Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS PNEUMOTHORAX

RUANG JAMRUD RSUD Dr.H.MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN

Dosen Pembimbing : Baidah S.Kep.,M.Kep

Disusun Oleh :
NAMA : Agus Rudiyanto
NIM : 11409719042
TINGKAT : II
SEMESTER : III

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/TANJUNG PURA
BANJARMASIN
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Agus Rudiyanto
Nim : 11409719042
Ruangan : JAMRUD

Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelesaikan


Asuhan keperawatan dengan kasus Pneumothorax di JAMRUD, RSUD dr.
H.Moch. Ansari Saleh Banjarmasin.
Banjarmasin, desember 2020

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

................................ .......................................
PNEUMOTHORAX

1.1 Definisi
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak
dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British Thoracic Society ).
Pneumothorak ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura
Pneumothorak adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura (W. Sudoyo,2010).
Pneumothorax adalah pengumpulan udara dalam ruang
potensial antara pleural visceral dan parietal (Arief
M a n s j o e r , 2 0 0 8 : 2 9 5 ) . Pneumothorax terjadi bila udara masuk
kedalam rongga pleura, akibatnyajaringan paru terdesak seperti
halnya rongga pleura kemasukan cairan (Tambayong,2000 : 108)
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam
rongga pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu
pneumotoraks terbuka, pneumotoraks tertutup dan pneumotoraks ventil.
1. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara
rongga pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini,
tekanan intra pleura sana dengan tekanan barometer (luar). Tekanan
intrapleura disekitar nao (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada
waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi tekanannya
positif.
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.
Udara yg dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi
dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di
rongga pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh,
sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya
sudah normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung
adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus
terus kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka. Pada
waktu inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya
masih negatif.

1.2 Etiologi
Pneumothoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang
berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini
berhubungan dengan bronkhus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa
alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus fibrosis.
Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab tersaring terjadinya
pneumothoraks, karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empisema.
 Infeksi saluran napas
 Trauma dada
 Cedera paru akut yang disebabkan materi fisik yang terinhalasi dan
bahan kimia
 Penyakit inflamasi paru akut dan kronis
 Keganasan

1.3 Manifestasi klinis


1. Pasien mengeluh awitan mendadak nyeri dada pluritik akut yang
terlokalisasi pada paru yang sakit
2. Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak napas, peningkatan kerja
pernapasan, dan dispnea
3. Gerakan dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit
tidak mengembang seperti sisi yang sehat
4. Suara napas yang jauh tidak ada
5. Perkusi dada menghasilkan suara hipersonan
6. Takikardia sering terjadi menyertai tipe pneumotoraks
7. Tension pneumotorak
a. Hipoksimia (Tanda awal)
b. Ketakutan
c. Gawat napas (takipenea berat)
d. Peningkatan tekanan jalan napas puncak dan rerata,
penurunan komplians, dan auto-tekanan ekspirasi akhir positif
(aotu-PEEP) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik
e. Kolaps kardiovaskuler (frekuensi jantung >140kali/menit pada
setiap hal berikut: sianosis perifer, hipotensi)

1.4 Patofisiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negatif daripada tekanan
intrabronkhial, sehingga paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks
dan udara dari luar yang tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga
sampai ke alveoli. Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada
sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi dari tekanan di alveolus
maupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar malalui bronchus.
Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin dan
mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian
perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau
alveolus itu akan pecah dan robek.
Pada waktu ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak
mau keluar melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi
yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Apabila ada obstruksi di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan
membuat tekanan pleura semakin lama semakin meningkat sehubungan
dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk ke rongga pleura saat
ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari
rongga pleura, terlebih jika klien batuk, tekanan udara di bronchus akan lebih
kuat dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara
masuk kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu
melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial
adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan
jaringan fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk
mediastinum, dan menyebabkan pneumotoraks.
1.5 Klasifikasi
a. Pneumothorak spontan
Pneumothorak yang terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab.
b. Pneumothorak spontan primer
Suatu pneumothorak yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru
yang mendasari sebelumnya.
c. Pneumothorak spontan sekunder
Suatu pneumothorak yang terjadi karena penyakit paru yang
mendasarinya (tunerkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia,
tumor paru).
d. Pneumothorak traumatik
Pneumothorak yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma
penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
e. Pneumothorak traumatik bukan latrogenik
Pneumothorak yang terjadi karena jejas kecelakaan.
f. Pneumothorak traumatik latrogenik
Pneumothorak yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
g. Pneumothorak tertutup
Suatu pneumothorak dengan tekanan udara di rongga pleura yang
sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi
hemitoraksbkontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari
tekanan atmosfer.
h. Pneumothorak terbuka
Terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat
inspirasi udara dapat keluar melelui luka tersebut.
i. Tension pneumothoraks
Terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara
masuk kedalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara dari
rongga pleura tidak dapat keluar.
1.6 Komplikasi
a) Pneumothoraks tension: mengakibatkan kegagalan respirasi akut
b) Pio-pneumothoraks, hidro pneumothoraks/ hemo-pneumothoraks:
henti jantung paru dan kematian sangat sering terjadi.
c) Emfisema subkutan dan pneumomediastinum: sebagai akibat
komplikasi pneumothoraks spontan
d) Fistel bronkopleural
e) Empiema
f) Pneumothoraks simultan bilateral

