Anda di halaman 1dari 16

1

REFERAT
Hemorrhagic Disease of Newborn

Oleh :

Made Alex Wahyu Setyawan 4151201404


Dara Reva Ramadhanti Ubadillah 4151201411
Sinta Fauziyyah 4151201425
Milani Indah Kusumaningsih 4151201434
Muhammad Bagas Aditya 4151201440
Nabilah Parashandy C. N 4151201462
Nur Muhamad Rohman 4151201474
Adrian Mohammad Prayoga 4151201483
Syifa Samsara Feri 4151201486
Nabila Khairunisa 4151201489
Dandi Fery Gunawan 4151201500
Emilia Rahmadianty Putri 4151201508

Perseptor:
Elly Noer Rochmah, dr., SpA., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
DESEMBER 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

Hemorrhagic Disease of The Newborn (HDN) merupakan penyakit


perdarahan yang terjadi pada hari-hari pertama kehidupan akibat kekurangan
vitamin K yang ditandai dengan menurunnya faktor II, VII, IX, X.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Towsend pada tahun 1894 yang
diartikan sebagai perdarahan dari berbagai tempat pada bayi sehat tanpa trauma,
asfiksia, ataupun adanya perdarahan spontan. HDN diteliti pertama kali oleh Dam
pada tahun 1909 yang terjadi pada ayam, sedangkan hubungan antara defisiensi
vitamin K dengan HDN dikemukakan pertama kali oleh Brinkhous dkk. Pada
tahun 1937.
The American Society of Pediatrics (AAP) pada tahun 1961 menjelaskan
bahwa HDN sebagai suatu penyakit perdarahan yang terjadi pada hari-hari
pertama kehidupan yang disebabkan oleh kekurangan vitamin K dan ditandai oleh
kekurangan prothrombin, prokonvertin, dan mungkin juga faktor-faktor lain.
Penjelasan awal ini telah berubah menjadi Vitamin K Dependent Bleeding
(VKDB)/Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK), karena pada
penjelasan awal masih tercakup bayi-bayi yang mengalami perdarahan akibat
adanya faktor-faktor lain.
Angka kejadian HDN pada bayi yang tidak mendapat vitamin K
profilaksis di berbagai negara dilaporkan berbeda-beda. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kejadian HDN lebih sering didapatkan pada bayi yang
mendapatkan air susu ibu (ASI) dibanding bayi yang mendapat susu formula.
Manifestasi klinis HDN dapat diklasifikasikan menjadi tiga bentuk, yaitu :
bentuk dini, klasik, dan lambat. Manifestasi perdarahan umumnya nonspesifik dan
bervariasi dari memar ringan sampai ekimosis generalisata, hingga perdarahan
saluran cerna dan perdarahan intrakranial yang mematikan.

