Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat-Nya sehingga penulis
bisa menyelesaikan Buku Pedoman Penulisan Resep. Buku ini disusun sebagai
penunjang pelaksanaan pelayanan oleh dokter umum dan dokter spesialis di RS Kusta
Dr. Rivai Abdullah Palembang dan juga sebagai salah satu program aktualisasi Calon
Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018.
Peresepan obat oleh dokter harus memenuhi kriteria peresepan obat yang
rasional. Penulisan resep yang baik dan benar oleh dokter umum di RS Kusta dr. Rivai
Abdullah Palembang dirasa perlu upaya pengoptimalan agar terwujudnya pelayanan
kesehatan yang prima.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang terlibat dalam pembuatan buku ini:
1. dr. Zubaidah Elvia, MPH sebagai direktur utama RS Kusta dr. Rivai Abdullah
Palembang atas kepercayaan serta dukungannya kepada kami agar dapat
menjalankan rancangan aktualisasi ini dengan baik.
2. Bapak Asep Zaenal Mustofa, SKM, M. Epid selaku Kepala Badan Pelatihan
Kesehatan (Bapelkes) Batam yang telah memberikan kesempatan dan
motivasi kepada kami agar terus dapat berkarya dan mengabdikan diri
sepenuh hati demi Indonesia tercinta.
3. Bapak Drs. Zaenal Komar, Apt, MA atas masukannya sehingga e-book ini
dapat menjadi lebih efektif dan efisien dalam pemanfaatannya.
4. Ibu dr. Wilda Hayati, MM selaku coach yang senantiasa tiada lelah
memberikan bimbingan dan dukungan dalam penyusunan rancangan
aktualisasi ini.
5. Bapak Hendriansyah, SKM, MM selaku mentor yang memberikan dukungan
penuh serta memberi masukan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan aktualisasi ini dengan lebih baik.
6. Ibu Ezy Fatmasari, S. Si, Apt atas masukan dan bantuannya dalam pembuatan
buku panduan penulisan resep ini.
7. Seluruh staff dan karyawan RS Kusta Dr. Rivai Abdullah Palembang telah
memberikan motivasi dan bantuan dalam peyelesaian buku panduan ini.
Semoga buku panduan ini dapat bermanfaat bagi sesama demi kemajuan
generasi Aparatur Sipil Negara sebagai agent of change untuk memajukan bangsa dan
negara.

Palembang, Juli 2018

Penulis
Buku Pedoman Penulisan Resep 1
DAFTAR ISI

Latar Belakang .......................................................................... 1

Daftar Isi .................................................................................... 2

Daftar Tabel .............................................................................. 3

Daftar Gambar .......................................................................... 4

Pendahuluan .............................................................................. 5

Terapi Rasional ......................................................................... 6

Teknik Penulisan Resep ............................................................ 14

Bentuk Sediaan Obat ................................................................ 18

Daftar Singkatan Penulisan Resep ............................................ 24

Table Angka Romawi ................................................................ 26

Daftar Singkatan Yang Tidak Boleh Dipakai .............................. 27

Daftar Pustaka ........................................................................... 28

Buku Pedoman Penulisan Resep 2


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tempat Kerja Obat Anti Angina Pektoris ......................................9

Tabel 2 Perbandingan Ketiga Kelompok Obat Anti Angina Pektoris .........9

Tabel 3 Perbandingan antar Obat dalam Kelompok Nitrat Organik .........10

Tabel 4 Rangkuman Pemilihan Obat-P ......................................................10

Tabel 5 Pemilihan Obat-P (Kasus Pasien dengan Angina Pektoris) ...........11

Buku Pedoman Penulisan Resep 3


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Siklus Terapi Rasional ............................................... 6

Gambar 2 Contoh Penulisan Resep ........................................... 16

Gambar 3 Bagian – Bagian Resep .............................................. 17

Gambar 4 Sediaan Obat Ovula dan Supositoria ........................ 19

Gambar 5 Sediaan Obat Semi Solid ........................................... 20

Gambar 6 Sediaan Obat Cair ..................................................... 21

Gambar 7 Sediaan Obat Spray, Inhalasi dan Aerosol ................ 22

Buku Pedoman Penulisan Resep 4


PENDAHULUAN

Kesalahan terapi (medication errors) sering terjadi di praktek umum maupun rumah
sakit. Kesalahan yang terjadi bisa karena peresepan yang salah, dan itu terjadi karena
kesalahan dalam proses pengambilan keputusan. Setiap langkah mulai dari
pengumpulan data pasien (anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan
penunjang lainnya) berperan penting untuk pemilihan obat dan akhirnya penulisan
resep. Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulit
dibaca merupakan faktor yang bisa meningkatkan kesalahan terapi. Penyebab hal ini
multifaktorial, antara lain faktor dokter, faktor pasien dan juga faktor-faktor yang lebih
tinggi misalnya aturan dan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia di suatu wilayah
atau negara. Atas latar belakang ini, World Health Organization (WHO) sejak tahun 90-
an telah memperkenalkan sistem pembelajaran yang dikembangkan terutama untuk
dokter yaitu Guide to Good Prescribing.

