PDF Pneumothoraxdocx - PDF Convert
PDF Pneumothoraxdocx - PDF Convert
Disusun Oleh :
NAMA : Agus Rudiyanto
NIM : 11409719042
TINGKAT : II
SEMESTER : III
Mengetahui
................................ .......................................
PNEUMOTHORAX
1.1 Definisi
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society ).
Pneumothorak ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura (W. Sudoyo,2010).
Pneumothorax adalah pengumpulan udara dalam ruang
potensial antara pleural visceral dan parietal (Arief
M a n s j o e r , 2 0 0 8 : 2 9 5 ) . Pneumothorax terjadi bila udara masuk
kedalam rongga pleura, akibatnyajaringan paru terdesak seperti
halnya rongga pleura kemasukan cairan (Tambayong,2000 : 108)
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam
rongga pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu
pneumotoraks terbuka, pneumotoraks tertutup dan pneumotoraks ventil.
1. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara
rongga pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini,
tekanan intra pleura sana dengan tekanan barometer (luar). Tekanan
intrapleura disekitar nao (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada
waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi tekanannya
positif.
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.
Udara yg dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi
dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di
rongga pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh,
sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya
sudah normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus
terus kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada
waktu inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya
masih negatif.
1.2 Etiologi
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang
berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini
berhubungan dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa
alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus fibrosis.
Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab tersaring terjadinya
pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empisema.
Infeksi saluran napas
Trauma dada
Cedera paru akut yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan
bahan kimia
Penyakit inflamasi paru akut dan kronis
Keganasan
1.4 Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga
sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus
maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan
mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian
perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau
alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak
mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan
membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat
ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari
rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih
kuat dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu
melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial
adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks.
1.5 Klasifikasi
a. Pneumothorak spontan
Pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab.
b. Pneumothorak spontan primer
Suatu pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru
yang mendasari sebelumnya.
c. Pneumothorak spontan sekunder
Suatu pneumothorak yang terjadi karena penyakit paru yang
mendasarinya (tunerkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia,
tumor paru).
d. Pneumothorak traumatik
Pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
e. Pneumothorak traumatik bukan latrogenik
Pneumothorak yang terjadi karena jejas kecelakaan.
f. Pneumothorak traumatik latrogenik
Pneumothorak yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
g. Pneumothorak tertutup
Suatu pneumothorak dengan tekanan udara di rongga pleura yang
sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi
hemitoraksbkontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari
tekanan atmosfer.
h. Pneumothorak terbuka
Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat
inspirasi udara dapat keluar melelui luka tersebut.
i. Tension pneumothoraks
Terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara
masuk kedalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari
rongga pleura tidak dapat keluar.
1.6 Komplikasi
a) Pneumothoraks tension: mengakibatkan kegagalan respirasi akut
b) Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks:
henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
c) Emfisema subkutan dan pneumomediastinum: sebagai akibat
komplikasi pneumothoraks spontan
d) Fistel bronkopleural
e) Empiema
f) Pneumothoraks simultan bilateral
1.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana dari kelainan ini bergantung pada tipe, ukuran manisfestasi
klinis, serta penyakit yang menyertai. Ukuran pneumotorak ditentukan
berdasarkan jarak antara apeks paru dengan kubah ipsilateral rongga toraks,
seperti yang terlihat pada rontgen toraks posisi tegak. Dikatakan
pneumotoraks minimal bila jaraknya adalah < 3 cm dan besar bila jaraknya >
3 cm.
Pada kelainan yang minimal biasanya tidak membutuhkan adanya
intervensi dan biasanya pasien cukup diobservasi kecuali menetapnya udara
yang terkumpul. Tidak dibutuhkan adanya tindakan yang lebih jauh lagi bila
pada pemeriksaan foto rontgen menunjukkan hasil yang sama dalam 24 jam.
Pada pneumotorak yang luas, dibutuhkan tatalaksana rawat inap.
Tatalaksana dari kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga pleura
dan menutup kebocoran yang terjadi. Pada keadaan dimana udara yang
terjebak memiliki volume yang cukup besar dan pasien mengalami kesulitan
bernapas, dibutuhkan penusukan selang trakeostomi dan pemberian tekanan
negatif dengan menggunakan suction (-20 cmH2O). Selang trakeostomi
ditusukkan pada garis mid aksila sela iga 4-5. Paru harus mengalami
ekspansi secara lambat karena ekspansi secara cepat akibat evakuasi udara
yang terjebak, dapat menimbulkan komplikasi baru yaitu udem paru. Pada
keadaan pneumotoraks yang cukup luas, akan lebih baik untuk tidak
memberikan tekanan negatif secara terburu-buru namun sebaliknya
membiarkan udara yang terjebak untuk keluar secara perlahan-lahan dan
kemudian membaik secara spontan sebelun suction digunakan.
Suction dapat dipertahankan sampai tidak didapatkannya udara pada
rongga toraks. Suction kemudian dapat dilepas namun selang WSD dapat
dipertahankan. Jika pada pemantau selama 24 jam, tidak ditemukan adanya
udara lagi, maka selang dapat dilepas. Bila udara tetap ditemukan, maka hal
tersebut merupakan tanda adanya kerusakan permukaan lapisan udara
pleura, parenkim paru atau fistula bronkopleura yang membutuhkan tindakan
operasi.
B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status
kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah, dan pengisian kapiler darah.
B2 (Brain)
Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu,
diperlukan juga pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis,
somnolen atau koma.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh kaarena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria. Oliguria merupakan tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya
kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan
resiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari disebabkan adanya
sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.