2
3

BAB II
Hemorrhagic Disease of Newborn

2.1 Hemorrhagic Disease of Newborn


2.1.1 Definisi
Gangguan hemoragik pada bayi baru lahir adalah gangguan perdarahan yang
bermanifestasi dalam beberapa minggu pertama kehidupan setelah melahirkan.
Istilah gangguan hemoragik pada bayi baru lahir mencakup semua penyakit
hemoragik, yaitu karena defisiensi vitamin K, trauma, defisiensi faktor
pembekuan, dll. Jika penyebabnya adalah defisiensi vitamin K, maka disebut
perdarahan defisiensi vitamin K atau VKDB. Vitamin K adalah vitamin yang larut
dalam lemak terutama disintesis pada orang dewasa oleh bakteri usus. Bayi baru
lahir, bagaimanapun, memiliki cadangan vitamin K minimal di hati mereka
selama waktu melahirkan dan tidak dapat mensintesis vitamin K karena ususnya
steril. Oleh karena itu, mereka berisiko terkena penyakit hemoragik pada bayi
baru lahir. Salah satu fungsi utama vitamin K adalah gamma-karboksilasi faktor
koagulan- 2,7,9 dan 10. Ini mengubah faktor pembekuan tidak aktif menjadi
keadaan aktif. Kekurangan menyebabkan aktivitas yang tidak memadai dari
faktor-faktor pembekuan ini, yang menyebabkan perdarahan.
2.1.2 Epidemiologi
Pada VKDB awal, insiden pada bayi yang belum menerima profilaksis
vitamin K berkisar antara 6% hingga 12%. Dalam VKDB klasik, insiden telah
turun dari 0,25% menjadi 1,5% pada penelitian sebelumnya menjadi 0,01%
menjadi 0,44% dalam penelitian terbaru. Ini telah dicapai karena dimasukkannya
profilaksis vitamin K dalam perawatan rutin bayi baru lahir.
Pada VKDB lanjut, insidennya adalah 1 dari 15.000 hingga 1 dari 20.000
kelahirandan terlihat terutama pada bayi yang disusui secara eksklusif atau bayi
dengan kolestasis atau malabsorpsi (karena penyerapan vitamin K bergantung
pada empedu). Gejala yang paling umum dari VKDB lanjut adalah perdarahan
intrakranial, yang memiliki mortalitas 20% -50% dan morbiditas terkait.
2.1.3 Klasifikasi
4

Penyakit hemoragik pada bayi baru lahir dapat dikategorikan menjadi tiga
kelompok. Kelompok-kelompok ini dipisahkan berdasarkan usia onset.
1) Awal: Terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran, dapat juga terjadi dalam
kandungan atau selama persalinan.
2) Klasik: 1 minggu kehidupan neonatal (hari ke-2 hingga ke-7)
3) Terlambat: Dari 8 hari hingga 6-12 bulan.

Klasifikasi Perdarahan akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK) antara lain :


PDVK dini PDVK klasik PDVK lambat
Usia <24 jam 1-7 hari (terbanyak 2 minggu – 6 bulan
2-5 hari) (terutama 2-8
minggu)
Penyebab dan Obat yang diminum Asupan vitamin K Asupan vitamin K
faktor resiko selama kehamilan tidak adekuat, tidak adekuat,
Kadar vitamin K Kadar vitamin K
yang rendah pada yang rendah pada
ASI, tidak ASI, tidak
mendapat mendapat
provilaksis vitamin provilaksis vitamin
K K
Frekuensi <5%kelompok 0,01% - 1% 4 - 10 per 100.000
risiko tinggi kelompok resiko kelahiran (terutama
tinggi di Asia Tenggara)
Lokasi Perdarahan Sefalhematom, Saluran cerna, Intrakranial (30% -
umbilikus, umbilikus, hidung, 60%), kulit,
intrakranial, tempat suntikan, hidung, saluran
intraabdominal, intrakranial cerna, tempat
saluran cerna suntikan, umbilikus

2.1.4 Etiologi
Penyebab dari hemorrhagic Disease of newborn yaitu karena defisiensi
vitamin K, Trauma, dan defisiensi factor pembekuan darah. Kekurangan vitamin
K menyebabkan penurunan aktivitas faktor pembekuan, yang mengakibatkan
5