Pemberian obat yang ditujukan untuk mengobati penyakit atau kumpulan gejala
(sindroma) merupakan salah satu langkah penting dalam pengobatan. Pengobatan,
seperti halnya penelitian yang baik dimulai dari penetapan masalah, membuat
hipotesis, pengujian hipotesis dan verifikasi hasil. Diagnosis yang tepat berdasarkan
kumpulan gejala yang tampak dan menetapkan tujuan terapi kemudian dipilih
tindakan atau terapi yang paling tepat, efektif dan aman. Setelah pilihan ditentukan,
pasien harus mendapat penjelasan tentang pilihan tersebut. Selanjutnya
tindakan/terapi dapat dimulai dan hasilnya harus dipantau serta diverifikasi apakah
telah sesuai dengan tujuan terapi. Apabila hasil menunjukkan perbaikan atau sesuai
dengan tujuan terapi maka terapi bisa diteruskan atau kalau tidak berhasil dihentikan,
terapi perlu dikaji ulang.

Algoritma terapi yang runtut dan rasional perlu dipelajari oleh setiap dokter dan harus
menjadi kebiasaan bagi mereka. Bahkan dokter pun harus selalu disegarkan kembali
ingatannya tentang peresepan yang rasional.

Buku Pedoman Penulisan Resep 5


TERAPI RASIONAL

Di kalangan kedokteran istilah terapi rasional seringkali ditanggapi secara “sinis”,


karena terapi yang rasional seakan-akan susah diterapkan dalam praktek, karena
meskipun telah begitu banyak upaya dilakukan diberbagai bidang, baik pendidikan
dokter dan spesialis, hukum dan etika kedokteran (mediko-legal), sistem asuransi,
namun tetap saja angka kesalahan medis (medical error) tetap tinggi, bahkan semakin
meningkat. Ada enam faktor yang mempengaruhi pola penggunaan obat atau terapi
yang rasional yaitu:

1. Pengaturan obat (regulasi, law enforcement)


2. Pendidikan (formal dan informal)
3. Pengaruh industri obat (iklan, insentif)
4. Informasi/prescribing information,
5. Sistem pelayanan kesehatan (asuransi, jaminan kesehatan, dll.)
6. Sosio-kultural (hubungandokter-pasien yang cenderung patrilinia)

Keenam faktor tersebut saling terkait satu sama lain, sehingga tidak mudah membuat
praktik terapi dan pengobatan yang irasional menjadi rasional. Buku pedoman
penulisan resep ini mengacu pada pendekatan yang dianjurkan oleh WHO lewat buku
pedoman terapi (Guide to good prescribing).

Gambar 1. Siklus Terapi Rasional

Buku Pedoman Penulisan Resep 6


1. MENETAPKAN MASALAH PASIEN

Keluhan yang disampaikan pasien harus digali lebih dalam saat anamnesis. Anamnesis
yang baik sangat membantu penegakan diagnosis yang tepat setelah ditambah data
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain. Bila
masalah jelas maka diagnosis (kerja) menjadi lebih mudah, karena bila diagnosis sudah
ditegakkan, maka tujuan terapi lebih mudah ditetapkan.

Data anamnesis dan pemeriksaan yang lengkap akan membantu membangun


hipotesisberdasarkan patofisiologi penyakit. Dengan mengenal patofisiologi dapat
diusahakan untuk mengembalikan ke keadaan fisiologis melalui pilihan terapi yang
sesuai.

2. MENETAPKAN TUJUAN TERAPI

Bila diagnosis (kerja) dapat ditegakkan maka tujuan terapi pun dapat dibuat dengan
tegas, karena dari sinilah ditentukan apa yang diharapkan bila terapi diberikan pada
pasien. Contoh di bawah ini memberikan gambaran tentang tujuan terapi.

Pasien 1.
Anak usia 3 tahun dengan status kurang gizi, menderita diare encer disertai muntah
selama empat hari. Anak tersebut tidak buang air kecil selama 24 jam. Pada
pemeriksaan tidak ditemukan demam (suhu 36,8 oC), nadi 135 kali per menit dan
turgor rendah. Tujuan terapi: Rehidrasi untuk mencegah semakin parahnya dehidrasi.

Pasien 2
Mahasiswi 19 tahun mengeluh mual dan sakit kepala. Dari anamnesis selanjutnya juga
didapatkan bahwa ia mengalami keluhan tidak haid selama 3 bulan. Pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang tes kehamilan menunjukkan ia hamil tiga bulan.Tujuan
terapi: Konseling kehamilan.

Pasien 3
Tuan Y usia 40 tahun, mengeluh sering pusing dan tegang bagian leher sejak dua hari.
Tekanan darah 140/95 mmHg, Nadi 80 x/menit. Paru, jantung, hati dan ginjal dalam
batas normal, dan Body Mass Index (BMI): 27 kg/m2. Diagnosis kerja: Hipertensi
Esensial grade I.Tujuan terapi: Mencegah end-organ failure dengan menurunkan
tekanan darah mendekati optimal.

Buku Pedoman Penulisan Resep 7


3. MENELITI KECOCOKAN TERAPI-PRIBADI (PERSONAL
THERAPY)

Dari keadaan pasien dipilih (rangkaian) terapi-P yang paling cocok agar tujuan terapi
tercapai dengan mempertimbangkan efektifitas, keamanan, kecocokan dan biaya. Bila
Pasien-3 diambil sebagai contoh, maka pengaturan diet dan upaya penurunan berat
badan bisa dianjurkan meskipun tetap diperlukan terapi dengan obat anti hipertensi
yang tersedia saat ini.