1.7 Penatalaksanaan
Tatalaksana dari kelainan ini bergantung pada tipe, ukuran manisfestasi
klinis, serta penyakit yang menyertai. Ukuran pneumotorak ditentukan
berdasarkan jarak antara apeks paru dengan kubah ipsilateral rongga toraks,
seperti yang terlihat pada rontgen toraks posisi tegak. Dikatakan
pneumotoraks minimal bila jaraknya adalah < 3 cm dan besar bila jaraknya >
3 cm.
Pada kelainan yang minimal biasanya tidak membutuhkan adanya
intervensi dan biasanya pasien cukup diobservasi kecuali menetapnya udara
yang terkumpul. Tidak dibutuhkan adanya tindakan yang lebih jauh lagi bila
pada pemeriksaan foto rontgen menunjukkan hasil yang sama dalam 24 jam.
Pada pneumotorak yang luas, dibutuhkan tatalaksana rawat inap.
Tatalaksana dari kelainan ini termasuk evakuasi udara dari rongga pleura
dan menutup kebocoran yang terjadi. Pada keadaan dimana udara yang
terjebak memiliki volume yang cukup besar dan pasien mengalami kesulitan
bernapas, dibutuhkan penusukan selang trakeostomi dan pemberian tekanan
negatif dengan menggunakan suction (-20 cmH2O). Selang trakeostomi
ditusukkan pada garis mid aksila sela iga 4-5. Paru harus mengalami
ekspansi secara lambat karena ekspansi secara cepat akibat evakuasi udara
yang terjebak, dapat menimbulkan komplikasi baru yaitu udem paru. Pada
keadaan pneumotoraks yang cukup luas, akan lebih baik untuk tidak
memberikan tekanan negatif secara terburu-buru namun sebaliknya
membiarkan udara yang terjebak untuk keluar secara perlahan-lahan dan
kemudian membaik secara spontan sebelun suction digunakan.
Suction dapat dipertahankan sampai tidak didapatkannya udara pada
rongga toraks. Suction kemudian dapat dilepas namun selang WSD dapat
dipertahankan. Jika pada pemantau selama 24 jam, tidak ditemukan adanya
udara lagi, maka selang dapat dilepas. Bila udara tetap ditemukan, maka hal
tersebut merupakan tanda adanya kerusakan permukaan lapisan udara
pleura, parenkim paru atau fistula bronkopleura yang membutuhkan tindakan
operasi.

1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Thoraks ( Rontgen ) Pengembangan Paru-Paru
X-foto Thoraks 2 Arah ( PA/AP Dan Lateral )
Diagnosis fisik :
 Bila pneumotoraks < 30% atau hematotorax ringan (300cc) terap
simtomatik, observasi.
 Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc)
drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan
drainase dengan continues suction unit.
 Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
 Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui
drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap dan Astrup
3. Terapi
 Antibiotika.
 Analgetika.
 Expectorant.
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI PADA KASUS PNEUMOTHORAX