penyakit hemoragik pada bayi baru lahir. Penyebab defisiensi vitamin K dapat
dikelompokkan menjadi idiopatik dan sekunder. Penyebab idiopatik tidak
diketahui, tetapi beberapa penyebab sekunder antara lain:
- Pada neonatus cadangan vitamin K dapat berkurang karena disebabkan oleh
isufisiensi transfer plasenta dan usus yang steril menyebabkan gagalnya
proses sintesis vitamin K.
- Faktor lain juga yaitu kandungan vitamin K yang kurang pada ASI serta
fungsi penyimpanan hepar yang belum sempurna.
- Kekurangan vitamin K dapat bermanifestasi pada bayi yang lahir dari ibu
yang menggunakan obat anti tuberkulosis (isoniazid, rifampisin), antiepilepsi
(fenitoin, barbiturat, dan karbamazepin), antibiotik spektrum luas
(sefalosporin), atau antagonis vitamin K seperti warfarin.
- Bayi yang lahir dengan penyakit malabsorpsi seperti cystic fibrosis atau
penyakit hepatobilier seperti atresia bilier juga telah terbukti mengalami
defisiensi vitamin K.
- Mutasi pada gen yang mengkode gamma-glutamil karboksilase dan epoksida
reduktase juga menjadi faktor defisiensi vitamin K
2.1.5 Patofisiologi dan Patogenesis
Vitamin K diperlukan untuk sintesis prokoagulan faktor II, VII, IX dan X
(kompleks protrombin) serta protein C dan S yang berperan sebagai antikoagulan
(menghambat proses pembekuan). Selain itu Vitamin K diperlukan untuk konversi
faktor pembekuan tidak aktif menjadi aktif.
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang
berperan dalam pembekuandarah (faktor II, VII, IX, dan X) sedangkan faktor
koagulasi yang tidak tergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah
trombosit masih dalam batas normal. Ada 3 bentuk vitamin K yang diketahui di
sintesis oleh flora normal usus seperti Bacteriodes Fragilis dan beberapa strain E.
Coli, yaitu :
1. Vitamin K 1 (phytomenadion) berasal dari diet sayuran berwarna hijau.
Vitamin K1bersifat larut dalam lemak
6

2. Vitamin K 2 (menaquinone) berasal dari sintesis flora intestinal. Vitamin K2


bersifatlarut dalam lemak
3. Vitamin K 3 (menadion) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang
diberikankepada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia
hemolitik.
4. Vitamin K banyak terdapat pada hati, kedelai dan sayuran seperti tomat,
bayam. Secara fisiologi kadar faktor koagulasi yang tergantung vitamin K
dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik
terendah dalam 42-72 jam setelah kelahiran. Kemudian faktor ini akan
bertambah secara perlahan selama  beberapa minggutetapi tetap berada di
bawah kadar orang dewasa.

Sedangkan bayi baru lahir relativekekurangan vitamin K karena beberapa alas an,
seperti:
1. Simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir karena ibu kekurangan zat.
2. Sedikitnya perpindahan vitamin K melalui plasenta.
3. Rendahny Rendahnya kadar vitamin K pada ASI.
4. Sterilitas saluran cerna.

Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/robekan pembuluh


darahintrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma
kelahiran, faktor dasar ialah  prematuritas. Pada bayi-bayi tersebut, pembuluh
darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat
kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-
kadang jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk huruf U sehingga
mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor pencetus (hipoksia/iskemia).
Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena
meningikamedia antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang
ditemukan pada neonatus.Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis ICB yang
banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena
kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada
7

duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada  bayi yang lahir cukup umur
daripada bayi yang prematur sebab pada bayi prematur vena-vena superfisial
belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi.
Perdarahan dapat berlangsung  perlahan-lahandan membentuk hematoma
subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi
hematoma retrosere dapat terjadi hematoma retrocereblar. Gejala-gejala dapat
timbul segera dapat sampai berminggu- minggu, memberikan gejala kenaikan
tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi
perdarahan subdural sudah sangat menurun. Pada perdarahan subaraknoid,
perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yangbiasanya ditemukan pada
persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi
likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam
parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala
yang sangat hebat (kecelakaan). Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan
ada yang gabungan bersamann perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan
periventrikuler. Dari semua jenis ICB, perdarahan periventrikuler memegang
peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur.
Sekitar 75--90%  perdarahan periventrikuler berasal dari jaringan subependimal
germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan
intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah
ini, meninggikan tekanan  pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah
anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula
dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain
terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang
berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak
yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.
8