Dasar Pemilihan Terapi-P


Dalam pemilihan dan pengambilan keputusan tentang terapi non-obat maupun obat
harus dipertimbangkan faktor kemanjuran (efficacy), keamanan (safety), kecocokan
(suitability) dan biaya (cost). Terapi non-obat yang biasanya dipikirkan dan dianjurkan
kepada pasien menyangkut perubahan gaya hidup (life style) termasuk perubahan
pola makan (mengurangi asupan karbohidrat, lemak atau protein), perubahan pola
minum (mengurangi konsumsi alkohol), berhenti merokok, meningkatkan kegiatan
olahraga, dst). Upaya terapi terhadap berbagai kondisi penyakit dapat dilihat dari
sumber yang menyajikan hasil penelitian meta-analisis atau systematic-reviews
(evidence-based medicine/EBM).

Langkah Pemilihan Obat-Pribadi (Personal Drugs)


Langkah itu dapat dimulai dengan contoh kasus di bawah ini.

Tuan P umur 55 tahun, selama tiga bulan ini mengeluh nyeri dada yang disertai sesak
nafas yang timbul bila melakukan kegiatan fisik. Nyeri dada tidak berkurang saat
istirahat. Pasien merupakan perokok sejak usia 15 tahun, dapat menghabiskan satu
bungkus rokok setiap hari. Sejak 1bulanyang lalu berhenti merokok. Ibu meninggal
akibat serangan jantung. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan alkohol maupun
obat – obatan narkotika..
• Pada auskultasi: bising di atas ArteriKarotis Dekstra dan Arteri Femoralis
Dekstra. Tekanan darah: 130/86 mmHg, Nadi: 78/mnt, teratur, berat badan
normal.
• EKG : STEMI Inferior
• Diagnosis: Angina Pektoris Unstable
 Patofisiologi ?
 Tujuan pengobatan ?
 Obatnya apa?

Buku Pedoman Penulisan Resep 8


Tujuan Pengobatan:
Dalam menentukan tujuan pengobatan patofisiologi penyakit perlu diketahui dan
menjadi dasar untuk pengobatan non-farmakologik maupun farmakologik. Sebagai
contoh dari kasus di atas dengan diagnosis kerja angina pektoris maka bisa ditelusuri
hal sebagai berikut misalnya etiologi angina pektoris yaitu arteriosklerosis parsial
pembuluh koroner, tujuan mengatasi serangan secepatnya dan hal itu merupakan
strategi untuk meningkatkan pasokan O2, menurunkan kebutuhan O2 miokard sebagai
akibat dari penurunan beban hulu (preload), kontraktilitas, frekuensi deyut jantung,
atau beban hilir (afterload).

Maka senyawa farmakologis yang bisa memenuhi tujuan tersebut adalah: (1) Nitrat
organik, (2) Penghambat reseptor beta, (3)Penyekat kanal kalsium.

Tabel 1. Tempat Kerja Obat Anti Angina Pektoris

Beban Hulu Kontraktilitas Efek Denyut Beban Hilir


(Preload) Jantung (Afterload)
Nitrat ++ - - ++
Penghambat Reseptor + ++ ++ ++
Beta
Penyekat Kanal Calsium + ++ ++ ++

Selanjutnya dibandingkan ketiga kelompok obat tersebut dalam hal kemanjuran,


keamanan, kecocokan dan biaya (Lihat Tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan Ketiga Kelompok Obat Anti Angina Pektoris

Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya


Nitrat Farmakodinamik: Efek samping: Sakit Kontraindikasi: Gagal +
Organik Vasodilatasi perifer. kepala, flushing, jantung, hipotensi, TTIK
Farmakokinetik: takikardi
Metabolisme lintas Sediaan: injeksi, tablet
pertama. Absorbsi di sublingual, semprot
saluran cerna bervariasi mulut
Beta- Farmakodinamik: Efek samping: Kontraindikasi: +
Blocker Menurunkan Hipotensi, CHF, Sinus Hipotensi, CHF,
kontraktilitas jantung badikardi, memicu bradikardi, AV Block,
Farmakokinetik: asma, akral dingin, Asma bronkial, Raynaud
Menembus sawar darah hipoglikemia, impotensi Disease, DM
otak Sediaan cepat : injeksi
Penyekat Farmakodinamik: Takikardi, pusing, wajah Sediaan cepat : injeksi ++
Kanal Vasodilatasi koroner dan memerah, hipotensi,
Calsium perifer (afterload) CHF

Buku Pedoman Penulisan Resep 9


Dari perbandingan di atas disepakati bahwa kelompok obat yang terpilih adalah
golongan nitrat organik, dan selanjutnya kita perbandingkan masing-masing obat di
golongan ini (dapat dilihat dari DOEN, ISO, MIMS atau Formularium yang tersedia)
(Lihat Tabel 3).