2.1 Pengkajian Keperawatan


A. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan,
suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan
pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
Keluhan utama meliputi sesak napas , bernapas terasa berat pada
dada, dan keluhan susah untuk melakukan pernapasan.
a) Riwayat Penyakit Saat Ini
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan
semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang
sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang
mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan
paru. Ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara
dan terjadi tekanan di dada yang mendadak menyebabkan
tekanan dalam paru meningkat. Kecelakaan lalu lintas biasanya
menyebabkan trauma tumpul di dada atau tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit
seperti TB paru di mana sering terjadi pada pneumotoraks
spontan.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan
pneumotorak seperti kanker paru,asma, TB paru dan lain-lain.
d) Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi perasaan klien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana
perilaku klien pada tindakan yan dilakukan terhadap dirinya.
1.1 Pemeriksaan Umum
1. Pengkajian fisik (warna, nadi, pernafasan, TD, auskultasi dada
2. Keadaan Umum
a. Kesadaran :
b. TTV : TD, N, RR, S, BB
B1(Breathing)
 Inspeksi : Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernpasan. Gerakan pernapasan ekspansi
dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang
sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum
purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
 Palpasi : Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di
samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding
dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit,
ruang antar-iga bisa saja normal atau melebar.
 Perkusi : Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai
timpani, dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah
thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi
yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan maka
akan semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis, bila
ada fistel brongkhopleura yang cukup besar pada pneumotoraks
terbuka.

B2 (Blood)
 Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status
kardiovaskular yang meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah, dan pengisian kapiler darah.

B2 (Brain)
 Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu,
diperlukan juga pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis,
somnolen atau koma.
B4 (Bladder)
 Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake
cairan. Oleh kaarena itu, perawat perlu memonitor adanya
oliguria. Oliguria merupakan tanda awal dari syok.
B5 (Bowel)
 Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.
B6 (Bone)
 Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya
kerusakan otot dan jaringan lunak dada sehingga meningkatkan
resiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari disebabkan adanya
sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.

1.2 Diagnosa Keperawatan


1) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan denagan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan
dalam rongga pleura.
2) Resiko tinggi trauma pernapasan berhubungan dengan pemasangan
WSD.
3) Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan pada
informasi.
1.3 Rencana Keperawatan
No INTERVENSI RASIONAL
1.  Identifikasi faktor penyebab  Memahami penyebab dari
kolaps spontan, trauma kolaps paru sangat
keganasan, infeksi penting untuk
komplikasi mekanik mempersiapkan WSD
pernapasan. pada pneumothoraks dan
 Kaji kualitas, frekuensi, dan menentukan untuk
kedalaman pernapasan, intervensi lainnya.
laporkan setiap perubahan  Dengan mengkaji kualitas,
yang terjadi frekuensi dan kedalaman
 Observasi tanda-tanda vital pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh mana
perubahan kondisi klien.
 Peningkatan RR dan
takikardi merupakan
indikasi adanya penurunan
fungsi paru.
2.  Perhatikan undulasi pada  Perawat harus yakin apa
selang WSD yang menjadi penyebab,
 Anjurkan pasien segera periksa kondisi
memegang selang bila system drainase, dan
ingin mengubah posisis amati tanda-tanda
 Beri penjelasan pada klien kesulitan bernapas.
tentang perawatan WSD  Menghindari tarikan

 Bantu dan ajarkan klien spontan peda selang yang

untuk melakukan batuk dan menpunyai resiko

napas dalam yang efektif. tercabutnya selang dari


rongga dada.
 Meningkatakan sikap
kooperatif klien dan
mengurangi resiko trauma
pernapasan.
 Menekan darah yang nyeri
ketika batuk atau napas
dalam.
3.  Kaji patologi masalah  Informasi penurunan takut
individu karena ketidaktahuan.
 Identifikasi kemungkinan Memberikan pengetahuan
kambuh/ komplikasi jangka dasar untuk pemahaman
panjang. kondisi dinamik dan
 Kaji ulang tanda/ gejala pentingnya intervensi
yang memerlukan evaluasi terapeutik.
medic cepat, contoh nyeri  Penyakit paru yang ada
dada tiba-tiba, dispnea, seperti PPOM berat dan
pernapasan lanjut. keganasan dapat

 Kaji ulang praktik meningkatkan insiden

kesehatan yang baik, kambuh.

contoh nutrisi baik,  Berulangnya

istirahat, latihan. pneumothorak/ hemotorak


memerlukan intervensi
medik untuk mencegah/
menurunkan potensial
komplikasi.
 Mempertahankan
kesehatan umum
meningkatkan
penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.

2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi Yang Di Harapkan Dari Hasil Tindakan Keperawatan Adalah
Pola Pernafasan Klien Kembali Efektif, Tidak Terjadi Resiko Trauma Pernafasan,
Dan Klien Dapat Beraktifitas Kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif.Asuhan Keperawatan pada klien dangan gangguan system


pernapasan.Salemba Medika: Jakarta.2012
Sudoyo, Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II Ed. IV.Pusat
Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia:Jakarta.2012
https://www.coursehero.com/file/38192344/LP-PNEUMOTHORAXdoc/

Anda mungkin juga menyukai