Mekanisme hemostatik klasik meliputi respon vaskular, adhesi platelet,


agregasi platelet, pembentukan bekuan, stabilisasi bekuan, pembatasan
pembekuan ke tempat cedera oleh antikoagulan regulasi, dan pembentukan
kembali patensi vaskular melalui fibrinolisis dan penyembuhan vaskular. Evaluasi
laboratorium dari mekanisme ini memerlukan studi terisolasi dari respon ini
sebagai rangkaian peristiwa independen; namun, secara in vivo, peristiwa ini
terintegrasi erat. Misalnya, fibrinogen berfungsi sebagai ligan antara trombosit
selama agregasi trombosit dan juga berfungsi sebagai substrat untuk trombin yang
membentuk bekuan fibrin. Faktor von Willebrand (VWF) memberikan contoh lain
dari protein tunggal dengan banyak fungsi. Ini bersirkulasi dalam kompleks
dengan faktor VIII, dengan VWF berfungsi sebagai ligan perekat untuk adhesi
trombosit dan faktor VIII berfungsi sebagai salah satu kofaktor pengatur utama
yang mengendalikan pembekuan. Mekanisme hemostatik lebih rumit karena
interaksi in vivo dapat menggunakan jalur yang berbeda dari yang dipelajari
dalam pengujian laboratorium klinis. Pembekuan in vitro ditandai dengan
menggunakan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (PTT) dan waktu
protrombin (PT). PT mengukur proses pembekuan melalui penambahan faktor
jaringan, yang bersama-sama dengan faktor VII, mengaktifkan faktor X (Gbr.-1).

Gambar-1 Kaskade pembekuan dengan aktivasi berurutan dan amplifikasi pembentukan


bekuan. Banyak faktor diaktifkan oleh faktor pembekuan di atasnya dalam kaskade. Faktor yang
9

diaktifkan ditandai dengan penambahan "a." Sisi kanan, Antikoagulan utama dan tempat yang
mengaturnya (TFPI mengatur TF dan VIIa; protein C dan S mengatur faktor VIII dan V; dan AT-
III mengatur Xa dan trombin [Xa]). Garis putus-putus menggambarkan bahwa in vivo TF dan VIIa
mengaktifkan IX dan X, tetapi secara in vitro kami hanya mengukur aktivasi faktor X. Faktor VIII
yang tidak diaktifkan, ketika terikat pada protein pembawanya, faktor von Willebrand, dilindungi
dari inaktivasi protein C. Ketika trombin atau Xa mengaktifkan faktor VII, ia menjadi tidak terikat
pada faktor von Willebrand, di mana ia dapat berpartisipasi dengan IXa dalam aktivasi faktor X
dengan adanya fosfolipid dan kalsium. Faktor XIII menghubungkan bekuan fibrin dan dengan
demikian membuatnya lebih stabil. HMWK = kininogen dengan berat molekul tinggi; PL =
fosfolipid; Ca++ = kalsium; TF = faktor jaringan; TFPI = penghambat jalur faktor jaringan; P-C/S
= protein C dan protein S; AT-III = antitrombin III.

In vivo, faktor VIIa mengaktifkan faktor X dan faktor IX, tetapi seperti yang
dipelajari secara rutin di laboratorium klinis, jalur yang dilalui faktor VIIa untuk
mengaktifkan faktor IX tidak dievaluasi. Jika faktor jaringan/kompleks faktor
VIIa hanya mengaktifkan faktor X, akan sulit untuk menjelaskan mengapa
gangguan perdarahan yang paling parah adalah defisiensi faktor VIII (hemofilia
A) dan faktor IX (hemofilia B). Namun demikian, mekanisme yang dipelajari oleh
PTT dan PT memungkinkan kita untuk mengevaluasi defisiensi faktor pembekuan
meskipun jalur ini mungkin tidak sama dengan yang terjadi secara fisiologis.
10

Gambar -2 Representasi diagram mekanisme hemostatik. PGI2 = prostasiklin; NO = oksida


nitrat; ADP = adenosin difosfat; Epi = epinefrin; TXA2 = tromboksan A2; PAI = penghambat
aktivator plasminogen; GAG = glikosaminoglikan; TAFI = penghambat fibrinolitik teraktivasi
trombin.