Tabel 3. Perbandingan antar Obat dalam Kelompok Nitrat Organik

Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya (Rp)


Gliseril Trinitrat Tidak ada Tidak ada
Kapsul 2,5 mg 0,5-7 jam perbedaan perbedaan
Tablet 5 mg 1-24 jam 1810
Isosorbid Dinitrat
Tab Sublingual 5 mg 2-30 menit 100-150
Tab Oral 10 mg 0,5-4 jam 180-210
Tab Oral (Retard) 20-40 mg 0,5-10 jam 368-400
Isosorbid Mononitrat
Tab Oral 20 mg 0,5-4 jam 350-550
Kapsul Retard 836

Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa untuk kondisi pasien itu tampaknya isosorbid
dinitrat yang paling cocok, maka akhirnya pilihan obat-P jatuh pada isosorbid dinitrat.
Proses pemilihan obat-P dapat dirangkum sebagai berikut:

1. TETAPKAN DIAGNOSIS
Angina Pectoris Stabil (penyumbatan parsial Arteri Koronaria)
2. TETAPKAN TUJUAN TERAPI
Merupakan keadaan emergency, perlu penanganan sesegera mungkin. Kurangi
kebutuhan miokardium terhadap oksigen dengan cara menurunkan beban
preload, kontraktilitas, heart rate, serta afterload.
3. SUSUN DAFTAR KELOMPOK OBAT YANG EFEKTIF
 Nitrat
 Beta Blocker
 Calsium Canal Blocker
4. PILIH KELOMPOK OBAT YANG EFEKTIF BERDASARKAN KRITERIA
Tabel 4. Rangkuman Pemilihan Obat-P (Kasus Pasien dengan Angina Pektoris)

Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya

Nitrat + + ++ +

Beta Blocker + + - -

Calsium Canal Blocker + + - -

Buku Pedoman Penulisan Resep 10


5. PILIH OBAT- P
Tabel 5. Pemilihan Obat-P (Kasus Pasien dengan Angina Pektoris)

Kemanjuran Keamanan Kecocokan Biaya

Gliseril Trinitrat + ± + +
(Tablet)
Isosorbid Dinitrat + ± ++ -
(Tablet)
Isosorbid Dinitrat + ± + ±
(Semprot)
Isosorbid Mononitrat + ± + ±
(Tablet)

6. KESIMPULAN
Zat aktif, bentuk sediaan : ISDN, tablet sublingual 5 mg
Dosis : 5 mg, dapat diulang 1-3 menit jika nyeri menetap
Lama pengobatan : Sesuai rencana terapi

Tampaknya langkah yang ditempuh cukup lama, namun bila hal ini dibiasakan ketika
sedang kepaniteraan atau pun residensi/internship maka kita pun akan terbiasa
melakukan proses di atas dengan mudah dan cepat. Sehingga setiap saat daftar obat-
P kita akan semakin bertambah sejalan dengan kasus-kasus yang semakin sering kita
tangani.

4. MULAI PENGOBATAN

Setelah sampai pada kesimpulan dan keputusan tentang obat yang paling cocok untuk
pasien dan kasus yang kita hadapi, maka langkah berikut adalah memulai pengobatan
dengan menuliskan resep yang merupakan suatu “instruksi” kepada apoteker untuk
menyediakan/menyiapkan obat yang dibutuhkan tadi. Dalam mata rantai pengobatan
rasional, pasien pun berhak mendapatkan informasi dari apoteker dan perawat (atau
petugas kesehatan yang bertanggung-jawab untuk hal itu) tentang obat, dosis, cara
penggunaan, efek samping, dll.

Buku Pedoman Penulisan Resep 11


5. PENJELASAN TENTANG OBAT, CARA PAKAI,
PERINGATAN

Setelah resep ditulis, kita harus menjelaskan tentang berbagai hal kepada pasien yaitu:
1. Efek obat: Efek utama obat yang menjadi dasar pilihan kita untuk mengatasi
permasalahan/diagnosis perlu dijelaskan kepada pasien, misalnya gejala
demam dan pusing akan berkurang atau hilang.
2. Efek samping: Demikian pula efek samping yang mungkin muncul akibat
menggunakan obat. Namun perlu bijaksana, agar pasien tidak justru menjadi
takut karenanya, yang penting pasien tahu dan bisa mengantisipasi bila efek
samping itu muncul, misalnya hipoglikemia akibat obat anti diabetes,
mengantuk akibat anti-histamin, dll.
3. Instruksi: Pasien harus jelas tentang saat minum obat, cara minum obat,
misalnya obat diminum 3 kali (pagi, siang dan malam, sesudah/sebelum
makan, dengan cukup air, dst.), cara menyimpannya, apa yang harus
dilakukan bila ada masalah dst. Antibiotika misalnya harus diminum sampai
habis sesuai dengan jumlah yang diresepkan, sedangkan beberapa obat
digunakan hanya bila diperlukan saja. Ada obat yang diminum secara
bertahap dengan dosis berangsur-angsur naik dan setelah itu berangsur-
angsur turun (kortikosteroid).
4. Peringatan: terkait dengan efek samping, misalnya tidak boleh mengemudi
dan menjalankan mesin karena efek kantuk obat.
5. Kunjungan berikutnya: jadwal kunjungan berikutnya ke dokter (untuk
evaluasi dan monitor terapi).
6. Sudah jelaskah semuanya?: Pasien perlu ditanya apakah semua informasi
yang diberikan telah dimengerti dengan baik. Pasien bisa diminta untuk
mengulang segenap informasi yang telah disampaikan.

6. PANTAU (HENTIKAN) PENGOBATAN

Manjurkah pengobatan Anda?


a. Ya, dan pasien sembuh: Hentikan pengobatan
b. Ya, tapi belum selesai: Adakah efek samping serius?
 Tidak: pengobatan dapat dilanjutkan
 Ya: Pertimbangkan kembali dosis atau pilihan obat
c. Tidak dan pasien belum sembuh: Teliti ulang semua langkah:
 Diagnosis tepat?
 Tujuan pengobatan benar?

