyebabkan gejala klinis ikterus pada kadar 14 mg/dL pada bayi
preterm dan 17 mg/dL pada bayi aterm. Gejala ikterus akan mulai terlihat pada
beberapa jam sampai hari ke 5 paska kelahiran bayi, tidak lama setelah
dimulainya proses destruksi eritrosit. Kasus HDN yang berat didapatkan hasil
laboratorium meningkat setelah 48-72 jam kelahiran bayi, dengan kadar bilirubin
plasma mulai dan meningkat dan dapat mencapai 350-700 μmol/L. Peningkatan
kadar bilirubin disebabkan oleh dua mekanisme yaitu banyaknya jumlah eritrosit
yang hancur/hemolisis dan mekanisme pematangan bilirubin oleh enzim
glukoronil transferase.
Gejala klinis penyakit sangat berat terlihat pada bayi baru lahir dengan
anemia dan ikterus berat ditandai adanya pucat, takikardia, edema dan
hepatosplenomegali. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi/unconjugated yang cukup
tinggi yaitu >250 μmol/L sudah dapat menyebabkan terjadinya kernikterus.
2.1.7 Dasar Diagnosis
Pemeriksaan golongan darah dilakukan untuk dapat membedakan golongan
darah antara ibu dan bayi dengan HDN menyebabkan terjadinya proses lisis
eritrosit/hemolisis dengan gejala klinis anemia disertai peningkatan kadar
bilirubin indirek pada kasus Inkompatibilitas ABO. Inkompatibilitas ABO adalah
salah satu faktor penyebab tersering hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Diagnosis adanya hemolisis akibat inkompatibilitas ABO dapat ditegakkan pada
keadaan hemolisis yang disertai 1) ikterus dengan onset cepat/early onset, 2) ibu
golongan darah O yang melahirkan bayi dengan golongan darah A, B, dan AB, 3)
13
ditemukan 1 atau lebih kriteria hemolitik (tanpa ada penyebab hemolitik lain)
yaitu penurunan kadar Hb dan hematokrit/Ht, peningkatan kadar bilirubin indirek
>0,5-1 mg/dL/jam, ditemukan sferosit dan retikulosit pada apus darah tepi
(sferositosis dan retikulositosis >7%), dan hasil uji Coombs lemah atau negatif.
Anemia yang terjadi bervariasi pada sampel darah tali pusat dengan kadar
hemoglobin/Hb <16 g/dL dan hitung retikulosit yang tinggi pada bayi Rh D-
positif. Uji antiglobulin direk positif dan kadar serum bilirubin meningkat. Kasus
dengan gejala klinis yang lebih berat dan sangat berat banyak ditemukan
eritroblast dalam sediaan apus darah (eritroblastosis fetalis/hydrops fetalis).
Seorang ibu dengan Rh D-negatif mempunyai kadar anti-D plasma yang tinggi.
Hasil uji antiglobulin indirek dari sampel darah bayi dapat memberikan hasil
positif pada penyakit berat, dan hasil positif lemah dan negatif pada penyakit yang
tidak terlalu berat.
2.1.8 Tatalaksana Asma
Terapi yang harus segera diberikan pada bayi yang dicurigai menderita HDN
adalah suplementasi vitamin K1 secara intravena atau subkutan dengan dosis 1-2
mg/hari selama 1-3 hari. Pemberian secara intravena harus dipertimbangkan
karena dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi. Cara
pemberian yang paling dianjurkan adalah secara subkutan karena absorpsinya
cepat, sedangkan pemberian secara intramuskular dihindari karena dapat
menyebabkan terbentuknya hematom yang besar. Kasus HND yang disertai
perdarahan luas dapat diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP), atau kompleks
protrombin. FFP diberikan dengan dosis 10–15 ml/kg akan meningkatkan kadar
faktor koagulasi yang tergantung vitamin K sebesar 0,1–0,2 unit/ ml. Terapi lain
bersifat suportif terutama pada pasien dengan perdarahan intrakranial. Respons
pengobatan diharapkan dapat terjadi dalam waktu 4–6 jam, ditandai dengan
berhentinya perdarahan dan pemeriksaan fungsi hemostasis yang membaik. Pada
bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus
dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.
2.1.9 Pencegahan
Pencegahan HDN pada bayi baru lahir dengan pemberian profilaksis berupa
14
vitamin K1 kepada semua bayi baru lahir dalam 6 jam pertama kehidupan. Pada
bayi dengan berat lebih dari 1500 gram diberikan vitamin K1 1 mg secara
intramuskular dan bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram diberikan
vitamin K1 0,5 mg secara intramuskular. Jika orang tua menolak pemberian
Vitamin K secara IM maka dapat diberikan 2 mg vitamin K1 secara peroral pada
pemberian pertama, kemudian diberikan kembali pada usia 2 – 4 minggu dan
diulang satu kali kembali saat usia 6-8 minggu. Berdasarkan penelitian terkahir
efektivitas pemberian secara IM dan PO sama.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Hemorrhagic Disease of Newborn
antara lain :
• Perdarahan intracranial
• Kerusakan otak
• Kematian
2.1.11 Prognosis
Pada neonatus yang mengidap HDN dengan early onset prognosis pasien baik.
Namun apabila late onset (1 – 6 bulan), maka berisiko untuk menimbulkan
perdarahan intracranial yang berujung ke keruskaan otak dan kematian.
2.1.12 Kesimpulan
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik
yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan
derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak
nafas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel,
cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada
pencetus. Diagnosis asma pada praktik sehari-hari ditentukan berdasarkan gejala
yang khas, pemeriksaan fisik, respon terhadap bronkodilator, dan telah
disingkirkan kemungkinan penyebab lain. Tatalaksana asma perlu dilakukan
secara menyeluruh meliputi edukasi pasien dan orang tua/pengasuh, identifikasi
dan pencegahan faktor pemicu, pemakaian obat yang baik dan benar dengan
pencatatan yang baik, serta pemantauan yang teratur. Dalam edukasi perlu
dijelaskan bahwa asma merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh namun
15
DAFTAR PUSTAKA