Setelah cedera vaskular, terjadi vasokonstriksi dan darah yang mengalir


terkena paparan matriks subendotel (Gbr. 467-2). VWF dalam darah yang
mengalir menghubungi protein matriks subendotel, mengubah konformasi, dan
menyediakan perekat yang mengikat reseptor VWF trombosit. Setelah perlekatan,
trombosit menjadi aktif dan melepaskan granula penyimpanan yang mengandung
adenosin difosfat (ADP), tromboksan A2, dan protein simpanan lainnya. Ini
menghasilkan agregasi dan perekrutan trombosit lain ke sumbat trombosit.
Agregasi melibatkan interaksi reseptor spesifik pada permukaan trombosit dengan
protein hemostatik plasma, terutama fibrinogen. Selama proses aktivasi trombosit,
fosfolipid trombosit yang terinternalisasi (terutama fosfatidilserin) menjadi
tereksternalisasi dan berinteraksi pada dua langkah spesifik yang membatasi laju
dalam proses pembekuan yaitu yang melibatkan kofaktor faktor VIII (kompleks
11

X-ase) dan faktor V (kompleks protrombinase) . Cedera pembuluh darah juga


melepaskan faktor jaringan dan mengubah permukaan pembuluh darah yang
memulai kaskade pembekuan dan menghasilkan pembentukan bekuan fibrin.
Sumbatan fibrin-platelet yang stabil akhirnya terbentuk melalui retraksi bekuan
dan ikatan silang bekuan fibrin oleh faktor XIII.

Pemeriksaan interaksi faktor pembekuan yang ditunjukkan pada Gambar 467-


1 mengungkapkan apa yang disebut kaskade air terjun. Faktor pembekuan tidak
aktif yang dilambangkan dengan angka romawi menjadi aktif. Faktor pembekuan
yang diaktifkan kemudian memulai aktivasi faktor pembekuan berurutan
berikutnya secara sistematis. Ini menghasilkan amplifikasi proses untuk
memberikan ledakan pembekuan di tempat yang dibutuhkan secara fisiologis. In
vivo, autocatalysis faktor VII menghasilkan sejumlah kecil faktor VII terus
menerus sehingga sistem selalu siap untuk bertindak. Pembekuan ditahan oleh
protein penghambat koagulasi. Pelepasan faktor jaringan di lokasi cedera vaskular
menghasilkan peningkatan lebih dari seribu kali lipat dalam generasi faktor VIIa.
Trombosit teraktivasi di tempat cedera menyediakan permukaan membran di
mana faktor pembekuan yang diaktifkan, substratnya (berikutnya di air terjun),
dan kofaktornya semuanya terlokalisasi di dekat untuk memaksimalkan efisiensi
reaksi dan memberikan ledakan pembekuan di mana ia dibutuhkan. Setelah
dihasilkan, trombin memperkuat reaksi ini dengan memberikan umpan balik
positif dengan mengaktifkan molekul tambahan faktor XI, VIII, dan V serta
menggabungkan trombosit tambahan.
2.1.6 Gejala klinis
Gejala klinis yang muncul bervariasi tergantung dari berat ringannya
penyakit pada bayi. Gejala klinis yang muncul pada penyakit ringan adalah
anemia ringan dengan/tanpa ikterus. Anemia pada HDN lebih cenderung
disebabkan oleh peningkatan penghancuran/destruksi eritrosit dengan penyebab
ekstrinsik yaitu anemia karena hemolisis imun. Kadar hemoglobin/Hb yang sangat
rendah akan tetap bertahan sampai sekitar 30 hari paska kelahiran bayi. Semua
bayi dengan antibodi pada eritrosit dan uji antiglobulin direk positif harus tetap
12