Buku Pedoman Penulisan Resep 12


 Obat-P cocok untuk pasien ini?
 Obat diresepkan dengan benar?
 Instruksi kepada pasien benar?
 Apakah efek dipantau dengan benar?

PERESEPAN IRRASIONAL

Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang kadang-kadang terjadi
karena maksud baik dan perhatian dokter. Peresepan irrasional dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Peresepan mewah, yaitu pemberian obat baru dan mahal padahal tersedia obat
tua yang lebih murah yang sama efektif dan sama amannya, penggunaan
simtomatik untuk keluhan remeh sehingga dana untuk penyakit yang berat
tersedot, atau penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat
generik yang sama baiknya.
2. Peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak diperlukan,
dosis terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih
dari yang diperlukan. Terdapat beberapa jenis obat yang paling banyak
diberikan kepada pasien tanpa indikasi yang tepat dan jelas. Golongan obat
tersebut adalah antibiotik, kortikosteroid, obat penurun berat badan,
antikolesterol, multivitamin, dan tonikum, vasodilator, obat untuk
memperbaiki metabolisme otak, dan sediaan dermatologis.
3. Peresepan salah, yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat
yang dipilih untuk suatu indikasitertentu tidak tepat, peneyediaan (di apotik,
rumah sakit) salah, atau tidak disesuaikan dengan kondisi medis, genetik,
lingkungan, dan faktor lain yang ada pada saat itu.
4. Polifarmasi, yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat sudah
mencukupi atau pengobatan setiap gejala secara terpisahpadahal pengobatan
terhadap penyakit primernya sudah dapat mengatasi semua gejala.
5. Peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diberikan, dosis tidak
mencukupi, atau pengobatan terlalu singkat.

Buku Pedoman Penulisan Resep 13


TEKNIK PENULISAN RESEP
Pemberian terapi dengan obat oleh dokter secara tidak langsung akan ditulis dalam
selembar kertas yang disebut sebagai lembar resep atau blangko resep. Resep dalam
arti yang sempit adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan
kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tetentu dan
menyerahkannya kepada pasien. Kenyataannya resep merupakan perwujudan akhir
dari kompetensi pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan
pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi.

Resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm
dan panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis dengan lengkap sesuai dengan PerMenKes
no. 26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No.
28/MenKes/SK/U/98 Bab II tentang RESEP, agar dapat dibuatkan/diambilkan obatnya
di apotik.

KAIDAH-KAIDAH PENULISAN RESEP


Setelah menetapkan diagnosis kerja, maka dokter akan menentukan terapi salah
satunya terapi dengan obat. Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta
perhatian dokter :
1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg).
2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan decimal.
3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi.
4. Nama obat ditulis dengan jelas.
5. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan
bioavailabilitasnya berbeda.
6. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan,
pastikan tidak ada inkompatibilatas/interaksi yang merugikan.
7. Dosis diperhitungkan dengan tepat.
8. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ.
9. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas.
10. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas.
11. Hindari pemberian obat terlalu banyak.
12. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama.
13. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam
kertas yang terpisah dengan resep obat.
14. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain.
15. Beritahu efek samping obat.
16. Lakukan recording pada status pasien.
Buku Pedoman Penulisan Resep 14
Dalam resep yang lengkap harus tertulis (Lihat Gambar 2) :
1. Identitas dokter : nama, nomor SIP (Surat Ijin Praktek), alamat praktek/
alamat rumah dan nomor telpon dokter
2. Nama kota dan tanggal dibuatnya resep
Nomor 1 dan nomor 2 sudah tercetak pada kertas lembar resep.
3. Ditulis simbol R/ (Recipe = harap diambil), diberi istilah superscriptio.
Ada hipotesis R/ berasal dari tanda Yupiter (dewa mitologi Yunani). Hipotesis
lain R/ berasal dari tanda Ra = mata keramat dari dewa Matahari Mesir kuno.
4. Nama obat serta jumlah atau dosis, diberi istilah inscriptio.
Merupakan inti resep dokter. Nama obat ditulis nama generik atau nama
dagang (brandname) dan dosis ditulis dengan satuan microgram, miligram,
gram, mililiter, %.
5. Bentuk sediaan obat yang dikehendaki, diberi istilah subscriptio.
6. Signatura, disingkat S, umumnya ditulis aturan pakai dengan bahasa Latin.
7. Diberi tanda penutup dengan garis, ditulis paraf.
8. Pro: nama penderita. Apabila penderita anak, harus dituliskan umur atau
berat badan agar apoteker dapat mencek apakah dosisnya sudah sesuai.

Buku Pedoman Penulisan Resep 15


Gambar 2. Contoh Penulisan Resep

Buku Pedoman Penulisan Resep 16


CATATAN :

Pada saat menulis resep :


1. Hindari penulisan nama kimia, tulis nama latin atau generiknya.
2. Apabila dalam satu lembar resep terdiri lebih dari satu R/, maka : tiap R/
dilengkapi dengan signa (S), dan tiap R/ diparaf atau ditandatangani dokter
penulisnya.
3. Dokter yang bijaksana akan memperhatikan keadaan sosio-ekonomi pasien,
maka pemilihan obat dapat ke obat generik atau obat brand-name.