dilakukan pemantauan selama 1 bulan paska kelahiran bayi. Bayi baru lahir tanpa
adanya gejala anemia dan ikterus tetapi ditemukan kadar Hb yang sangat rendah
sampai mendekati kadar 6 g/dL pada pemeriksaan laboratorium harus dilakukan
pemantauan terhadap kemungkinan disebabkan oleh HDN.
Gejala klinis penyakit yang lebih berat seringkali tanpa gejala anemia dan
ikterus sesaat setelah kelahiran bayi. Neonatal hyperbilirubinemia dengan gejala
ikterus merupakan keadaan yang lazim ditemukan selama minggu pertama
kehidupan bayi, peningkatan kadar bilirubin indirek terjadi pada minggu pertama
kehidupan bayi yang merupakan proses fisiologis. Peningkatan bilirubin indirek
baru akan menyebabkan gejala klinis ikterus pada kadar 14 mg/dL pada bayi
preterm dan 17 mg/dL pada bayi aterm. Gejala ikterus akan mulai terlihat pada
beberapa jam sampai hari ke 5 paska kelahiran bayi, tidak lama setelah
dimulainya proses destruksi eritrosit. Kasus HDN yang berat didapatkan hasil
laboratorium meningkat setelah 48-72 jam kelahiran bayi, dengan kadar bilirubin
plasma mulai dan meningkat dan dapat mencapai 350-700 μmol/L. Peningkatan
kadar bilirubin disebabkan oleh dua mekanisme yaitu banyaknya jumlah eritrosit
yang hancur/hemolisis dan mekanisme pematangan bilirubin oleh enzim
glukoronil transferase.
Gejala klinis penyakit sangat berat terlihat pada bayi baru lahir dengan
anemia dan ikterus berat ditandai adanya pucat, takikardia, edema dan
hepatosplenomegali. Kadar bilirubin tidak terkonjugasi/unconjugated yang cukup
tinggi yaitu >250 μmol/L sudah dapat menyebabkan terjadinya kernikterus.
2.1.7 Dasar Diagnosis
Pemeriksaan golongan darah dilakukan untuk dapat membedakan golongan
darah antara ibu dan bayi dengan HDN menyebabkan terjadinya proses lisis
eritrosit/hemolisis dengan gejala klinis anemia disertai peningkatan kadar
bilirubin indirek pada kasus Inkompatibilitas ABO. Inkompatibilitas ABO adalah
salah satu faktor penyebab tersering hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Diagnosis adanya hemolisis akibat inkompatibilitas ABO dapat ditegakkan pada
keadaan hemolisis yang disertai 1) ikterus dengan onset cepat/early onset, 2) ibu
golongan darah O yang melahirkan bayi dengan golongan darah A, B, dan AB, 3)
13

ditemukan 1 atau lebih kriteria hemolitik (tanpa ada penyebab hemolitik lain)
yaitu penurunan kadar Hb dan hematokrit/Ht, peningkatan kadar bilirubin indirek
>0,5-1 mg/dL/jam, ditemukan sferosit dan retikulosit pada apus darah tepi
(sferositosis dan retikulositosis >7%), dan hasil uji Coombs lemah atau negatif.
Anemia yang terjadi bervariasi pada sampel darah tali pusat dengan kadar
hemoglobin/Hb <16 g/dL dan hitung retikulosit yang tinggi pada bayi Rh D-
positif. Uji antiglobulin direk positif dan kadar serum bilirubin meningkat. Kasus
dengan gejala klinis yang lebih berat dan sangat berat banyak ditemukan
eritroblast dalam sediaan apus darah (eritroblastosis fetalis/hydrops fetalis).
Seorang ibu dengan Rh D-negatif mempunyai kadar anti-D plasma yang tinggi.
Hasil uji antiglobulin indirek dari sampel darah bayi dapat memberikan hasil
positif pada penyakit berat, dan hasil positif lemah dan negatif pada penyakit yang
tidak terlalu berat.
2.1.8 Tatalaksana Asma
Terapi yang harus segera diberikan pada bayi yang dicurigai menderita HDN
adalah suplementasi vitamin K1 secara intravena atau subkutan dengan dosis 1-2
mg/hari selama 1-3 hari. Pemberian secara intravena harus dipertimbangkan
karena dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, meskipun jarang terjadi. Cara
pemberian yang paling dianjurkan adalah secara subkutan karena absorpsinya
cepat, sedangkan pemberian secara intramuskular dihindari karena dapat
menyebabkan terbentuknya hematom yang besar. Kasus HND yang disertai
perdarahan luas dapat diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP), atau kompleks
protrombin. FFP diberikan dengan dosis 10–15 ml/kg akan meningkatkan kadar
faktor koagulasi yang tergantung vitamin K sebesar 0,1–0,2 unit/ ml. Terapi lain
bersifat suportif terutama pada pasien dengan perdarahan intrakranial. Respons
pengobatan diharapkan dapat terjadi dalam waktu 4–6 jam, ditandai dengan
berhentinya perdarahan dan pemeriksaan fungsi hemostasis yang membaik. Pada
bayi cukup bulan, jika tidak didapatkan perbaikan dalam 24 jam maka harus
dipikirkan kelainan yang lain misalnya penyakit hati.
2.1.9 Pencegahan
Pencegahan HDN pada bayi baru lahir dengan pemberian profilaksis berupa
14