Gambar 3. Bagian – Bagian Resep

Buku Pedoman Penulisan Resep 17


BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)
Bentuk Sediaan Obat diperlukan agar mudah pengaturan dosisnya, stabil, tidak mudah
rusak, mudah digunakan (bau dan rasa dapat ditutupi), praktis dan dapat
menghasilkan efek yang optimal. Berdasarkan konsistensinya BSO dapat dibagi
menjadi BSO padat (serbuk, kapsul, tablet), semi padat (salep, krim, jelly), cair (solutio,
sirup, suspensi, emulsi).
Setiap BSO mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda sehingga perlu
difahami spesifikasi dari suatu BSO.

A. BSO PADAT

1. Pulvis (serbuk tidak terbagi) dan Pulveres (serbuk terbagi).


Biasanya berupa campuran obat yang halus, kering dan homogen. Bau dan rasa
obat tidak dapat ditutupi.
2. Granul
Berupa gumpalan kecil yang terdiri dari obat dan bahan tambahan. Lebih stabil
dari serbuk. Digunakan dengan cara dicampur atau dilarutkan dengan air.
3. Kapsul
BSO yang berupa cangkang terbuat dari gelatin, sehingga lebih mudah ditelan.
Kapsul mempunyai berbagai macam ukuran. Ada 2 macam kapsul yaitu kapsul
gelatin keras (dapat dibuka dan ditutup), berisi serbuk atau granul dan kapsul
gelatin lunak berisi bahan cair seperti minyak.
4. Tablet
BSO yang dibuat dengan cara dicetak, terdiri dari bahan obat dengan beberapa
bahan tambahan seperti bahan pengisi, pengembang, perekat, pelicin, dan
penghancur. Ada bermacam-macam jenis tablet:
a. Tablet
Mempunyai macam-macam bentuk dan ukuran, ada yang berlapis dan
digunakan dengan cara ditelan.
b. Tablet salut gula = dragee
Diberi salut gula, memberikan penampilan yang menarik, digunakan dengan
cara ditelan.
c. Tablet salut selaput/salut film
Diberi salut tipis dari polimer, pecahnya tablet di lambung bagian bawah,
untuk menghindari iritasi dan digunakan dengan cara ditelan.
d. Tablet salut enteric

Buku Pedoman Penulisan Resep 18


Disalut dengan lapisan yang tidak pecah oleh asam lambung sehingga
pecahnya tablet di usus, absorbsi obat di usus. Dapat menghindari iritasi
lambung dan digunakan dengan cara ditelan.
e. Tablet sublingual
Tablet yang disisipkan di bawah lidah dan diabsorbsi mukosa mulut sehingga
memberikan respon terapi yang cepat.
f. Tablet kunyah = chewable
Tablet yang harus dikunyah dulu, agar efek lokal di lambung cepat. Rasanya
enak sehingga cocok untuk anak-anak.
g. Tablet hisap = lozenges/troches
Tablet yang dihisap di mulut untuk pengobatan lokal pada rongga mulut.
h. Tablet sisip/tablet vagina
Tablet yang disisipkan di vaginal untuk pengobatan lokal.
i. Tablet effervescent
Tablet yang dapat menghasilkan gas atau berbuih agar rasanya segar,
digunakan dengan cara dilarutkan air, kemudan diminum.
j. Tablet atau kapsul pelepasan terkendali/lepas lambat
Dirancang dapat melepaskan obat perlahan-lahan sehingga kerja obat
diperpanjang. Tablet lepas lambat dapat mengurangi frekuensi pemberian
obat dan kepatuhan pasien meningkat. Istilah yang digunakan retard,
controlled-release, prolonged-release, prolongedaction, time-release,
extended-release, slow-release, delayed-release, timespan, MR (Modification
– Release).
5. Sediaan padat yang dimasukkan ke dalam lubang tubuh. BSO ini akan melunak,
melarut karena pengaruh suhu tubuh. BSO ini digunakan untuk pengobatan lokal
maupun sistemik.
a. Supositoria (rektal)
b. Ovula (supositoria vaginal)

Gambar 4. Sediaan Obat Ovula dan Supositoria

Buku Pedoman Penulisan Resep 19


B. BSO SEMI SOLID

Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit untuk pengobatan topikal, karena obat
dapat meresap ke dalam kulit. Perkembangan teknologi membuat bahan kimia
sebagai bahan tambahan yang dapat meresapkan obat sampai ke sirkulasi
darah/sistemik dikenal sebagai sistem transdermal.
1. Salep = unguenta = oinment
Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit. Salep untuk mata diberi nama
occulenta dan BSO ini harus steril. Ada berbagai macam jenis bahan pembawa
salep.
2. Krim
Mudah menyebar di kulit, memberikan absorbsi obat yang baik. Sediaan ini
disukai pasien dan dokter karena mudah dibersihkan dan memberi rasa
dingin.
3. Jel = Gel = Jelly
Sediaan semi solid yang jernih, terbuat dari bahan pengental dan air sehingga
rasanya dingin dan apabila kering meninggalkan selaput tipis.