vitamin K1 kepada semua bayi baru lahir dalam 6 jam pertama kehidupan. Pada
bayi dengan berat lebih dari 1500 gram diberikan vitamin K1 1 mg secara
intramuskular dan bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram diberikan
vitamin K1 0,5 mg secara intramuskular. Jika orang tua menolak pemberian
Vitamin K secara IM maka dapat diberikan 2 mg vitamin K1 secara peroral pada
pemberian pertama, kemudian diberikan kembali pada usia 2 – 4 minggu dan
diulang satu kali kembali saat usia 6-8 minggu. Berdasarkan penelitian terkahir
efektivitas pemberian secara IM dan PO sama.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Hemorrhagic Disease of Newborn
antara lain :
• Perdarahan intracranial
• Kerusakan otak
• Kematian
2.1.11 Prognosis
Pada neonatus yang mengidap HDN dengan early onset prognosis pasien baik.
Namun apabila late onset (1 – 6 bulan), maka berisiko untuk menimbulkan
perdarahan intracranial yang berujung ke keruskaan otak dan kematian.
2.1.12 Kesimpulan
Asma adalah penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik
yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan
derajat bervariasi. Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak
nafas, dada tertekan yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel,
cenderung memberat pada malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika ada
pencetus. Diagnosis asma pada praktik sehari-hari ditentukan berdasarkan gejala
yang khas, pemeriksaan fisik, respon terhadap bronkodilator, dan telah
disingkirkan kemungkinan penyebab lain. Tatalaksana asma perlu dilakukan
secara menyeluruh meliputi edukasi pasien dan orang tua/pengasuh, identifikasi
dan pencegahan faktor pemicu, pemakaian obat yang baik dan benar dengan
pencatatan yang baik, serta pemantauan yang teratur. Dalam edukasi perlu
dijelaskan bahwa asma merupakan penyakit yang tidak dapat sembuh namun
15

dapat dikendalikan agar gejala tidak sering muncul.


16

DAFTAR PUSTAKA

1. Sankar MJ, Chandrasekaran A, Kumar P, Thukral A, Agarwal R, Paul VK.


Vitamin K prophylaxis for prevention of vitamin K deficiency bleeding: a
systematic review. J Perinatol. 2016 May;36 Suppl 1:S29-35. [PMC free
article] [PubMed]
2. Holla RG, Prasad AN. Haemorrhagic Disease of Newborn presenting as
Subdural Hematoma. Med J Armed Forces India. 2010 Jan;66(1):86-
7. [PMC free article] [PubMed]
2 Andrew M, Montgomery RR: Acquired disorders of hemostasis. In Nathan
DG, Orkin SH (editors): Hematology of Infancy and Childhood, 5th ed.
Philadelphia, WB Saunders, 1998, pp 1677-1717.
4. Garna H, Nataprawira HM. Pedoman Diagnosis dan TErapi Ilmu Kesehatan
Anak Edisi Ke-5. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2014.
5 Surjono E, Wijaya E, Clarissa E. Laporan Kasus: Pentingnya Profilaksis
Vitamin K1 pada Bayi Baru Lahir. DAM J Med 2011;10(1):p51-5.

Anda mungkin juga menyukai