Gambar 5. Sediaan Obat Semi Solid

Buku Pedoman Penulisan Resep 20


C. BSO CAIR

Sediaan cair dapat berupa larutan atau suspensi. Sediaan cair untuk oral dapat sebagai
larutan/solutio, sirup, eliksir, suspensi, emulsi. Diminum dengan menggunakan sendok
teh (5 ml) atau sendok makan (15 ml). Sediaan cair untuk bayi dikenal sebagai sediaan
oral-drops atau tetes dengan menggunakan alat penetes/ pipet. Sediaan cair untuk
obat luar atau topikal dikenal sebagai lotio, solutio, kompres (epithema).
Macam-macam BSO cair :
1. Solutio
Larutan yang mengandung bahan obat terlarut. Apabila digunakan untuk
topikal dapat disebut sebagai lotio atau lotion.
2. Sirup
BSO cair yang diminum mengandung pemanis, secara fisik dapat berupa
larutan atau suspensi. Sering digunakan untuk anak-anak.
3. Eliksir
Larutan obat dalam air yang mengandung gula dan alkohol 6 – 19%. Fungsi
alkohol untuk membantu kelarutan obat dan memberi rasa segar.
4. Guttae (tetes)
BSO cair yang cara pengunaannya dengan cara diteteskan menggunakan
pipet biasa atau pipet volume.
Ada beberapa guttae: guttae ophthalmic (tetes mata), Guttae auric (tetes
telinga), guttae nasales (Tetes hidung), guttae orales (drops)
5. Clysma
BSO cair digunakan dengan cara dimasukkan ke rektal.
6. Potio = obat minum, tidak memperhatikan rasa.
7. Litus oris = tutul mulut

Gambar 6. Sediaan Obat Cair

Buku Pedoman Penulisan Resep 21


D. BSO PARENTERAL

BSO yang steril, bebas pirogen dan cara pemberiannya dengan disuntikkan. Apabila
volumenya besar disebut infus dan apabila volumenya kecil disebut injeksi.

E. BSO SPRAY, INHALASI, AEROSOL.

a. Spray
Larutan dengan tetesan kasar atau zat padat terbagi yang halus digunakan
dengan cara disemprotkan pada topikal, hidung, faring atau kulit.
b. Inhalasi
Obat diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup, untuk
pengobatan pada bronchus atau pengobatan sistemik lewat paru. Aksinya
cepat karena tidak melewati lintas utama di hepar.
c. Aerosol
Produk farmasetik dalam wadah yang diberi tekanan. Cara penggunaan
dengan menekan tutup botol yang diberi pengatur dosis. Obat yang
disemprotkan berbentuk kabut halus.

Gambar 7. Sediaan Obat Spray, Inhalasi dan Aerosol

Buku Pedoman Penulisan Resep 22


F. BSO PRODUK BIOLOGI

Sediaan yang bahan aktifnya berupa mikroorganisme hirup, berasal dari manusia atau
hewan. Digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit. Contohnya macam-
macam vaksin, antisera dan imunoglobulin.

G. BSO ADVANCED TECHNOLOGY

BSO yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga untuk pelepasan tablet tidak
diperlukan air. Ada sistem penghantaran obat yang baru dengan fase lliberasi obat
sangat cepat, konsentrasi puncak kadar obat dalam plasma cepat, sehingga diperoleh
respon obat yang dikehendaki. Contohnya : BSO Fast-dissolving, orodisperse (oros),
fast-melting.

Buku Pedoman Penulisan Resep 23


DAFTAR SINGKATAN PENULISAN RESEP
Daftar singkatan yang paling umum dipakai dan boleh dipakai, terbagi atas :

Bentuk Sediaan

NO NAMA KEPANJANGAN ARTI


SINGKATAN
1 Emuls emulsum Emulsi
2 Inj injectio Obat suntik
3 Sol solutio Larutan
4 Susp suspensio Suspensi
5 Syr syrupus Sirup
6 Garg gargarisma Obat kumur
7 Gtt auric Guttae auriculares Obat tetes telinga
8 Gtt nasal Guttae nasales Obat tetes hidung
9 Gtt opthl Guttae ophthalmicae Obat tetes mata
10 Amp ampule Ampul
11 Fl flacon Botol kecil
12 Sup suppositorum Suppsoitoria
13 Cr cream Krim
14 Cap/caps capsule Kapsul
15 Tab tabulae Tablet
16 Pulv Pulvis/pulveres Serbuk / serbuk
terbagi
17 nebul nebula Obat semprot

Frekuensi

NO NAMA KEPANJANGAN ARTI


SINGKATAN
1 1 dd / sdd Semel de die Satu kali sehari
2 2 dd / bdd Bis de die Dua kali sehari
3 3 dd / tdd Ter de die Tiga kali sehari
4 4 dd / qdd Quarter de die Empat kali sehari
5 Oh Omni hora Setiap jam

Buku Pedoman Penulisan Resep 24


Waktu Pemberian

NO NAMA KEPANJANGAN ARTI


SINGKATAN
1 ac Ante coenam Sebelum makan
2 dc Durante coenam Saat sedang makan
3 pc Post coenam Setelah makan
4 hs Hora somni Sebelum tidur
5 an Ante noctum Sebelum tidur
6 m et v Mane et vespere Pagi dan sore
7 prn Pro renata Bila perlu

Penggunaan

NO NAMA KEPANJANGAN ARTI


SINGKATAN
1 ue Usus externum Obat luar
2 up Usus propius Untuk dipakai sendiri
3 imm Im mane medicine Diberikan kepada
dokter
4 Pro Inj Pro Injectio Untuk disuntikkan

Lain-lain

NO NAMA KEPANJANGAN ARTI


SINGKATAN
1 dext dextra Kanan
2 sin sinister Kiri
3 R/ recpe Ambillah
4 S signa Tandailah
5 ad ad Sampai dengan
6 mf Misce fac Campur dan buatlah
7 iter iter Di ulang

Buku Pedoman Penulisan Resep 25


TABEL ANGKA ROMAWI

Buku Pedoman Penulisan Resep 26


DAFTAR SINGKATAN YANG TIDAK BOLEH DIPAKAI

NO SINGKATAN ARTI KESALAHAN PENULISAN YANG BENAR


YANG INTERPRETASI
DILARANG
1 U Unit 0 dan 4 Unit
2 IU International Unit IV dan IO International Unit
3 CC Centimeter Cubik Unit mL
4 µg Microgram Mg Mcg
5 IJ Injeksi IV Injeksi
6 IN Intranasal Im atau Iv Intranasal
7 SC, SQ, Subq Subcutaneus Sl (Sub Lingual) Subcut atau subcutan
8 X.O mg X mg XO mg Jangan menulis angka “0”
di belakang koma decimal
(mg)
9 .X mg I.X mg X mg Harus menggunakan
“0” sebelum koma decimal
(O, X mg)
10 MS Morfin Sulfat Magnesium Morfin Sulfat
11 MSO4 Morfin Sulfat Sulfat
12 MgSO4 Magnesium Sulfate Morfin Sulfat Magnesium Sulfate
13 AZT Zidovudine Azatropine Zidovudine (retrovir)
(retrovir) Atau
Aztreduran
14 CPZ Compazine Chlorpromazin Camparazine
(Prochlorperazin)
15 HCT Hideocortisone Hydrochlorothiazi Hidrocortison
de
16 OD, OS, OU Mata kanan, mata Telinga kanan, Mata kanan, mata kiri, tiap
kiri, tiap mata telinga kiri, tiap mata
telinga
17 od Once daily / 1 x Mata kanan Sekali sehari
sehari

Buku Pedoman Penulisan Resep 27


DAFTAR PUSTAKA

1. Lewis PJ, Dornan T, Taylor D, Tully MP, Wass V, Ashcroft DM. Prevalence, Incidence
and Nature of Prescribing Errors in Hospital Inpatients. A systematic Review. Drug
Safety 2009; 32 (5): 379-89.
2. Patel H, Bell D, Molokhia M, Srishanmuganathan J, Patel M, Car J, Majeed A. Trends in
hospital admissions for adverse drug reactions in England: analysis of national hospital
episode statistics 1998–2005. BMC Clin Pharmacol 2007; 7: 9.
3. Velo GP; Minuz P. Medication errors: prescribing faults and prescription errors. Br J
Clin Pharmacol 2009; 67 (6): 624-8.
4. Pearson SA, Rolfe I, Smith T. Factors influencing prescribing: an intern’s perspective.
Medical Educat 2002;36:781–7.
5. Oshikoya KA, Senbanjo IO, Amole OO. Interns' knowledge of clinical pharmacology and
therapeutics after undergraduate and on-going internship training in Nigeria: a pilot
study. BMC Medical Education 2009, 9: 50 diunduh dari
http://www.biomedcentral.com/1472-6920/9/50 pada tanggal 20 Maret 2010.
6. Coombes ID, Mitchell CA, Stowasser DA. Safe medication practice: attitudes of medical
students about to begin their intern year. Medical Educat 2008; 42:427–31.
7. Heaton A, Webb DJ, Maxwell SRJ. Undergraduate preparation for prescribing: the
views of 2413UK medical students and recent graduates. Br J Clin Pharmacol 2008; 66
(1): 128–34.
8. Garjani A, Salimnejad M, Shamsmohamadi M, Baghchevan V, Vahidi RG, Maleki-Dijazi
N, Rezazadeh H. Effect of interactive group discussion among physicians to promote
rational prescribing. Eastern Mediterranean Health J. 2009; 15(2): 408-15.
9. De Vries TPGM, Henning RH, Hogerzeil HV, Fresle DA. Guide to Good Prescribing. 1994,
Geneva. WHO.
10. Pollack D, Wopat R, Muench J, Hartung DM. Show me the evidence: the ethical aspects
of pharmaceutical marketing, evidence-based medicine, and rational prescribing.
JEMH 2009: April-Sept. suppl : 1-8.
11. Sacket DL, Rosenberg WM, Gray JA, Haynes RB, Richardson WS. Evidence based
medicine: what it is and what it isn't. Editorial. BMJ 1996; 312: 71-2. Diunduh dari
http://www.bmj.com/cgi/content/full/312/7023/71.
12. Krulichová I, van Wilgenburg H. Computer-based skills training in rational drug
prescribing. IFMBE Proc 2002; 3 (1): 714-5.
13. Davey P, Garner S. Professional education on antimicrobial prescribing: a report from
the Specialist Advisory Committee on antimicrobial Resistance (SACAR) professional
education subgroup. J Antimicrob Chemother 2007; 60, Suppl. 1.i27-i32.
14. Simatupang A. Pengembangan Modul HIV & AIDS bagi Mahasiswa Kedokteran dengan
Metode Belajar-Berbasis Masalah. J Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan
Indonesia, 2007; 2 (3): 107-12.
15. Gommans J, McIntosh P, Bee S, Allan W. Improving the quality of written prescriptions
in a general hospital: the influence of 10 years of serial audits and targeted
interventions. Internal Medicine J, 2008; 38: 243–48.
Buku Pedoman Penulisan Resep 28
NOTE

Buku Pedoman Penulisan Resep 29

Anda mungkin juga menyukai